Anda di halaman 1dari 2

RUANG LINGKUP PSIKOLOGI SOSIAL DALAM BIDANG HUKUM

Orientasi lapangan psikologi tersebut diatas, sebagai ilmu sosial, tentunya akan
melakukan pengujian (hipotesa) dalam lapangan ilmu hukum khususnya dalam penegakan
hukum (law enforcement). Melalui sintesa dari riset psikologi juga akan melahirkan ruang
lingkup psikologi hukum.
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara jiwa manusia
disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa ruang lingkup antara lain:

Menurut Soedjono, ruang lingkup psikologi hukum (1983:40) sebagai berikut:

1. Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaidah hukum.


2. Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3. Perilaku menyimpang.
4. Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Demikianpun Soerjono Soekanto (1979: 11) membagi  ruang lingkup psikologi hukum yaitu:

1. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaidah hukum.


2. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pola-pola peyelesaian pelanggaran kaidah
hukum.
3. Akibat-akibat dari pola penyelesaian sengketa tertentu.
Pada negara yang memiliki sistem hukum common law seperti Amerika, juga membagi
penerapan psikologi dalam hukum. Kelimpahan penerapan psikologi dalam hukum
(Blackburn 1996, 6; Curt R. Bartol 1983, 20 -21; David S. Clark, 2007; Stephenson, 2007; )
dibedakan dari sudut pandang apa yang diistilahkan:
1. Psikologi dalam hukum (psychology in law), mengacu kepenerapan-penerapan
spesifik dari psikologi di dalam hukum seperti  tugas psikolog menjadi saksi ahli,
kehandalan kesaksian saksi mata, kondisi mental terdakwa, dan memberikan
rekomendasi hak penentuan perwalian anak, dan menentukan realibitas kesaksian
saksi mata.
2. Psikologi dan hukum (psychology and law), meliputi psyco-legal research yaitu
penelitian individu yang terlibat di dalam hukum, seperti kajian terhadap perilaku
pengacara, yuri, dan hakim.
3. Psikologi  hukum (psychology of law), mengacu pada riset psikologi mengapa
orang-orang mematuhi atau tidak mematuhi Undang-undang tertentu,
perkembangan moral, dan persepsi dan sikap publik terhadap berbagai sanksi
pidana, seperti apakah hukuman mati dapat mempengaruhi penurunan kejahatan.
4. Psikologi forensik (forensic psychology), suatu cabang psikologi untuk
penyiapan informasi bagi pengadilan (psikologi di dalam pengadilan).
5. criminal psychology (psikologi hukum pidana), sumbangan psikologi hukum
yang menggambarkan dinamika interpersonal dan kelompok dari pembuatan
putusan pada suatu tahapan kunci di dalam proses mendakwa seseorang mulai
dari waktu penetapannya sebagai tersangka hingga pada momen penjatuhan
pidana
6. Neuroscience and law, suatu kajian baru tentang keunikan pentingnya pengaruh
otak dan syaraf bagi perilaku manusia, masyarakat , dan hukum. Kajiannya
meliputi wawasan baru tentang isu-isu pertanggungjawaban, meningkatkan
kemampuan untuk membaca pikiran, prediksi yang lebih baik terhadap perilaku
yang akan datang, dan prospek terhadap peningkatan kemampuan otak manusia.
Selanjutnya Constanzo (1994:3); encyclopedia of psychology & law, volume 1 (2008:
xiii) melakukan pendekatan psikologi terhadap hukum melalui bidang ilmu psikologi.
Beberapa contohnya adalah:
1. Psikologi perkembangan, menyusul terjadinya perceraian, pengaturan hak asuh
anak seperti apa yang akan  mendukung perkembangan kesehatan anak?
dapatkah seorang anak yang melakukan tindakan pembunuhan benar-benar
memahami sifat dan kondisi tindakannya?.
2. Psikologi sosial, bagaimana polisi yang melaksanakan interogasi menggunakan
prinsip-prinsip koersi dan persuasi untuk membuat tersangka mengakui tindak
kejahatannya? Apakah dinamika kelompok di dalam tim juri mempengaruhi
keputusan yang mereka ambil?
3. Psikologi klinis, bagaimana cara memutuskan bahwa seseorang yang menderita
gangguan jiwa cukup kompeten untuk menghadapi proses persidangan?
Mungkinkah memperediksi bahwa seseorang yang menderita gangguan jiwa
kelak akan menjadi orang yang berbahaya?
4. Psikologi kognitif, seberapa akuratkah kesaksian para saksi mata? dalam kondisi
seperti apa saksi mata mampu mengingat kembali apa yang pernah mereka lihat?
Apakah para juri memahami instruksi tim juri dengan cara yang sama seperti
yang diinginkan oleh para pengacara dan hakim?
Ruang lingkup psikologi hukum sebagaimana yang tertera di atas merupakan suatu tanda dari
suatu perkembangan di lapangan studi psikologi. Dalam hubungan dengan perkembangan di
bidang psikologi, psikologi hukum tergolong psikologi khusus, yaitu psikologi yang
menyelidiki dan mempelajari  segi-segi kekhususan dari aktifitas  psikis manusia.

Berdasarkan hal tersebut   menurut Ishaq (2008:241) dalam psikologi hukum akan
dipelajari sikap tindak/ perikelakuan yang terdiri atas:

1. Sikap tindak perikelakuan hukum yang normal, yang menyebabkan seorang akan
mematuhi hukum.
2. Sikap tindak/perikelakuan yang abnormal, yang menyebabkan seorang
melanggar hukum, meskipun dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan.
Masalah normal dan abnormal merupakan suatu gerak antara dua kutub yang ekstrim. Kedua
kutub yang ekstrim tersebut adalah keadaan normal dan keadaan abnormal. Penyimpangan
terhadap kedaan normal dalam keadaan tertentu masih dapat diterima, tetapi hal itu sudah
menuju pada penyelewengan, maka kecenderungan kaedah abnormalitas semakin kuat,
secara skematis perosesnya adalah sebagai berikut:

Pada titik normal, seseorang  mematuhi kaidah hukum dan  dalam keadaan tertentu dapat
disimpangi. Psikologi hukum di satu pihak, yaitu menelaah faktor-faktor psikologis yang
mendorong orang untuk mematuhi kaidah hukum, dilain pihak juga meneliti faktor-faktor
yang mungkin mendorong orang untuk melanggar kaedah hukum  (Soerjono Soekanto
1989:17-18).

Anda mungkin juga menyukai