PENDAHULUAN
dan multi dimensional terhadap sosial, budaya ekonomi dan politik serta begitu
dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu
berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini semakin merambah ke seantero bumi ini
penanggulangan oleh peran aparat penegak hukum, namun pada faktanya aparat
1
Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, Cetakan Pertama, (Bandung: Pustaka Setia,
2012), hlm. 163.
1
penegak hukum mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah penyalahgunaan
seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu
yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar
kemampuan atau keahliannya, dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli
lazim disebut penyidikan secara ilmiah dimana peran dan fungsi tersebut sebagian
tugas yang sangat penting dalam membantu pembuktian untuk mengungkap segala
sesuatu yang berhubungan dengan segala jenis dan macam narkotika dan
psikotropika, hal ini dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran
dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang. Hal ini sebagaimana ditentukan
2
dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tentang Kekuasaan Kehakiman
sebagai masalah manusia. Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan
perbuatannya manusia tidak terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Di samping
itu kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal
alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP dimana pada Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan lex specialis de rogaat lex
Dalam mencari informasi, data, fakta, dan bukti-bukti, pihak penyidik selalu
tersangka, dalam pengertian jangan lagi tersangka dituntut dan diarahkan harus
mengaku dengan cara dipaksa. Hal ini berdasarkan semangat yang terkandung dari
3
dan prinsip praduga tak bersalah. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk
B. Identifikasi Masalah
4
1. Untuk memberikan pemahaman mengenai pengaturan hukum pidana yang
4. Untuk menjadi rujukan bagi penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian
ini.
5. Sebagai salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas
D. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teoritis
adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan
2
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hlm.123.
5
Penyelesaian tindak pidana akan berkaitan dengan pertanggungjawaban
pembalasan yang akan diterima pelaku terkait karena orang lain yang dirugikan.
pelaku berkaitan dengan kejiwaan yang lebih erat kaitannya dengan suatu
tindakan terlarang karena unsur penting dalam kesengajaan adalah niatnya (mens
rea) dari pelaku itu sendiri. Ancaman pidana karena kesalahan lebih berat
pidana, jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu merupakan suatu tindak
pidana.4
Dalam kalimat di atas nyata bahwa pebuktian harus didasarkan pada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah
3
Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1981),
hlm. 80.
4
Ibid.., hlm. 81.
6
tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang
M. Yahya Harahap bahwa dalam sistem atau teori pembuktian yang berdasar
pada undang undang secara negatif ini, pem idanaan didasarkan kepada
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
melakukannya”6
b. Teori Viktimologi
merupakan suatu kenyataan sosial. Dikaji dari rumusan tersebut suatu ruang
5
Muhammad Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003),
hlm. 33.
6
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 184.
7
lingkup yang menjadi perkataan viktimologi dan juga kriminologi menurut
c. Teori Relatif
Jika menurut Jeremy Bantham teori relatif atau teori-teori tujuan ini
secara negatif, maka tidaklah layak dijatuhkan pidana tetapi secara positif
pidana.
7
Rena Yulia, Viktimolgi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010), hlm. 45.
8
d. Teori Kriminologi
Artinya individu dilihat tidak sebagai orang yang secara intrinsik patuh pada
hukum, namun menganut segi pandangan antitesis dimana orang harus belajar
aturan hukum. Dalam hal ini kontrol sosial, memandang delinkuen sebagai
Landasan berpikir dari teori kontak sosial ini yaitu tidak melihat
individu sebagai orang yang secara tidak langsung patuh terhadap hukum.
2 Kerangka Konseptual
8
Yesmil Anwar, Krimnologi (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 47
9
a. Tinjauan adalah hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah
menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya);9
b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan atau lebih tegasnya dapat kita maknai sebagai sarana untuk
mengetahui sebab dan akibat kejahatan.10
c. Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan
kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.11
d. Tindak pidana adalah dikonsepkan sebagai perbuatan pidana.12
e. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.13
f. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.14
E. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2016), hlm. 1470.
10
Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, (Bandung, Remaja Karya, 1987), hlm. 6.
11
Arif Gosit, Masalah Korban Kejahatan,( Jakarta: Akademika Pressindo, 1993), hlm. 63.
12
Salim HS, Hukum Pidana Khusus. (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 85.
13
Indonesia, Undang-Undang tentang Natkotika, Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 1, Angka 1.
14
Indonesia, Undang-Undang tentang Psikotropika, Nomor 5 Tahun 1997, Pasal 1, Angka 1.
10
dilakukan analisis dengan menggunakan teori-teori ilmu hukum, teori
Psikotropika.
11
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili
subyektif dari penelitian. Jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri
mencari data di lapangan langsung kepada nara sumber yang mengetahui titik
4. Pengolahan Data
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
15
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Rineka Cipta, 20017), hlm. 79.
16
Ibid.
12
BAB II TINJAUAN MENGENAI NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
memuat.
PIDANA
13
BAB II
PSIKOTROPIKA
A. Tindak Pidana
disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata
atas tiga suku kata, yaitu straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar
diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak,
17
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum DI Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm.
179.
14
hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-
lain :18
a. Menurut Simons
Tindak pidana adalah suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah
b. Menurut Jonkers
dengan kesalahan.
18
Mohammad Taufik Makarao, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 20014), hlm. 1.
15
d. Menurut S.R Sianturi
Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan
keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana
sudut pandang, yaitu dari sudut teoritis berdasarkan pendapat para ahli hukum
tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-
a. Perbuatan;
19
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara), hlm.37
20
R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana, (Jakarta :Tiara, 1990), hlm. 20.
16
a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia.
pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti
pidana itu tidak selalu harus dijatuhi pidana. Sedangkan dalam buku II KUHP
kelompok kejahatan, dan buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur
yang se lalu disebutkan dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku
hukum tindak pidana dan unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Hukum Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang
17
a. Unsur Subjektif
Adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana
menyatakan “tidak ada hukuman tanpa kesalahan” (an act does not make a
person guilty unless the mind is guilty or actus non fecitreum nisi mens si rea).
b. Unsur Objektif
1. Perbuatan Manusia
3. Keadaan-keadaan (circumtances)
18
Sifat dapat melawan hukum berkenaan dengan alasan-alasan yang
dengan larangan atau perintah. Semua unsur delik di atas merupakan satu
kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, maka bisa menyebabkan
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan
21
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 9.
22
P.A.F Lamintang, Op.Cit., hlm. 180.
23
Ibid., 181
19
e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
pidna menurut aliran monitisi dan menurut aliran dualitas. Monitis adalah
suatu pandangan yang melihat suatu syarat untuk adanya pidana itu
kesemuanya mempertanggungjawabkannya.24
1. Pengertian Narkotika
Narkotika diuraikan bahwa Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat
24
Ibid., 184.
20
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
khususnya generasi muda, hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud Narkotika dalam
undang-undang tersebut adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
undang ini.
narkotika adalah obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan
21
stupor, serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan dan yang ditetapkan oleh
bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak berhubungan secara langsung maupun
tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari tindak pidana narkotika.
Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148 Undang-
25
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 80.
22
2. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika;
3. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito
narkotika;
4. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika;
5. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika;
6. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika;
7. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika ;
8. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika;
9. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika.
a. Penyalahgunaan Narkotika
Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang
terhadap narkotika.
Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur dalam Pasal
23
pecandu narkotika sebagaiman diatur didalam Pasal 1 butir 14 Undang-
merupakan akibat perbuatan disengaja atau kelalaian, kemauan suka rela, atau
dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan semuanya benar-benar berisi sifat
24
penderitaan jiwa, raga, harta dan moral serta sifat ketidakadilan. Pecandu
terhadap pelaku tindak pidana ini sedikit lebih ringan daripada pelaku tindak
Melihat tata hukum secara skematis, maka dapat dibedakan adanya tiga
turut sistem sanksi hukum perdata, sistem sanksi hukum pidana dan sistem
perlengkapan negara atau biasa disebut aparatur (alat) penegak hukum, yang
25
Narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika: 26
pecambutan izin serta hukuman tambahan yang diatur dalam Pasal 130 ayat
1. Hukuman Pokok
a. Hukuman mati.
b. Hukuman penjara.
c. Hukuman kurungan.
