Anda di halaman 1dari 9

ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Fatkhul janah, Mutiara Dwi Khoirun Nisa', Pandya Nuriza Oktavia,


Olivian Yudha Pratama, Muhammad Alfian
Uin Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Abstrak:
Jurnal ini menganalisis teori-teori yang mendorong penghapusan pidana dalam konteks
sistem hukum. Tentu berikut ini adalah contoh abstrak untuk sebuah jurnal tentang alasan
penghapusan pidana. Penelitian ini menyelidiki berbagai contoh penghapusan pidana
dalam sejarah, menguraikan alasan-alasan hukum, moral, dan sosial di balik langkah-
langkah tersebut. Melalui pendekatan interdisipliner, penulis menggabungkan analisis
hukum, sosiologi, dan etika untuk memahami implikasi dari penghapusan pidana
terhadap masyarakat dan sistem peradilan. Dalam jurnal ini, kami mengulas perubahan
hukum yang membuka jalan bagi penghapusan pidana. Kami juga mengeksplorasi peran
evolusi nilai-nilai sosial dalam mengubah persepsi terhadap tindakan yang sebelumnya
dikenai pidana.Hasil analisis menunjukkan bahwa penghapusan pidana bukan hanya
tentang pengurangan hukuman, tetapi juga tentang transformasi sistem peradilan untuk
mengakomodasi pendekatan yang lebih manusiawi. Implikasi dari penghapusan pidana
terhadap rasa keadilan, resosialisasi narapidana, dan dampaknya terhadap tingkat
kriminalitas juga dieksplorasi secara kritis. Jurnal ini memberikan pandangan yang
mendalam tentang bagaimana keputusan untuk menghapus pidana tercermin dalam
dinamika hukum dan masyarakat, sambil menyoroti tantangan dan manfaat dari
pendekatan ini dalam jangka panjang.
Kata kunci: Penerapan, alasan penghapus pidana, pertimbangan hukum.

Pendahuluan
A. Latar Belangkang
Hukum pidana merupakan suatu keseluruhan dari aturan-aturan yang
mengatur perbuatan apa yang dilanggar dan termasuk ke dalam tindak pidana,
serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang
melakukannya.di samping melarang suatu tindakan untuk dilakukan dan
menghukum suatu tindakan yang melanggar, juga terdapat teori tentang suatu
tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana, namun tidak dipidanakan. Hal ini
biasa disebut dengan alasan penghapus pidana, yang dimana suatu tindak pidana
akan dapat dihapus apabila memenuhi alasan-alasan yang ditentukan. Alasan
penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim. Singkatnya,
dalam teori ini, seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dibebaskan
dari jeratan hukum dengan jika terbukti memenuhi alasan-alasan yang ditentukan.
Alasan-alasan penghapus pidana ini adalah alasan-alasan yang memungkinkan
orang yang melakukan perbuatan yang sebenarnya telah memenuhi rumusan

1
delik, tetapi tidak dipidana. Berbeda halnya dengan alasan yang dapat
menghapuskan penuntutan, alasan penghapus pidana diputuskan oleh hakim
dengan menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau
kesalahan pembuat hapus, karena adanya ketentuan undangundang dan hukum
yang membenarkan perbuatan atau yang memaafkan pembuat.
Jadi dalam hal ini hak melakukan penuntutan dari Jaksa tetap ada, tidak hilang,
namun terdakwanya yang tidak dijatuhi pidana oleh hakim. Dengan kata lain
undang-undang tidak melarang Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan
tersangka pelaku tindak pidana ke sidang pengadilan dalam hal adanya alasan
penghapus pidana. Oleh karena Hakimlah yang menentukan apakah alasan
penghapus pidana itu dapat diterapkan kepada tersangka pelaku tindak pidana
melalui vonisnya. Sedangkan dalam alasan penghapus penuntutan,
undangundang melarang sejak awal Jaksa Penuntut Umum untuk
mengajukan/menuntut tersangka pelaku tindak pidana ke sidang pengadilan.
Dalam hal ini tidak diperlukan adanya. pembuktian tentang kesalahan pelaku atau
tentang terjadinya perbuatan pidana tersebut (Hakim tidak perlu memeriksa
tentang pokok perkaranya).4 Oleh karena dalam putusan bebas atau putusan
lepas, pokok perkaranya sudah diperiksa oleh hakim, maka putusan itu tunduk
pada ketentuan Pasal 76 KUHP.

