Anda di halaman 1dari 35

KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN AHLI

DALAM PROSES PERADILAN TINDAK PIDANA


(STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI KELAS 1 B MAROS)

Skripsi:

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum

Pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

RONI ENRE
NIM: 10400119068

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

SAMPUL

DAFTAR ISI ..............................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus......................................... 6
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
D. Kajian Pustaka............................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................. 10

A. Pembuktian dan Alat Bukti ......................................................... 10


B. Keterangan Ahli dalam Persidangan ......................................... 17
C. Sistem Peradilan Tindak Pidana ................................................. 21
D. Ayat Al-Qur’an tentang Saksi dan Bukti…………………….. 25

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 28

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ......................................................... 28


B. Pendekatan Penelitian .................................................................. 28
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 29
D. Sumber Data ................................................................................. 29
E. Teknik Pengolahan Data ............................................................ 30

Daftar Pustaka

i
DRAFT PROPOSAL

Nama : Roni Enre

NIM : 10400119068

Jurusan : Ilmu Hukum

Fakultas : Syariah dan Hukum

Judul :”Kekuatan Pembuktian Keterangan Ahli dalam


Proses Peradilan Tindak Pidana (Studi Kasus PN
Maros)”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk social yang saling bergantung sama lain


dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk social merupakan suatu
kesatuan yang selalu ada dalam kehidupan. Namun seiring manusia hadir juga
menimbulkan suatu bentuk tatanan dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk
social. Kemudian hukum juga menyertai hadirnya manusia sebagai makhluk social
yang bertujuan untuk melindungi setiap manusia. Ubi Societas Ibi Ius yang artinya
“Dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Arti dari adagium yang jelas-jelas
menjelaskan terkait dengan keberadaan hukum sebagai suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat. Hukum itu sendiri bukanlah sekedar kumpulan atau
perjumlahan peraturan-peraturan yang masing-masing berdiri sendiri. Arti

1
pentingnya suatu peraturan hukum ialah karena hubungannya yang sistematis
dengan peraturan-peraturan hukum lain. Hukum merupakan sistem berarti hukum
itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan kata lain,
sistem hukum adalah kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai
interaksi sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.1

Negara indonesia adalah negara hukum, demikian penegasan dalam pasal 1


ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, indonesia
menempatkan warga negara dalam kedudukan yang sama dalam hukum
sebagaimana ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”

Hukum pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin adanya keadilan,


kemanfaatan, dan kepastian serta tertib hukum di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Di Indonesia, jaminan adanya tertib hukum dapat dilihat dari sistem
pemerintahan negara Indonesia yang tertuang dalam penjelasan umum Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, yaitu: “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(machstaat)”.

Dalam hirarki perundang-undangan, Undang-Undang Dasar 1945 menjadi


ketentuan tertinggi yang dimana setiap peraturan yang di lahirka tidak boleh lebih
bertentangan dengan UUD 1945. Yang artinya tidak ada peraturan yang lebih tinggi
kedudukannya dari UUD 1945. Maka, pengesahan dari pada Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak boleh
bertentangan dengan isi dari Undang-Undang Dasar 1945.

1
Rahman Syamsuddin, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2019), h. 2.

2
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan
perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut dan menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang atau
dijatuhi pidana sebagaimana telah diancam, serta menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.2

Dalam perkara pidana, untuk mengetahui seseorang tersebut bersalah atau


melanggar apa yang telah diatur sangat penting untuk dibuktikan kesalahannya.
Pembuktian memegang peranan penting terutama apabila dikaitkan dengan
kebenaran yang harus dicari yaitu berupa kebenaran yang sebenarnya atau
kebenaran materil. Namun demikian, jangan sampai penggunaan alat-alat bukti
sedemikian rupa sehingga dapat mengabaikan hak-hak asasi daripada terdakwah,
melainkan alat-alat bukti dan pembuktian dipergunakan / diberikan penilaian yang
cermat, tepat dan benar menurut ketentuan hukum yang berlaku.3

Perlu diperhatikan bahwa hakim memberikan kesimpulan akan sebuah


perkara melihat daripada pembuktian dan analisis hakim. Hakim menjadi pengadil
harus memberikan keadilan yang seadil-adilnya berdasarkan analisis yuridis serta
pembuktian yang ditunjukkan kepadanya. Vonis hakim yang mempunyai kekuatan
hukum harus memperhatikan alat-alat bukti yang ada.

Peranan dalam pembuktian dalam tindak pidana sangat mempengaruhi


perbuatan yang apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan
pidana. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana pasal 183 menjelaskan bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

2
Mukhlis, Tarmizi, Ainal Hadi, Hukum Pidana,( Banda Aceh: Syiah Kuala Univercity
Press, 2018), h. 5.
3
Lilik Mulvaldi, Hukum Acara Pidana, Suatu Tinjaun Khusus Surat Dakwaan Eksepsi,
dan Putusan Peradilan,( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 1.

3
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Bunyi pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut


diatas, dapat dipahami bahwa alat bukti memegang peranan yang sangat penting
bagi hakim dalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan. Satu alat bukti
saja tanpa di perkuat oleh keterangan lain/saksi-saksi tidak cukup untuk
menyatakan seseorang itu bersalah.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, alat-alat bukti


yang sah diatur dalam pasal 184 antara lain sebagai berikut:

1. Alat bukti yang sah ialah:


a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwah
2. Hal yang secara umum sudah di ketahui tidak perlu dibuktikan.

Dari yang disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


yang dimaksud sebagai alat bukti yang dibenarkan mempunyai kekuatan
pembuktian hanya terbatas dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP. Terhadap alat-alat
bukti tersebut diatas, dimana hakim tidak sepenuhnya mengakui kebenarannya. Hal
ini tergantung kepada keyakinan hakim dalam mengadakan penilaian terhadap alat-
alat bukti tersebut.

Dalam proses persidangan, salah satu alat bukti yang selalu ada atau bahkan
hampir selalu ada dan sangat diperlukan dalam setiap perkara pidana adalah
keterangan saksi. Betapa urgensinya saksi dalam perkara pidana dapat diketahui
dari banyaknya perkara besar yang terpaksa “mangkrak” atau tidak terselesaikan
dalam tahap penyidikan, dead-end, maupun yang kemudian membebaskan

4
terdakwah dari jeratan Penuntut Umum karena kurangnya alat bukti (keterangan)
saksi. Selain keterangan saksi, keterangan ahli sangat berpengaruh penting dalam
proses persidangan dalam tindak pidana.

