Anda di halaman 1dari 6

Binamulia Hukum Vol. 8 No.

2, Desember 2019

PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI SALAH SATU PROSES PEMIDANAAN

I Made Wirya Darma


Benyamin Nikijuluw
Magister Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar
email: dedukdd81@gmail.com

ABSTRAK
Tugas psikolog forensik pada proses peradilan pidana adalah membantu pada saat
pemeriksaan di kepolisian, di kejaksaan, di pengadilan maupun ketika terpidana berada di
lembaga pemasyarakatan. Gerak psikolog dalam peradilan terbatas dibanding dengan ahli
hukum. Psikolog dapat masuk dalam peradilan sebagai ahli sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Berdasarkan hal tersebut diperlukan promosi kepada
bidang hukum akan pentingnya psikolog dalam permasalahan hukum sehingga dalam
kasus-kasus pidana, ahli hukum mengundang psikolog. Tanpa undangan aparat hukum,
psikolog akan tetap berada di luar sistem dan kebanyakan menjadi ilmuwan dan bukan
sebagai praktisi psikolog forensik. Inti kompetensi psikolog adalah asesmen, intervensi, dan
prevensi. Hal yang membedakan psikolog forensik dengan psikolog lainnya adalah konteks
tempat ia bekerja. Psikolog forensik menerapkan kompetensi asesmen, intervensi, dan
prevensinya dalam konteks permasalahan hukum. Seorang psikolog forensik dibutuhkan
untuk melakukan pemeriksaan bagi pelaku kejahatan untuk dianggap mampu mengambil
tanggung jawab atas tindakannya. Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana menyatakan bahwa menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana
karena perbuatannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar
adanya gangguan kejiwaan seorang pelaku. Dengan adanya psikolog forensik, seseorang
yang diduga melakukan suatu tindak pidana benar-benar dapat ditelaah terlebih dahulu,
apakah benar-benar bersalah atau tidak, dan melalui psikologi forensik dapat ditentukan
hukuman apa yang paling sesuai terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

Kata Kunci: psikolog forensik, peran psikolog forensik, proses pemidanaan.

ABSTRACT
The task of forensic psychologists in criminal procedure is to assist examination at the
police, prosecutors, courts, as well as when the convicts are in a correctional facility. The
role of a psychologist in criminal procedure is limited compared to lawyers. A psychologist
in a criminal procedure may act as an expert witness pursuant to the rulings on Article 120
paragraph (1) and Article 133 paragraph (1) of the Law of the Republic of Indonesia Number
8 of 1981 on Criminal Code Procedures. Based on this, it is necessary to propose to the field
of law the importance of psychologists in legal matters, so that in criminal cases, legal
experts may invite psychologists. Without an invitation from legal apparatus, psychologists
will remain outside the system and mostly become scientists and not as practitioners of
forensic psychologists. The core competence of psychologists is assessment, intervention, and

PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw) 185
Binamulia Hukum Vol. 8 No. 2, Desember 2019

prevention. The distinguishes forensic psychologists from other psychologists is the context in
which they work. Forensic psychologists apply their competence of assessment, intervention
and prevention in the context of legal issues. A forensic psychologist is required to conduct
an examination for a criminal offence to be considered capable of taking responsibility for
his/her actions. The provision on Article 44 paragraph (1) of the Indonesian Criminal Code
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP) states that a person cannot be convicted
for his/her action and cannot be held responsible for such action should he/she be found to
have a mental disorder. With the presence of a forensic psychologist, a person suspected of
committing a crime can really be investigated first, whether he/she is truly guilty or not, and
through forensic psychology, the most appropriate punishment can be determined against
the perpetrators of the crime.

Keywords: forensic psychologist, the role of a forensic psychologist, criminal procedures.

