Anda di halaman 1dari 4

A.

Pembuktian Pelaku
Hukum pembuktian merupakan kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian,
yaitu segala proses dengan menggunakan alat bukti yang sah dan dilakukan tindakan dengan
prosedur khusus guna mengetahui fakta-fakta yuridis di persidangan, system yang dianut
dalam pembuktian, syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim
untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.
1. Sistem Pembuktian
Sistem pembuktian adalah mengatur tentang macam-macam alat bukti yang boleh
dipergunakan, penguraian alat bukti, dan cara bagaimana alat tersebut dapat
dipergunakan serta dengan cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinannya di
depan sidang pengadilan.
Di dalam teori terdapat 2 sistem pembuktian sebagai berikut :
a. Sistem Pembuktian Positif (Positive wetelijk) adalah sistem pembuktian yang
menyadarkan diri pada alat bukti saja yang telah di tentukan oleh undang-undang
 Seorang terdakwa dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana hanya
didasarkan pada alat bukti yang sah
 Alat bukti yang ditetapkan undang-undang adalah penting. Keyakinan hakim
sama sekali diabaikan
 Pada pokoknya apabila seorang terdakwa sudah memenuhi cara pembuktian
dan alat bukti yang sah, maka terdakwa dinyatakan besalah dan harus dipidana
 Seorang hakim laksana robot yang menjalankan undang-undang. Namun ada
kebaikan dalam sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha
membuktikan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga
benar-benar objektif. Artinya, menurut cara dan alat buktiyang elah ditentukan
oleh undang-undang.
 Sistem pembuktian positif yang dcari adalah kebenaran foral. Oleh karena itu,
sistem pembuktian ini dipergunakan dalam hukum acara perdata.
b. Sistem Pembuktian Negatif (negative wettelijk)
Hakim dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa
trlihat oleh alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan hakim
sendiri.sehingga di dalam sistem negatif terdapat dua hal yang merupakan syarat
untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yaitu :
 Wettelijk, yaitu adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undang-
undang
 Negative, adanya keyakinan (nurani) dari hakim, yakni berdasarkan bukti-
bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa
Alat bukt yang telah ditentukan undang-undang tidak bisa ditambah dengan alat bukti lain,
serta berdasarkan alat bukti yang diajukan di persidangan seperti yang ditentukan oleh
undang-undang belum bisa meaksa seorang hakim menyatakan terdakwa bersalah telah
elakukan tindak pidana yang di dakwakan.
Dalam KUHP sistem pembuktian diatur dalam pasal 183 yang berbunyi “Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada sesorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Dari pasal tersebut, putusan hakim
didasarkan dua syarat yaitu minimum dua alat bukti dan dari alat bukti tersebut, hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

KUHP menganut sistem pembuktian negatif wettelijk. Minimum pembuktian, yakni dua alat
bukti yang bisa disampingi degan satu alat bukti untuk pemeriksaan perkara cepat yang diatur
dalam pasal 205 sampai pasal 216 KUHAP. Jadi, menurut penjelasan pasal 184 KUHAP,
pemeriksaan perkara cepat cukup dibuktikan dengan alat bukti dan keyakinan hakim.

B. Asas Legaitas
Asas legalitas dalam pasal 1 ayat 1 KUHP menganut ajaran legalistik formal yang
kurang sesuai dengan nilai kehidupan masyarakat yang juga mengakui hukum adat atau
hukum tidak tertulis sesuai dengan ajaran legalistik material. Asas legalitas (principle of
legality) dalam bahasa latin dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praveia leege
poenali yang memiliki arti tidak ada suatu perbuatan dapat di pidana kecuali atas peraturan
perundang undangan yang ada sebelum perbuatan dilakukan. Adagium tersebut sebenarnya
berasal dari Von Feuerbach, sarjana hukum pidana Jerman (1775-1833).
Asas legalitas dipandang sebagai asas terpenting dalam hukum pidana ndonesia,
karena telah diatur dalam KUHP sebagai induk hukum pidana. Buku I (satu) KUHP tentang
ketentuan umum, membawa konsekuensi bahwa ketentuan asas legalitas itu berlaku terhadap
kejahatan yang diatur dalam buku II maupun pelanggaran dalam buku III KUHP. Pada
umunya asas legalitas mengatur tentang ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu dan
sumber atau dasar hukum (dasar legislasi) dapat dipidanannya suatu perbuatan. Perumusan
asas legalitas dalam pasal 1 KUHP (WvS) terdiri dari 2 ayat yakni :
1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dala
perundnag-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan
2. Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai
aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

