Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PSIKOLOGI FORENSIK

Untuk Memenuhi Tugas

Mata kuliah : Psikologi Klinis

Dosen Pengampu : Rini Larasati, M.pd

Disusun Oleh Kelompok 11;

Laili Indriyani 2011080293

Madina Anjeli 2011080353

Sri Rahayu Setianingsih 2011080327

Kelas BKPI-F

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Psikologi forensik ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Bunda Rini Larasati,M.Pd. Yang mengampu pada bidang studi Psikolgi klinis.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada bunda Rini Larasati,M.Pd selaku dosen
Psikologi klinis yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya menyadari, makalah yang saya tulis
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 22 November 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2

A. Definisi Psikologi Forensik ............................................................................................... 2


B. Hukun Dan Psikologi Forensik .......................................................................................... 4
C. Ruang Lingkup Psikologi Forensik ................................................................................... 4
D. Contoh Kasus Psikologi Forensik ...................................................................................... 6

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 7

Kesimpulan .................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajarisubjek dari
segi kognitif, afektif dan perilau dalam kaitannya dangan proses hukum.Dengan kata lain
psikologi sebagai titik temu antara bidang psikologi dan bidangpenegakan hukum, psikologi
forensik adalah sebagai semua bentuk layanan psikologiyang di lakukan di dalam hukum.
Adapun klasifikasi proses untuk psikologi forensikmempunyai tiga fase, yaitu investigatif,
ajudikatif dan preventif.

Forensik Psikologi forensik mencakup sebagian besar jurusan dan bidang


psikologi,termasuk klinis, social, kognitif, pekembangan, neuropsikologis, dan behavioral.
Sehingga, webter’s new world dictionary (1988) mendefinisikan forensik sebagai sesuatuyang
khas, atau yang pas untuk peradilan hukum, perdebatan publik, atau argumentasiformal yang
menspesialisasikan diri atau ada hubungannya dengan aplikasi pengetahuanilmiah, terutama
pengetahuan medis, pada masalah masalah hukum, seperti padainvestigasi terhadap suatu tindak
kejadian kejahatan.Psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajarisubjek dari segi kognitif, afektif dan perilau dalam kaitannya dangan proses
hukum.Dengan kata lain psikologi sebagai titik temu antara bidang psikologi dan
bidangpenegakan hukum, psikologi forensik adalah sebagai semua bentuk layanan psikologiyang
di lakukan di dalam hukum.

B. Rumusan Masalah
1) menjelaskan tentang psikologi forensik?
2) menjelaskan tentang kasus-kasus psikolgi forensik?
3) menjelaskan ruang lingkup psikolgi forensik?
C. Tujuan Masalah
1) Dapat mengetahui tentang psikologi foresik?
2) Dapat mengetahui tentang kasus-kasus psikolgi foresik?
3) Dapat mengetahui tentang ruang lingkup psikolgi foresik?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Psikologi Forensik

Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek
dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Beberapa akibat dari kekhilafan
manusia yang mempengaruhi berbagai aspek dalam bidang hukum adalah penilaian yang bias,
ketergantungan pada stereotip, ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak adil.
Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya
sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang. Aspek penting dari psikologi forensik adalah
kemampuannya untuk mengetes di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa
legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat
dimengerti. Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi
psikologis ke dalam kerangka legal.

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyke yang artinya adalah jiwa dan logos
yang artinya ilmu pengetahuan. Namun demikian menurut Walgito (1997, h. 1-2) bahwa para
ahli kurang sependapat dengan pengertian psikologi tersebut sama dengan ilmu jiwa. Karena
ilmu jiwa di sini menurut Gerungan (dalam Walgito) adalah ilmu jiwa yang meliputi segala
pemikiran, pengetahuan, segala spekulasi mengenai jiwa itu sendiri. Karena ilmu jiwa itu belum
tentu psikologi, tetapi psikologi itu selalu ilmu jiwa, serta dalam mempelajari psikologi harus
dari sudut ilmu. Senada dikatakan oleh Morgan dkk (dalam Walgito 1997, h. 2) bahwa psikologi
adalah sebagai ilmu diperoleh dengan pendekatan ilmiah yang dijalankan secara sistematis
berdasarkan data empiris. Pengertian forensik berasal dari bahasa Yunani, yaitu forensis yang
bermakna debat atau perdebatan. Forensik di sini adalah bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains
(Wikipidia 2011). Xena (2007) mengatakan bahwa forensik adalah sebuah penerapan dari
berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah
sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Wijaya (2009)
mengungkapkan pengertian forensik adalah ilmu apa pun yang digunakan untuk tujuan hukum
dengan tidak memihak bukti ilmiah untuk digunakan dalam pengadilan hukum, dan dalam
penyelidikan dan pengadilan pidana. Ada beberapa disiplin ilmu yang memberikan wadah
khusus pada bidang forensik dalam penegakan hukum antara lain: ilmu fisika forensik, ilmu
kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik,
ilmu psikiatri forensik, komputer forensik (Wikipidia 2011).