26
Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm, 90.
27
Ibid., hal. 97.
26
2. Hukuman Tambahan
undang narkotika tersebut dengan pidana penjara yang sama dengan orang
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Undang No.35 Tahun 2009, sedangkan KUHP tidak bersifat elastis karena
27
d. Perluasan berlakunya asas teritorial, dalam hal ini Undang-Undang
narkotika. Misalnya pidana minimal yang terdapat dalam Pasal 113 ayat
(1) UU No.35 tahun 2009, sedangkan dalam KUHP tidak mengenal pidana
minimal, yang ada hanya pidana maksimal, seperti dalam Pasal 362 KUHP
tentang pencurian.
Pengertian tindak pidana atau banyak dikemukakan oleh para ahli hukum,
yang mana pengertian tersebut dibagi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan
28
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). Berikut ini pandangan para ahli
kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh seseorang yang
karena itu dapat dipersalahkan”.4 Para ahli hukum yang memiliki pandangan
pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
pidana, yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan
28
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, 2008), hlm. 38.
29
Roeslan Saleh, Op. Cit, hlm. 98.
29
Tindak pidana narkotika, yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan
2. Narkotika.
ini.
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
30
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
undang-undang ini.
c. Penggolongan Narkotika
a. Narkotika golongan I
Ada tiga unsur yang tercantum dalam definisi di atas, yang meliputi:
1. Penggunaannya;
2. Larangannya;
3. Potensi ketergantungan.
pengetahuan itu dapat diketahui jenis narkotika dan kandungan yang terdapat
di dalamnya.
narkotika golongan I. Larangan itu, seperti tidak dapat digunakan untuk terapi.
30
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
31
Dengan mengonsumsi narkotika golongan I, maka pemakainya akan sangat
b. Narkotika Golongan II
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan pengobatan serta
dalam Pasal 127 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 54, Pasal 55 serta Pasal 103
2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa pecandu narkotika adalah orang yang
32
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis, sehingga dari
secara fisik maupun psikis, dan 2. orang yang menyalahgunakan narkotika dalam
Tahun 2009 tentang Narkotika dan tentunya pecandu yang dimaksud adalah
dalam kadar atau jumlah yang ditentukan dalam proses intervensi medis pada
dilakukan oleh Tim Dokter atau Ahli, maka berdasarkan Pasal 103 Ayat (1)
31
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju,
2003), hlm. 56.
33
huruf b UU No. 35 Tahun 2009, Hakim disini dapat menetapkan pecandu yang
tidak terbukti bersalah tersebut untuk direhabilitasi dalam jangka waktu yang
bukan dihitung sebagai masa menjalani hukuman dan penentuan jangka waktu
UU No. 35 Tahun 2009, dimana ada unsur esensial yang melekat yaitu unsur
tanpa hak atau melawan hukum. Mengenai penjabaran unsur tanpa hak atau
tersebut, maka pelaku tersebut tidak mempunyai hak atau perbuatannya bersifat
melawan hukum.32
Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Pecandu narkotika tipe kedua
32
Ibid., hlm. 58.
34
medis dan rehabilitasi sosial, dalam jangka waktu maksimal yang sama dengan
jangka waktu maksimal pidana penjara sebagaimana tercantum pada Pasal 127
Pengedar berasal dari kata dasar edar serupa dengan definisi bandar
maksimum penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit
delapan ratus juta rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah, apabila
beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon (untuk
tanaman) dan melebihi lima gram (bukan tanaman), maka pidana denda
b. Golongan II. Diancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan
33
B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi Dan Patologi Sosial, (Bandung: Parsito, 1981),
hlm. 200.
35
maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling
sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah.
c. Golongan III. Diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun
dan paling lama lima belas tahun. Denda paling sedikit enam ratus juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi
lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 124
dan 125).
janganlah terlalu cepat memberikan vonis bahwa orang tersebut telah addict.
Terlebih dahulu harus menyelidiki apakah “sifat” dari pemakaian obat itu. Perlu
Bagaimanapun, tidak ada orang yang ingin nama baiknya menjadi rusak.
mengemukakan untuk itu, kita harus membedakan para pemakai obat-obatan ini,
34
Ibid., hlm. 302-303.
36
Mereka hanya ingin mencoba saja, sesuai dengan naluri seorang manusia.
Mereka hanya didorong oleh rasa ingin tahu saja, sehingga pemakaiannya
biasanya hanya sekali-sekali dan dalam takaran kecil. Biasanya hal ini
tertentu. Dalam hal ini tidak ada penjurusan kepada pemakaian yang
Misalnya dipakai oleh atlet, supir mobil jarak jauh untuk mencegah
terdahulu. Obat yang sering dipergunakan untuk maksud ini adalah “obat
37
Pada golongan ini pemakaian obat bersifat kronis, sedikitnya sekali
circumstantial-situasional users.
Penggunaan obat pada golongan ini sangat sering, takarannya tinggi, dan
tidak lagi dapat melepaskan dirinya dari pengaruh obat tanpa goncangan
Pecandu dan pengedar adalah dua hal yang saling berhubungan secara
diri sendiri walauapun orang itu tidak sakit tetapi dia sendiri yang membuat
menjadi sakit dan menjadi kecanduan, dan yang lebih miris orang-orang yang
memakai narkotika hanya berdasarkan trend dan keinginan untuk tahu hal
seperti ini sungguh sangat disayangkan karena tidak adanya pelajaran atau
38
f. Korban Penyalahgunaan Narkotika
a. Korban
Korban tidak saja dipahami sebagai obyek dari suatu kejahatan tetapi
secara sosial dan hukum . Pada dasarnya korban adalah orang baik, individu,
subyek lain yang dapat menderita kerugian akibat kejahatan adalah badan
hukum.
kembali pada budaya dan peradaban Ibrani kuno. Dalam peradaban tersebut,
asal mula pengertian korban merujuk pada pengertian pengorbanan atau yang
Istilah korban pada saat itu merujuk pada pengertian “setiap orang,
kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu dan sebagainya) sendiri atau orang
39
lain.36
36
Purwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 33.
37
Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 20015), hlm. 17.
40
secara penuh terletak pada penjahat atau masyarakat;
5. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan
sendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggung
jawabannya sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus
sebagai pelaku kejahatan;
6. Political victims adalah korban karena lawan politiknya. Secara
sosiologis, korban ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kecuali
adanya perubahan konstelasi politik.
track system merupakan sistem dua jalur mengenai sanksi dalam hukum
pidana, yakni jenis sanksi pidana dan sanksi tindakan.Fokus sanksi pidana
tindakan lebih terarah pada upaya pemberian pertolongan pada pelaku agar ia
41
penyalahgunaan narkotika dimana terdapat 2 korban penyalahgunaan
narkotika yaitu :
narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik
maupun psikis.
maupun pecandu narkotika juga memiliki sanksi atau tindakan yang harus di
Sanksi pidana paling sedikit 4 (empat) tahun penjara sampai 20 (dua puluh)
lebih dari 1 (satu) atau 5 (lima) kilogram. Denda yang dicantumkan dalam
pidana pada Bab XV mulai dari Pasal 111 sampai dengan Pasal 148.
42
b. Perlindungan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Hak- hak para korban menurut menurut Van Boven adalah:10 Hak untuk
tahu, hak atas keadilan, dan hak atas reparasi ( pemulihan ), hak reparasi yaitu
hak yang menunjuk kepada semua tipe pemulihan baik material maupun non
material bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia. Hak –hak tersebut
dua model pengaturan ialah (1) model hak-hak prosedural (the prosedural
38
Ibid., hlm 24
43
konsultasi sebelum diperiksa lepas bersyarat, juga hak untuk mengadakan
perdamaain. Di Prancis model ini disebut Partie Civile Model atau Civil
Action Model. Disni korban diberi hak juridis yang luas untuk menentukan
untuk dilayani dalam kerangka kegiatan polisi dan para penegak hukum
lainnya.
