Anda di halaman 1dari 15

PSIKOLOGI FORENSIK

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIS


Disusun Oleh:
Cut Vonna Retania.A (180901106)
Putri Nadila (190901055)
Ulima Uzlah (180901034)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
1442H/2021
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
A. LATAR BELAKANG ........................................................
B. RUMUSAN MASALAH .....................................................
C. TUJUAN................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................
A. DEFINISI PSIKOLOGI FORENSIK................................
PERAN PSIKOLOGI DALAM HUKUM..........................................
B. APLIKASI PSIKOLOGI DALAM SISTEM HUKUM........
C. PERAN PSIKOLOGI FORENSIK..........................................
D. SKEMA KLASIFIKASI PROSES UNTUK PSIKOLOGI
FORENSIK............................................................................
E. PERTIMBANGAN ETIKA DAN LEGAL UNTUK EVALUASI
PSIKOLOGI...............................................................................
BAB III PENUTUPAN................................................................................
A. KESIMPULAN...........................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA.................................................................
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha


Esakarena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis
dapatmenyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang Psikologi Forensik.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu dapat
terlewati. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari subjek dari segi kognitif, afektif dan perilau dalam kaitannya
dangan proses hukum. Dengan kata lain psikologi sebagai titik temu antara
bidang psikologi dan bidang penegakan hukum, psikologi forensik adalah
sebagai semua bentuk layanan psikologi yang dilakukan didalam hukum.
Adapun klasifikasi proses untuk psikologi forensikmempunyai tiga fase,
yaitu investigatif, ajudikatif dan preventif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud dengan psikologi forensik?
2. Apa saja yang termasuk dalam klasifikasi proses untuk psikologi
forensik?
3. Bagaimana pertimbangan-pertimbangan etika dan legal untuk
evaluasi psikologiforensik?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi forensik


2. Untuk mengetahui klasifikasi proses untuk psikologi forensik
3. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan etika dan legal
untuk evaluasipsikologi forensik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Psikologi Forensik
Psikologi forensik mencakup sebagian besar jurusan dan bidang
psikologi,termasuk klinis, social, kognitif, pekembangan, neuropsikologis,
dan behavioral.Sehingga, webter’s new world dictionary (1988)
mendefinisikan forensik sebagai sesuatuyang khas, atau yang pas untuk
peradilan hukum, perdebatan publik, atau argumentasiformal yang
menspesialisasikan diri atau ada hubungannya dengan aplikasi
pengetahuanilmiah, terutama pengetahuan medis, pada masalah masalah
hukum, seperti padainvestigasi terhadap suatu tindak kejadian
kejahatan.Psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajarisubjek dari segi kognitif, afektif dan perilau dalam kaitannya
dangan proses hukum.Dengan kata lain psikologi sebagai titik temu antara
bidang psikologi dan bidangpenegakan hukum, psikologi forensik adalah
sebagai semua bentuk layanan psikologiyang di lakukan di dalam hukum.