2
Forensik juga berkembang dalam bidang akuntansi yang lebih dikenal dengan Akuntansi
Forensik (Endratna 2009). Forensik akuntansi lebih difokuskan mengenai bidang kejahatan
keuangan. Dijelaskan di atas bahwa psikologi juga memiliki bidang khusus hal-hal berkaitan
dengan hukum, yaitu psikologi forensik. Sebelumnya, psikologi di Indonesia hanya mengenal
lima bidang, yaitu psikologi perkembangan, industri, pendidikan, sosial, dan klinis. Padahal di
Eropa dan Amerika Serikat bidang psikologi sampai bidang psikologi forensik.

Psikologi forensik mulai tampak dan kelihatan ketika awal tahun 2000 dan berkembang
sampai saat ini. Salah satu contoh psikologi forensik di Indonesia mulai masuk ke penegakan
hukum, yaitu pada tahun 2003, dalam kasus Sumanto pemakan mayat asal Purbalingga.
Walaupun psikolog menyatakan bahwa Sumanto menderita gangguan jiwa/psikopat, akhirnya
ditempatkan di bangsal khusus penderita penyakit jiwa, yaitu Bangsal Sakura Kelas III. Namun
demikian, tetap diajukan ke sidang pengadilan dan dinyatakan bersalah. Pada tahun 2008 ilmu
psikologi berperan kembali.

Berdasarkan hasil tes psikologi dan hasil pemeriksaan tim kedokteran kejiwaan Polda
Jatim bahwa Ryan mengalami gangguan kejiwaan psikopatis (Prastyo, 2008). Psikologi forensik
menurut Putwain & Simon (dalam Probowati, 2008, h. 26) mendefinisikan psikologi hukum
adalah semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum. Sedangkan Brigham
(dalam Sundberg dkk, h. 357) mendefinisikan psikologi forensik adalah sebagai aplikasi yang
sangat beragam dari ilmu psikologi pada semua isu hukum atau sebagai aplikasi yang sempit dari
psikologi klinis pada sistem hukum. Dalam Webster’s New World Dictionary (1988) (dalam
Sundberg dkk, 2007, h. 358) mendefinisikan psikologi forensik adalah sesuatu yang khas atau
yang pas, untuk peradilan hukum, perdebatan publik, atau argumentasi formal yang
menspesialisasikan diri atau ada hubungannya dengan aplikasi pengetahuan ilmiah, terutama
pengetahuan medis, pada masalah-masalah hukum, seperti pada investigasi terhadap suatu tindak
kejahatan. Menurut Devi (dalam Byrne & Baron,2005, h. 217) menyatakan bahwa psikologi
forensik adalah studi berkaitan dengan persoalan hukum. Sedangkan Rizky (2009)
mendefinisikan psikologi forensik, semua pekerjaan psikologi yang secara langsung membantu
pengadilan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum, fasilitas-fasilitas kesehatan mental
koreksional, forensik, dan badan-badan administratif, yudikatif, dan legislatif yang bertindak
dalam sebuah kapasitas yudisial.