Saksi dan Korban yang memakan waktu cukup panjang ini ditujukan untuk
peradilan pidana.
aparat hukum, polisi, jaksa, atau pun pengadilan yang selalu berinteraksi
44
dengan saksi dan korban tindak pidana, melainkan justru datang dari
c. Basil analisis tim media atau psikolog terhadap saksi dan/atau korban
Korban juga dapat merupakan pihak yang sifatnya secara kolektif dan
hanya satu orang namun bisa asaja korban tersebut lebih dari satu
orang.
diantaranya adalah :
45
a. Sistem peradilan dianggap terlalu memberikan perhatian pada
46
BAB III
A. Pembuktian
Mertokusumo disebut dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup
kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian
sebagai proses menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan
didasarkan pada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya
hakim akan mengambil kesimpulan siapa yang benar dan siapa yang salah.39
menyatakan kebenaran atau suatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap
39
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001), hlm. 1.
47
peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,
ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan
yang didakwakan.40
mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut
dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
dan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
40
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 273.
48
4. Petunjuk; dan
5. Keterangan terdakwa.
perdata. Dalam pembuktian perkara pidana (hukum acara pidana) adalah bertujuan
untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya,
bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya hakim tidak boleh melampaui
batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Jadi hakim dalam
hal ini pembuktian merupakan salah satu unsur yang penting dalam hukum acara
dalam persidangan.
41
Andy sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Rangkang Education,
2013), hlm. 241.
42
Ebta Setiawan, “arti atau makna pembuktian” dalam http://KBBI.web.id/arti atau makna
pembuktian. Diakses pada 24 Juli 2019.
49
Menurut Martiman Prodjohamidjojo, bahwa pembuktian adalah mengandung
maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran adalah suatu peristiwa, sehingga
dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Dalam hukum acara
pidana, acara pembuktian adalah dalam rangka mencari kebenaran materiil dan
a. Penyidikan
b. Penuntutan
c. Pemeriksaan di persidangan
d. Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan.
Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase atau prosedur
berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar supaya dapat dipakai oleh
suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,
43
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, (Jakarta: Ghalia, 1983),
hlm.12.
44
Andy Sofyan, Op.Cit., hlm. 242.
50
a. Kata membuktikan dalam arti logis, artinya memberi kepastian yang bersifat
mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya
bukti-bukti lain.
mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang
dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara yang mengajukan bukti
tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu
berikut:45
a. Undang- undang;
c. Yurisprudensi.
45
Hari Sasongko dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana untuk Mahasiswa
dan Praktisi, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm.10.
51
Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa seorang hakim dalam memutuskan
suatu perkara pidana harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Apabila
menyatakan bahwa setiap orang wajib untuk dianggap tidak bersalah sebelum
adanya suatu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht
ketertiban umum sedangkan hukum acara itu motor pelaksanaan dari hukum acara
pidana material yang tidak dapat dipisah-pisahkan oleh karena tanpa hukum acara
pidana. Jadi hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang dibuat oleh
suatu negara, agar waktu timbul persangkaan telah terjadi pelanggaran undang-
46
Tanu Subroto, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 21
52
g. Menyuruh melaksanakan penjatuhan keputusan terakhir yang
berisikan hukuman atau tindakan tersebut.
menyandarkan putusannya hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan
murni, keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang dinamakan oleh
perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dari acara pidana,
47
R Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Berita Penerbit, 1985), hlm. 7.
48
Ibid., hlm. 12.
53
didakwakan adalah berdasarkan alat-alat bukti yang ada disertai keyakinan
negara- negara eropa kontinental yang lain, yaitu menganut bahwa hakimlah
yang menilai alat bukti yang diajukan dengan keyakinannya sendiri bukan juri,
seperti di Amerika Serikat dan negara-negara anglo saxon, juri umumnya terdiri
dari orang awam. Juri-juri tersebutlah yang menentukan salah atau tidaknya
guilty or not guilty seorang terdakwa, sedangkan hakim hanya memimpin sidang
(absolut) semua pengetahuan hanya sifat relatif, yang didasarkan pada pengalaman,
penglihatan dan pemikiran yang tidak selalu benar, jika diharuskan adanya syarat
kebenaran mutlak untuk dapat menghukum seseorang, maka tidak boleh sebagian
besar dari pelaku tindak pidana pastilah dapat mengharapkan bebas dari penjatuhan
pidana. Satu-satunya yang dapat disyaratkan dan yang sekarang dilakukan adalah
ada kemungkinannya merupakan suatu hal yang tidak diterima sama sekali.
49
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 245.
54
Jika hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut
pengalaman dan keadaan telah dapat diterima, bahwa sesuatu tindak pidana benar-
benar telah terjadi dapat terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka
terdapatlah bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan menyakinkan.
Mengenai alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, diatur dalam Pasal
a. Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah alat bukti yang pertama disebut dalam Pasal 184
1 (satu) Pasal saja, yaitu Pasal 185 KUHAP, yang antara lain menjelaskan apa
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang peradilan;
2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya;
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku
apabila disertai dengan alat bukti yang sah lainnya;
4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang
sah apabila keterangan saksi itu ada hubungan satu dengan yang
lainnya sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu;
5. Baik berpendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil
pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi;
6. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
bersungguh-sungguh memperhatikan;
a. Persesuaian antara saksi satu dengan yang lainnya;
b. Persesuaian saksi dengan alat bukti lainnya;
55
c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu.
7. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya;
8. Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila
keterangan itu sesuai dengan keterangan saksi yang disumpah dapat
dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
Dalam Pasal 164 KUHAP, alat bukti berupa keterangan saksi menempati
urutan pertama, dalam hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (1) huruf b. KUHAP,
menjadi saksi.”
terdapat perbedaan, karena menurut H.I.R terdakwa diperiksa lebih dahulu baru
50
Andi Hamzah, Perbandingan KUHAP-HIR dan Komentar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1884),
hlm. 25.
56
Dalam hukum acara pidana yang tidak dapat diambil keterangannya
Diatur dalam Pasal 168 KUHAP yang berbunyi kecuali ditentukan lain
mereka dapat didengar sebagai saksi (Pasal 169 (1) KUHAP). Namun
57
masih bisa memutuskan untuk mendengar mereka tetapi hanya untuk
Pasal 171 KUHAP, berbunyi sebagai berikut yang yang boleh diperiksa
1. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah
kawin.
Mengigat bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian
juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila, meskipun hanya
hukum pidana, maka mereka tidak diambil sumpah atau janji dalam
saja.
Para saksi menurut Pasal 265 ayat (3) HIR dan Pasal 160 ayat (3)
58
ialah yang dinamakan secara “Assertoris” (menempatkan kebenaran
pembicaraan yang telah lalu), yaitu saksi didengar dulu keterangannya, dan
kemudian baru disumpah bahwa yang telah diceritakan itu adalah benar.
yang harus melekat pada keterangan saksi agar keterangan itu bersifat alat
bukti yang sah, tetapi harus dipenuhi beberapa syarat, yakni Pasal 160
penasihat hukum.
perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
59
apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatann
yang sebenarnya.
bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi
keterangan.
merupakan alat bukti yang sah, akan tetapi dapat dipergunakan sebagai
tambahan atau sebagai petunjuk pembuktian alat bukti yang sah untuk
51
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 294.