Keterangan ahli memegang posisi penting dalam memberikan hakim


penilaian terhadap suatu perkara dalam proses persidangan tindak pidana. Dalam
proses pemeriksaan perkara dalam persidangan tindak pidana diatur jelas pada pasal
179 KUHAP ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran dan/atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan. Hadirnya saksi ahli dalam persidangan jelas mempunyai dampak
tersendiri dalam melihat suatu kasus dalam persidangan. Bahkan saksi ahli yang
kemudian hadir mampu memberikan pertimbangan kepada hakim dalam
memutuskan perkara dalam persidangan tindak pidana.

Persidangan tindak pidana tidak lepas dari kehadiran alat bukti yang sah.
Alat bukti yang sah sendiri berperan untuk mencari kebenaran materil atau
kebenaran yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Untuk mencari
kebenaran materil dalam persidangan tindak pidana di perlukan beberapa tahapan.
Dalam agenda sidang pembuktian adalah salah satu tahapan dimana pada saat itu
mencerminkan peristiwa yang terjadi berdasarkan alat bukti yang dihadirkan di
persidangan pengadilan oleh jaksa penunut umum atau penasehat hukum . Pada
tahap ini hakim dapat melihat dari alat bukti yang dihadapkannya dan hakim berhak
menilai dari keterangan dan barang bukti. Pasal 180 KUHAP ayat (1) menerangkan
bahwa “dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”. Pasal 180 ayat (1)
dapat dimaknai dalam posisi keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan
yang diminta oleh hakim, maka hakim memiliki keyakinan akan sebuah perkara
membutuhkan keterangan ahli untuk memberikan keterangan sesuai dengan
keilmuan, pengalaman dan yang diketahuinya terkait profesi yang dijalani seorang
ahli. Dalam hal ini hakim menyakini bahwa kehadiran seorng ahli dapat membantu

5
hakim dalam memberikan keterangan terkait suatu perkara sehingga perkara yang
dihadapkan dalam persidangan dapat terselesaikan.

Namun kenyataan lain, banyak pembuktian saksi ahli dalam persidangan


tindak pidana tidak dianggap begitu penting, bahkan hanya dianggap sebagai
keterangan yang diberikan saja atau dipaparkan di hadapan hakim olehnya ada
keraguan dan kecurigaan : bahwa diberbagai pengadilan, bahkan di Pengadilan
Negeri Maros, pembuktian keterangan ahli juga dianggap sebagai hal tidak penting
dalam keterangannya sebagai saksi ahli.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis


tertarik untuk lebih mengetahui peranan saksi ahli dalam persidangan tindak pidana.
Adapun judul penelitian ini adalah “Kekuatan Pembuktian Keterangan ahli
dalam Proses Peradilan Tindak Pidana (Studi Kasus Pengadilan Negeri Kelas
I B Maros)”.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus


1. Fokus Penelitian

Untuk memudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematika


penulisan skripsi ini, sehingga membawa hasil yang diharapkan, maka penulis
membahas permasalahan yang akan dibahas, sehingga tidak keluar dari topik
pembahasan penelitian ini, penulis hanya membahas kekuatan pembuktian
keterangan ahli dalam proses peradilan tindak pidana

2. Deskripsi Fokus

Berdasarkan dari focus penelitian diatas, maka dapat dilihat beberapa


deskripsi focus penelitian ini adalah:

a. Pembuktian

6
Pembuktian adalah suatu upaya untuk mencari atau menyatakan kebenaran
dihadapan hakim atau dalam proses persidangan. Pembuktian dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana di jelaskan dan diterangkan bahwa Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang


memiliki keahlian khusustentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seseorang ahli bisa diusulkan oleh
hakim, penasehat hukum dan penuntut umum untuk dan demi tercapainya hal yang
diinginkan yakni pembuktian kebenaran.

c. Peradilan Tindak Pidana

Peradilan tindak pidana adalah penerapan atau studi hukum tentang perilaku
criminal. Peradilan tindak pidana tidak terfokus pada satu subjek saja yakni
pengadilan (hakim) tetapi ada beberapa subjek yang terlibat didalamnya yang
berperan dalam suatu tindak pidana yang dilakukan. Seperti kepolisian, penasehat
hukum, penuntut umum, dan Hakim (lembaga pengadilan).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, adapun pokok masalah


“Bagaimana Kekuatan Pembuktian Keterangan Ahli dalam Persidangan Tindak
Pidana (Studi Kasus Pengadilan Negeri Maros)”. Supaya pembahasan tidak
melebar, maka dibatasi kedalam sub pokok masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana Ketentuan Hukum dan Perundang-undangan dalam hal


Kekuatan Pembuktian Keterangan Ahli dalam Persidangan Tindak
Pidana?

7
2. Bagaimana Pelaksanaan atau Penerapan Pembuktian Keterangan Ahli
dalam Berbagai Kasus Pidana di Pengadilan Negeri Maros?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian-


penelitian lainnya) yang terkait dengan penelitian yang ada focus atau tema yang di
teliti. Penulis menemukan penelitian yang mempunyai hubungan dengan masalah
yang akan diteliti seperti yang ada pada berikut ini.

1. Jurnal yang disusun oleh Tania Windasari Prabaningrum mahasiswa asal


Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan Judul Jurnal peranan ahli
dalam proses pemeriksaan pada peradilan pidana studi kasus pengadilan
negeri kelas 1B Purworejo. Dalam penelitiannya lebih menjelaskan juga
persoalan peranan ahli dalam mempengaruhi putusan dalam perkara pidana
serta menambahkan focus di salah satu penelitiannya yakni hambatan-
hambatan dalam memeriksa perkara oleh ahli.
2. Jurnal yang disusun oleh Inastika Nooryunianto Jurnal Verstek Vol.4 No.3,
2016 dengan judul PENGARUH ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI
TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA
PERNIAGAAN SATWA TANPA IJIN (Studi Putusan Nomor:
82/Pid.Sus/2015/PN.Skt) dalam jurnalnya menjelaskan pengaruh
keterangan ahli dalam perkara perniagaan satwa liar tanpa izin. Yang
merupakan perbuatan pidana dan menambah wawasan terkait dengan
perkara pidana dan menggambarkan ahli dalam memeberikan keterangan
dalam persidangan.
3. Jurnal yang dibuat oleh Maykel Runtuwene dengan judul KEKUATAN
PEMBUKTIAN KETERANGAN AHLI HUKUM PIDANA DALAM
PENYIDIKAN DAN PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN Lex
Crime Vol.VIII/No.5/Mei/2019. Dalam penelitiannya menjelaskan