PENDAHULUAN melakukan perbuatan pidana yang sangat


Latar Belakang mengerikan sehingga dia pantas mendapat
Mengungkap suatu tindak pidana, hukuman, namun pelaku kejahatan berpura-
seorang pelaku yang diduga melakukan pura menjadi orang gila. Selanjutnya dalam
tindak pidana untuk dapat dianggap mampu Pasal 44 ayat (2) KUHP, apabila hakim
mempertanggungjawabkan perbuatannya, memutuskan bahwa pelaku berdasar keadaan
dibutuhkan peran seorang psikolog forensik daya berpikir tersebut tidak dikenakan
untuk melakukan pemeriksaan terhadap hukuman, maka hakim dapat menentukan
kejiwaan pelaku. Ketentuan Pasal 44 ayat penempatan si pelaku dalam rumah sakit
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jiwa selama tenggang waktu percobaan yang
menyatakan bahwa seseorang tidak dapat tidak melebihi satu tahun. Hal ini bukan
dipidana karena perbuatannya dan tidak merupakan hukuman akan tetapi berupa
dapat dipertanggungjawabkan kepada orang pemeliharaan.
itu berdasar adanya gangguan kejiwaan Ketentuan Pasal 184 ayat (1)
seorang pelaku.1 menentukan salah satu alat bukti yang sah
Pada kenyataannya, seseorang yang adalah keterangan ahli.2 Keterangan ahli di
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam
pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana;
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat
atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit
jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (LN No. 76 Tahun 1981,
TLN No. 3258), Pasal 184 ayat (1) menyatakan bahwa:
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan Ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan Terdakwa

186 PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw)
Binamulia Hukum Vol. 8 No. 2, Desember 2019

sini seyogianya tidak saja dibutuhkan guna Metode Penelitian


pembuktian persidangan di pengadilan, Penelitian ini adalah penelitian yuridis
melainkan sebagai suatu proses yang harus normatif dengan menggunakan data sekunder
dilewati pada saat pemeriksaan di Kepolisian yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan
dalam proses penyidikan. Dalam proses hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
interogasi bertujuan agar pelaku mengakui Peraturan yang relevan guna membahas
kesalahannya, teknik lama yang digunakan dan menganalisis permasalahan yang
polisi adalah dengan melakukan kekerasan diangkat dalam penelitian ini adalah Kitab
fisik. Teknik ini banyak mendapatkan
Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-
kecaman karena orang yang tidak bersalah
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
dapat mengakui kesalahan akibat tidak tahan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan
dengan kekerasan fisik yang diterimanya.
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-
Teknik interogasi dengan menggunakan teori
Undang Hukum Pidana Tahun 2019.
psikologi dapat digunakan misalnya dengan
Penelitian hukum dalam hal ini norma kabur
teknik maksimalisasi dan minimalisasi.
terkait ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1)
Psikolog forensik dapat memberi pelatihan
kepada polisi tentang teknik interogasi yang KUHP menentukan bahwa seseorang yang
menggunakan prinsip psikologi. dianggap terganggu jiwanya tidak dapat
Adanya peran psikolog forensik dalam dimintakan pertanggungjawaban pidana
penyidikan suatu tindak pidana dinilai dan atas perbuatannya hanya dilakukan
cukup membantu dalam proses pencarian rehabilitasi atau dimasukkan ke rumah sakit
keadilan. Hal mana dikarenakan saat ini ada jiwa. Namun, dalam ketentuan Pasal 120
banyak tindak pidana yang sering terjadi, KUHAP tidak mengharuskan pemeriksaan
proses pengadilan di dalamnya tentu akan dan investigasi oleh seorang ahli psikolog
melibatkan banyak hal. Salah satunya adalah forensik dalam mendeteksi kejiwaan pelaku
keterangan ahli. Dengan adanya psikolog sebagai suatu tahapan yang harus dilakukan
forensik, seseorang yang diduga melakukan dalam proses pemeriksaan di Kepolisian.
suatu tindak pidana benar-benar dapat Hal ini menimbulkan kekaburan norma
ditelaah terlebih dahulu apakah benar-benar terkait peran psikolog forensik dalam proses
bersalah atau tidak dan melalui psikologi
pemidanaan,
forensik dapat ditentukan hukuman apa yang
Teknik pengumpulan bahan hukum
paling sesuai terhadap pelaku tindak pidana
dalam penelitian ini menggunakan teknik
tersebut.3
sistem kartu (card system) yaitu menelaah
Rumusan Masalah
peraturan-peraturan yang relevan, buku-
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas dapat dikemukakan rumusan masalah, buku atau bahan-bahan bacaan atau, karya
bagaimanakah peran psikolog forensik ilmiah para sarjana dan hasilnya dicatat
sebagai salah satu proses pemidanaan? dengan sistem kartu, hal ini dilakukan agar