C. Menghilangkan Nyawa Orang Lain


Pembunuhan adalah suatu tindak pidana untuk menghilangkan nyawa seseorang
dengan cara melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya
dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam,
membela diri, dan lain sebagainya. Pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang
lain yang mngakibatkan hilangnya nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja.
1. Kejahatan Terhadap Nyawa
Menurut W.J.S Poerwadarminta, pembunuhan secara terminologi adalah perkara
membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP, pembunuhan adalah kesengajaan
menghilangkan nyawa orang lian. Berdasarkan definisi tersebut, maka tindak pidana
pembunuhan dianggap sebagai delik materiil bila delik tersebut selesai dilakukan oleh
palakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh
Undang-Undang. Jenis tindak pidana menurut pasal 338 sampai pasal 350 yaitu :
 Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP)
Pada pembunuhan biasa ini, pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi
atau hukuman pidanya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun.
 Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339 KUHP)
 Pembuuhan berencana
Pembunuhan berencana diatur dalam pasal 340 KUHP “Barangsiapa sengaja dan
dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan encana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
 Pembunuhan bayi oleh ibunya (kinder-doodslag)
Ancaman sanksi pidana pada pembunuhan biasa terhadp bayi (pasal 341 KUHP). Hal
ini didasari pada adanya perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan
pembunuhan.
 Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana (kinder-moord)
 Pembunuhan atas pemintaan sendiri
Pembunuhan ini diatur dalam pasal 340 KUHP yang rumusannya sebagi berikut :
“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itusendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.”
 Penganjuran agar bunuh diri
Dalam pasal 345 KUHP pengajuan agar bunuh diri berbunyi “Barangsiapa dengan
sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbbuatan itu
atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun apabila orang tersebut jadi bunuh diri”
 Pengguguran Kandungan
Tindak pidana pengguguran terhadap janin dibagi menjadi 2 macam, yatu :
a. Dilakukan sendiri
b. Dilakukan oleh orang lain
2. Unsur Tindak Pidana
Pada dasarnya, tindak pidana adalah tindakan manusia dengan berbuat suatu atau dengan
tidak berbuat sesuatu yang bertantangan dengan suatu peraturan perundang undangan
tertentu dan adanya sanksi bagi siapa saja yang melanggar. Terdapat 2 unsur dala tindak
pidana yaitu Unsur Objekti dan Subjektif.
Unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan
diri pelaku termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur yang berhubungan dengan keadaan, yaitu di dalam
keadaan tindakan pelaku harus dilakukan.
Unsur subjektif dari suatu tindak pidana yakni :
 Kesengajaan atau ketidaksengajaan
 Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pooging seperti yang
dimaksud pada pasal 53 ayat 1 KUHP
 Macam macam maksud (oogmerk) misanya kejahatan pencurian, pemerasan,
penipuan.
 Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti, yang terdapat
dalam pasal 340 KUHP yaitu kejahatan pembunuhan.
 Perasaan takut vress seperti di dalam rumusan tindak pidana yang terdapat pada
pasal 308 KUHP
Unsur – unsur objektif dari suatu tindak pidana :
 Sifat melanggar hukum
 Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam
kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau
komisaris” di dalam kejahatan pasal 398 KUHP
 Kualitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu
kenyataan sebagai akibat.

Anda mungkin juga menyukai