Anda di halaman 1dari 9

FH

FAKULTAS HUKUM

PSIKOLOGI HUKUM

TEAM :
-R. ACHMAD BAIQUNI
- S E T I Y O WA H Y U R I A N T O N O
-YO G A JA N UA R R A M A D H A N

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 1


BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Dalam penegakan hukum, setiap Bentuk penindakan yang dilakukan oleh para penyidik
dengan didukung dari bantuan ilmu-ilmu lainnya, baik untuk membuktikan kesalahan perilaku
maupun untuk permintaan pertanggungjawaban pelakunya, misalnya bantuan kedokteran
kehakiman, psikiatri forensik, dan psikologi yang menyangkut tingkah laku manusia dan
perbuatan manusia. Hal ini membuktikan bahwa hukum pidana tidak dapat berdiri sendiri
dalam mencegah dan memberantas kejahatan. Dalam hal ini diperlukan bantuan ilmu lainnya.

Farrington dan Hawkins mengemukakan bahwa psikologi hukum dapat berfungsi


dalam proses acara pidana pada tahap penyidikan. Psikologi berperan mengungkap latar
belakang perilaku dan tindakan individu yang disangka. Penyidik yang menguasai psikologi
hukum dapat mengenal watak dan pribadi tersangka, sehingga dapat memilih teknik-teknik
pendekatan yang sesuai untuk keberhasilan penyidikan yang berlangsung secara manusiawi.

1. 2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam penyusunan suatu
penulisan. Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, kami
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi Hukum
2. Apa Hakikat dan Pengertian Psikologi Hukum

1. 3 Tujuan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengertian
psikologi hukum serta peran dan manfaatnya bagi masyarakat. Agar para mahasiswa dapat
mengerti apa itu Psikologi Hukum dan bagaimana perannya dalam proses penegakan dan
penyelidikan hukum.

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 2


BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Sejarah Perkembangan Psikologi Hukum

Semakin kompleksnya masyarakat, semakin menimbulkan banyak permasalahan dan


akibatnya menuntut sebuah ilmu untuk terus berkembang guna menyelesaikan permasalahan-
permasalahan tersebut. Psikologi, sebagai sebuah ilmu juga dituntut untuk dapat diaplikasikan
dalam berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Aplikasi psikologi pada bidang
hukum memunculkan psikologi hukum.

Perkembangan psikologi hukum berawal dari pidato Freud tahun 1906 dihadapan para
hakim. Freud menyatakan psikologi dapat diterapkan dalam bidang hukum. Hal ini dilanjutkan
oleh Hugo Munsterberg, seorang ahli eksperimental, tahun 1908 yang menyatakan prinsip
psikologi dapat diterapkan dalam semua peristiwa termasuk peristiwa di ruang pengadilan.
Bidang psikologi hukum baru berkembang pesat pada dua dekade terakhir ini.

Pada tahun 1927, dekan Fakultas Hukum Yale menunjuk seorang psikolog sebagai
dosen di sana dalam upaya untuk ”membuat peran hukum di dalam prediksi dan pengontrolan
perilaku menjadi jelas”, optimisme terhadap potensi kemitraan antara hukum dan psikologi
meluas di dalam tulisan-tulisan yang muncul pada saat itu. Pada tahun 1930, jurnal The
American Bar Association mengumumkan bahwa ”Saatnya telah tiba, di mana pengumpulan
fakta berdasarkan cara psikologi modern harus diakui oleh para pembuat hukum kita, terlepas
dari huru-hara yang mungkin akan timbul di dalam institusi-institusi yang mapan”.