3
B. Hukum dan Psikologi Forensik

Tugas psikologi forensik pada proses peradilan pidana adalah membantu pada saat
pemeriksaan di kepolisian, di kejaksaan, di pengadilan maupun ketika terpidana berada di
lembaga pemasyarakatan. Gerak psikolog dalam peradilan terbatas dibanding dengan ahli
hukum. Psikolog dapat masuk dalam peradilan sebagai ahli sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan promosi kepada bidang hukum akan pentingnya
psikolog dalam permasalahan hukum sehingga dalam kasus-kasus pidana, ahli hukum
mengundang psikolog. Tanpa undangan aparat hukum, psikolog akan tetap berada di luar sistem
dan kebanyakan menjadi ilmuwan dan bukan sebagai praktisi psikolog forensik. Inti kompetensi
psikolog adalah asesmen, intervensi, dan prevensi. Hal yang membedakan psikolog forensik
dengan psikolog lainnya adalah konteks tempat ia bekerja. Psikolog forensik menerapkan
kompetensi asesmen, intervensi, dan prevensinya dalam konteks permasalahan hukum.

Seorang psikolog forensik dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan bagi pelaku


kejahatan untuk dianggap mampu mengambil tanggung jawab atas tindakannya. Ketentuan
dalam Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa menyatakan
bahwa seseorang tidak dapat dipidana karena perbuatannya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar adanya gangguan kejiwaan seorang pelaku.
Dengan adanya psikolog forensik, seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana benar-
benar dapat ditelaah terlebih dahulu, apakah benar-benar bersalah atau tidak, dan melalui
psikologi forensik dapat ditentukan hukuman apa yang paling sesuai terhadap pelaku tindak
pidana tersebut.

C. Ruang Lingkup Psikologi Forensik

Dari definisi, dapat dipahami bahwa psikologi forensik adalah pengembangan riset dan
aplikasi prinsip-prinsip psikologi di bidang hukum. Maka, untuk melihat ruang lingkupnya, kita
perlu mengkaji hubungan antara psikologi dan hukum. Psychology in Law, Psychology of Law,
dan Psychology and Law Psychology in Law adalah hubungan antara psikologi dan hukum yang
menunjukkan bahwa psikologi bisa memberikan kontribusi praktis dengan upaya penerapan
prinsip-prinsip psikologi di konteks hukum. Beberapa contohnya adalah: ahli psikologi menjadi
saksi ahli dalam peradilan, psikolog melakukan pemeriksaan psikologi dan psikodiagnostika
untuk memahami kondisi mental terdakwa, psikolog melakukan asesmen untuk menyusun
rekomendasi hak perwalian anak, dan ahli psikologi melakukan perancangan dan pengelolaan
rehabilitasi bagi narapidana dengan problem psikologis di lembaga koreksional.

4
Dalam hubungan ini, hukum dilihat memiliki daya yang lebih kuat dari psikologi; artinya,
hukum yang akan menentukan apakah kontribusi psikologi dibutuhkan atau tidak. Jika
dibutuhkan maka, ahli psikologi akan diberikan jalan untuk menerapkan prinsip-prinsip
psikologi, namun jika tidak maka psikologi tidak bisa memberikan kontribusi. Psyhology of Law
adalah bentuk hubungan psikologi dan hukum dimana psikologi memberikan penjelasan
mengenai berbagai komponen psikologis dari proses hukum. Dalam hal ini, psikologi dilihat
sebagai komponen yang lebih kuat dan mampu berikan kontribusi yang kuat pada hukum.
Psikologi mengkaji proses dan produk hukum, yang akan memberikan kontribusi untuk
mempengaruhi bagaimana hukum dapat mempengaruhi perilaku masyarakat. Beberapa masukan
dari proses kajiannya adalah: Kajian mengenai apakah hukuman mati dapat memberikan efek
jera dan berdampak pada penurunan kejahatan?

Bagaimana hukum dapat membentuk kepatuhan hukum dalam masyarakat?

Psychology and Law adalah hubungan dimana riset-riset psikologi dapat dikembangkan
dan hasilnya diterapkan pada bidang hukum. Dalam hal ini, hubungan antara psikologi dan
hukum dianggap setara, sehingga masing-masing punya kemampuan untuk memberikan dan
menerima. Psikologi bisa menawarkan berbagai riset terkait dengan hukum, untuk memberikan
masukan pada bidang hukum untuk mengoptimalkan prosesnya. Hubungan ini sering dilihat
sebagai riset psiko-legal.