B. Peran psikologi dalam hukum


Secara umum peran psikologi dibagi dua area, yaitu kelimuwan
dan aplikatif. Pada tataran keilmuwan, piskologi berperan dalam proses
pengembangan hukum berdasarkan riset-riset psikologi. Sementara pada
tataran aplikatif, psikologi berperan dalam intervensi psikologis yang
dapat membantu proses hukum. Friedman (dalam Lumbuun, 2008)
mengatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam sistem hukum. Pertama,
struktur, yang berkaitan lembaga yang membuat dan menegakan hukum,
termasuk DPR, kepolisian, kejaksaan, hakim dan para advokat. Kedua,
subtansi, yang menyangkut dari materi hukum baik yang tertulis atau yang
tidak tertulis dan ketiga budaya hukum, yaitu sikap orang terhadap hukum
dan sistem hukum yang meliputi kepercayaan, nilai, pikiran dan harapan.
Beberapa cabang psikologi yang berperan dalam sistem dan proses hukum
adalah psikologi kognitif, perkembangan, sosial dan klinis. Di Barat peran
ilmu psikologi dalam proses hukum telah banyak diaplikasikan, mulai dari
tahap pemeriksaan, persidangan, putusan sampai ke tahap pemenjaraan.
Misalkan dalam tahap pemeriksaan, bagaimana hasil penelitian psikologi
megenai kemampuan meningkatkan daya ingat diterapkan dalam proses
pemeriksaan saksi atau korban. Selain itu. Psikologi juga banyak
digunakan untuk menjelaskan perilaku terdakwa atau korban, yang
nantinya berguna dalam proses persidangan.
Menurut Costanzo (2006) peran psikologi dalam hukum sanga luas
dan beragam. Ia memberikan tiga peran. Pertama, psikolog sebagai
penasehat. Para psikolog sering kali digunakan sebagai penasehat hakim
atau pengacara dalam proses persidangan. Psikolog diminta memberikan
masukan apakah seorang terdakwa atau saksi layak dimintai keterangan
dalam proses persidangan. Kedua, psikolog sebagai evaluator. Sebagai
seorang ilmuwan, psikolog dituntut mampu melakukan evaluasi terhadap
suatu program. Apakah program itu sukses atau sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan?. Program-program yang berkaitan internvensi psikologis
dalam rangka mengurangi perilaku kriminal/ penyimpangan, misalkan
program untuk mencegah remaja untuk menggunakan NAPZA. Apakah
program tersebut mampu mengurangi tingkat penggunaan NAPZA di
kalangan remaja?. Untuk mengetahui hal tersebut, perlu dilakukan evaluasi
program. Ketiga, Psikolog sebagai pembaharu. Psikolog diharapkan lebih
memiliki peran penting dalam sistem hukum. Psikolog diharapkan menjadi
pembaharu atau reformis dalam sistem hukum. Psikolog diharapkan
mampu mengaplikasi ilmu pengetahuannya ke dalam tataran aplikatif,
sehingga sistem hukum, mulai dari proses penangkapan, persidangan,
pembinaan, dan penghukuman berlandaskan kajian-kajian ilmiah
(psikologis).
C. Aplikasi psikologi dalam sistem hukum

Psikologi forensik merupakan cabang ilmu psikologi dalam


konteks legal yang menekankan pada aktivitas asesmen dan intervensi
psikologis dalam proses penegakan hukum (Kaloeti dkk, 2019). Menurut
Baron dan Byrne (dalam Jaenudin, 2017) psikologi forensik adalah
penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari factor
kognitif, afektif, dan perilaku manusia terhadap proses hukum.
psikolog forensik memiliki keahlian spesifik dalam kasus hukum
dibandingkan dengan psikolog pada umumnya. Misalnya di lembaga
pemasyarakatan (lapas) dibutuhkan kemampuan terapi psikologi klinis,
dalam penggalian kesaksian dibutuhkan pemahaman psikologi kognitif,
pada penanganan kasus yang melibatkan anak-anak dibutuhkan
pemahaman psikologi perkkembangan, dan dalam menjelaskan relasi
antara hakim, pengacara, saksi, dan terdakwa dibutuhkan pemahaman
tentang psikologi social (Akhidat & Marliani, 2011). Kompetensi-
kompetensi tersebut dimiliki seorang psikolog forensik.
Pada prakteknya, psikologi forensik berperan dalam empat tahap
penegakan hukum, 1) pencegahan, pada tahap ini psikolog membantu
aparat hukum dalam memberikan sosialisasi tentang cara pencegahan
perilaku criminal. 2) penanganan, psikolog membantu aparat hukum dalam
mengidentifikasi motif pelaku. 3)pemidanaan, dalam tahap ini psikolog
memberikan penjelasan tentang kondisi psikologis dari pelaku sehingga
aparat hukum bisa memberikan hukuman yang sesuai dengan tindak
kejahatan pelaku. 4) pemenjaraan, pada tahap ini psikolog memberikan
pendampingan pada pelaku kejahatan yang telah ditempatkan dilembaga
pemasyarakatan (Agung, 2015).
Di Indonesia, peran psikologi dalam proses penegakan hukum
mulai dilakukan sejak hadirnya Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR)
pada tahun 2007. Psikologi forensik dibutuhkan untuk mengungkap kasus
criminal masyarakat kususnya yang membutuhkan identifikasi psikologis
pelaku dan korban kejahatan. Psikolog forensik dapat memberikan
gambaran yang utuh tentang kepribadian pelaku dan korban sehingga
aparat penegak hukum bisa memberikan perlakuan yang tepat dalam
menangani kasusnya. Meskipun memiliki peran yang penting tetapi ruang
gerak psikolog sendiri masihlah sangat terbatas, jumlah psikolog yang
menjadi praktisi psikoligi forensik juga sangat tidak berimbang dengan
banyaknya jumlah kasus yang terjadi di Indonesia.