3. Barzam, “10 Peran Psikologi Forensik Dalam Penyidikan Tindak Pidana,” https://dosenpsikologi.com/peran-
psikologi-forensik-dalam-penyidikan-tindak-pidana, diakses 13 Januari 2020.

PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw) 187
Binamulia Hukum Vol. 8 No. 2, Desember 2019

lebih memudahkan dalam penguraian, seorang terdakwa adalah berdasarkan dua


menganalisis, dan membuat kesimpulan dari (2) alat bukti yang sah, sesuai dengan KUHP
konsep yang ada. yang berlaku. Sementara aspek psikologis
Selanjutnya untuk menjawab persoalan lebih berperan dalam menentukan berapa
dalam penelitian ini, dianalisis dengan proses lama hukuman yang diterima terdakwa.
analisis melalui langkah-langkah deskripsi Pada kasus khusus, aspek psikologis sangat
dan argumentasi selanjutnya penyimpulan menentukan, misalkan seorang terdakwa
bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yang mengalami gangguan jiwa, maka
yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari hukuman tidak dapat diberikan, alias
data-data yang sifatnya umum ke khusus bebas.4 Hasil penelitian Probowati (2010)
untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu menunjukkan bahwa perilaku terdakwa
kebenaran sehingga memperoleh gambaran selama proses persidangan akan memberi
yang jelas tentang psikolog forensik sebagai andil lamanya seseorang dihukum. Semakin
salah satu proses pemidanaan. baik perilakunya, hukumannya cenderung
lebih ringan dibandingkan dengan
PEMBAHASAN berperilaku negatif selama persidangan.5
Selama ini peran ilmu psikologi Masuknya psikolog forensik sebagai
terhadap hukum lebih kepada yang bersifat salah satu proses dalam pemidanaan
prosedural terutama pada penyeleksian para membawa pembaruan hukum pidana
penegak hukum dan menjadi ahli dalam khususnya terhadap penegakan hukum
persidangan. Kurangnya peran serta dari yang efisien. Selama ini proses penegakan
para ilmuwan psikologi dalam aspek hukum hukum terhadap suatu tindak pidana mulai
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain dari proses pemeriksaan, penyelidikan,
karena kurangnya minat ilmuwan psikologi penyidikan, hingga persidangan di
untuk terlibat secara langsung dalam hukum. pengadilan dirasa memakan waktu yang
Peran psikologi forensik belum secara masif lama dan mengeluarkan biaya yang tidak
dan sistematis. Beberapa indikatornya sedikit yang harus ditanggung Negara. Hal
adalah belum ada jurnal psikologi forensik ini menjadi catatan penting, di mana seorang
yang diterbitkan berkala, belum banyak ahli terduga pelaku tindak pidana, yang sejatinya
psikologi forensik, dan belum terlihatnya tidak dapat mempertanggungjawabkan
sumbangsih psikologi forensik dalam perbuatannya, diadili dan pada akhirnya
penegakan hukum di Indonesia. Memang hanya direhabilitasi atau ditempatkan
harus diakui bahwa pertimbangan untuk di rumah sakit jiwa karena terbukti
menentukan bersalah atau tidak bersalahnya psikologisnya terganggu. Bilamana dalam

4. A. Meilela, “Perkembangan Psikologi Forensik di Indonesia,” dalam Seminar Kongres dan Workshop Asosiasi
Psikologi Forensik Indonesia, Semarang 16-17 November 2011.
5. Y. Probowati, “Psikologi Dalam Bidang Forensik di Indonesia,” dalam 50 Tahun Himpunan Psikologi Indonesia
(HIMPSI): Redefinisi Psikologi Indonesia Dalam Keberagaman, Ed. Supraktinya dan Tjipto Susana (Himpunan
Psikologi Indonesia, 2010) hlm. 374-399.

