Anda di halaman 1dari 6

Analisis Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

(Putusan Nomor 103/Pid.B/2020/PN Ktn)

Faishal Azzawaddin Bastianto


19410637

Fakultas Hukum
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2022

Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara hukum, negara hukum lahir menjadi gagasan
dalam perjuangan hak asasi manusia.1 Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat dalam
diri manusia yang bersifat kodrati. Oleh karena itu, negara harus hadir untuk menghormati
dan melindungi. Sebagai negara hukum maka di samping adanya perlindungan hak asasi
manusia, juga adanya proses peradilan yang tidak memihak untuk mengatur persamaan setiap
orang di hadapan hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang terhadap
penyalahgunaan wewenang pihak yang berkuasa. Salah satu penerapan dalam negara hukum
yaitu dalam aturan yang berkepastian, bersifat mengikat untuk mencapai keadilan dan
perlindungan salah satunya melalui hukum pidana.
Hakim sebagai pejabat yang berwenang mengadili dan memutus kedudukan hukum
seseorang haruslah memiliki kekuasaan yang merdeka. Yang dimaksud kekuasaan yang
merdeka adalah menuntaskan perselisihan secara imparsial dari aturan yang berlaku, maka
hakim dalam memutuskan setiap perkara tidak boleh terpengaruh oleh pihak manapun dan
harus mandiri serta bebas dalam mengambil keputusannya. Adapun putusan hakim dalam
mengadili perkara dapat bersumber melalui Selain Undang-Undang. Yakni yurisprudensi;
landmark decision berdasarkan praktik alami peradilan; dan rumusan hasil rapat pleno kamar
yang ditetapkan otoritas para hakim dalam bentuk SEMA.2 Ketiganya bersumber dari
putusan-putusan terdahulu yang disepakati substansinya oleh hakim.

Latar Belakang
Pada putusan pengadilan Nomor: 103/Pid.B/2020/PN Ktn setelah dirangkum
menghasilak kasus posisi sebagai berikut :
pada awalnya Terdakwa berniat untuk menjumpai Korban SABARUDDIN Als
ABAR Bin MATLUDIN untuk meminta jatah hasil parkir di Pasar Murah yang ada di Desa
Terdakwa dimana Terdakwa ikut berpartisipasi dalam mengatur tempat parkir di pasar
tersebut, lalu Pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2019 sekira pukul 21.50 WIB, pada saat
Terdakwa sedang minum kopi di warung kopi Sdr. ILAWATI Als MAMAK LUTFI di Desa
Jambur Lak-lak Kecamatan Ketambe, datang Saksi Riski Kasim untuk meminta tolong
kepada Terdakwa untuk memperbaiki sepeda motornya yang rusak, setelah itu Terdakwa
mengambil 1 (satu) bilah pisau belati tanpa gagang dari bagasi sepeda motornya dengan
maksud untuk membantu memperbaiki sepeda motor milik Saksi Riski Kasim, lalu Terdakwa
memperbaiki sepeda motor milik Saksi Riski Kasim tersebut, setelah selesai terdakwa
meletakkan pisau tersebut di dalam kantong celana belakangnya, tidak lama kemudian datang
Korban mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Vixion warna biru dengan nomor
polisi BL 6732 HK, dengan nomor rangka MH3RG4610HK002214 dan nomor mesin
G3E7E0379297 berhenti di depan Warung Kopi Sdr. ILAWATI Als MAMAK LUTFI,
1
Ekatjahjana, W. (2015). Negara Hukum, Konstitusi, dan Demokrasi. Jember: Jember University Press, hlm 22
2
Lilik Mulyadi. 2001. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
63.
kemudian Terdakwa mendatangi Korban dan bertanya “mau kemana?” lalu Korban
menjawab “mau makan mie” lalu Terdakwa mengatakan “kalua tidak belikan rokok ajalah
dari hasil parkir itu” dan dijawab oleh Korban “bekerja pun tidak kau, tidak” lalu dijawab
oleh Terdakwa “saya kan ikut kerja membuat tempat parkir itu” lalu Korban turun dari
sepeda motornya dan berkata “kau macam dak senang” sambil mendorong tubuh Korban,
karena tidak senang tubuhnya didorong, Terdakwa mengeluarkan sebilah pisau yang ianya
letakkan di kantong belakang celananya sambil mengacungkannya kepada Terdakwa, namun
Korban tetap mendorong Terdakwa hingga terjatuh terlentang di jalan raya, pada saat
terjatuh, Korban menekan bahu Terdakwa dengan posisi Korban berada di atas sedangkan
Terdakwa masih terlentang di jalan raya, setelah itu Terdakwa menusukkan sebilah pisau
yang telah ianya bawa ke bagian dada sebelah kiri Korban sehingga Korban jatuh tersungkur
dan mengatakan kepada Terdakwa “tega sekali kau zi menusuk saya” lalu datang Saksi
JUARSYAH Als JUAR dan SUPIAN Als PIAN untuk melerai keduanya dan membawa
Korban ke Puskesmas Jambur Lak-lak.