60
1. Mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas; Maksudnya
keterangan saksi dapat dilihat sebagai alat bukti sah, bebas, tidak
keterangan saksi.
b. Keterangan Ahli
Keterangan Ahli diatur dalam Pasal 186 KUHAP yang mengatakan bahwa
keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
terlibat dalam suatu perkara yang sedang disidangkan. Hakim karena jabatan
lebih saksi saksi ahli, keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan
oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus dan obyektif dengan maksud
membuat terang suatu perkara atau guna menambah pengetahuan hakim sendiri
spesialis dalam lapangan suatu ilmu pengetahuan. Setiap orang menurut hukum
acara pidana dapat diangkat sebagai ahli, asal saja dianggap mempunyai
pengetahuan dan pengalaman yang khusus mengenai sesuatu hal, atau memiliki
lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang soal itu, bukan berarti
61
bahwa dalam memerlukan bantuan ahli, selalu harus meminta bantuan sarjana-
sarjana, atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, tetapi juga pada orang-orang yang
Dalam Pasal 120 KUHAP diatur kekuatan keterangan ahli dari segi
Oleh karena itu, kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti
diantarnya:
1. Bebas atau vrij bewijskracht, artinya di dalam dirinya tidak ada melekat
52
Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dakam Proses Pidana, (Yogyakarta:
Liberty, 1988), hlm. 37
53
Ibid., hlm. 38
62
pada penilaian hakim, artinya hakim bebas menilainya dan tidak terikat
kepadanya.
didukung oleh alat bukti lain adalah tidak cukup untuk membuktikan
kesalahan terdakwa.
c. Surat
mengenai surat-surat yang ada keterkaitan dengan saksi yang bersangkutan dan
Berkaitan dengan alat bukti berupa surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP,
yang berbunyi:
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, dalam hal ini diatur dalam
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya. Yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. Surat dari seseorang keterangan ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi dari padanya;
63
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian lain.
ucapkan secara tulisan. Maka dari itu arti sebenarnya dari Pasal tersebut ialah
hakim. Surat-surat yang ditanda tangani mereka, cukup dibaca saja dan dengan
pembuktian apabila surat tersebut dibuat sesuai dengan apa yang yang
bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi
3. Tidak ada orang lain yang mengajukan bukti bahwa yang dapat
Dalam menilai alat bukti surat, penyidik, penuntut umum, maupun hakim
dalam meneliti alat bukti surat harus cermat, dan hanya alat bukti tersebut di
64
atas yang merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam
perkara pidana.
Di antara surat-surat bukti yang bukan surat resmi tersebut, ada segolongan
yang penting bagi pembuktian, yaitu surat-surat yang berasal dari atau di tanda
tangannya atau berasal dari atau di tanda tangani oleh terdakwa, maka hal ini
surat tidak resmi itu kalau diakui tanda tangannya oleh yang bersangkutan,
autentik, ini pun lain bagi hakim hukum pidana, yang leluasa untuk tidak
menggangap hal tentang sesuatu telah terbukti oleh surat semacam itu,
meskipun tanda tangan diakui oleh terdakwa, yaitu hakim tidak berkeyakinan
Nilai kekuatan alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang ”sempurna”
sepanjang itu tidak dilumpuhkan dengan ”bukti lawan” atau tegen bewijs. Oleh
karena alat bukti surat resmi atau autentik merupakan alat bukti yang sempurna
54
Ibid.
65
Ditinjau dari segi teori serta hubungannya dengan beberapa prinsip
Alat buki surat yang diatur dalam Pasal 187 huruf a dan b dan c yaitu (a)
berita acara dan surat lain yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang dialami, didengar, dan
dilihat disertai alasan yang jelas dan tegas, (b) surat yang dibuat menurut
untuk menilai kekuatan pembuktiannya. Dasar tidak keterikatan hakim atas alat
formal.
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas keterbuktian itu
66
d. Petunjuk
Di dalam KUHAP alat bukti petunjuk ini dapat di lihat dalam Pasal 188,
Dari bunyi Pasal di atas, maka dapat dikatakan bahwa petunjuk adalah
dengan alat bukti lainnya dan memilih yang ada persesuaiannya satu sama lain.
haruslah:
keterangan terdakwa (ayat 2). Keterangan seorang saksi saja dapat dijadikan
67
petunjuk oleh hakim, jika berhubungan dengan alat bukti lainya. Demikian
pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukt surat, yaitu
Petunjuk seb agai alat bukti yidak bisa berdiri sendiri, ia tetap terikat pada
prinsip batas
e. Keterangan Terdakwa
Mengenai keterangan terdakwa ini dalam KUHAP diatur dalam Pasal 189
redaksi ayat (1) Pasal di atas, menurut Andi Hamzah, berlebihan. Menurut
68
saksi atau ahli. Seharusnya yang dimaksud dengan keterangan terdakwa ialah
cukup dengan keterangan terdakwa saja dan disertai dengan alat bukti lain.
maksudnya pengakuan yang diberikan terdakwa baik secara lisan atau tulisan
terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain yang merupakan alat bukti. Jadi
55
Ibid.
69
merupakan satu upaya pembuktian tentang apa yang didakwakan oleh penuntut
hukum, sedangkan dari sisi terdakwa atau penasihat hukum hal itu dimaksudkan
pemeriksaan terhadap para saksi, maka majelis hakim menunda sidang sampai
D. Sistem Pembuktian
boleh dipergunakan, penguraian alat bukti, dan dengan cara-cara bagaimana alat
bukti itu dipergunakan serta dengan cara bagaimana hakim harus membentuk
Sistem pembuktian adalah sistem yang berisi tentang alat-alat bukti, bukti apa
yang boleh digunakan untuk membuktikan, cara bagaimana alat bukti itu boleh
dipergunakan, dan nilai kekuatan dari terbuktinya sesuatu (objek) yang dibuktikan.
ketentuan perihal kegiatan pembuktian yang saling berkaitan dan berhubungan satu
dengan yang lain yang tidak terpisahkan dan menjadi kesatuan yang utuh.57
56
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia,
(Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm. 28.
57
Adhami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Alumni, 2008),
hlm. 24.
70
Hukum acara pidana mengenal beberapa macam teori pembuktian yang
pembuktian yang dikenal dalam dunia hukum pidana yaitu conviction intime atau
atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim dalam batas-batas tertentu atas
alasan yang logis, positif wettelijk bewijstheorie atau teori pembuktian yang hanya
keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara
negatif.58
semata-mata
hakim belaka. Teori pembuktian ini lebih memberikan kebebasan kepada hakim
perbuatan sesuai dengan keyakinan yang timbul dari hati nurani, terdakwa yang
diajukan kepadanya dapat dijatuhkan putusan. Keyakinan hakim pada teori ini
58
Hendar Soetama, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Alumni, 2008),
hlm. 11.
71
adalah menentukan dan mengabaikan hal-hal lainnya jika sekiranya tidak sesuai
Sistem ini pernah diterapkan di Indonesia, yaitu pada pengadilan distrik dan
sebagai dasar keyakinannya, termasuk bisikan dukun. Hal tersebut juga terjadi
pada pengadilan adat dan swaparaja yang para hakimnya terdiri atas orang-orang
yang bukan ahli hukum. Sistem ini merugikan dalam hal pengawasam terhadap
hakim dan merugikan terdakwa dan penasihat hukum karena tidak jelas patokan
biasa, hakim bisa salah keyakinan yang telah dibentuknya, berhubung tidak ada
kriteria, alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-
cara hakim dalam membentuk keyakinannya itu. Di samping itu, pada sistem ini
terbuka peluang yang besar untuk terjadi praktik penegakan hukum yang
59
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007),
hlm. 186.
60
Hendar Soetama, Op.Cit., hlm. 39.
61
Adhami Chazawi, Op.Cit., hlm. 25.
72
alasan-alasan (reasoning) yang rasional. Dalam sistem ini hakim tidak dapat lagi
diikuti dengan alasan-alasan yang reasonable yakni alasan yang dapat diterima
keyakinan hakim. Dalam teori ini, hakim dapat memutuskan terdakwa bersalah
diciptakan oleh hakim sendiri, tetapi keyakinan hakim sampai batas tertentu,
tertentu.63
bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan
62
Rusli Muhammad, Op.Cit., hlm. 187.
63
Hendar Soetama, Op.Cit., hlm. 40.
73
putusannya tanpa harus timbul keyakinan terlebih dahulu atas kebenaran alat-
alat bukti yang ada. Dengan kata lain, keyakinan hakim tidak diberi kesempatan
Sistem ini hanya sesuai dengan pemeriksaan yang bersifat inkuisitor yang
dulu pernah dianut di Eropa yang saat ini sudah tidak digunakan lagi karena
bertentangan dengan hak-hak asasi manusia yang saat ini sangat diperhatikan
dalam hal pemeriksaan tersangka atau terdakwa oleh negara. Sistem ini sama
melalui undang-undang.64
secara negatif
hakim terbatas pada alat-alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang secara
64
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 251.