188 PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw)
Binamulia Hukum Vol. 8 No. 2, Desember 2019

proses pemidanaan dimasukkan psikolog masyarakat mampu mencegah perilaku


forensik sebagai salah satu proses yang kriminal. Pada tahap penanganan, yaitu
harus dilalui sebelum pelaku yang diduga ketika tindak kriminal telah terjadi,
melakukan tindak pidana diproses sampai psikologi dapat membantu polisi dalam
kejaksaan dan pengadilan, maka dalam mengidentifikasi pelaku dan motif pelaku
mengungkap suatu tindak pidana akan sehingga polisi dapat mengungkap pelaku
lebih cepat selesai hanya pada tahap di kejahatan. Misalkan dengan teknik criminal
kepolisian sehingga tidak akan memakan profiling dan geographical profiling.
waktu lama serta biaya ringan. Dalam hal Criminal profiling merupakan salah cara
ini, seorang pelaku yang diduga melakukan atau teknik investigasi untuk mengambarkan
tindak pidana, tidak akan menjalani proses profil pelaku kriminal, dari segi demografi
yang begitu panjang apabila dalam proses (umur, tinggi, suku), psikologis (motif,
di kepolisian setelah diperiksa oleh seorang kepribadian), modus operandi, dan setting
psikolog forensik ia dinyatakan tidak dapat tempat kejadian (scene). Geographical
dimintakan pertanggungjawaban pidana profiling yaitu suatu teknik investigasi yang
karena psikologisnya terganggu. Karena menekan pengenalan terhadap karakteristik
indikator penegakan hukum yang baik dalam daerah, pola tempat, setting kejadian tindakan
perspektif psikologi adalah adanya perubahan kriminal, yang bertujuan untuk memprediksi
perilaku pelaku pidana ke arah yang lebih tempat tindakan kriminal dan tempat tinggal
baik, artinya pelaku tidak melakukan pelaku kriminal sehingga pelaku mudah
perbuatan melanggar hukum. Apabila pelaku ditemukan. Pada tahap pemidanaan, psikolog
tindak pidana tidak mengalami perubahan memberikan penjelasan mengenai kondisi
setelah dilakukan proses rehabilitasi di psikologis pelaku kejahatan sehingga hakim
lembaga pemasyarakatan (LP), maka proses menjatuhkan hukuman (pemidanaan) sesuai
hukum belum dikatakan optimal dan efektif. dengan alat bukti dan mempertimbangkan
Jika dilihat dari proses tahapan motif/kondisi psikologis pelaku kejahatan.6
penegakan hukum, psikologi berperan Pemidanaan adalah memperbaiki kerusakan
dalam empat tahap, 1) pencegahan individual dan sosial yang diakibatkan
(deterrent); 2) penanganan (pengungkapan tindak pidana.
dan penyidikan); 3) pemidanaan; dan 4) Ada beberapa teori yang terkait dengan
pemenjaraan. Pada tahap pencegahan, tujuan pemidanaan. Pertama, teori retributif
psikologi dapat membantu aparat penegak (balas dendam), teori ini mengatakan bahwa
hukum memberikan sosialisasi dan setiap orang harus bertanggung jawab atas
pengetahuan ilmiah kepada masyarakat perilakunya, akibatnya dia harus menerima
bagaimana cara mencegah tindakan hukuman yang setimpal. Kedua, teori
kriminal. Misalkan, psikologi memberikan relatif (tujuan). Teori ini bertujuan untuk
informasi mengenali pola perilaku kriminal, mencegah orang melakukan perbuatan
dengan pemahaman tersebut diharapkan jahat. Teori ini sering disebut dengan

6. Ivan M. Muhammad Agung, “Kontribusi Psikologi Dalam Penegakan Hukum di Indonesia,” dalam Milla, Bunga
Rampai Psikologi: Kontribusi Psikologi untuk Bangsa Keislaman dan Keindonesiaan (Riau: Al-Mujtahadah Press
Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau, 2010) hlm. 67-90.

PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw) 189
Binamulia Hukum Vol. 8 No. 2, Desember 2019

teori deterrence (pencegahan). Ada dua DAFTAR PUSTAKA


jenis teori relatif, yaitu teori pencegahan Buku
dan teori penghambat. Teori pencegahan Probowati, Y. “Psikologi Dalam Bidang
dibagi dua, yaitu pencegahan umum, Forensik di Indonesia.” dalam 50
Tahun Himpunan Psikologi Indonesia
efek pencegahan sebelum tindak pidana
(HIMPSI): Redefinisi Psikologi
dilakukan, misalnya melalui ancaman dan
Indonesia Dalam Keberagaman.
keteladanan, dan pencegahan spesial, efek
Ed. Supraktinya dan Tjipto Susana.
pencegahan setelah tindak pidana dilakukan. Himpunan Psikologi Indonesia. 2010.
Sementara teori penghambatan, yaitu bahwa Milla. Bunga Rampai Psikologi: Kontribusi
pemidanaan bertujuan untuk mengintimidasi Psikologi untuk Bangsa Keislaman dan
mental pelaku agar pada masa datang tidak Keindonesiaan. Riau: Al-Mujtahadah
melakukannya lagi. Press Fakultas Psikologi UIN SUSKA
Ketiga, behaviouristic, teori ini berfokus Riau. 2010.
pada perilaku. Teori ini dibagi dua, yaitu Perundang-Undangan
incapacitation theory, pemidanaan harus Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum
dilakukan agar pelaku tidak dapat berbuat
Acara Pidana (LN No. 76 Tahun 1981,
pidana lagi dan rehabilitation theory, yaitu
TLN No. 3258)
pemidanaan dilakukan untuk memudahkan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
melakukan rehabilitasi.7 Makalah
Meilela, A. “Perkembangan Psikologi
PENUTUP Forensik di Indonesia.” dalam Seminar
Peran psikolog forensik sebagai salah Kongres dan Workshop Asosiasi
satu proses dalam pemidanaan membawa Psikologi Forensik Indonesia. Semarang
pembaruan hukum pidana khususnya 16-17 November 2011.
terhadap penegakan hukum yang efisien, Internet
karena indikator penegakan hukum yang Barzam. “10 Peran Psikologi Forensik Dalam
Penyidikan Tindak Pidana.” https://
baik dalam perspektif psikologi adalah
dosenpsikologi.com/peran-psikologi-
adanya perubahan perilaku pelaku pidana ke
forensik-dalam-penyidikan-tindak-
arah yang lebih baik. Artinya, pelaku tidak
pidana. Diakses 13 Januari 2020.
melakukan perbuatan melanggar hukum. Sunarmi. “Membangun Sistem Peradilan di
Semakin cepat pengungkapan suatu tindak Indonesia.” Makalah Fakultas Hukum
pidana, sistem pemidanaan akan semakin Universitas Sumatera Utara. Medan:
efektif. Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. 2004. http://repository.usu.
ac.id/bitstream/perdata-sunarmi3.pd.
Diakses 29 November 2019.

7. Sunarmi, “Membangun Sistem Peradilan di Indonesia,” Makalah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
(Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2004), http://repository.usu.ac.id/bitstream/perdata-
sunarmi3.pd, diakses 29 November 2019.

190 PSIKOLOG FORENSIK SEBAGAI... (I Made Wirya Darma dan Benyamin Nikijuluw)

Anda mungkin juga menyukai