8
pengaturan alat bukti yang sah dan pembuktian namun lebih difokuskan
kepada ahli hukum pidana atau akademisi.
4. Jurnal karya Sofia Biloro dengan judul KEKUATAN ALAT BUKTI
KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA
PIDANA MENURUT KUHAP Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-
Mar/2018. Dalam penelitiannya dia lebih menekankan pada Undang-
Undang atau KUHAP. Dan lebih mengkaji kedalam undang-undang
5. Jurnal yang dibuat oleh Anna Riyana dan Oktavia Dwi Tanjung S dengan
judul jurnal PEMBUKTIAN DAKWAAN BERDASARKAN
KETERANGAN AHLI DALAM PERKARA MENGEDARKAN
UANG RUPIAH PALSU Jurnal Verstek Vol.3 No.2 tahun 2015. Jurnal ini
juga mengkaji persoalan keterangan ahli namun lebih menjerumus kepada
ahli yang dimana berpendapat terhada dakwaan yang telah diajukan
penuntut umum.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan Penulisan Skripsi ini adalah untuk memberikan jawaban atas
rumusan masalah yang ditulis oleh penulis antara lain sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui ketentuan hukum dan perundang-undangan dalam hal


kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam persidangan tidak pidana .
b. Untuk mengetahui pelaksanaan atau penerapan pembuktian keterangan ahli
dalam berbagai kasus pidana di Pengadilan Negeri Maros.
2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari pada penulisan dan penelitian skripsi ini antara lain
sebagai berikut.

9
a. Manfaat praktis yaitu memberikan informasi akan saksi ahli sebagai salah satu
komponen yang penting ketika dalam melakukan persidangan karena mampu
mempengaruhi putusan hakim dalam persidangan
b. menambah wawasan serta menjadi rujukan di bidang pengetahuan ilmu hukum.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pembuktian dan Alat Bukti

1. Pengertian Pembuktian

Kata pembuktian berasal dari kata dasar bukti. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata pembuktian berarti proses, cara, perbuatan membuktikan.
Atau pembuktian adalah usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwah
dalam persidangan pengadilan 4. Pengertian pembuktian sangat beragam, setiap ahli
dapat mendefinisikan terkait pembuktian tergantung dari cara mereka memandang
atau melihat pembuktian. Menurut Sudikno Mertokusumo disebut dalam arti
yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeiksa
perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa
yang diajukan5. Sedangkan menurut Subekti menyatakan bahwa membuktikan
adalah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan 6. Dari beberapa difinisi diatasa dapat
disimpulkan bahwa pembuktian adalah suatu proses menjelaskan dalil-dalil yang

4
2 Arti Kata Pembuktian di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (lektur.id) diakses
pada tanggal 19 februari 2022.
5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,( Liberty, Yogyakarta), hlm.
35.
6
Subekti, Hukum Pembuktian,( Jakarta, Pradnya Paramitha,2001), hlm. 1.

10
dikemukakan para pihak terkait suatu perkara, sehingga hakim dapat mengambil
kesimpulan siapa yang salah dan siapa yang benar.

Pembuktian memegang peranan penting dalam persidangan dan merupakan


unsur terpenting di dalam hukum acara pidana, dimana sebuah pembuktian hakim
dapat menetukan seorang terdakwah bersalah atau tidaknya di pengadilan.
Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses
pemeriksaan perkara di pengadilan, pembuktian dipandang sangat penting dalam
hukum acara pidana karena yang dicari dalam pemeriksaan perkara pidana adalah
kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu sendiri 7 .

Sebagai suatu kegiatan untuk menyampaikan, memberikan atau


menunjukkan suatu bukti-bukti terhadap suatu perkara yang sedang diadili oleh
hakim di pengadilan, maka kegiatan pembuktian tentunya tidak dapat dilakukan
hanya berdasarkan atas kehendak atau kemauan sendiri dari pihak-pihak yang
berperkara, namun pembuktian mempunyai pengaturan yang telah ditentukan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini
ketentuan hukum pembuktian mengatur bagaimana cara, prosedur, dan mekanisme
yang harus ditaati dalam proses pembuktian terhadap suatu perkara yang terjadi
sehingga dalam pelaksanaan pembuktian itu dapat berjalan dengan lancar sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan dalam rangka mencari kebenaran atas suatu
perkara yang terjadi.8

2. Alat Bukti

Untuk mengungkap fakta-fakta dalam persidangan dan untuk mencapai


kebeneran yang diinginkan dalam persidangan perlu dihadirkannya alat bukti
sebagai bentuk bahwa perbuatan pidana benar-benar terjadi. Menurut R. Antang

7
Facrul Rozi, Sistem Pembuktian dalam Proses Persidangan Pada Perkara tindak Pidana,
(Yuridis Unaja :Program Studi ilmu hukum Uiniversitas Adiwangsa Jambi, 2018), hlm.20.
8
Rahman Amin, Hukum Pembuktian dalam perkara pidana dan perdata, (deepublish,
2020, Yogyakarta), hlm.17.

11
Ranomiharjo, bahwa alat-alat bukti (yang sah) adalah alat-alat yang ada
hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim
kebenaran adanaya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwah.9
Menurut sistem HIR, dalam acara perdata/pidana hakim terikat pada alat-alat bukti
yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan
alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja. 10

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 pasal 184 ayat (1)


KUHAP, bahwa yang termasuk alat bukti yang adalah:

a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwah

Untuk lebih jelasnya terkait alat bukti yang sah akan dijelaskan satu persatu
menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP, sebagai berikut:

a. Keterangan Saksi

Saksi menurut pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat


memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri. Sedangkan keterangan saksi menurut pasal 1 angka 27 KUHP menjelaskan
bahwa keterarangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuan itu.

9
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), (Yogyakarta, Rangkang
education, 2013), hlm.243.
10
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), hlm.249.