D. Peran Psikolog Forensik


Psikologi forensik semua bentuk pelayanan psikologi yang
dilakukan dalam proses hukum. Menurut Baron dan Byme (2004)
Psikologi forensik merupakan penelitian dan teori psikologi yang berkaitan
dengan efek-efek faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses
hukum. Karena itu, seringkali psikolog, khususnya yang berkecimpung di
bidang forensik, diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan
ruang sidang.
Dalam perkembangannya, menurut Munsterberg, psikologi
forensik merupakan gambaran kegiatan penyidikan dengan cara
menganalisis tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tersangka dari sisi
psikologis untuk membantu proses pembuktian tindak pidana.
Michael Nietzel (1986) mengemukakan bahwa aspek penting dari
psikologi forensik adalah kemampuan psikolog dalam memberikan
argumen di pengadilan, mereformulasi penemuan psikologi ke dalam
bahasa legal dalam pengadilan dan menyediakan informasi kepada
personel legal agar dapat dimengerti. Penyidik berkewajiban untuk
memeriksa gangguan kejiwaan terhadap tersangka untuk mengetahui
kesehatan kejiwaan tersangka tersebut. Maka peran dari psikolog forensik
sebagai saksi ahli yang berkompeten dan mempunyai kompetensi untuk
menentukan kondisi kejiwaan tersangka tersebut sangatlah diperlukan
dalam penyidikan. Beberapa peran yang dilakukan psikolog forensik
dalam proses hukum di antaranya adalah:
a) Psikologi forensik dapat membantu penyidik dalam proses
penyidikan maupun penyelidikan untuk mengetahui kondisi
kejiwaan dari pelaku, apakah pelaku tersebut benar benar gila atau
hanya pura-pura gila.
b) Psikologi forensik mempunyai peran yang sangat penting dalam
menentukan kejiwaan pelaku dalam bentuk surat keterangan dari
saksi ahli yang menyatakan pelaku memiliki gangguan kejiwaan.
c) Psikologi forensik membantu penyidik dalam proses pemeriksaan.
Pelaku yang memiliki gangguan kejiwaan cenderung diam dan
susah dimengerti bahasanya oleh penyidik, sehingga dengan
menggunakan keilmuan psikologi forensik melalui pendekatan
psikologis akan mampu menggali banyak keterangan yang akan
membantu penyidik mempermudah proses penyidikan.
d) Psikologi forensik memberi masukan dan bantuan kepada penyidik
tentang langkah-langkah penyidik dalam pengawal pelaku dalam
hal pengawasan untuk keselamatan pelaku dan tahananlainnya di
Polres/Polsek selama dalam proses tahap penyidikan kepolisian,
hingga ke proses pengadilan.
Jika dilihat dari proses tahapan penegakan hukum, psikologi
berperan dalam empat tahap, yaitu :
 pencegahan
 penanganan (pengungkapan dan penyidikan)
 pemidanaan
 pemenjaraan
Pada tahap pencegahan, psikologi dapat membantu aparat
penegak hukum memberikan sosialisasi dan pengetahuan
ilmiah kepada masyarakat bagaimana cara mencegah tindakan
kriminal. Misalkan, psikolog memberikan informasi mengenali
pola perilaku kriminal, dengan pemahaman tersebut
diharapkan masyarakat mampu mencegah perilaku kriminal.
Pada tahap penanganan, yaitu ketika tindak kriminal telah
terjadi, psikolog dapat membantu polisi dalam
mengidentifikasi pelaku dan motif pelaku sehingga polisi dapat
mengungkap pelaku kejahatan. Misalkan dengan teknik
criminal profiling dan geographical profiling. Criminal
profiling merupakan salah cara atau teknik investigasi untuk
mengambarkan profil pelaku kriminal, dari segi demografi
(umur, tinggi, suku), psikologis (motif, kepribadian), modus
operandi, dan setting tempat kejadian (scene). Geographical
profiling yaitu suatu teknik investigasi yang menekan
pengenalan terhadap karakteristik daerah, pola tempat, setting
kejadian tindakan kriminal, yang bertujuan untuk memprediksi
tempat tindakan kriminal dan tempat tinggal pelaku kriminal
sehingga pelaku mudah ditemukan.
Pada tahap pemidanaan, psikolog memberikan penjelasan
mengenai kondisi psikologis pelaku kejahatan sehingga hakim
menjatuhkan hukuman (pemidanaan) sesuai dengan alat bukti
dan mempertimbangkan motif/kondisi psikologis pelaku
kejahatan.