B. Rumusan Masalah
1. Apa alasan adanya penghapusan pidana?
2. Apa teori alasan penghapusan pidana?
3. Apa alasan penghapusan pidana umum?
4. Apa alasan penghapusan khusus?

C. Metode Penelitihan
Penelitian hukum pada jurnal lini adalah penelitian hukum normatif untuk mengkaji
hukum positifnya, dalam arti menghimpun, memaparkan, mensistematisasi,
menganalisis, menafsirkan dan menilai norma-norma hukum positif yang
mengatur tentang alasan penghapus pidana. Penelitian hukum normatif dapat
dibedakan dalam penelitian Inventarisasi hukum positif, penelitian asas-asas
hukum, penelitian untuk menemukan hukum in konkreto, penelitian terhadap
sistematik hukum, dan yang terakhir penelitian terhadap taraf sinkronisasi

Pembahasan
A. Apa alasan adanya penghapusan pidana
Dalam hukum pidana ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi
hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada para pelaku atau
terdakwa yang diajukan ke pengadilan karena telah melakukan suatu tindak
pidana. 1 Alasan-alasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana.alasan
penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim.
Peraturan ini menetapkan dalam keadaan apa seorang pelaku, yang telah
memenuhi perumusan delik yang seharusnya dipidana, menjadi tidak dipidana.

1
https://pengacaranasional.co.id/artikel/alasan-penghapusan-pidana/ (diakses pada jum’at 25 Agustus 2023)

2
Hakim menempatkan wewenang dari pembuat undang-undang untuk menentukan
apakah telah terdapat keadaan khusus seperti dirumuskan dalam alasan
penghapus pidana. Alasan-alasan penghapus pidana ini adalah alasan-alasan
yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang sebenarnya telah
memenuhi rumusan delik, tetapi tidak dipidana.
Berbeda halnya dengan alasan yang dapat menghapuskan penuntutan, alasan
penghapus pidana diputuskan oleh hakim dengan menyatakan bahwa sifat
melawan hukumnya perbuatan si pelaku dihapuskan atau kesalahan si pelaku
dihapuskan karena adanya ketentuan undang-undang dan hukum yang
membenarkan perbuatan atau yang memaafkan perbuatan tersebut. Jadi dalam
hal ini, hak melakukan penuntutan dari jaksa tetap ada, tidak hilang, namun
terdakwanya yang tidak dijatuhi pidana oleh hakim. Dengan kata lain undang-
undang tidak melarang jaksa penuntut umum untuk mengajukan tersangka pelaku
tindak pidana ke sidang pengadilan dalam hal adanya alasan penghapus pidana.
Oleh karena hakimlah yang menentukan apakah alasan penghapus pidana itu
dapatditerapkan kepada pelakutindak pidana atau tidak melalui vonisnya.
Sedangkan dalam alasan penghapus penuntutan, undang-undang melarang
sejak awal jaksa penuntut umum untuk mengajukan/menuntut tersangka pelaku
tindak pidana kesidang pengadilan. Dalam halini tidak diperlukanadanya
pembuktian tentang kesalahan pelaku atau tentang terjadinya perbuatan pidana
tersebut (hakim tidak perlu memeriksa tentang pokok perkaranya). oleh karena
dalam putusan bebas atau putusan lepas, pokok perkaranya sudah diperiksa oleh
hakim, maka putusan itu tunduk pada ketentuan Pasal 76 KUHP.
Dalam ajaran alasan penghapusan pidana, terdapat tiga asas yang sangat
penting (J.E. Sahetapy danAgustinus Pohan, 2007: 57), yaitu:
1.Asas Subsidiaritas, yaitu ada benturan antara kepentingan hukum dengan
kepentingan hukum, kepentingan hukum dan kewajiban hukum, kewajiban hukum
dan kewajiban hukum;
2.Asas Proporsionalitas, yaitu ada keseimbangan antara kepentingan hukum yang
dibelaatau kewajiban hukum yang dilakukan;
3.Asas “culpa in causa”, yaitu pertanggungjawaban pidana bagi orang yang sejak
semula mengambil risiko bahwa dia akan melakukan perbuatan pidana. 2