12
Untuk keterangan saksi supaya dapat dipakai menjadi alat bukti yang sah,
maka harus memenuhi 2 syarat, yaitu:

1) Syarat formil
Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah, apabila diberikan
memenuhi syarat formil, yaitu saksi memberikan keterangan di bawah
sumpah, sehingga keterangan saksi yang tidak disumpah hanya boleh
dipergunkan sebagai penambahan penyaksian yang sah lainnya.
2) Syarat materil
Bahwa keterangan seorang atau satu saksi saja tidak dapat dianggap sah
sebagai alat pembuktian (unus testis nulus testis) karena tidak memenuhi
syarat material, akan tetapi keterangan seseorang atau satu orang saksi,
adalah cukup untuk alat pembuktian salah satu unsur kejahatan yang
dituduhkan11.
b. Keterangan ahli

Menurut pasal 1 angka 28 KUHAP, bahwa keterangan ahli adalah


keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaaan. Sedangkan pasal 186 KUHAP menerangkan bahwa, keterangan ahli
ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Seseorang dalam memberikan keterangan ahli di dalam persidangan


menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia, dimungkinkan adanya 2 cara
seseorang ahli dalam memberikan kesaksian pada sidang pengadilan, yaitu dalam
bentuk tertulis atau lisan. Kesaksian ahli berbentuk tulisan atau surat ini biasanya
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Sedangkan kesaksian ahli dalam
bentuk lisan di depan pengadilan. 12 Pendapat seorang ahli dalam persidangan
dikuatkan dengan sumpah supaya pendapat tersebut disampaikan se-objektif

11
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), hlm.251.
12
Rahman Amin, Hukum Pembuktian dalam perkara pidana dan perdata, Hlm.260.

13
mungkin. Namun hakim tidak diwajibkan untuk menuruti pendapat ahli jika
pendapat ahli berlawanan dengan keyakinannya. 13

Seseorang ahli yang telah dipanggil secara wajar untuk memberikan


keterangan di pengadilan, bila mengabaikannya, maka menurut pasal 22 KUHP,
bahwa “apabila diperlukan kesaksian (sebagai ahli) oleh penyidik atau pengadilan
dengan sengaja tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-undang yang
harus ia penuhi, misalnya kewajiban untuk datang pada sidang dan memberikan
keterangan keahliannya, dapat dikenakan perkara pidana dengan ancaman pidana
penjara selama-lamanya 9 bulan atau dikenakan perkara lain dengan ancaman
pidana penjara selama-lamanya 6 bulan. Jadi untuk dapat dikenakan pasal 22
KUHP, orang atau ahli tersebut dipanggil menurut undang-undang oleh hakim
untuk menjadi ahli, baik perkara pidana maupun perkara perdata, dan dengan
sengaja tidak mau memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus
ia penuhi. Di dalam pasal 522 KUHP, Bahwa “Barangsiapa menurut undang-
undang dipanggil sebagai ahli, tidak datang melawan hukum, diancam dengan
pidana denda. 14

Sesuai ketentuan pasal 229 ayat (1) dan (2) KUHAP, saksi ahli yang telah
hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan disemua tingkat
pemeriksaan, berhak mendapatkan uang pengganti biaya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat yang melakukan pemanggilan
wajib memberitahukan kepada saksi ahli tentang haknya untuk mendapatkan biaya
penggantian yang dimaksud. 15

c. Surat

13
Auria Patria Dilaga, Pengaruh Alat Bukti Keterangan Ahli Terhadap Keyakinan Hakim
dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi, Universitas Negeri Semarang,2013, Hlm.27.
14
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar),Hlm.263-264.
15
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar),Hlm. 270.

14
Menurut pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada pasal 18 ayat (1)
huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah: berita
acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oelh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; surat yang dibuat oleh pejabat
megenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. 16
Sedangkan Sudikno Mertokusumo, bahwa alat bukti tertulis atau surat adalah segala
sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan
isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian.17

Nilai kekuatan pembuktian surat dari segi formal sebagai alat bukti yang
sempurna, dari aspek materil mempunyai kekuatan yang mengikat, dan hakim
bebas untuk melakukan penilaian atas substansi surat tersebut, dengan asas
keyakinan hakim, dan asas batas minimum pembuktian. Alat bukti surat
sebagaimana yang ditentukan menurut pasal 187, bukanlah alat bukti yang
mengingat tetapi bernilai sebagai pembuktian bersifat bebas. Sebagai bagian dari
alat bukti dalam pembuktian, maka perkembangan alat bukti surat ini, berkembang
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan diterimannya
beberapa alat bukti surat elektronik, email, sms dan sebagainnya.

d. Petunjuk

Menurut Pasal 188 KUHAP, Bahwa yang dimaksud dengan alat bukti
petunjuk adalah: Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak

16
Muhammad Fadhil Laksono, Kekuatan hukum Saksi Ahli dalam Proses Pembuktian
Perkara Pidana,( Universitas Muahammadiyah Magelang, 2017), Hlm.61
17
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), Hlm.283.

15
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunnya.

1) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a) Keterangan saksi
b) Surat
c) Keterangan terdakwah
2) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bidjaksana setelah
ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan
berdasarkan nuraninnya.
e. Keterangan terdakwah

Menurut Pasal 189 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengn alat bukti
petunjuk adalah:

1) Keterangan Terdakwah ialah apa yang terdakwah nyatakan di sidang


tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
sendiri.
2) Keterangan terdakwah yang diberikan diluar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan sepanjang
keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang
mengenai hal yang didakwahkan kepadannya
3) Keterangan terdakwah hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri
4) Keterangan terdakwah saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadannya, malainkan
harus diseratai alat bukti yang lain.

Berdasarkan pasal 189 KUHAP di atas, bahwa keterangan terdakwah harus


diberikan di depan sidang saja, sedangkan di luar sidang hanya dapat dipergunakan
untuk menemukan buk di sidang saja, dan apabila terdakwa4h lebih dari satu orang,
maka keterangan dari masing-masing terdakwah untuk dirinya sendiri, artinya

16
keterangan terdakwah satu dengan terdakwah lainnya tidak boleh dijadikan alat
bukti bagi terdakwah lainnya.

