PEMBAHASAN
akan menuliskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Tugas Hakim. Tugas hakim
adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapkan
kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku, serta
kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat
berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak mana pun,
memperhatikan segala aspek didalamnya yaitu, surat dakwaan, fakta-fakta hakim dalam
1
Wildan Suyuthi Mustofa, “Kode Etik Hakim, Edisi Kedua”, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), hlm 74
2
Rimdan, “kekuasaan kehakiman”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 36
3
Bambang Waluyo, “Pidana dan Pemidanaan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 80
46
47
Selain itu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP seorang hakim dalam hal
menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga
hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan terdakwahlah yang bersalah melakukannya. Ketentuan Pasal 183 KUHAP,
ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi seseorang (penjelasan
Pasal 183 KUHAP). Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, mempunyai
maksud, yaitu minimal dua alat bukti dari alat bukti yang sah menurut KUHAP,
alat bukti yang sah menurut KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
mengenai alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi, (b).
Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal
yang secara umum diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan. 4
Dengan demikian untuk dapat melihat apakah putusan hakim tersebut telah
sesuai atau tidak dengan tindak pidana yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum,
maka menurut Sudarto putusan hakim merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga
hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga
putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis
sebagai berikut:
1) Pertimbangan yuridis
ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil. Hakim secara yuridis, tidak boleh
menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti
yang sah dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan Ahli ; (c) Surat; (d)
Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga
tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain itu dipertimbangkan pula bahwa perbuatan
terdakwa melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
dilakukan.
2) Pertimbangan filosofis
4
Satjipto Rahardjo, “Bunga Rampai Permasalahan dalam Sistem Peradilan Pidana”,
(Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1998), hlm 11
48
terdakwa melalui proses pemidanaan. Hal ini bermakna bahwa filosofi pemidanaan
adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga setalah terpidana keluar dari
kejahatan lagi.
3) Pertimbangan sosiologi
didasarkan pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan bahwa pidana yang
Pertimbangan Yuridis
ALS Bin Lie Julia terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana perbuatan
yang dilakukan terdakwa di atur dan di ancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1)
sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau
5
Sudarto, “Kapita Selekta Hukum Pidana”, (Bandung: Alumni, 1986), hlm 67
6
Lilik Mulyadi, “Hukum Acara Pidana Indonesia”, hlm 193
49
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun
mempertimbangkan dakwaan jaksa penuntut umum yang terbukti menurut hukum yaitu
adalah untuk menunjukkan tentang subyek pelaku delik, yakni subyek hukum atau pelaku
tindak pidana. Pengertian “barang siapa” artinya setiap orang dapat merupakan pelaku
tindak pidana.
Bahwa yang diajukan dalam persidangan dalam perkara ini adalah orang
bernama Agus Susanto Als Aping Bin Lie Julai dengan segala identitasnya yang tersebut
dalam surat dakwaan sebagaimana tercantum diawal surat tuntutan pidana ini, yang mana
pada awal persidangan ini identitas terdakwa telah diteliti dengan seksama oleh Hakim
Ketua Majelis dimana identitas tersebut telah dibenarkan pula oleh terdakwa sebagai
identitas jati dirinya. Selanjutnya tentu saja yang dimaksud adalah orang yang dapat atau
subjek hukum yang dimana perbuatannya dapat menimbulkan akibat hukum, pada
perkara ini terdakwa melakukan tindak pidana pemerasan yang disertai ancaman yang
melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHPidana.Berdasarkan analisis di atas, penulis akan
Agus Susanto ALS Aping Bin Lie Julai melakukan tindak pidana pemerasan di
mana terdakwa melakukannya di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec.
Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17). Bahwa terdakwa Agus Susanto
Keterangan dari terdakwa Agus Susanto Bin Lie Julai membenarkan identitas-
identitas yang ada pada surat dakwaan. Terdakwa mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang di ajukan oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut umum dan Penasehat
hukumnya.
1. Unsur Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada hari sabtu, 08
September 2018 sekira jam 02.30 WIB bertempat Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel.
Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17) terdakwa Agus
Susanto Als Aping Bin Lie Julai telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap saksi
Herianto Bin M. Karman. Awalnya terdakwa melihat mobil yang dikendarai oleh saksi
Herianto Bin M.Karman melintas di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec.
Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17), selanjutnya terdakwa langsung
mendekati mobil truk yang sedang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman dengan
tersebut, setelah mobil truk yang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman berhenti
selanjutnya terdakwa meminta uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman, kemudian
saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,-
51
(dua ribu rupiah). Maka dengan demikian “unsur dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum” telah terbukti.