74
sehingga sistem pembuktian ini disebut pembuktian berganda (doubelen
grondslag).
satu unsur yang tidak dapat terpisahkan. Keyakinan hakim dipandang tidak ada
bukti yang sah, dan dua alat bukti yang sah dipandang nihil bila tidak dapat
Dari hasil penggabungan kedua sistem dari yang saling bertolak belakang
Di mana rumusnya bahwa salah satu tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dengan alat-alat bukti yang sah
menurut undang-undang.66
pada suatu kesimpulan atau alasan-alasan yang logis yang diterima oleh akal
65
Hendar Soetarna, Op.Cit., hlm. 41.
66
M Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika,
2005, hlm. 277.
75
pikiran yang tidak didasarkan pada undang-undang, sedangkan pembuktian
hakim.
menentukan salah tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan diantara
kedua unsur tersebut, keduanya saling berkaitan. Jika suatu perkara terbukti
secara sah (sah dalam arti alat-alat bukti menurut undang-undang), akan tetapi
tidak meyakinkan hakim akan adanya kesalahan tersebut, maka hakim tidak
disebut :68
undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang
harus ada.
67
Tolib Efendi, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana: Perkembangan dan Pembaharuannya di
Indonesia, (Malang: Setara Press, 2014), hlm. 172.
68
Ibid.
76
banyaknya alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada
dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa
dengan dua syarat yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan, yaitu:
memperoleh keyakinan.
dibentuk atas dasar fakta-fakta hukum yang diperoleh dari minimal dua
alat bukti yang sah. Adapun keyakinan hakim yang harus didapatkan
69
Ibid.
77
yang didakwakan JPU telah terbukti secara sah dan
meyakinkan. Secara sah maksudnya telah menggunakan alat-
alat bukti yang memenuhi syarat minimal yakni dari dua alat
bukti. Keyakinan tentang telah terbukti tindak pidana
sebagaimana didakwakan JPU tidaklah cukup untuk
menjatuhkan pidana, tetapi diperlukan pula dua keyakinan
lainnya.
2. Keyakinan tentang terdakwa yang melakukannya, adalah juga
keyakinan terhadap sesuatu yang objektif. Dua keyakinan itu
dapat disebut sebagai hal yang objektif yang disubyektifkan.
Keyakinan adalah sesuatu yang subyektif yang didapatkan
hakim atas sesuatu yang obyektif.
3. Keyakinan tentang terdakwa bersalah dalam hal melakukan
tindak pidana, bisa terjadi terhadap dua hal/unsur, yaitu
pertama hal yang bersifat objektif adalah tiadanya alasan
pembenar dalam melakukan tindak pidana. Dengan tidak
adanya alasan pembenar pada diri terdakwa, maka hakim yakin
kesalahan terdakwa. Sedangkan keyakinan hakim tentang hal
yang subyektif adalah keyakinan hakim tentang kesalahan
terdakwa yang dibentuk atas dasar-dasar hal mengenai diri
terdakwa. Maksudnya, adalah ketika melakukan tindak pidana
pada diri terdakwa tidak terdapat alasan pemaaf (fait d’excuse).
Bisa jadi terdakwa benar melakukan tindak pidana dan hakim
yakin tentang itu, tetapi setelah mendapatkan fakta-fakta yang
menyangkut keadaan jiwa terdakwa dalam persidangan, hakim
tidak terbentuk keyakinannya tentang kesalahan terdakwa
melakukan tindak pidana tersebut
Masalah relevansi alat bukti merupakan hal yang pertama harus diputuskan
oleh hakim dalam proses pembuktian suatu fakta di pengadilan. Relevansi alat
bukti merupakan salah satu di samping berbagai alasan lain untuk menolak
relevansi alat bukti ini menduduki peran yang sangat penting dalam suatu sistem
78
pembuktian, baik di negara-negara yang memakai sistem juri maupun di negara-
Hanya saja, dalam suatu sistem peradilan yang memakai sistem juri, masalah
relevansi ini menjadi lebih penting mengingat juri sebagai orang awam hukum
harus dijaga agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang tidak relevan, jangan sampai
untuk melarang diterimanya pembuktian yang tidak relevan tersebut. Oleh karena
itu, di negara-negarayang tidak memakai relevansi alat bukti ini pada tempat yang
penting.
Dengan demikian, agar suatu alat bukti dapat diterima di pengadilan, alat bukti
tersebut haruslah relevan dengan yang akan dibuktikan. Jika alat bukti tersebut
harusla relevan dengan yang akan dibuktikan. Jika alat bukti tersebut haruslah
relevan, pengadilan harus menolak bukti semacam itu karena menerima bukti yang
tidak relevan akan membawa risiko tertentu bagi proses pencarian keadilan, yaitu
:70
70
Fuady, munir, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Bandung: Citra Aditya
Bakti), hlm. 25.
79
Oleh karena itu, amatlah penting bagi hakim dalam proses pengadilan untuk
mengetahui dan cepat memutuskan apakah suatu alat bukti relevan atau tidak
dengan fakta yang akan dibuktikannya. Alat bukti menjadi relevan manakala alat
bukti tersebut memiliki hubungan yang cukup dengan masalah yang akan
dibuktikan.
adalah melihat apakah ada hal-hal yang dapat menjadi alasan untuk
Dalam proses melihat relevan atau tidaknya suatu alat bukti, haruslah dicari
dilanjutkan pada tahap kedua, yaitu melihat apakah ada ketentuan lain yang
merupakan alasan untuk menolak alat bukti ersebut. Alasan atau aturan yang harus
71
Ibid., hlm. 27
80
3. Merupakan saksi de auditu yang harus ditolak;
4. Ada alasan yang ekstrinsik yang dapat membenarkan penolakan alat
bukti tersebut, misalnya, ada perbaikan yang dilakukan kemudian,
atau ada asuransi yang dapat meng-cover kerugian tersebut, seperti
asuransi tanggung jawab (liability insurance);
5. Adanya pembatasan-pembatasan untuk menggunakan bukti
karakter.
Yang dimaksud dengan alat bukti yang relevan adalah suatu alat bukti di mana
penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar kemungkinan
akan dapat membuat fakta dibuktikan tersebut menjadi lebih jelas daripada jika
alat bukti tersebut tidak digunakan. Dengan demikian, relevansi alat bukti bukan
hanya diukur dari ada atau tidaknya hubunganna dengan fakta yang akan
Untuk itu, perlu dibedakan antara masalah relevansi alat bukti dan materialitas
dari alat bukti tersebut. Dalam hal ini, relevansi alat bukti diukur dari apakah alat
bukti tersebut relevan dengan fakta yang akan dibuktikan. Sementara itu, masalah
apakah fakta yang dibuktikan tersebut cukup signifikan (cukup penting) bagi kasus
tersebut secara keseluruhan, namun demikian dalam praktik antara relevansi alat
bukti dan materialitas alat bukti sering dicampuradukkan dalam satu istilah
Meskipun persyaratan bahwa suatu alat bukti haruslah relevan berlaku dalam
hukum di Indonesia, bahkan berlaku juga dalam hukum di negara mana pun di
dunia ini, kapan suatu alat bukti dikatakan relevan dan kapan dianggap tidak
81
relevan tidak ada ketentuan yang tegas, baik dalam hukum acara perdata Indonesia
maupun hukum acara pidana. Oleh karena itu, terserah kepada hakim untuk
bersangkutan. Para pihak yang berperkara boleh ikut menilai, tetapi putusan tetap
Perlu diketahui pula bahwa terhadap alat bukti langsug, seperti saksi yang
melihat langsung fakta tersebut hampir selamanya dapat dikatakan sebagai alat
bukti yang relevan. Akan tetapi, banyak persoalan tentang relevansi alat bukti jika
alat bukti tersebut adalah alat bukti sirkumtansial, yakni alat bukti yang hanya
Sebagai contoh, saksi tidak melihat proses terjadinya pencurian, tetapi melihat
dengan jelas tersangka yang sedang menjual barang hasil curiannya sehingga jika
tidak ada bukti sebaliknya yang lebih kuat, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang rasional. Dalam hal ini, haruslah dapat ditunjukkan secara rasional
penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar kemungkinan
akan dapat membuat fakta yang dibuktikan tersebut menjadi lebih jelas daripada
82
F. Beban Pembuktian dan Teori Praduga Hukum
Hal ini karena di pundak siapa beban pembuktian diletakkan oleh hukum, akan
pengadilan, misalnya, dalam kasus kasus perdata di mana para pihak sama-
penggugat akan dianggap kalah perkara meskipun pihak tergugat belum tentu
tergugatlah yang akan kalah perkara meskipun pihak penggugat belum tentu
siapa beban pembuktian harus diletakkan, hukum haruslah cukup hati-hati dan
adil dan dalam penerapannya. Selain itu, hakim juga harus cukup arif.
pembuktiannya harus lebih tinggi dan lebih meyakinkan. Sesuai dengan Pasal
dalam hukum acara pidana haruslah sampai pada tingkat “terbukti dan
meyakinkan”.
