Anda di halaman 1dari 4

UAS HUKUM PIDANA

Nama : Nurul Hikmah


NPM : 2008010180
Kelas : Non Reg BJM A
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Hari/Tgl/Thn : Sabtu, 10-07-2021

1. Ada kesukaran untuk memberikan suatu batasan yang dapat mencakup seluruh isi/aspek dari
pengertian hukum pidana karena isi hukum pidana itu sangatlah luas dan mencakup banyak
segi, yang tidak mungkin untuk dimuat dalam suatu batasan dengan suatu kalimat tertentu.
PERTANYAAN:
a. Berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana,
hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-
ketentuan. Sebutkan ketentuan-ketentuan tersebut!
b. Jelaskan secara singkat tentang aspek larangan berbuat yang disertai ancaman pidana!
JAWABAN:
a. Berdasarkan pada kodifikasi sebagai sumber landasan utama hukum pidana, maka
hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat ketentuan tentang:
• Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan)
larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif)
tertentu yang disertai dengan ancamansanksi berupa pidana (straf) bagi yang
melanggar hal ini.
• Syarat-syarat ketentuan yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk
dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan
yang dilanggarnya.
• Tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan negara melalui alat-
alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim) terhadap yang disangka
atau didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara
menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya,
serta tindakan-tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh
tersangka atau terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan
memmpertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara
menegakkan hukum pidana.
b. Aspek larangan berbuat yang disertai ancaman pidana dalam artian ini sering disebut
dengan tindak pidana atau perbuatan pidana berasal dari kata (strafbaar feit), yang juga
sering disebut delik. Tindak pidana merupakan rumusan tentang perbuatan yang
dilarang untuk dilakukan (dalam peraturan perundang-undangan) yang disertai
ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Jadi, perbuatan (feit)
disini adalah unsur pokok dari suatu tindak pidana yang dirumuskan tersebut.
Perbuatan-perbuatan yang ditentukan sebagai dilarang pada garis besarnya terdiri dari
dua golongan:
• Perbuatan-perbuatan aktif, yang juga disebut perbuatan materiil yang ada
kalanya disebut dengan perbuatan jasmani adalah perbuatan yang
mewujudkannya disyaratkannya adanya gerakan nyata dari tubuh atau bagian
tubuh orang, misalnya memukul dengan gerakan tangan dan menyepak dengan
gerakan kaki.
• Perbuatan pasif adalah tidak melakukan perbuatan secara fisik, dimana hal
tersebut justru melanggar suatu kewajiban hukum karena dituntut bagi yang
bersangkutan untuk melaksanakan perbuatan tertentu. Misalnya perbuatan “
membiarkan dalam keadaan sengsara” (304), maka ia telah melakukan
perbuatan pasif. Oleh karena itu, dia di jatuhi pidana. Norma hukum pidana
yang berisi kewajiban hukum bagi seseorang yang dalam keadaan dan situasi
tertentu untuk melakukan perbuatan tertentu disebut dengan tindak pidana pasif
(tindak pidana omissionis atau omisiedelicten).