Menurut kesaksian Agus Susanto Bin Lie Julai pada hari sabtu 08 September
2018 sekira jam 02.30 Wib bertempat di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja
tersebut saksi selaku anggota kepolisian Polres Prabumulih sedang melakukan giat rutin
Patroli Sat Gas Peman Jalan dari jalan lingkar menuju arah kota Prabumulih dengan
Menurut saksi M. Darmantoni, pada saat itu terdakwa Agus Susanto yang
sedang berdiri ditengah jalan didekat mobil truk memberhentikan mobil truk yang
dikendarai korban tersebut sambil memegang sesuatu ditangannya dan menerima uang
terdakwa meminta uang kepada korban sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah), dan
terdakwa meminta lagi dengan kembali mengancam meminta tambah lagi Rp. 20.000,-
Persidangan.
- Uang sebesar Rp. 24.000,-(dua puluh empat ribu rupiah) dalam pecahan uang
Rp. 2000,- (dua ribu rupiah) sebanyak 2 (dua) lembar dan pecahan uang Rp.
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada awalnya saksi Herianto
Bin M. Karman sedang mengendarai mobil truk PS Canter yang bermuatan semen
menuju Palembang, pada saat diperjalanan tepatnya di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja
Kel. Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17), tiba-tiba
memberhentikan mobil truk yang sedang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman,
terdakwa mengatakan kepada saksi “minta duit kulu idak ngejuk ku lempar dengan
batu ni” dikarenakan saksi Herianto Bin M. Karman merasa takut terhadap terdakwa,
selanjutnya saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar
Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah), maka dengan demikian “Unsur Memaksa seorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu” telah terbukti.
telah memberhentikan mobil truk miliknya. Terdakwa mengatakan kepada saksi “minta
3. Unsur yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau
barang bukti yang ada dipersidangan di peroleh fakta bahwa pada hari Sabtu 08
September 2018 sekira jam 02.30 WIB bertempat di Jl. Raya Prabumulih Batu Raja Kel.
Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih (Depan SDN 17) terdakwa Agus
Susanto Als Aping Bin Lie Julai telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap saksi
Bahwa setelah mobil truk yang dikendarai oleh saksi Herianto Bin M. Karman
berhenti selanjutnya terdakwa meminta uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman,
kemudian saksi Herianto Bin M. Karman memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah). Setelah terdakwa melihat uang yang diberikan oleh saksi
Herianto Bin M. Karman berikan sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) selanjutnya
terdakwa meminta tambah uang kepada saksi Herianto Bin M. Karman sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah), maka dengan demikian “Unsur yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun
Pada hari Sabtu 08 September 2018 sekira jam 02.30 Wib bertempat di Jl. Raya
Prabumulih Batu Raja Kel. Sukaraja Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih bahwa
terdakwa Agus Susanto telah melakukan tindak pidana pemerasan.Bahwa setelah melihat
uang yang diberikan oleh saksi korban sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) selanjutnya
Menimbang hal ini maka Majelis Hakim memakai Pasal 368 ayat (1) tentang
pemerasan yang disertai ancaman kekerasan yang berbunyi: “Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau
supaya membuat hutang atau penghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP seorang hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan jika terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan dua alat bukti yang sah itu
keputusannya. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa alat bukti yang sah itu adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan
Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa dan Hal yang secara umum sudah