B. Teori Alasan Penghapusan Pidana


George P.Fletcher dalam Rethinking criminallaw mengemukakan ada tiga teori
terkait alasan penghapus pidana. PERTAMA, theory of pointles punishment
diterjemahkan sebagai teori hukuman yang tidak perlu.Teori ini berpijak
padatheory of excuseatau teori kemanfaatan alesan pemaaf sebagai bagian dari
utilitarian theory of punishment atau teori manfaat dari hukuman. Menurut teori ini
tidak ada gunanya menjatuhkan pidana kepada orang yang tidak menyadari apa
yang diperbuatnya. Pelaku yang gila atau sakit jiwa atau cacat dalam tumbuhya
tidak mampu bertanggung jawab pada perbuatannya dan tidak dapat mencegah
terjadinya perbuatan yang dilarang, sehingga penjatuhan pidana kepada orang

2
Ibid., hlm. 775.

3
yang demikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun, justru akan melukai
rasa keadilan Masyarakat. Sebagai contoh, seorang gila yang berada di tengah
keramaian kemudian melempari orang-orang sekelilingnya dengan batu sehingga
beberapa orang di antara mereka menderita luka-luka, orang gila itu tidak mampu
bertanggung jawab atas perbuatannya, bahkan tidak mengerti apa yang
dilakukannya. Dengan demikian orang gila tersebut tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya yang membawa konsekuensi tidak dapat dipidana.
Kalaupun orang gilatersebut dijatuhi pidana, maka tidak akan mendatangkan
manfaat sedikitpun terhadapnya. Theory of pointless punishment adalah teori
alasan penghapus pidana yakni alasan pemaaf. Hanya saja alasan pemaaf disini
berasal dari dalam dir ipelaku (inwendig). Theory of Pointless Punishment sangat
berkaitan erat dengan tidak mampu bertanggung jawab.
KEDUA Theory of lessers evils atau teori peringkat kejahatan yang lebih
ringan.Theory of lessers evils merupakan teori alasan pembenar, oleh karna itu
teori ini merupakan alasan penghapus pidana yang berasal dari luar diri pelaku
atauuitwendig. Di sini pelaku harus memilih salah satu dari dua perbuatan yang
sama-sama menyimpang dari aturan. Perbuatan yang dipilih sudah tentu adalah
perbuatan yang peringkat kejahatannya lebih ringan. Teori ini lebih
mempertimbangkan sudut peringkat kurang-lebihnya atau untung-ruginya dampak
dari suatu perbuatan itu dilakukan untuk mengutamakan kepentingan yang lebih
besar atau kepentingan yang lebih baik atau lebih menguntungkan, maka
perbuatan yang melanggar aturan itu dapat dibenarkan.3 Tegasnya, teori ini lebih
pada pilihan objektif untuk melindungi kepentingan hukum dan/atau kewajiban
hukum yang timbul dari dua keadaan atau situasi secara bersamaan. Contoh
sederhana, mobil pemadam kebakaran yang melaju dengan kencangnya melebihi
kecepatan maksimum yang dibolehkan. Bahkan, mobil tersebut melanggar rambu-
rambu lalu lintas, termasuk lampu pengatur lalu lintas, karena harus segera
memadamkan api akibat kebakaran yang terjadi di suatu tempat. Di sini,
kepentingan memadamkan api termasuk menyelamatkan nyawa beserta harta
benda yang mungkin timbul akibat kebakaran tersebut lebih besar bila
dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh mobil pemadam
kebakaran terhadap rambu-rambu lalu lintas.
KETIGA,adalahTheory of Necessary Defense atau teori pembelaan yang
diperlukan. Menurut Fletcher, di dalam Theory of Necessary Defense terdapat
jugaTheory Of Self Defense atau teori pembelaan diri. Apakah teori ini merupakan
teori alasan pembenar ataukah teori alasan pemaaf, kiranya tidak terdapat
kesepakatan di antara para ahli hukum pidana. Ada kalanya theory of necessary
defense dapat menghapuskan sifat melawan hukum. Dalam konteks yang
demikian maka sudah tentutheory of necessary defense dapat menghapuskan
sifat dapat dicelanya pelaku, maka dengan demikian ini digolongkan dalam teori
alasan pemaaf.