83
Akan tetapi, teori hukum pembuktian mengajarkan juga bahwa tidak setiap
fakta dalam acar pidana harus dibuktikan dengan tingkat pembuktian yang
tingkat yang tinggi, tetapi tingkat terbukti dengan kemungkinan lebih besar
72
Ibid., hlm. 47
84
3. Tingkat keterbuktian yang sangat kuat, yaitu sama sekali tanpa
hukum pidana.
Sebagaimana diketahui bahwa ada risiko yang besar bagi pihak yang
dia akan kalah perkara meskipun dia bisa saja sebenarnya berada di pihak yang
benar. Dalam hal ini, pihak lawan yang akan menang dalam perkara, oleh
karena itu, persoalan pembagian beban pembuktian dan alokasi risiko dari gagal
bukti merupakan masalah yang cukup krusial dalam ilmu hukum pembuktian
85
8. Beban pembuktian dipikulkan kepada yang paling kecil mengalami
risiko dalam hal gagal bukti.
3. Praduga Hukum
menentukan bersalah atau tidaknya seseorang, baik dalam hukum pidana maupun
dalam hukum perdata. Dalam ilmu hukum pembuktian, bila praduga hukum
sudah dapat ditentukan, kewajiban pembuktian beralih kepada pihak lawan untuk
membuktikan sebalikanya.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan praduga hukum dalam hukum
yang terjadi karena adanya suatu fakta hukum yang substansial dalam kasus
fkta hukum yang lain yang juga substansial, untuk alasan-alasan praktis beracara
Di samping itu, sesuai dengan definisi di atas, yang disebut dengan istilah
suatu praduga hukum dalam arti yang sebenarnya karena dalam hal ini, misalnya
tidak ada perpindahan beban pembuktian ke pihak lainnya. Yang disebut dengan
praduga tidak bersalah dalam hukum pidana tersebut sebenarnya karena dalam
86
hal ini, misalnya tidak perpindahan beban pembuktian kepihak lainnya. Yang
disebut dengan praduga tidak bersalah dalam hukum pidana tersebut sebenarnya
hanya merupakan suatu asas hukum yang lebih merupakan penentuan oleh
kemerdekaannya sudah mulai dibatasi, seperti dia sudah diborgol atau ditahan.
Dalam hukum pidana sangat terkenal dan sangatlah penting kedudukan suatu
innocence). Dalam hal ini, jika seseorang disangka telah melakukan suatu
kejahatan, dia harus diduga tidak bersalah sebelum dapat dibuktikan bahwa dia
hukum dalam hukum pembuktian, melainkan hanya suatu asas hukum tentang
hukum (inference). Suatu kesimpulan adalah apa yang ditarik dari suatu fakta
berdasarkan kehadiran fakta hukum yang lain. Jika seorang pasien baru pertama
misalnya gunting, kesimpulan yang didapat ditarik oleh hukum adalah bahwa
87
yang digunakan ketika melakukan kelalaian sehingga tertinggal gunting yang
digunakan ketika melakukan operasi dalam tubuh korban. Dalam hal ini, yang
terjadi adalah suatu kesimpulan yang ditarik oleh hukum berdasarkan doktrin res
ipsa loquitur (fakta yang berbicara). Ini bukan praduga, melainkan kesimpulan
Dalam hukum acara pidana, praduga hukum dalam arti praduga yang dapat
kemanusiaan dari masyarakat yang beradab. Oleh karena itu, akan selalu menjadi
perdebatan dalam hukum pembuktian pidana jika penegak hukum (polisi dan
Demikian juga dengan fakta bahwa harta yang banyak dari seorang pejabat
negara yang memberikan praduga bahwa dia telah melakukan tindak pidana
tersangka yang harus buktikan) sebagaimana yang terdapat dalam hukum tentang
88
apakah ganasnya kejahatan peredaran heroin dan korupsi tersebut cukup kuat
89
BAB IV
laboratorium forensik atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan No.
alat bukti, barang bukti dan keyakinan hakim. Data lapangan berupa putusan
Selatan, selaku sumber perolehan data dalam perkara tindak pidana narkotika dan
psikotropika.
1) Terdakwa 1
2) Terdakwa 2
90
Nama lengkap (Azman), tempat lahir (Duri Riau, umur/tanggal lahir (41
kerja).
b. Dakwaan
Dakwaan Kesatu
2. AZMAN alias MAN bersama dengan saksi SAMIN alias KOKO (dalam
berkas terpisah), pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 01.00
WIB, atau setidak-tidaknya pada waktu dalam bulan Juli tahun 2018
Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat, berdasarkan Pasal 84 ayat (2)
tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada
pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan
91
Golongan I bukan tanaman, perbuatan tersebut terdakwa lakukan dengan
- Bahwa pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 00.00 WIB, saksi
narkotika jenis shabu dari sdr. DELI (DPO) lalu sdr. DELI (DPO)
sehingga saksi SAMIN alias KOKO menyuruh agar sdr. BONAR (DPO)
00.30 WIB setelah mendapatkan narkotika jenis shabu tersebut lalu sdr.
Jakarta Barat yang saat itu sudah ada saksi SAMIN alias KOKO bersama
narkotika jenis shabu kepada saksi SAMIN alias KOKO serta membuat alat
hisap berupa bong yang terbuat dari botol plastik bekas teh pucuk, lalu
bersama-sama.
- Kemudian sekitar jam 01.00 WIB saat saksi SAMIN alias KOKO bersama
AZMAN alias MAN yang saat itu masih berada di lantai 2 rumah Konveksi
tersebut tiba-tiba di tangkap oleh beberapa anggota Polisi dari Sat Narkoba
92
Polres Metro Jakarta Selatan yaitu saksi ADI NUGROHO dan saksi
IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat tersebut sering
dengan berat netto 0,0279 gram yang ditemukan dari balik pelindung
handphone Samsung Alpha warna Gold milik saksi SAMIN alias KOKO,
selain itu juga ditemukan alat hisap berupa bong yang terbuat dari botol
konveksi yang saat itu dalam penguasaan saksi SAMIN alias KOKO,
bersama dengan terdakwa 2 AZMAN alias MAN dan terdakwa SAMIN alias
terdakwa 2 AZMAN alias MAN dan terdakwa SAMIN alias KOKO (dalam
Golongan I bukan tanaman tersebut tidak ada ijin yang syah dari Departemen
93
Kesehatan RI atau dari pihak yang berwenang, serta tidak ada hubungannya
sehari-hari.
bahwa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan
berat netto 0,0279 gram, diberi nomor barang bukti 1951/2018/OF (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1.
dan terdakwa SAMIN alias KOKO (dalam berkas terpisah) tersebut adalah
Narkotika.