Didalam KUHAP tidak diinginkan adanya pengakuan dari terdakwah


sebagaimana terjadi pada Undang-Undang Hukum Acara Pidana Sebelumnya. Bila
terjadi pengakuan dari terdakwah yang diinginkan, maka mungkin saja terjadi
penekanan terhadap terdakwah untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Oleh
karena itu dalam hukum acara pidana berlaku sekarang atau KUHAP tidak lagi ada
alat bukti berupa pengakuan terdakwah, tetapi alat buktinya adalah keterangan
terdakwah.18

Dalam hal keterangan terdakwah saja di dalam sidang, tidak cukup untuk
membuktikan, bahwa terdakwah telah bersalah melakukan suatu tindak pidana,
tanpa didukung oleh alat bukti-bukti lainnya. 19

B. Keterangan Ahli dalam Persidangan

Seperti yang telah dijelaskan bahwa keterangan ahli merupakan keterangan


yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu perkara
pidana yang sedang terjadi dalam persidangan guna kepentingan pemeriksaan.

Berkenaan dengan hal tersebut bahwa keterangan ahli pada pasal 306 ayat
(1) H.I.R diberikan ketentuan bahwa “berita orang ahli yang diangkat karena
jabatan ntuk menyatakan pertimbangan dan pendapatnya tentang keadaan suatu
perkara, hanya boleh dipakai untuk memberikan keterangan kepada hakim”. 20

18
Alfitrah, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di
Indonesia, (Jakarta, Raih Asa Sukses, 2014), Hlm. 110.
19
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), Hlm.285.
20
Alfitrah, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di
Indonesia, Hlm. 93.

17
Keterangan ahli mempunyai kewajiban datang dipersidangan,
mengucapkan sumpah dan memberikan keterangan menurut pengetahuan dalam
bidang keahliannya. Hal itu diterangkan oleh seorang ahli adalah merupakan
kesimpulan-kesimpulan dari suatu keadaan yang diketahui sesuai dengan
keahliannya. Atau dengan kata lain merupakan penilian atau penghargaan terhadap
sesuatu keadaan.

Keahlian seseorang yang memberikan keterangan ahli, tidak hanya


berdasarkan pengetahuan yang dimiliki melalui pendidikan formal, tetapi keahlian
tersebut diperoleh berdasarkan pengalamannya. Keahlian tersebut bisa berkaitan
dengan jabatan dan bidang keahliannya. Karena berdasarkan KUHAP, tidak ada
persyaratan kualifikasi seseorang ahli kerena memenuhi jenjang akademik
tertentu.21 Patut diperhatikan bahwa KUHAP membedakan keterangan ahli di
dalam persidangan dan keterangan ahli secara tertulis, yang disampaikan di
persidangan. jika seseorang memeberikan keterangan secara langsung di
persidangan dan dibawah sumpah, keterangan tersebut adalah bukti keterangan ahli
yang sah. Sementara itu, jika seseorang ahli dibawah sumpah telah memberikan
keterangan tertulis diluar persidangan dan keterangan tersebut telah dibacakan di
depan sidang pengadilan, maka keterangan tersebut merupakan bukti surat dan alat
bukti keterangan ahli Visum et refertum kendatipun isinya berupa keterangan ahli
yang diberikan dibawah sumpah dan diluar persidangan, namun klarifikasinya juga
termasuk sebagai alat bukti surat dan bukan alat bukti keterangan ahli. 22

Keterangan ahli biasanya bersifat umum berupa pendapat atas pokok


perkara pidana yang sedang disidangkan atau berkaitan dengan pokok perkara
tersebut. Ahli tidak diperkenankan memberikan penilaian terhadap kasus kongkrit
yang sdang disidangkan, oleh karena itu, pertanyaan terhadap ahli biasanya bersifat

21
Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan
Teori dan Teori Peradilan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Hlm.124.
22
Syaiful Bakhri, Hukum Pembuktian dalam Praktik Peradilan Pidana, (Yogyakarta, Total
Media), Hlm. 63.

18
hipotesis atau peryataan yang bersifat umum. Ahli pun tidak diperbolehkan
memberikan penilaian terhadap salah atau tidaknya terdakwah berdasarkan fakta
persidangan yang ditanyakan kepadannya.

Dari sudut dan tujuan keterangan ahli inilah ditinjau makna keterangan
sebagai alat bukti. Manfaat yang dituju oleh pemeriksaan keterangan ahli guna
kepentingan pembuktian. Kalua hakim, penutut umum atau terdakwah tidak
memahami arti dan tujuan keterangan ahli, hal itu bisa menimbulkan kekacauan
dalam pemeriksaan. Seandainya hakim kurang memahami pengertian tentang
sesuatu keadaan, dan penjelasan hanya dapat diberikan cukup terang tidak perlu
diminta keahlian khusus. Bila mana perkaranya sudah cukup terang tidak perlu
diminta keterangan ahli, karena bertentangan dengan tujua pemeriksaan keterangan
ahli ditinjau dari segi pembuktian. Untuk apa membuang waktu dan merepotkan
meminta keterangan ahli, jika dari hasil pemeriksaan alat bukti lain, kesalahan
terdakwah sudah cukup terang terbukti? Akan tetapi sebaliknya. Kenapa sidang
pengadilan tidak segera meminta keterangan ahli, jika seandainya mejelis hakim
yang memeriksa perkara itu gelap dan samar tentang sesuatu keadaan yang
memerlukan pemecahan oleh seorang ahli. Hakim pada dasarnya bukan manusia
generalis, yang serba tau. 23

Keterangan saksi ahli digunakan untuk membantu proses peradilan pidana.


Keterangan ini sangat penting karena tidak semua bidang dipahami oleh hakim.
Hanya seorang ahli yang mampu menjelaskan secara rinci mengenai bidang-bidang
tertentu yang termasuk dalam suatu perkara pidana. Terdakwah atau tersangka
diperbolehkan untuk mengajukan saksi ahli atau seseorang yang memiliki keahlian

23
M,Yahya Harahap, Pembahsan dan penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi kedua, (Jakarta, Sinar Grafika, 2000),
Hlm.299.44

19
khusus untuk memberikan keterangan, tujuannya adalah untuk meringankan hukum
dan menguntungkan terdakwa.24

Menurut pakar hukum Yahya Harahap, kriteria seseorang bisa disebut


sebagai saksi ahli adalah sebagai berikut:

1) Seseorang yang memiliki pengetahuan khsusus di dalam bidang ilmu


pengetahuan tertentu sehingga orang tersebut memiliki kompeten di bidang
ilmu pengetahuan tersebut.
2) Seseorang dikatakan memiliki keahlian dalam suatu bidang ilmu tertentu
bisa dalam bentuk keterampilan karena hasil latihan dan pengalaman.
3) Keterangan dan penjelasan yang diberikan oleh seorang ahli dapat
membantu pengetahuan umum orang biasa yang tentunya disesuaikan
dengan spesialisasi pengetahuan, kecakapan, latihan, serta pengaman.