C. Alasan Penghapusan Pidana Umum


Alasan penghapus pidana umum dibagi menjadi alasan penghapus pidana
umummenurut undang-undang, yakni yang terdapat dalam KUHP dan di luar UU.

4
1. Di dalam Undang-undangan3
a. Dalam Pasal 44 KUHP (Kemampuan Bertanggung Jawab) “Barang siapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat Dipertanggung jawabkan karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau Terganggu karena penyakit, tidak
dipidana
Di dalam pasal 44 tersebut memuat ketentuan bahwa tidak dapat
dipidanaseseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat karena
kurang sempurna akal/jiwanya atau terganggu karena sakit.Dalam M.v.T
Menyebutkan tak dapat dipertanggungjawabkan karena sebab yangterletak
di dalam si pembuat sendiri. Tidak adanya kemampuan bertanggung jawab
menghapuskan kesalahan perbuatannya tetap melawan hukum
sehinggadapat dikatakan suatu alasan menghapaus kesalahan.
b. Pasal 48 KUHP Daya Paksa (Overmacht)
“Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya upaya
tidakdapat dipidana”. Dalam MvT paksaan adalah: “setiap kekeuatan, setiap
paksaan, setiap tekanan yang tidak dapat dapat dielakkan.”
Dalam hubungan ini perlu diketahui bahwa terdapat doktrin tentang Daya
Paksa Yaitu:
1) Paksaan absolut (vis absolut), adalah paksaan yang pada umumnya
dilakukan Dengan kekuatan tenaga manusia atau alam yang tidak
dapat ditahan.
2) Paksaan relatif (vis compulsive), adalah suatu jenis yang mungkindapat
di Elakkan, akan tetapi, pada orang dalam paksaan itu tidak dapat
diharapkan Bahwa ia dapat melakukannya.
3) Pembelaan Darurat (Noodweer)
4) Tidak ada di dalam KUHP, di dalam Pasal 49 KUHP hanya ditemukan
syaratsyarat bila alasan penghapusan pidana ini bisa dilakukan.
Di dalam Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa ini juga menjelaskan
beberapa bentuk daya paksa lainnya, yaitu:
1. Pembelaan Terpaksa (Noodweer)
• Pasal 49 KUHP
“(1) Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan
karena ada serangan atau ancaman, serangan ketika itu yang
melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain: terhadap
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang
lain, tidak dipidana.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung
disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan
itu, tidak di pidana.”
Dari ketentuan Pasal tersebut maka dalam pembelaan darurat
(noodwer), ada dua hal yang pokok antara lain:

3
H.M. Hamdan, 2012, Alasan Penghapus Pidana, Teori dan Studi Kasus, Reflika Aditama, Bandung, hlm. 65

5
1) Harus ada serangan → tidak terhadap setiap serangan dapat
dilakukan pembelaan diri, akan tetapi hanya terhadap serangan
yang memenuhi syaratsyarat yang ditentukan, yaitu:
a. Seketika atau tiba-tiba; b. Yang langsung mengancam; c.
Melawan hukum; dan d. Sengaja ditujukan pada badan,
perikesopanan, dan harta benda.
2) Harus ada pembelaan terhadap serangan itu perlu dilakukan
pembelaan
3) Diri, akan tetapi pembelaan diri juga harus memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan, yaitu:
a. Pembelaan harus ada perlu diadakan; dan b. Pembelaan harus
mengenai kepentingan-kepentingan yang disebutkan dalam UU
yaitu, serangan terhadap badan, peri kesopanan, harta benda
kepunyaan sendiri atau orang lain Terhadap serangan itu, harus
dilakukan pembelaan dengan syarat serangan tersebut adalah
seketika atau tiba-tiba dan tidak terduga. Serangan tiba-tiba disini
adalah serangan yang sedang berlangsung dan dalam hal ini
diperbolehkan melakukan Pembelaan, sedangkan serangan
yang berlangsung adalah serangan yang sudah dimulai akan
tetapi belum diakhi
b. Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas
• Pasal 49 KUHP “pembelaan terpaksa yang melampaui batas,
yang langsung disebabkan oleh guncagan jiwa yang hebat
karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak
dipidana.”Syarat-syarat untuk adanya pembelaan melampaui
batas: Kelampauan batas pembelaan yang dilakukan;
Pembelaan yang dilakukan sebagai akibat dari kegoncangan
jiwa yang hebat (suatu perasaan hati yang sangat panas);
dan Goncangan jiwa yang hebat itu timbul karena adanya
serangan atau antara kegoncangan jiwa dan serangan harus
ada hubungan sebab akibat.
c. Keadaan Darurat (Noodtoestand) Dalam KUHP tidak ada aturan
mengenai apa yang dimaksudkan dengan keadaan darurat.
Keadaan darurat atau Noodtoestand adalah alasan pembenar.
Artinya, perbuatan pidana yang dilakukan dalam keadaan darurat
menghapuskan elemen melwan hukumnya perbuatan. Menurut
Van Bemmelen dan Van Hattum perbuatan daya paksa dan
keadaan darurat adalah tipe pada daya paksa dalam arti sempit,
si pelaku berbuat atau tidak berbuat disebabkan satu tekanan
psikis oleh orang lain atau keadaan. Bagi si pelaku, tidak ada
penentuan kehendak secara bebas. Ia didorong oleh paksaan
psikis dari luar yang sedemikian kuatnya, sehingga ia melakukan
perbuatan yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan. Dalam
keadaan darurat, si pelaku ada dalam suatu keadaan yang
berbahaya yang memaksa atau mendorong pelaku untuk
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang.