pasal 112 ayat (1) Jo 132 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika
Dakwaan Kedua
AZMAN alias MAN bersama dengan saksi SAMIN alias KOKO (dalam
berkas terpisah), pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 00.30
WIB, atau setidak-tidaknya pada waktu dalam bulan Juli tahun 2018
94
bertempat di rumah Konveksi lantai 2 Jalan Palmerah Barat IIA Rt.010/009
Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat, berdasarkan Pasal 84 ayat (2)
tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada
- Bahwa pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 00.30 WIB, saksi
yang saat itu sedang berada di rumah Konveksi lantai 2 Jalan Palmerah Barat
IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat sepakat akan
mengkonsumsi narkotika jenis shabu milik saksi SAMIN alias KOKO secara
atas pipet dan bagian bawahnya dibakar dengan menggunakan korek api lalu
asapnya di hisap dengan menggunakan bong yang terbuat dari botol plastik
bekas teh pucuk, lalu saksi SAMIN alias KOKO menghisap narkotika jenis
95
MULYADI alias HENDRA menghisap narkotika jenis shabu tersebut
menghisap narkotika jenis shabu tersebut sebanyak 2 (dua) kali hisapan dan
setelah mengkonsumsi narkotika jenis shabu tersebut badan terasa segar dan
fit, sedangkan sisa narkotika jenis shabu saat itu disimpan oleh saksi SAMIN
- Kemudian sekitar jam 01.00 WIB saat saksi SAMIN alias KOKO bersama
AZMAN alias MAN yang saat itu masih berada di lantai 2 rumah Konveksi
tersebut tiba-tiba di tangkap oleh beberapa anggota Polisi dari Sat Narkoba
Polres Metro Jakarta Selatan yaitu saksi ADI NUGROHO dan saksi
IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta Barat tersebut sering
dengan berat netto 0,0279 gram yang ditemukan dari balik pelindung
handphone Samsung Alpha warna Gold milik saksi SAMIN alias KOKO,
selain itu juga ditemukan alat hisap berupa bong yang terbuat dari botol
konveksi yang saat itu dalam penguasaan saksi SAMIN alias KOKO,
96
terdakwa 1 YANDRA MULYADI alias HENDRA dan terdakwa 2 AZMAN
alias MAN.
bersama dengan terdakwa 2 AZMAN alias MAN dan terdakwa SAMIN alias
97
rehabilitasi guna mandapatkan pengobatan dan perawatan dalam rangka
bahwa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan
berat netto 0,0279 gram, diberi nomor barang bukti 1951/2018/OF (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1.
dan terdakwa SAMIN alias KOKO (dalam berkas terpisah) tersebut adalah
Narkotika.
terdakwa 2 AZMAN alias MAN dan terdakwa SAMIN alias KOKO (dalam
shabu tersebut tidak ada ijin yang syah dari Departemen Kesehatan RI atau
98
Perbuatan terdakwa melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
c. Putusan
Bulan;
berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,0279 gram, (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang berada di balik pelindung handphone
Samsung Alpha warna Gold, 1 (satu) buah alat hisap berupa bong yang
99
6. Membebankan biaya perkara kepada Para Terdakwa masing-masing
JKT.SEL
dengan saksi Samin (dalam berkas terpisah), pada hari Selasa tanggal 17 Juli
2018 sekira pukul 01.00 WIB, atau setidak-tidaknya pada waktu dalam bulan
Juli tahun 2018 bertempat di rumah Konveksi lantai 2 Jalan Palmerah Barat
Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang di dalam
tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih
melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak atau
100
Pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 00.00 WIB, saksi
jenis shabu pesanannya sudah ada sehingga saksi Samin menyuruh agar
pukul 00.30 WIB setelah mendapatkan narkotika jenis shabu tersebut lalu
Jalan Palmerah Barat IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta
Barat yang saat itu sudah ada saksi Samin bersama dengan terdakwa 1.
menyerahkan narkotika jenis shabu kepada saksi Samin serta membuat alat
hisap berupa bong yang terbuat dari botol plastik bekas teh pucuk, lalu
bersama-sama.
Kemudian sekitar pukul 01.00 WIB saat saksi Samin bersama dengan
terdakwa 1 Yandra Mulyadi dan terdakwa 2 Azman yang saat itu masih
anggota Polisi dari Sat Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan yaitu saksi ADI
Jalan Palmerah Barat IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah Jakarta
101
hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan
narkotika jenis shabu dengan berat netto 0,0279 gram yang ditemukan dari
balik pelindung handphone Samsung Alpha warna Gold milik saksi Samin,
selain itu juga ditemukan alat hisap berupa bong yang terbuat dari botol
konveksi yang saat itu dalam penguasaan saksi Samin, terdakwa 1. Yandra
yang sah dari Departemen Kesehatan RI atau dari pihak yang berwenang,
bahwa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan
102
berat netto 0,0279 gram, diberi nomor barang bukti 1951/2018/OF (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1. Yandra
Pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2018 sekira pukul 00.30 WIB, saksi
Mulyadi, terdakwa 2. Azman yang saat itu sedang berada di rumah Konveksi
lantai 2 Jalan Palmerah Barat IIA Rt.010/009 Kel. Palmerah Kec. Palmerah
Jakarta Barat sepakat akan mengkonsumsi narkotika jenis shabu milik saksi
Samin secara bersama-sama dengan cara pada awalnya narkotika jenis shabu
korek api lalu asapnya dihisap dengan menggunakan bong yang terbuat dari
botol plastik bekas teh pucuk, lalu saksi Samin menghisap narkotika jenis
jenis shabu tersebut badan terasa segar dan fit, sedangkan sisa narkotika jenis
shabu saat itu disimpan oleh saksi Samin di balik pelindung handphone
103
Kemudian sekitar pukul 01.00 WIB saat saksi Samin bersama dengan
terdakwa 1 Yandra Mulyadi dan terdakwa 2 Azman yang saat itu masih
beberapa anggota Polisi dari Sat Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan yaitu
klip berisikan narkotika jenis shabu dengan berat netto 0,0279 gram yang
milik saksi Samin, selain itu juga ditemukan alat hisap berupa bong yang
terbuat dari botol plastik bekas teh pucuk yang seluruhnya tergeletak di
lantai 2 rumah konveksi yang saat itu dalam penguasaan saksi Samin,
Azman dan terdakwa Samin (dalam berkas terpisah) berikut barang bukti
lanjut.
104
Rekomendasi Hasil Pelaksanaan Assessmen Dalam Proses Hukum,
bahwa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan
berat netto 0,0279 gram, diberi nomor barang bukti 1951/2018/OF (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1. Yandra
105
tersebut adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam
golongan I bagi diri sendiri berupa shabu tersebut tidak ada ijin yang syah
2. Analisis Kasus
disimpulkan bahwa:
1. 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan berat
netto 0,0279 gram, diberi nomor barang bukti 1951/2018/OF (sisa hasil
lab berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1.
106
Dalam Pasal 184 KUHAP dijelaskan bahwa alat bukti surat harus dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, dan diatur dalam Pasal
atau dari segi formal, sehingga alat bukti tersebut mempunyai kekuatan
mengikat bagi hakim, sepanjang itu tidak dibuktikan oleh bukti lawan atau
tegen bewijs.
peraturan perundang-undangan.
107
pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan baik secara medis
narkotika, korban disini karena sakit yang diderita berupa kecanduan, dalam
korban kejahatan, hak dan kewajiban korban kejahatan, dari kasus ini
108
sebagai korban yang juga harus dilindungi dan diberi hak sebagaimana
penulis bahwa dari pengajuan jaksa penuntut umum yaitu dengan surat
negatif, maka tidak layak dijatuhkan pidana, tetapi secara positif dianggap
109
Dalam menganalisa perilaku serta penyebab yang dilakukan oleh
pelaku, maka apabila dikaitkan dengan teori, teori kontrol sosial yang paling
tepat, yakni landasan berpikir dari teori kontrol sosial ini yaitu tidak melihat
individu sebagai orang yang secara tidak langsung patuh terhadap hukum.