E. Skema Klasifikasi Proses untuk Psikologi Forensik


Psikologi dapat dilihat sebagi bidang yang terdiri atas tiga tipe
dasar yangberkorespondensi dengan fase-fase system hukum pidana
(criminal), hukum sipil,hukum, administrative, ketika mendiskusikan
fase-fase ini, kita akan melihat bahwasebuah fase akan tercampur ke
dalam fase-fase berikutnya saat proses hukum bergerakmaju, fase-
fasennya disebut :
1. Psikologi Forensik Investigatif
Fase hukum ini dimuai ketika sebuah tindak kejahatan dilakukan
atauketika sebuah investigasi resmi dimulai. Ini temasuk semua
penguanaan ilmupsikologi untuk membantu investigasi penegakan
hukum selain konsultasi umumdengan dinas-dinas kepolisian
tentang status mental orang tertentu, ada beberpaprosedur spesifik
yang dapat meningkatkan resolusi investigasi criminal.

F. Pertimbangan Etika dan Legal untuk Evaluasi Psikologi


Forensik.
Pertimbangan-Pertimbangan Etika Dan Legal Untuk Evaluasi
Psikologi Forensik, Psikologi forensik memiliki efek yang kuat pada
kehidupan orang-orang. Setiap evaluasi dari psikolog forensik
merupakan alat bantu bagi keputusan hukum sampai tingkat tertentu
dan dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada kebebasan
seseorang. Fakta ini menciptakan beban pentingnya psikolog
forensik, yaitu untuk menjunjung tinggi standar etika dan hukum.
Selain pedoman-pedoman standar umum dalam Ethical Principles of
Psychologist and Code of Conduct dan Standarts for Educational and
Psychological Testing, ada seperangkat pedoman terpisah
untukpsikolog forensik, yaitu Specialty Guidelines for Forensic
Psychologist. Disamping itu, sejumlah besar organisasi profesional
meyediakan pedoman etik untuk psikolog forensik (misalnya,
American Academy of Forensic Psychology, American College of
Forensic Exsminers, dan American Academy of Forensic Sciences).
Psikologi forensik adalah sejenis penelitian dan teori psikologi
yang mempelajari pengaruh faktor kognitif, emosional dan perilaku
pada prosedur hukum. Beberapa konsekuensi dari kesalahan manusia
yang mempengaruhi semua aspek bidang hukum adalah kesalahan
penilaian yang serius, ketergantungan pada stereotip, ingatan yang
salah, dan keputusan yang salah atau tidak adil. Karena hubungan
antara psikologi dan hukum. Psikolog sering diminta untuk
membantu sebagai saksi ahli dan penasihat pengadilan. Aspek
penting dari psikologi forensik adalah dapat diuji di pengadilan,
dirumuskan kembali, menemukan psikologi sebagai bahasa hukum
di pengadilan, dan memberikan informasi kepada personel hukum
sehingga dapat dipahami. Oleh karena itu, psikolog forensik harus
mampu menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka
hukum (Sulmustakim, 2019).
Adanya peran psikolog forensik dalam penyidikan suatu tindak
pidana dinilai dapat membantu dalam proses pencarian keadilan. Hal
ini dikarenakan saat ini terdapat banyak tindak pidana yang sering
terjadi salah satunya KDRT, kemudian proses pengadilan di
dalamnya tentu akan melibatkan banyak hal salah satunya yakni
keterangan ahli. Keterangan ahli didapat melalui proses interogasi
dengan menggunakan teori psikologi yang dapat digunakan misalnya
dengan teknik maksimalisasi dan minimalisasi. Psikolog forensik
dapat memberi pelatihan kepada polisi tentang teknik interogasi
yang menggunakan prinsip psikologi. Kemudian dengan adanya
psikolog forensik, seseorang yang diduga melakukan suatu tindak
pidana KDRT benar-benar dapat ditelaah terlebih dahulu apakah
benar-benar bersalah atau tidak dan melalui psikologi forensik dapat
ditentukan hukuman yang paling sesuai terhadap pelaku tindak
pidana tersebut (Darma & Nikijuluw, 2019).
Pada tentang evaluasi forensik, bila terdakwa menyewa psikolog
untukmengevaluasinya, maka dialah kliennya. Kemudian apabila
pada setting birokratik, ketikapengadilan memerintahkan sebuah
evaluasi, dalam kasus ini pengadilanlah kliennya. Contoh lainnya
adalah bila seorang pengacara mennggunakan jasa psikolog untuk
memberikan rekomendasi pada isu psikologis tertentu, dalam hal ini
kliennya adalah pengacara tersebut. Dilain pihak, psikolog forensik
harus berhati-hati untuk tidak bersekutu dengan kliennya. Psikolog
forensik harus selalu menyadari tentang ancaman potensial atas
objektivitasnya ini dengan memastikan bahwa input yang
diberikannya komprehensif dan ditarik secara empiris.
 Perbedaan antara Evaluasi Forensik dan Teurapik