6
D. Alasan Penghapusan pidana khusus
Alasan penghapus pidana khusus adalah alasan penghapus pidana yang hanya
berlaku pada delik-delik tertentu. Pada dasarnya, pelaku10 yang memenuhi unsur
delik tersebut dianggap telah melakukan perbuatan pidana, namun ada
pengecualian- pengecualian yang dirumuskan secara eksplisit dalam rumusan
delik sehingga tidak terjadi penuntutan pidana terhadap pelaku. Apakah pasal-
pasal tersebut merupakan alasan pembenar atau kah alasan pemaaf, tentunya
tidak terlepas dari konstruksi pasalnya.4
Beberapa pasal yang merupakan alasan penghapus pidana khusus antara lain:
• Pasal 221 KUHP “(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan
perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan
bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis
lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga,atau terhadap
suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.”
Ketentuan ayat (2) Pasal 221 KUHP merupakan alasan penghapus pidana jika
perbuatan tersebut dilakukan keluarga, termasuk suami/istri atau bekas
suami/istri. Di sini perbuatan yang dilakukan tetaplah perbuatan pidana,
namun elemen dapat dicela pelaku yang dihapuskan. Dengan demikian Pasal
221 ayat (2) KUHP merupakan alasan pemaaf. Alasan pemaaf atau alasan
penghapus kesalahan merupakan alasan pemaaf menyangkut pribadi si
pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela atau dengan kata lain
ia tidak bersalah, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini
ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak
mungkin untuk dilakukannya pemidanaan.
• Pasal 310 KUHP “(1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama
baik seorang, dengan menuduh suatu hal, yang dimaksudnya terang supaya
hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. (2) Jika
hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran
tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah. (3) Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum
atau karena terpaksa untuk bela diri”.
Berdasarkan konstruksi pasal 310 ayat (3) KUHP terdapat alasan
penghapus pidana, jika perbuatan tersebut demi kepentingan umum atau
untuk membela diri. Artinya, elemen melawan hukum perbuatan sebagaimana
yang terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) dihapus. Dengan demikian
ketentuan ayat (3) Pasal 310 KUHP merupakan alasan pembenar. Alasan
pembenar (rechtvaardigingsgrond, fait justificatif, rechtfertigungsgrund)
merupakan alasan yang digunakan untuk menghapuskan sifat melawan

4
Prof. Dr. Teguh Prasetya, Hukum pidana. hlm. 132

7
hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik
dalam undangundang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak
mungkin ada pemidanaan.

Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada apa yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan
bahwaalasan penghapus pidana adalah peraturan yang memberikan
penghapusan pidana pada pelaku tindak pidana yang diberikan oleh hakim.
Peraturan ini menetapkandalam keadaan apa pelaku, yang telah memenuhi
perumusan delik yang seharusnyadipidana, menjadi tidak dipidana. Dengan
dianutnya sifat melawan hukum materiildan alasan tidak ada kesalahan sama
sekali, hakim dapat selalu menghasilkan putusan yang sesuai dengan
perkembagan dan rasa keadilan masyarakat dan tidakhanya menjadi corong
undang-undang.

B. Saran
Dalam menilai sebuah kesalahan kiranya perlu terlebih dahulu melihat
alasandaripada pebuatan tersebut dilakukan. Jika perbuatan tersebut didasarkan
padaniatan jahat, maka perbuatan itu adalah kesalahan. Namun jika perbuatan
tersebuttidak dilakukan atas dasar niatan yang tercela, maka perlu diadakan
toleransi didalamnya. Hal ini lah yang menjadi konsep dasar dari pada unsur
pemaaf dalam alasan penghapus pidana
Mengingat bahwa hukum pada dasarnya ada untuk menjamin keadlian dan
kesejahteraan setiap orang, maka kiranya haruslah mencerminkan hal
tersebut.Sehingga perlu disadari bahwa alangkah lebih baik jika unsur ini
diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari, sebab kesalahan bukan hanya
terdapat di ruanglingkup pidana saja, kesalahan juga dapat terjadi di dalam
kehidupan dalam banyak bentuk. Dan sebagai akademisi hukum, dalam
menyikapinya tentu haruslah berdasar pada logika hukum, dalam hal ini yaitu
memaknai terlebih dahulu pokok permasalahan, melihat unsur alasan dari
kesalahan tersebut, lalu menyikapinya dengan etika yang berlaku.

8
Daftar Pustaka
Ahmad Rifai, 2010, penemuan hukum oleh hakim dalam prespektif hukum progresif, Sinar Grafika, Jakarta.

Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemprorer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

M. Hamdan, 2012, Alasan Penghapus pidana Teori dan studi kasus, PT Refika Aditama, Bandung.

Teguh. Prasetyo, 2016, Hukum Pidana, Rajawali Pres, Jakarta.

Eddy O.S, 2016, Prinsi-Prinsi Hukum Pidana, Cahaya Ahmad Pustaka, Yokyakarta

Anda mungkin juga menyukai