Jika dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa dari kesaksian Adi Nugroho dan
tertentu, dalam teori kontrol sosial, ternyata memang ada beberapa segi
Dilingkungan dipandang oleh para teoritis, secara sosial hal ini merupakan
110
Untuk dapat mengatasi segala tindak kejahatan mulai dari yang tradisional hingga
yang didukung oleh berbagai disiplin ilmu baik ilmu murni maupun terapan hingga
73
Meilia Rahma Widhiana, Pamin Kasubbid Fisiko Narkobafor Wawancara, Rabu 16 Oktober
111
b. Pembinaan dan pengembangan sumber daya laboratorium forensik
meliputi sistem dan metoda, sumber daya manusia, material, fasilitas dan
jarang menemukan jalan buntu. Berita acara laboratorium forensik yang dibuat
Laboratorium Forensik POLRI menjadi tidak berguna oleh karena tidak dapat
yang mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka pihak penyidik dapat
112
61 PERKAP Nomor 10 Tahun 2009. Bila petugas Laboratorium Forensik
POLRI menolak maka dapat dikenakan hukuman berdasarkan pada Pasal 224
bukti Narkoba berupa darah atau serum dan urin serta karena ada penyidik yang
merasa takut bila berhadapan dengan seorang mayat. Pemeriksaan luar mayat
kematian.
mengumpulkan segala benda bukti (trace evidence) yang ada kaitanya dengan
manusia, yang pada dasarnya tindakan pengumpulan benda bukti tadi akan
113
penyidik. Dalam pemeriksaan ini petugas Laboratorium Forensik POLRI
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Sebelum datang di tempat kejadian perkara ada beberapa hal yang harus
dikeluarkan.
membuang air kecil di kamar mandi atau kecil oleh karena ada
114
d. Di tempat kejadian perkara petugas Laboratorium Forensik POLRI
atau penyidik membuat foto atau sketsa yang mana harus disimpan
Forensik POLRI akan diajukan sebagai saksi selalu ada, foto dan
tidak akan memberikan penafsiran yang berbeda atas objek yang sama.
Narkobafor selama seminggu dalam satu kasus, karena butuh ketelitian dalam
uji laboratorium, dan kasus yang ditangani tidak sedikit, terutama alat bukti
yang yang tergolong zat berbahaya, kecuali untuk alat bukti seperti shabu yang
74
Meilia Rahma Widhiana, Pamin Kasubbid Fisiko Narkobafor Wawancara, Rabu 16 Oktober
115
Di dalam laboratorium forensik mempunyai ahli-ahli yang sudah
tersertifikasi dalam bidangnya seperti ahli kimia dan juga narkotika, dan juga
alat-alat uji laboratorium forensik yang sudah terakreditasi oleh KAN (komite
akreditasi nasional).
3. Kekuatan Pembuktian
Dari lima alat bukti dalam persidangan terdapat tiga alat bukti yang
1. Keterangan ahli
Dalam Pasal 120 KUHAP diatur kekuatan keterangan ahli dari segi
dengan perkara pidana yang sedang diperiksa. Oleh karena itu, kekuatan
seorang keterangan ahli itu tidak ada nilai sempurna yang melekat dan
tidak terikat kepadanya, jika dalam Pasal 183 KUHAP dikatakan bahwa
keterengan ahli tanpa didukung oleh alat bukti lain adalah tidak cukup untuk
116
Keterangan ahli merupakan alat bukti yang sah dalam Pasal 184 ayat (1)
dalam hal kasus narkotika ada beberapa kasus yang tidak perlu memerlukan
keterangan ahli, ada juga yang perlu memerlukan keterangan ahli, yaitu
apabila dalam penemuan bukti dalam TKP dan juga dalam laboratorium
berupa zat yang umum ditemukan seperti ganja, sabu-sabu itu tidak perlu
forensik, akan tetapi bila ditemukan zat berbahaya atau zat adiktif seperti
Dextrometorpan yaitu obat batuk tapi jika diminum dengan dosis yang
undang kesehatan, atau obat yang dalam hal ini butuh proses penelitian
secara teliti atau bahkan belum diatur dalam undang-undang maka perlu
2. Surat
Nilai kekuatan alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang
bagi hakim, sepanjang itu tidak dilumpuhkan dengan ”bukti lawan” atau
tegen bewijs. Oleh karena alat bukti surat resmi atau autentik merupakan
75
Meilia Rahma Widhiana, Pamin Kasubbid Fisiko Narkobafor, Wawancara, Rabu 16 Oktober
2019
117
bewijskracht), hakim tidak bebas lagi untuk menilainya, dan terikat kepada
bahwa 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan
berat netto0,0279 gram, diberi nomor bukti 1951/2018/OF (sisa hasil lab
berat netto 0,0143 gram) yang disita dan diakui milik terdakwa 1. Yandra
Mulyadi alias Hendra dan Azman alias Man dan terdakwa Samin alias koko
Dari segi formil bahwa alat bukti surat yang diatur dalam Pasal 187
a. berita acara dan surat yang dibuat oleh pejabat umum yang
yang dialami, didengar, dan dilihat diserta alasan yang jelas dan
tegas;
undangan;
76
Djoko Prakoso, Op.cit., hlm. 66.
118
c. surat keterangan yang dibuat oleh seorang ahli berdasarkan
3. Petunjuk
pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukt surat, yaitu
petunjuk. Petunjuk seb agai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri, ia tetap
Di dalam KUHAP alat bukti petunjuk ini dapat di lihat dalam Pasal 188,
77
Djoko Prakoso Op. Cit., hlm 68
119
menyatakan bahwamereka mendapatkan informasi dari warga masyarakat
jenis shabu oleh Deli (DPO) kalau narkotika jenis shabu pesanannya sudah
ada sehingga saksi Samin alias koko menyuruh agar Bonar (DPO) langsung
menuju lantai 2.
pemeriksaan dilakukan secara bertahap, Hal ini dapat dilihat dari sisi
(sampel) diperoleh
c. alat bukti yang sedikit, dan adanya berbagai macam jenis yang senyawa
120
dan uji konfirmasi melalui alat yang menentukan adanya zat apa yang di
kemurnian hasilnya, dan hakim biasanya meminta saksi ahli dalam hal
itu.78
Umumnya orang setuju bahwa tes urin hanyalah uji saring, sedangkan uji
spectrometry. Urine drug tests are not sufficienyly reliable to hold up in court.
Dikatakan bahwa angka positif palsu pada pemeriksaan tes urine sangat bervariasi
tinggi, dari 4% hingga 50%. Penyebab positif palsu dapat terjadi sebagai dari
prosedur laboratorium yang tidak tepat, sample tertukar atau tercampur, pencatatan
yang tak beres, inhalasi pasif, reaksi silang (cross-reaction) obat. Hugh Hansen
78
Meilia Rahma Widhiana, Pamin Kasubbid Fisiko Narkobafor Wawancara, Rabu 16 Oktober
121
BAB V
A. Kesimpulan
membuktikan unsur tindak pidana narkotika pada Pasal 127 ayat (1) huruf a
ke-1 KUHP Undang-Undang No. 81 Tahun 87, dan juga 2 (dua) alat bukti yang
sah, di mana ada persesuaian antara alat bukti dan alat bukti serta alat bukti
dengan barang bukti yang digunakan sebagai dasar untuk memperoleh suatu
yang sah dan keyakinan adalah kunci untuk membuktikan salah atau tidaknya
membantu sekali, hal ini dilihat dari 5 alat bukti yang sah terdapat 3 alat bukti
yang sah yang berasal dari pemriksaan dan juga ahli di laboratorium forensik
yaitu alat bukti keterangan ahli, surat dan petunjuk, dimana hal pembuktian
surat in sangat berketerkaitan terutama alat bukti surat yang dalam Pasal 187
huruf c yang menyatakan bahwa surat merupakan alat bukti yang sempurna.
122
2. Hambatan laboratorium forensik dalam uji laboratorium forensik yaitu alat
bukti yang sedikit, dan adanya berbagai macam jenis yang senyawa didalamnya
itu berbeda, tetapi tetap melakukan uji pendahuluan screening dan uji
konfirmasi melalui alat yang menentukan adanya zat apa yang di dalam, dan
apa, senyawa yang berbeda, bahan, tingkat kemurnian hasilnya, dan hakim
B. Saran
yang dihadirkan dalam persidangan tidak hanya dari saksi penyidik yang
teedakwa saja.
narkotika dalam penjatuhan pidana atau rehabilitasi, hal ini didasari dengan
kepada masyarakat, dan juga pendekatan dari teori viktimologi yaitu bahwa
terdakwa pengguna narkotika juga adalah seorang korban, dan melihat dari
123
3. Pengetahuan maupun pendidikan dalam bahayanya narkotika sejak dini perlu
perngamanan serta pengekatan dalam setiap aspek yang ada, baik dalam
124