 Kesukarelaan klien lebih menentukan pada penanganan


secara terapetik, sementara penanganan forensik biasanya
diijalankan atas perintah hakim atau jaksa, terlepas dari
adanya kesukarelaan klien atau tidak.

 Dari segi cakupan, penanganan terapetik lebih luas dan


mencakup banyak hal; sedang cakupan penanganan forensik
lebih terbatas dan cenderung mengabaikan aspek
aspek klinis dari suatu kasus.

 Pada penanganan secara terapeutik, klien memiliki otonomi


dan kebebasan yang lebih besar menyangkut tujuan dari
penanganan tersebut, dan kepentingan klien lebih
diperhatikan; sementara tujuan penanganan forensik dibatasi
oleh ketentuan hukum terkait kasus yang ditangani.

 Psikolog klinis memberi perhatian yang lebih besar pada cara


pandang atau perspektif klien, sedang psikolog forensik lebih
menitikberatkan pada akurasi, dan cenderung
menomorduakan sudut pandang klien.

 Jika dalam penanganan terapetik hubungan antara psikolog


dengan klien dibangun lebih atas
dasar kepercayaan dan empati, tidak demikian halnya dengan
penanganan forensik. Karena menyangkut suatu kasus
hukum, jaminan kerahasiaan lebih terbatas sifatnya, dan
karenanya jarak emosional harus selalu dijaga oleh sang
psikolog.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
“Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan
dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses
hukum.
Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang mempengaruhi berbagai
aspek dalam bidang hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan
pada stereotip, ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak
adil.
Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog
sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang
sidang.
Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk
mengetes di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam
bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada
personel legal sehingga dapat dimengerti.
Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan
informasi psikologis ke dalam kerangka legal.
DAFTAR PUSTAKA

 Kaloeti, D. V., Indrawati, E. S., & Alfaruqy, M. Z. (2019). Psikologi


Forensik. Yogyakarta: Psikosain.
 Akhidiat, H. & Marliani, R. (2011). Psikologi Hukum. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
 Agung, I. V. “Kontribusi Psikologi Dalam Penegakan Hukum Di
Indonesia”. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
2015. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?a bstract_id=2563440.
Diakses 8 Desember 2020.
 Costanzo, M. (2006). Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum.
Penerjemah Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
 http://binakarir.com/peran-psikologi-forensik-dalam-proses-penyidikan/
 https://fh-unkris.com/journal/index.php/binamulia/article/download/74/64
 https://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_forensik
 https://www.dictio.id/t/apakah-perbedaan-antara-evaluasi-forensik-dan-
terapeutik/77248

Anda mungkin juga menyukai