Saksi ahli juga mempunyai hak yang diatur dalam KUHAP yaitu antara lain
sebagai berikut:

1) Dipanggil sebagai saksi oleh penyidik dengan surat panggilan yang sah serta
berhak diberitahukan alasan pemanggilan tersebut (pasal 112 ayat (1)
KUHAP
2) Berhak untuk dilakukan pemeriksaan di tempat kediamannya jika memang
saksi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat
datang kepada penyidik (pasal 113 KUHAP)
3) Berhak memberikan keterangan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam
bentuk apapun (pasal 117 ayat (1) KUHAP)
4) Saksi berhak menolak menandatangani berita acara yang memuat
keterangannya dengan memberikan alasan yang kuat (pasal 118 KUHAP)
5) Berhak untuk tidak diajukan pertanyaan yang menjerat kepada saksi (pasal
116 KUHAP)

24
Saksi Ahli Hukum Pidana: Fungsi, Syarat, dan Kewajibannya dalam Persidangan
(voi.id) (diakses tanggal 13 april 2023)

20
6) Berhak atas juru Bahasa, jika saksi tidak paham Bahasa Indonesia (pasal
177 ayat (1) KUHAP)
7) Berhak atas seorang penerjemah jika saksi tersebut bisu dan/ atau tuli serta
tidak dapat menulis Pasal 178 ayat (1) KUHAP)

C. Sistem Peradilan Tindak Pidana

Peradilan berasal dari kata adil yang artinya segala sesuatu mengenai
perkara pengadilan dalam lingkup negara Indonesia. 25 Indonesia dalam hal ini dapat
dikatakan menempatkan hukum sebagai aturan main dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara sehingga hukum merupakan suatu ketetapa dan suatu keharusan yang
bersifat memaksa. Penegakkan hukum di Indonesia tidak terlepas dari sistem
peradilan yang ada.

Sistem peradilan adalah suatu proses atau tahapan di beberapa instansi


terkait dengan penegakkan hukum seperti penyidikan, penyelidikan,penuntutan,
serta pemeriksaan dan pemutusan perkara di pengadilan. Sejalan dengan itu bahwa
dalam penerapan sistem peradilan yang ada berjalan sesuai dengan adanya
pelanggaran terhadap apa yang dilarang oleh negara dalam hal ini Indonesia dimana
jika ada yang melanggar isi dari pada hukum yang berlaku maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap perbuatannya. Perbuatan yang melanggar atau dilarang yang
kemudian diperbuat dan bertentangan dengan peraturan Undang-Undang dalam hal
ini KUHP yang saksinya adalah kurungan atau penjara disebut perbuatan pidana.
Dengan kata lain pidana adalah kumpulan peratura yang mengatur perbuatan baik
menyeruh berbuat atau melakukan sesuatu, maupun melarang sesuatu, baik atau
melakukan sesuatu yang diatur di dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah
yang diancam dengan sanksi pidana. 26

1. Asas-Asas dalam Hukum Pidana

25
Patawari, Sistem Peradilan Di indonesia, (Universitas Indonesia, 2019)
26
Rahman Syamsuddin, Pengantar Hukum Indonesia, Hlm.60.

21
Dalam pidana dikenal beberapa asas yang berlaku yaitu sebagai berikut:

a. Asas Legalitas yaitu asas yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP “tiada
suatu perbuatan yang dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan dengan yang telah ada sebelum perbuatan
dilakukan.
b. Asas teritorial yaitu asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang
melakukan perbuatan pidana diwilayah Indonesia.
c. Asas tidak ada hukuman tanpa kesalahan. 27
d. Dan masih banyak asas-asas lainnya.

Sistem peradilan pidana dikenal dengan istilah Criminal Justice System


yaitu sebuah cara penanggulangan kejahatan dengan sistem yang ada. Menurut
Mardjono Reksodipoetra bahwa sistem peradilan pidana merupakan suatu sistem
yang digunakan untuk penanggulangan kejahatan yang terdiri dari lembaga-
lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan permasyarakatan pidana. 28 Sejalan
dengan hal itu bahwa sistem peradilan pidana lebih kepada penggunaan atau peran
dari pada aparat penegak hukum menjalankan tugas dan fungsinya selaku lembaga
negara. Perlu diketahui bahwa peradilan dan pengadilan adalah unsur yang hampir
sama namun berbeda arti. Kata peradilan sendiri berarti proses yang dijalankan di
pengadilan seperti memeriksa, memutus, dan mengadili perkara. Sedangkan
pengadilan berarti tempat atau badan yang penjalankan proses peradilan.

2. Criminal Justice Sistem

Criminal Justice Sistem atau sistem peradilan pidana yang saat ini adalah
melibatkan 4 unsur atau komponen yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

27
Op.Cit, Rahman Syamsuddin, Hlm.61.
28
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia ( Melihat dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi),

22
lembaga permasyarakatan. Komponen ini sesuai dengan peraturan yang berlaku
terkait pelaksaan keempat komponen penegakkan hukum.

a. Kepolisian
Kepolisian sendiri sesuai dengan tugas pokoknya mengacu pada pasal 13
UU nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian negara republik Indonesia bahwa
tugas pokok dari pihak kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepda masyarakat. Sebelum berlakunya KUHAP bahwa
penyidik dilakukan oleh kejaksaan dan pihak kepolisian hanya penyidik
pembantu dari kejaksaan namun setelah berlakunya KUHAP kepolisian
akhirnya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan selain
kejaksaan.
b. Kejaksaan
Kejaksaan sendiri di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Kejaksaan sendiri dalam mempunyai peran
pemulihan aset negara dan dalam bidang intelejen negara.
c. Pengadilan
Lembaga pengadilan sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tugas pengadilan sendiri adalah
menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara yang dijuakan kepada
pengadilan.
d. Lembaga Permasyarakatan
Lembaga permasyarakatan yang dikenal dengan istilah Lapas diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Lembaga
permasyarakatan disini adalah sebagai tempay untuk melakukan pemidanaan
terhadap narapidana.