Gerakan kaum realis adalah contoh awal pengaruh psikologi terhadap hukum. Dua
orang psychologist terkemuka saat itu – William James dan James Dewey - memperjuangkan
ide-ide pragmatisme, induksi, dan pendekatan-pendekatan ilmiah di dalam kajian isu-isu sosial.
Para realis hukum menangkap ide bahwa hukum dibutuhkan untuk secara pragmatis
mendukung kebaikan bersama dan memanfaatkan penelitian ilmu sosial. Pada tahun 1931,
Karl Llewellyn, seorang pemimpin gerakan realis, menyebutkan beberapa prinsip pokok :

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 3


a. karena masyarakat selalu berfluktuasi dengan lebih cepat dibanding hukum, maka
hukum harus senantiasa diperiksa kembali untuk memastikan bahwa ia dapat
melayani masyarakat dengan baik.
b. hukum adalah ”sarana untuk mencapai tujuan sosial dan bukan untuk tujuan itu
sendiri”
c. hukum harus dievaluasi efek-efeknya

Rekonseptualisasi realisme terhadap hukum merupakan sukses besar. Prinsip-prinsip


fundamental Lewellyn saat ini diterima nyaris secara universal di kalangan masyarakat hukum.

Di dalam masyarakat psikologi yang lebih luas, ada keinginan kuat untuk menemukan
berbagai cara untuk menerapkan teori dan penelitian di bidang-bidang seperti hukum. Di dalam
pidato presidensialnya untuk the American Psychological Association pada tahun 1969,
George Miller menuntut agar ”memberikan kesempatan kepada psikologi untuk turut
menyumbang” menggunakan pengetahuan psikologis untuk menjawab masalah-masalah sosial
berat. Di tahun yang sama, Donald Campbell menuntut penggunaan yang jauh lebih ekstensif
dari metode-metode yang telah diprakarsai olehnya dan oleh ilmuwan-ilmuwan sosial lainnya.
Para psikolog yang tertarik pada sistem hukum juga merasa optimis terhadap berbagai
kemungkinan psikologis, terutama terkait peran psikologi dalam sistem hukum. Pada tahun
1969, mereka mendirikan The American Psychology-Law Society (AP-LS), yang
menyatakan bahwa ”Hanya ada sedikit bidang antardispliner yang memiliki begitu banyak
potensi untuk memperbaiki kondisi manusia” (Grisso, 1991).

Keterkaitan psikologi dan hukum yang pasang-surut itu belum dapat berkembang
menjadi hubungan yang mantap sampai akhir tahun 1970-an. Terbitan utama jurnal utama
APLS – Law and Human Behavior – muncul pada tahun 1977. Sejak itu, beberapa jurnal
yang menampilkan penelitian dan teori psikolegal mulai bermunculan (misalnya Law and
Society Review; Criminal Justice and Behavior; Behavioral Sciences and the Law; dan
Psychology, Public Policy, and Law). Hubungan antara kedua disiplin itu menjadi semakin
luas dan mendalam selama 25 tahun terakhir. Ini jelas merupakan boom time untuk bidang lain
(politik, olahraga, ekonomi). Masa depannya mungkin tidak pasti, tetapi ada alasan untuk
merasa optimis.

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 4


Proses pasang surut perkembangan psikologi hukum akhirnya menghasilkan sebuah
gagasan utuh yang dituangkan dalam sebuah definisi yang bisa mewakili kedua belah pihak
yang pada awalnya berseteru satu sama lain. Psikologi hukum, yakni suatu cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari pada perkembangan
jiwa manusia. Menurut Purbacaraka & Soekanto cabang ilmu hukum yang bernama psikologi
hukum ini termasuk ilmu tentang kenyataan, yang menyoroti hukum sebagai perikelakukan
atau sikap tindakan.

Psikologi hukum merupakan aplikasi psikologi dalam bidang hukum. Luasnya bidang
hukum menyebabkan bidang kajian hukum juga menjadi luas. Haney dan Blackburn
mengemukakan penerapan psikologi dalam bidang hukum dapat dibedakan menjadi tiga hal
berikut ini.

1. Psychology in Law

Hubungan ini hukum lebih memiliki inisiatif dibanding psikologi. Para pelaku hukum
akan mengundang psikolog jika mereka diperlukan. Dapat dikatakan bahwa psikologi
diterapkan secara terbatas sesuai dengan standar hukum, sehingga peran psikologi tidak dapat
maksimal. Contoh ketika seorang terdakwa diragukan apakah secara mental dapat
bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya, hakim akan meminta psikolog
untuk menentukan kondisi mental terdakwa. Di Indonesia, peran ini banyak dilakukan oleh
psikiater, seperti kasus mantan Presiden Suharto yang diajukan di peradilan beberapa saat lalu.
Dalam kasus kesaksian yang tidak reliabel (seperti kasus yang melibatkan saksi anak-anak),
kadang juga membutuhkan psikolog.