Rumusan Masalah
Bagaiamana pertimbangan hakim dalam menentukan putusan? Serta apa yang
menjadikan hakim memberikan putusan lebih ringan daripada yang diguggatkan oleh
penuntut umum?

Pembahasan
Pada guggatan yang diajukan Penuntut umum berbentuk guggatan subsidair dengan
primair pasal 338 KUHP dan Subsidair 351 ayat (3). Pasal 338 KUHP berbunyi “Barang
siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun.” Dan pada pasal 351 ayat (3) berbunyi “Tindak pidana
penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah tindak pidana penganiayaan, dimana
akibat kematian yang ditimbulkan bukanlah merupakan tujuan dari pelaku.” Kedua bunyi
pasal tersebut perlu dibuktikan melalui pembedahan unsur unsur yang ada serta pembuktian
dalam persidangan.
Pada kasus tersebut hakim mempertimbangkan putusan melalui pertimbangan yuridis
dan non-yuridis. Menurut Rusli Muhammad pertimbangan dibagi menjadi 2 (dua) kategori,
yakni : pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yuridis adalah
pertimbanagan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam
persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam
putusan misalnya dakwaan jaksa penuntut umum, tuntutan pidana, keterangan terdakwa,
keterangan saksi, barang-barang bukti, dan Pasal-Pasal dalam peraturan hukum pidana.
Sedangkan pertimbangan non-yuridis dapat dilihat dari “latar belakang, akibat perbuatan
terdakwa, kondisi terdakwa dan agama terdakwa”.3
Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis tersebut diantaranya :
1. Dakwaan Penuntut Umum
3
Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 212-221.
Dakwaan penuntut umum biasanya dibuat dalam bentuk surat atau akta yang memuat
rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang akan disimpulkan dan
ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan landasan bagi hakim saat
memeriksa di persidangan.

2. Tuntutan Pidana
Dalam tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya suatu tindakan
yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjatuhkan putusan pengadilan
terhadap terdakwa. Penyusunan surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum telah
disesuaikan dengan dakwaan dengan melihat pembuktian dalam suatu persidangan,
yang telah disesuaikan pula dengan bentuk dakwaan yang digunakan sebelum
akhirnya sampai pada tuntutan di dalam requisitoir biasanya pentutut umum akan
menjelaskan satu demi satu tentang unsur-unsur tindak pidana yang ia dakwakan
kepada terdakwa, dengan memberikan alasan tentang anggapannya tersebut.

3. Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiridan ia alami dengan menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut.

4. Keterangan Terdakwa
Dalam Pasal 184 ayat (1) huruf e KUHAP memuat bahwa keterang terdakwa
digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan oleh
terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui atau yang
ia alami sendiri, hal ini telah diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Keterangan terdakwa
sendiri dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa
pengakuan atau atas semua yang didakwakan kepadanya.

5. Barang Bukti
Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu
tindak pidana atau barang hasil dari suatu tindak pidana. Barang yang digunakan
sebagai bukti yang diajukan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk menguatkan
keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa untuk menitikberatkan
kesalahan terdakwa. Adanya barang bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan
menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa.