Selain dari pada sistem yang berlaku dalam peradilan tindak pidana terdapat
lagi satu lembaga yang berada diluar 4 komponen namun berperan tidak kalah

23
pentingnya dikenal dengan penasehat hukum atau pengacara. Pengacara sendiri
adalah orang yang diberikan wewenang dan mempunyai izin untuk memberikan
jasa hukum kepada kliennya. Pengacara atau advokat mempunyai peran untuk
membela hak-hak dari pada terdakwah dalam persidangan tindak pidana serta
memberikan jaza bantuan hukum.

Sistem peradilan tindak pidana Indonesia sendiri adalah sistem yang saling
terhubung satu sama lain dan mempunyai tahapan-tahapan yang tersusun secara
sistematis. Peranan dari pada setiap lembaga ada pada tupoksi tugasnya. Yang
dimulai dari piahk kepolisian selaku yang diberikan wewenang untuk melakukan
penyidikan dan penyelidikan. Kejaksaan sebagai lembaga yang memeriksa serta
memberikan tuntutan atas kesalahan dari pada tersangka. Pengadilan sebagai
tempat dilaksanakannya proses pemeriksaan dan pemutusan perkara yang diajukan.
Serta lembaga permasyarakatan sebagai tempat berlakunya saksi yang telah
diputuskan oleh pengadilan.

D. Ayat Al-Qur’an tentang Saksi dan Bukti

Pada prinsipnya Al-Qur’an sebagai wahyu Allah itu kemudian turun sebagai
petunjuk bagi ummat Islam. Di dalam Al-Qur’an dianjurkan dan diseruhkan untuk
berbuat adil di dalam persaksian baik itu saudara, kawan, ataupun orang lain. Dalam
Q.S An-Nisa’4:135

‫ع ٰلٰٓى‬ َ ‫اميْنَ ِب ْال ِقس ِْط شُ َهدَ ۤا َء ِ هّلِلِ َولَ ْو‬


ِ ‫ٰيٰٓا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا كُ ْونُ ْوا قَ َّو‬
‫اّلِلُ ا َ ْو ٰلى ِب ِه َم ۗا‬
‫غنِيًّا ا َ ْو فَ ِقي ًْرا فَ ه‬ َ ْ ‫ا َ ْنفُ ِسكُ ْم ا َ ِو ْال َوا ِلدَي ِْن َو‬
َ ‫اْل ْق َر ِبيْنَ ۚ اِ ْن يَّكُ ْن‬
ُ ‫فَ ََل تَت َّ ِبعُوا ْال َه ٰ ٰٓوى ا َ ْن ت َ ْع ِدلُ ْوا ۚ َواِ ْن ت َْل ٰٓوا ا َ ْو ت ُ ْع ِر‬
َ ‫ض ْوا فَا َِّن ه‬
‫ّٰللا َكانَ ِب َما‬
١٣ : ‫النساء‬ ۤ ( ‫ت َ ْع َملُ ْونَ َخبِي ًْرا‬
Terjemahan:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun

24
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.29

Perintah Allah SWT agar senangtiasa untuk berlaku adil dalam bersaksi dan
mengucapkan sesuatu hal dengan sebenar-benarnya. Karena sesungguhnya
persaksian kita selaku hamba akan selalu diketahui oleh Allah SWT. Menegakkan
keadilan adalah salah satu hal yang sangat penting. Oleh karena itu keadilan dan
kebenran harus seang tiasa berbanding lurus beriringan agar apa yang ada di dunia
ini itu kemudian tidak menjadi kacau atau memperburuk keadaan.

Keadilan adalah Mizan Ilahi dimuka bumi untuk membela yang lemah
jangan disewenang-wenangi oleh yang kuat. Untuk mempertahankan yang jujur
jungu. dicurangi oleh si pendusta. Untuk menegakkan yang benar jangan dianiaya
oleh yang batil. Dengan keadilanlah dibenarkan yang benar dan disalahkan yang
salah. Dengan keadilan dapat ditangkis serangan penyerang dengan tidak semena-
mena, dan dia diancam oleh Tuhan. Dengan keadilannya masyarakat manusia ini
diatur jadi baik. wahai Anak Adam Kaya atau miskin pun, namun Aku lebih
penting. Aku lebih penting dari kekayaan atau kemiskinan. Aku tak akan dapat
dipengaruhi oleh kekayaan si kaya, ataupun kemiskinan. Sebab itu maka kekayaan
atau kemiskinan janganlah menghambat kamu untuk menyaksikan kebenaran dan
keadilan” Sebab itu janganlah kamu ikuti hawa nafsu, Janganlah karena menuruti
hawa nafsu kamu sampai berpaling dari kebenaran, sehingga keadilan itu tidak jadi
kamu tegakkan. “Karena jika kamu putar-putar atau kamu berpaling”.

Di dalam mencari kebenaran dan menegakkan keadilan, kalau hawa nafsu


telah masuk, akan bertambah kacaulah keadaan. Yang kusut tidaklah akan selesai,
melainkan bertambah kusut. Oleh sebab itu penyelidikan dan pemeriksaan menjadi
lama dan menambah susah juga. Kebenaran itu tetap ada, walaupun disengaja

29
Departemen Agama RI, Al-Qur,an dan Terjemahan, (Bandung, Algensido).

25
melindunginya dengan perbuatan yang curang. Kecurangan itu dengan sendirinya
akan habis, sebab hakikatnya tidak ada.

Selain itu, Q.S Al-Maidah Ayat 8 menerangkan pula bahwa

‫ّلِل شُ َهدَا َء ِب ْال ِقس ِْط ۖ َو َْل‬


ِ َّ ِ َ‫َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُوا كُونُوا قَ َّوامِين‬
ۖ ‫ب ِللت َّ ْق َو ٰى‬ ُ ‫علَ ٰى أ َ َّْل ت َ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا هُ َو أ َ ْق َر‬ َ ‫جْر َمنَّكُ ْم‬
َ ‫شنَآ ُن قَ ْو ٍم‬ ِ ‫َي‬
َ‫ير ِب َما ت َ ْع َملُون‬ َ َّ ‫َواتَّقُوا‬
َ َّ ‫ّٰللا ۚ ِإ َّن‬
ٌ ‫ّٰللا َخ ِب‬

Terjemahan:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak


keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat
kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah, Sungguh Allah Maha
mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”.30
Syeikh Ahmad Mustofa menuliskan bahwa ayat ini berkaitan tentang
kesaksian yang adil untuk semua pihak. Pelajaran yang bisa dipetik dari ayat 8 surat
Al Maidah adalah jika seseorang sudah ditetapkan menjadi saksi, maka ia wajib
menyatakan kebenaran dengan sebaik-baiknya. Dirinya tak boleh memberikan
kesaksian palsu, meskipun terdapat kesalahan dari pihak keluarga atau kerabatnya.
Seseoang yang sudah menjadi saksi harus bisa jujur mengutarakan kebenaran tanpa
ada yang ditutupi.