2. Psychology and Law

Hubungan ini tidak ada yang dominan, psikologi dipandang sebagai disiplin yang
mengevaluasi dan menganalisis berbagai komponen hukum dari perspektif psikologi. Psikologi
mengembangkan penelitian dan teori dalam bidang psikologi pada permaslahan-permasalahan
hukum. Contohnya penelitian psikologi tentang terdakwa, pengacara, hakim, saksi, polisi.
Penelitian ini kemudian dijadikan masukan untuk dapat mengembangkan sistem hukum.

3. Psychology of Law

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 5


Hukum dipandang sebagai penentu perilaku manusia. Psikologi berusaha memberikan
penjelasan bagaimana dan mengapa hukum dapat menentukan perilaku. Contohnya
permasalahan tentang mengapa masyarakat kini tidak patuh hukum? Apakah hukuman mati
dapat mengurangi kriminalitas? Faktor psikologis apa yang menyebabkan seseorang bersedia
melanggar hukum ketika diperintah oleh otoritas?

Pendapat Haney dan Balckburn yang muncul sekitar tahun 1980 ini sebenarnya dalam
usaha memberikan gambaran betapa pesatnya perkembangan psikologi hukum di negara barat.
Di Inggris sudah sejak 1970-an, di Australia sejak tahun 1980, dan di Amerika Utara sejak
1960-an. Berbagai macam teori dan penelitian dalam psikologi hukum muncul sebagai respon
atas permasalahan yang berkembang dalam masyarakat, sehingga (Haney dan Blackburn)
mulai mewadahinya dalam tiga istilah diatas. Demikian luasnya kajian psikologi hukum
menyebabkan munculnya bidang-bidang baru di bawah kajian psikologi hukum seperti
psikologi forensik (yang menyoroti permasalahan peradilan di pengadilan).

Kajian-kajian yang banyak dilakukan bidang psikologi hukum banyak tertarik pada
hukum pidana, walaupun saat ini sudah banyak pula yang melakukan kajian pada hukum
perdata. Pada hukum pidana, kajian yang banyak dilakukan antara lain pada

a) Perilaku kejahatan. e) Jaksa.


b) Lembaga pemasyarakatan. f) Pengacara.
c) Kepolisian. g) Hakim.
d) Saksi. h) Korban kejahatan

Undang-undang. Psikolog juga sangat membantu menyusun undang-undang, seperti


undang-undang tentang hak anak, undang-undang yang lain. Lebih penting, psikolog
diperlakukan menyelesaikan undang-undang.

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 6


2. 2 Hakikat dan Pengertian Psikologi Hukum
A. Pengertian Psikologi

Psikologi apabila ditinjau dari segi ilmu bahasa berasal dari kata “Psycho” dan “Logos”.
Psycho sering diartikan jiwa dan Logos yang berarti ilmu (ilmu pengetahuan). Dengan
demikian, psikologi sering diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau ilmu
pengetahuan tentang perilaku manusia “Human Behaviour” maka dalam kaitannya dengan
studi hukum. Ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia.

Dalam perspektif psikologi jiwa manusia bersama raganya merupakan satu kesatuan
atau entitas yang tidak dapat dipisahkan apa yang terjadi di dalam jiwa akan tampak dalam
raganya. Selain itu kecepatan reaksi jiwa manusia dapat diukur pada kecepatan reaksi gerak
gerik fisiknya misalnya, begitu melihat pengumuman hasil tes masuk sebuah perguruan tinggi
bagi mereka yang nama dan nomor yang tertera akan merasa gembira dan mengekspresikan
dalam gerakan secara fisik misalnya sujud syukur kepada Tuhan atau berteriak kegirangan.
sebaliknya bagi mereka yang ternyata nama dan nomor yang tidak tercantum akan kecewa yang
diekspresikan dalam lahiriahnya misalnya menangis tersenyum kecut dan sebagainya. dari dua
contoh tersebut tampak bahwa antara jiwa dan raga selalu berkaitan dan tidak terpisahkan satu
dengan lainnya.

B. Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat,
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan hukuman.

Jika melihat hukum dari segi formal atau landasan yuridis, terbentuknya hukum sebagai
aturan-aturan yang dibuat oleh suatu lembaga negara (badan-badan resmi) yang memiliki
otoritas dalam memberikan sanksi atau tindakan hukuman terhadap pelanggar hukum.
Sebagai ilmu pengetahuan ilmu hukum dengan ciri-cirinya berupaya mempelajari
sistematika hukum dan kaidah-kaidah, seperti rumusan kaidah, sebab terbentuknya dan
sebagainya, sedemikian rupa sehingga hukum dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Semakin berkembang suatu masyarakat akan semakin menuntut perkembangan ilmu hukum,
sehingga secara obyektif mampu menjelaskan keadaan hukum pada setiap saat demi

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 7


berperanya hukum sebagai sarana untuk ketertiban, keadilan dan pendorong terciptanya
kesejahteraan.

Hukum dibentuk oleh jiwa manusia, baik putusan pengadilan maupun perundang-
undangan merupakan hasil jiwa manusia. Oleh karena itu, psikologi merupakan karakteristik
hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri.

C. Pengertian Psikologi Hukum


Psikologi Hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan dari jiwa manusia. Ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap
tindakan hukum yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala – gejala kejiwaan tertentu,
dan juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut.
Psikologi hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang mempelajari
ketidakmampuan individu untuk melakukan penyesuaian terhadap norma hukum yang berlaku
atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan yang dideritanya.

Pengertian Psikologi Hukum menurut para ahli yang di ungkapkan sebagai berikut :

1) Menurut Soerjono Soekanto (1983:2)


Psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum
sebagai suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan
kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut.

2) Menurut Achmad Ali (2002: 274)


Karena hukum dibentuk oleh jiwa manusia seperti putusan pengadilan dan
peraturan perundang-undangan, menandakan bahwa psikologi merupakan krakteristik
hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. Aliran pemikiran hukum
historis.

3) G. Puchta, murid Friedrich Carl Von Savigny (1779 - 1861)


Menamai hukum volkgeist yaitu hukum merupakan pencerminan dari jiwa rakyat”.

4) Menurut Edward E. Jones: 1996

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 8


Psikologi hukum adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi, dan perilaku hukum
dari pengalaman mental dari individu dalam hubungannya dengan berbagai fenomena
hukum.

5) Menurut Purnadi Purbacaraka


Psikologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
hukum sebagai perwujudan dari pada perkembangan jiwa manusia. (Ishaq,2009,241)

BAB III

PENUTUP

kebutuhan akan cabang ilmu pengetahuan Psikologi Hukum ini sangat dirasakan. Misal
nya dalam bidang penegakan hukum. Psikologi hukum dapat menelaah faktor – faktor
psikologi apakah yang mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah hukum (berperilaku
normal) dan meneliti faktor – faktor apakah yang mendorong seseorang dalam melanggar
kaidah hukum (berperilaku abnormal). Walaupun faktor lingkungan ada pengaruh nya, tetapi
tinjauan utama adalah factor pribadi. Sedangkan faktor lingkungan sosial secara analitis
menjadi ruang lingkup dari sosiologi hukum.
Pengungkapan faktor – faktor psikologis mengapa seseorang melakukan pelanggran
hukum, mempunyai arti penting dalam penegakan hukum pidana di pengadilan. Dalam hukum
pidana misalnya dibedakan ancaman terhadap seseorang yang menghilangkan jiwa orang lain
dengan segaja dan tidak disengaja, yang direncanakan dan tidak direncanakan, yang dilakukan
oleh orang yang sehat akal pikiran nya dan yang dilakuan oleh orang yang gila.

PSIKOLOGI HUKUM | UNIVERSITAS BHAYANGKARA Jakarta RAYA | INDOWORLDCORP 9

Anda mungkin juga menyukai