6. Pasal pasal dalam peraturan hukum pidana


Rumusan Pasal 197 huruf e KUHAP menyatakan salah satu yang harus dimuat dalam
surat putusan pemidanaan adalah Pasal-Pasal yang yang dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum. Selain mempertimbangkan yang bersifat yuridis, hakim dalam menjatuhkan
putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan non yuridis
yang bertitik tolak pada dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pasal 338 KUHP merumuskan bahwa “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain, yang diancam dengan maksimum hukuman lima belas tahun penjara”.
Pasal 338 KUHP ini merupakan bentuk dasar dari tindak pidana kejahatan jiwa, hal ini
disebabkan gambaran kejahatan terhadap jiwa yang sederhana adalah unsur/elemen yang
dianut oleh Pasal 338. Unsur yang dianutnya yaitu adanya untuk menghilangkan jiwa.
Dengan demikian Pasal 338 KUHP ini membatasi berlakunya perbuatan lain yang juga
mengakibatkan kematian atau hilangnya jiwa orang lain.
Majelis hakim menjatuhkan pembunuhan berencana pasal 338 KUHP. Berdasarkan
fakta-fakta diatas hakim sudah tepat dalam menerapkan hukuman terhadap terdakwa. Hakim
sudah teliti, cermat dalam menafsirkan isi pasal yang tepat dalam menjatuhkan hukuman
terhadap terdakwa. Berdasarkan fakta fakta yang terungkap di persidangan, hukuman yang
tepat atau sepadan dengan tindakan yang dilakukan oleh terdakwa dari peraturan perundang-
undangan terkait adalah sebagai pembunuhan biasa pasal 338 KUHP.
Adapun yang menjadi pertimbangan hakim dalam meutuskan putusan lebih ringan
dari tuntutan yang diajukan pihak penuntut umum adalah adanya hal hal yang meringankan.
Hal hal yang meringkankan adalah adanya perdamaian dari pihak keluarga korban maupun
pelaku serta terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. Meskipun sudah terjadi
perdamaian diantara kedua belah pihak keluarga baik korban maupun pelaku, tindakan yang
dilakukan terdakwa merupakan tindakan kejahatan yang melanggar undang undang dan
ketertiban umum sehingga perlu adanya upaya jera.
Meskipun upaya damai (restorative justice) telah dilakukan, pengadilan tetap
memutuskan untuk menjatuhi hukuman pidana kepada terdakwa dikarenakan Perkara pidana
yang dapat diselesaikan dengan restorative justice adalah pada perkara tindak pidana ringan
sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini hukum yang diberikan adalah pidana penjara paling
lama 3 bulan atau denda Rp 2,5 juta. Sedangkan perkara yang dipersidangkan pada Putusan
Nomor 103/Pid.B/2020/PN Ktn merupakan perkara tindak pidana berat. Meskipun secara
“Adat suku Alas” ketika pihak Terdakwa telah membayar Denda Adat kepada Pihak Korban
maka permasalahan dianggap selesai, akan tetapi oleh karena Perdamaian tersebut bertujuan
semata agar antara kedua keluarga tidak terjadi perseteruan dikemudian hari sedangkan
sulitnya kerelaan hati dari pihak korban sebagaimana yang disampaikan di persidangan oleh
saksi MATLUDIN Alias UDIN Bin SELIM NURDIN yang merupakan ayah korban, maka
Majelis Hakim menilai tuntutan Penuntut Umum belumlah memenuhi rasa keadilan.

Kesimpulan
Pada kasus posisi ini dengan nomor putusan 103/Pid.B/2020/PN Ktn dapat
disimpulkan bahwa dalam memutus suatu perkara majelis hakim perlu menimbang fakta
fakta yuridis maupun non-yuridis yang terungkap dalam persidangan. Terdapat 6 (enam)
pertimbangan yuridis yang perlu dipertimbangkan majelis hakim. Yang terungkap pada
persidangan tersebut didapati bahwa terdakwa melakukan pembunuhan secara spontan karena
terbawa emosi sehingga bukan merupakan pembunuhan berencana. Majelis hakim
memberikan putusan yang lebih ringan daripada dakwaan yang diajuan penuntut umum, hal
ini dikarenakan adanya unsur peringan pada kasus tersebut yang salah satunya merupakan
bentuk perdamaian secara Adat suku Alas dimana kedua belah pihak keluarga baik korban
maupun terdakwa saling bertemu dan menyepakati upaya damai secara kekeluargaan.
Meskipun upaya perdamaian adat telah dilakukakan dan berusaha merujuk pada
sistem restorative justice namun Majelis memutuskan lain. Terdakwa tetap divonis selama 2
(dua) tahun 6 (enam) bulan dan membayar biaya perkara sebesar Rp5.000,00 (lima ribu
rupiah). Vonis majelis menjadi lebih ringan dari yang dituntutkan penuntut umum
dikarenakan Majelis hakim juga menimbang adanya unsur perdamaian adat masyarakat yang
telah dilakukan.

Daftar Pustaka
Ekatjahjana, W. (2015). Negara Hukum, Konstitusi, dan Demokrasi. Jember: Jember University Press.

Lilik Mulyadi. 2001. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 212-
221.

Anda mungkin juga menyukai