Beberapa contoh risetnya adalah: penelitian tentang berbagai orang dan perannya terlibat
dalam proses hukum, seperti: hakim, pengacara, penuntut umum, terdakwa, saksi, dan korban.
karakter dan peran persepsi, atensi dan memori pada kesaksian faktor-faktor yang mempengaruhi
keakuratan kesaksian oleh saksi mata cara-cara mengidentifikasi kebohongan koreksi dan
rehabilitasi bagi pelaku pedofilia Perkembangan ilmu psikologi forensik sangat berkaitan erat
dengan motor risetnya. Semakin banyak riset psikologi forensik maka semakin banyak
pemahaman forensik yang dimiliki oleh psikologi forensik, dan pada akhirnya semakin
berkembang pemahaman dan terapan psikologi forensik yang dapat digunakan di konteks hukum
dan peradilan. Semakin kuat riset psikologi forensik maka semakin kuat posisi psikologi forensik
berhadapan dengan hukum.

Ketiga jenis hubungan ini menunjukkan bahwa psikologi dan hukum bisa bekerjasama
memberikan kontribusi dalam bidang forensik. Walaupun ada berbagai jenis kerjasama, namun
ketiga bentuk hubungan tersebut memberikan masukan berharga dalam harmoni kerja antara
psikologi dan hukum.

5
D. Contoh Kasus Psikologi Forensik
- Psikolog Forensik Ungkap Kasus Pelaku Pembunuhan Ayah dan Anak Terkait Motif
Bukan Gangguan Jiwa

Pakar Psikologi Forensik, Kasandra Putranto turut dihadirkan polisi dalam jumpa pers
kasus pembunuhan berencana ayah dan anak, Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili (54),
dan M Adi Pradana alias Dana (23), yang jenazahnya ditemukan terbakar di dalam mobil di
Sukabumi, Minggu (25/8/2019). Kasandra mengakui dirinya sempat memeriksa profil dalang
pembunuhan kasus ini yakni Aulia Kesuma (45) yang merupakan istreri muda korban Edi. "Tapi,
semua data yang saya miliki sangat mentah dan harus ada pemeriksaan lanjutan berikutnya," kata
dia di Mapolda Metro Jaya, Senin (2/9/2019).

Kasandra mengaku, sempat melakukan sedikit wawancara pada pelaku. "Saya masih
membutuhkan pemeriksaan yang lebih formal selanjutnya untuk bisa menganalisis psikologi
pelaku," katanya. Sehingga, dari profil psikologis itu bisa diketahui bagaimana yang
bersangkutan menyikapi atau bertanggung jawab atas perilaku yang disangkakan. "Namun saya
ingatkan bahwa perilaku kejahatan tidak selalu terkait dengan gangguan kejiwaan." "Bahwa itu
mungkin terkait dengan motif, ada kekhasan apakah ini dipengaruhi masalah ekonomi,
kemudian, masalah intelegensia atau emosi, juga putusan dan tuntutan, tapi tak selalu terkait
dengan gangguan kejiwaan," katanya. Ke depan, kata Kasandra, jika dibutuhkan polisi pihaknya
akan melakukan pemeriksaan psikologi atas pelaku pembunuhan berencana.

6
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara konsisten APA mendefinisikan dan menempatkan Psikologi Forensik pada


penekanan dalam pengembangan keterampilan klinis yang solid (matang). Meskipun training
khusus dalam bidang hukum dan Forensik Psikologi bisa dilakukan, namun kompetensi ini akan
berkembang dan dimiliki setelah keahlian di bidang klinis dikembangkan. Psikolog forensik
harus diikut sertakan dalam pemecahan kasus kriminal seperti pembunuha, pemerkosaan,
pencurian, dan sebagainya, karena kejahatan bisa timbul dari berbagai aspek, baik itu dari segi
psikis seseorang maupun niat, oleh karena itu psikolog forensik bisa menjadi detektif dalam
penegakan hukum di dunia.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Psikologi_forensik

http://www.damang.web.id/2011/06/psikologi-forensik.html?m=1

https://psikologiforensik.com/2017/12/11/apakah-psikologi-forensik/

https://fh-unkris.com/journal/index.php/binamulia/article/view/74

Anda mungkin juga menyukai