Maka dalam perkara ini Hakim sebagai pemutus perkara menjatuhkan pidana
dengan menggunakan dua alat bukti yaitu, Keterangan terdakwa Agus Susanto bin Lie
Julai dan keterangan sakis-saksi lainnya, selain itu terdapat barang bukti yang berupa
berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi,
Pertimbangan Sosiologis
pendidikan, lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan, serta mengetahui motif terdakwa
mengapa terdakwa melakukan suatu tindak pidana. Selain latar belakang dari terdakwa,
pertimbangan yang tidak bisa diabaikan adalah, seberapa dampak yang dialami
masyarakat akibat tindak pidana yang dilakukan dan keadaan masyarakat pada saat tindak
karena dasar yuridis Pasal 368 Ayat (1) KUHPidana tentang pemerasan yang disertai
7
M. Solly Lubis, “Landasan dan Teknik Perundang-undangan”, (Bandung: Penerbit CV
Mandar Maju, 1989), hlm 6-9
56
ancaman maka, menyatakan bahwa Agus Susanto Als Aping Bin Lie Julai terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Dengan
Pengadilan Negeri Prabumulih menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Pidana itu tentunya jauh dari pidana
maksimal. Tujuan hakim menjatuhkan pidana ialah agar terdakwa sadar akan
Pertimbangan Filosofis
dianggap hukuman yang pantas bagi terdakwa karena hakim tidak boleh berperan
8
M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm 20
9
Bagir Manan, “Dasar-dasar Pertimbangan Undang-undangan Indonesia”, (Jakarta:
Penerbit Ind-Hill.co, 1992), hlm 14-17
57
penjatuhan pidana selama 1 tahun 6 bulan sudah sesuai dan efektif, karena semua unsur
dalam Pasal 368 ayat (1) KUHPidana telah terpenuhi dan hakim telah menjatuhkan
hukuman pidana selama 1 tahun 6 bulan jauh dari ancaman pidana yang ada di dalam
KUHPidana hal ini pertimbangan hakim melalui pertimbangan yuridis. Dan melalui
pertimbangan sosiologis hakim telah melihat hal-hal yang memberatkan terdakwa dan
hal-hal yang meringankan terdakwa, kemudian terdakwa juga mengakui terus terang dan
kebenaran dan keadilan terhadap korban terdakwa dengan berupa pemberian sanksi
filosofsi dengan mewujudkan rasa keadilan terhadap korban dan terdakwa, dengan
pemberian berupa sanksi pidana penjara 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa sehingga
putusannya mewujudkan rasa keadilan terhadap korban dan khususnya masyarakat pada
umumnya.
Nomor 222/Pid.B/2018/PN.Pbm
sanksi pidana dengan pidana penjara 1 Tahun 6 bulan. Dalam Islam juga mengenal
tentang sanksi pidana disebut uqubah. Uqubah atau hukuman adalah pembalasan yang
syariat (Allah dan Rasul-Nya).10 Maslahah atau mewujudkan tujuan hukum Islam yang
10
Mardani, “Hukum Pidana Islam”,(Jakarta: Prenada Media Group, 2019), hlm 48
58
berupa memelihara agama, jiwa, akal budi, keturunan, dan harta kekayaan. 11Penerapan
yang dilarang oleh agama Islam, karena salah satu tujuan disyariatkannya hukum Islam
untuk kemaslahatan manusia baik didunia maupun diakhirat. Jadi sanksi hukuman bagi
jarimah Pemerasan yang disertai Ancaman ini dapat diberikan kepada pelaku adalah
hukuman ta’zir karena perbuatan yang memerangi atau seseorang yang bermaksiat
kepada Allah Swt. Hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerasan adalah Hukuman
ta’zir seperti pidana pengasingan, kurungan atau penjara.12 Islam mempunyai proses
penyelesaian perkara dilihat dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
فَ ََل,ضى إِّلَيْكَ َر ُج ََل ِّن َ َّللا صلى هللا عليه وسلم ( إِّذَا تَقَا ِّ سو ُل َ ه ُ ع ْن َع ِّلي ٍ رضي هللا عنه قَا َل قَا َل َر َ َو
ُاضيًا بَ ْعدُ ) َر َواه َ ْ
ِّ ي ف َما ِّزلتُ قَ ٌّ ع ِّل َ
َ ضي قا َل ْ َ
ِّ ْف تق َ
َ ف تد ِّْري كي َ َ س ْو َ ْ َ َ َ َ ه
َ ف, َحتى ت ْس َم َع كَل َم اْلخ َِّر,ض ِّلْل هو ِّل َ ْ ِّ ت َ ْق
ص هح َحهُ اِّبْنُ ِّحبهانَ َولَهُ شَا ِّهدٌ ِّع ْندَ ا َ ْل َحا ِّك ِّم ِّم ْن َ َو,يُّ ِّ َوقَ هواهُ اِّبْنُ ا َ ْل َمدِّين,ُسنَهي َو َح ه ُّ َواَلتِّ ْر ِّم ِّذ,َ َوأَبُو د َُاود,ُأَحْ َمد
هاس َ ث اِّب ِّْن
ٍ عب ِّ َحدِّي.