2. Alasan penghapus pidana diatur dalam Buku I, Bab III KUHP yang mengatur tentang “hal-hal
yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana”. Yang dimaksud dengan alasan
penghapus pidana adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan
pidana atau delik tidak dijatuhi pidana.
PERTANYAAN:
a. Sebutkan alasan penghapus pidana umum (menurut undang-undang) dan alasan
penghapus pidana umum diluar undang-udang (menurut praktik peradilan dan doktrin)!
b. Sebutkan 3 (tiga) asas yang sangat penting untuk ajaran alasan penghapus pidana!
JAWABAN:
a. Dalam KUHP tidak ada disebutkan istilah-istilah alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Bab III dari Buku I KUHP hanya menyebutkan alasan-alasan yang menghapuskan
pidana. Dalam teori hukum pidana, Achmad Soema memberikan penjelasan alasan-
alasan yang menghapuskan pidana dibeda-bedakan menjadi:
• Alasan pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya
perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan
yang patut dan benar.
• Alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa.
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi
tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada
kesalahan.
• Alasan penghapus penuntutan, disini permasalahannya bukan ada alasan
pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya
perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah
menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat,
sebaiknya tidak diadakan penuntutan.
Di luar undang-undang pun terdapat alasan penghapus pidana, seperti:
• Hak dari orang tua, guru untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya
(tuchtrecht);
• Hak yang timbul dari pekerjaan (beroepsrecht) seorang dokter, apoteker, bidan
dan penyelidik ilmiah (vivisectie);
• Izin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengenai
suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila dilakukan tanpa ijin atau
persetujuan (consent of the victim);
• Mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming);
• Tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materiil;
• Tidak adanya kesalahan sama sekali.
b. Dalam ajaran alasan penghapusan pidana, terdapat tiga asas yang sangat penting,
yaitu:
• Asas Subsidiaritas – Ada benturan antara kepentingan hukum dengan
kepentingan hukum, kepentingan hukum dan kewajiban hukum, kewajiban
hukum dan kewajiban hukum.
• Asas Proporsionalitas – Ada keseimbangan antara kepentingan hukum yang
dibela atau kewajiban hukum yang dilakukan.
• Asas “Culpa in Causa” – Pertanggungjawaban pidana bagi orang yang sejak
semula mengambil risiko bahwa dia akan melakukan perbuatan pidana.

3. Didalam ketentuan Pasal 55 KUHP terdapat 4 (empat) macam golongan yang dapat dianggap
sebagai pelaku (daders).
PERTANYAAN:
Sebutkan 4 (empat) macam golongan tersebut!
JAWABAN:
Pelaku (daders) berdasarkan Pasal 55 KUHP terbagi menjadi beberapa golongan sebagai
berikut.
• Pelaku (pleger)
• Yang menyuruhlakukan (doenpleger)
• Yang turut serta (madepleger)
• Penganjur (uitlokker)

4. Istilah samenloop ada yang menerjemahkan sebagai “gabungan beberapa tindak pidana”. Di
samping itu ada juga yang memakai “perbarengan dari beberapa perbuatan pidana”.
PERTANYAAN:
Analisa Kasus:
A melakukan 3 macam delik yang masing-masing dari perbuatan itu diancam dengan
pidana penjara 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun.
Jelaskan tentang sistem pemidanaan terkait kasus diatas, dengan merujuk pada 4 (empat)
sistem atau stelsel yang dikenal oleh KUHP, yaitu menurut sistem:
a. Absorptie stelsel;
b. Cumulatie stelsel;
c. Verscherpte absorptive stelsel;
d. Gematigde cumulatie stelsel.
JAWABAN:
a. Berdasarkan absorptie stelsel pemidanaan dalam samenloop, pemidanaan kasus tersebut
hanya dijatuhi satu hukuman saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut
melakukan beberapa delik. Dalam kasus diatas berarti pidana penjara 3 tahun.
b. Berdasarkan cumulatie stelsel apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang
merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut
sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap tiap-tiap delik yang dilakukan oleh
orang tersebut semuanya dijatuhkan. Dalam kasus diatas berarti A dijatuhi hukuman pidana
penjara 6 tahun.
c. Berdasarkan Verscherpte absorptie stelsel apabila seseorang melakukan beberpaa
perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan
pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini, pada hakekatnya dijatuhkan 1 pidana saja, yaitu
pidana yang terberat. Akan tetapi diperberat dengan menambah sepertiganya. Dalam kasus
diatas berarti pidana yang dijatuhkan terhadap A dalam contoh di atas adalah 3 tahun
ditambah 1 tahun (1/3 x 3 tahun) menjadi 4 tahun.
d. Berdasarkan Gematigde cumulatie stelsel apabila seseorang melakukan beberapa jenis
perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan
pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap
masing-masing delik dijatuhkan semuanya, akan tetapi jumlah pidana itu harus dibatasi,
yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana yang terberat ditambah sepertiga. Dalam
kasus diatas berarti terhadap A dalam contoh di atas mestinya dijatuhi pidana 6 tahun (1
tahun ditambah 2 tahun ditambah 3 tahun); akan tetapi jumlah lamanya segala pidana itu
dibatasi yaitu tidak boleh lebih dari 4 tahun (3 tahun ditambah 1/3 x 3 tahun).

Anda mungkin juga menyukai