Artinya : “Dari Ali Ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda: apabila dua orang meminta
keputusan hukum kepadamu, maka janganlah memutuskan keputusan untuk orang
pertama sebelum engkau mendengar keterangan orang kedua agar engkau mengetahui
bagaimana harus memutuskan hukum” Ali berkata: setelah itu aku selalu menjadi hakim
yang baik.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Hadis hasan menurut Tirmidzi, dikuatkan oleh Ibnu al-Madiny, dan dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban. Dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa ketika seorang yang
diminta memutus perkara, atau lebih tepatnya hakim misalnya. Maka ia haruslah
mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak yang berselisih. Hal itu ditujukan agar
11
Marsaid, “Perlindungan Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqasid
Asy-Syari’ah)”, (Palembang: NoerFikr, 2015), hlm 7
12
Djazuli, “Fiqih Jinayah”, (Jakarta: Rajawali Hutan, 2002), hlm 165
59
keterangan mengenai selisih tersebut menjadi seimbang sehingga hakim dapat menilai
kebenaran itu dan dapat meminimalisir kesalahan. 13Landasan hukum peradilan dalam Al-
علَ ٰى أ َ ْنفُ ِّس ُك ْم أ َ ِّو ْال َوا ِّلدَ ْي ِّن َو ْاْل َ ْق َربِّينَ ۖ إِّ ْن يَ ُك ْن
َ ّلِل َولَ ْو ِّ يَا أَيُّ َها الهذِّينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ هو ِّامينَ بِّ ْال ِّقس
ُ ْط
ِّ ش َهدَا َء ِّ ه
اّلِلُ أ َ ْولَ ٰى بِّ ِّه َما ۖ فَ ََل تَت ه ِّبعُوا ْال َه َو ٰى أ َ ْن ت َ ْع ِّدلُوا ۖ َوإِّ ْن ت َْل ُووا أ َ ْو ت ُ ْع ِّرضُوا فَإِّ هن ه
َّللاَ َكانَ ِّب َما يرا فَ ه ً غنِّيًّا أَ ْو فَ ِّق
َ
ً ت َ ْع َملُونَ َخ ِّب
يرا
Artinya :"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan." (Q.S. An-Nisa: 135)
tiga pedoman garis hukum dalam peradilan islam. Pertama, menegakkan keadilan adalah
kewajiban orang-orang yang beriman. Kedua, setiap mukmin apabila menjadi saksi ia
oleh terdakwa terhadap korban. Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang
tidak ditentukan oleh Al-Qu’an dan Hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak manusia yang berfungsi memberi pelajaran kepada si
yang menjelaskan bahwa hukuman ta’zir ini oleh Islam diserahkan sepenuhnya kepada
hakim Islam, akan tetapi dengan memperhatikan kepada hukum-hukum positif. Hukuman
ta’zir ini bukan semata-mata hanya pencambukan saja, tetapi juga bisa dengan hukuman
lain, seperti dengan hukuman penjara, pengasingan dan lain sebagainya. Hukuman
13
Kitab Memutuskan Perkara. Bab I: Tentang Memutuskan Perkara – Hadits Ke-1159
60
penjara dalam pandangan pidana Islam berbeda dengan pandangan hukum positif.
Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman utama, tetapi hanya
dianggap hukuman pilihan, sedangkan dalam hukum positif penjara dipandang sebagai
Dalam hukuman ta’zir terdapat dua jenis hukuman yaitu: hukuman penjara dan
hukuman pengasingan. Hukuman penjara dibedakan menjadi dua yaitu
hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi
secara tegas. Menurut Syafi’iyah, batas maksimalnya adalah satu tahun, dan
hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya dan berlangsung terus
sampai si terhukum meninggal dunia atau bertaubat. Hukuman ini dapat disebut
juga dengan hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan hukuman pengasingan
ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan dapat memberikan
pengaruh buruk terhadap masyarakat. Dengan diasingkannya pelaku, mereka
akan terhindar dari pengaruh tersebut. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa
pengasingan tidak boleh dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan
jarimah zina yang merupakan hukuman had. 15
Berdasarkan penjelasan di atas maka tinjauan hukum pidana Islam dan hukum
positif terhadap perkara Nomor 222/Pid.B/2018/Pn.Pbm tidak sesuai dengan hukum yang
ditetapkan. Hukuman yang pantas untuk pelaku tindak pidana pemerasan yang disertai
ancaman itu termasuk ke dalam jarimah hudud, yaitu jarimah hirabah. Namun
pemerasan yang disertai ancaman di Indonesia diatur melalui ta’zir, yaitu penentuan
hukumannya diatur oleh Ulil Amri. Hukuman yang pantas untuk pelaku pemerasan yaitu
Hukuman ini dilakukan sampai pelaku bertubat dan di tempat pengasingannya ia harus
diawasi agar jangan sampai melarikan diri. Sehingga hukuman ini dapat memberikan rasa
keadilan bagi para korban dan masyarakat serta memberikan efek jera bagi para pelaku
14
Sudarsono, “Asas-asas Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 548
15
Nurul Irfan, dan masyrofah, “Fiqih Jinayah”, (Jakarta: Amzah, 2018), hlm 152-155
61