30
Departemen Agama RI, Al-Qur,an dan Terjemahan, (Bandung, Algensido).

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan yang mana diketahui
bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu pengumpulan data yang dilakukan
secara objektif kemudian menganalisis data.atau dapat dikatakan bahwa penelitian
lapangan adalah penelitian yang cenderung memiliki sifat deskriptif yang dilakukan
melalui proses analisa.

Penelitian lapangan disini adalah jenis penelitian lapangan yang merupakan


salah satu cara mengumpulkan data melalui proses observasi dan melakukan
wawancara kepada pihak terkait agar memperoleh informasi sesuai dengan apa
yang di inginkan. Dapat dilakukan dengan melibatkan didalam peristiwa atau
situasi yang sedang diteliti sehingga kemampuan analisis sangat diperlukan dalam
hal ini.

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang diambil dalam penelitian adalah Pengadilan Negeri


Kelas I B Maros yang terletak di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.
Lokasi penelitian ini diambil karena ada beberapa kasus yang menggunakan
keterangan ahli dalam proses peradilan tindak pidana serta sesuai dengan judul dari
pada penelitian ini.

27
B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis


yaitu pendektan terhadap undang-undang atau ketentuan yang berlaku dengan
korelasi antara pelaksanaannya atau masalah yang akan diteliti.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data asli penelitian dan data
tambahan yang diperoleh oleh peneliti antara lain sebagai berikut.

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari narasumber
sesuai dengan judul penelitian atau dalam hal ini adalah data yang
diperoleh langsung dari Pengadilan Negeri Kelas I A Maros.
2. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh secara tidak langsung yakni
melalui media perantara yang dihasilkan oleh lembaga lain yang bukan
merupakan pengelolahnya tetapi dapat digunakan dalam penelitian ini.
Data sekunder terdiri dari beberapa sifat, yaitu diantaranya:
a. Data sekunder bersifat primer, yaitu semua data yang diutamakan seperti
Undang-Undang.
b. Data sekunder bersifat literasi, yaitu data yang diperoleh dari Buku, Hasil
Penelitian, Skripsi, ataupun Jurnal yang berkaitan dengan Keterangan Ahli
c. Data Sekunder bersifat tersier, yaitu data yang sikapnya sebagai pelengkap,
seperti data yang diperoleh dari website tertentu dalam hal ini digunakan oleh
peneliti terkait Keterangan Ahli

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti terdiri dari beberapa


yaitu sebagai berikut ini.

1. Observasi

28
Observasi adalah kegiatan berupa pengamatan untuk mendapatkan data
primer yang di inginkan. Observasi dilakukan dengan menggunakan teknik analisa
secara langsung dengan objek yang diteliti.

2. Wawancara

Wawancara adalah kegiatan berinteraksi atau tatap muka dengan tujuan


mendapatkan informasi. Informasi yang diperoleh dari teknik wawancara ini yang
kemudian disebut data primer untuk menjawab permasalahan yang sedang diteliti.
Dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak atau orang yang
mempunyai pengalaman dilokasi penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sendiri adalah kegiatan pengambilan gambar-gambar untuk


melengkapi proses pengumpulan data. Atau dapat dikatakan kegiatan
pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi sebagai bukti
dan keterangan sebagai data penfukung penelitian.

E. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan yang sangat penting guna mendapat hasil
yang sangat memuaskan dari tujuan penelitian. Pengolahan data merupakan
kegiatan analisis data atau proses pengubahan data yang diperoleh menjadi sebuah
informasi untuk mudah diterima. Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk
menyederhanakan hasil pengumpulan data untuk muda untuk dibaca dan di pahami.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik


analisis deskripsi dengan menggunakan penalaran, gagasan ataupu ide dari penulis
serta menggabungkan beberapa referensi yang ada sehingga memudahkan untuk
dimegerti. Adapun tujuan dari analisi deskripsi ini adalah memberikan gambaran
terhadap subjek dan objek penelitian.

29
Analisis deskripsi yang digunakan untuk mengambarkan bagaimana
kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam persidangan tindak pidana.

30
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alfitrah. (2014). hukum Pembuktian dalam beracara Pidana, Perdata, dan


Korupsi di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Amin, R. (2020). Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana dan Perdata.


Yogyakarta: Deepublish.

Bakhri, S. (n.d.). hukum Pembuktian dalam Peraktik Pidana. Yogyakarta : Total


Media.

Bakhri, S. (n.d.). Sistem Peradilan Pidana Indonesia dalam Perspektif


Prmbaharuan Teori dan Teori Peradilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harahap, M. Y. (2000). Pembahasan dan Penerapan KUHP: Pemeriksaan Sidang


Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar
Grafika.

Mertokusumo, S. (n.d.). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Mukhlis, T. A. (2018). Hukum Pidana. Banda Aceh: Syiah Kuala Univercity.

Mulvaldi, L. (2004). Hukum Acara Pidana, Suatu Tinjauan Khusus Surat


Dakwaan Eksepsi, dan Putusan Peradilan . Bandung: Citra Aditya Bakti.

Rozi, F. (2018). Sistem Pembuktian dalam Proses Persidangan pada Perkara


Pidana. Yuridis Muda, 20.

Sofyan, A. (2013). Hukum Acara Pidana : Suatu Pengantar. Yogyakarta:


Rangkang Education.

Subekti. (2001). hukum Pembuktian. Jakarta: Pradyana Paramitha.

Syamsuddin, R. (2019). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana.


Jurnal

Rozi, F. (2018). Sistem Pembuktian dalam Proses Persidangan pada Perkara


Pidana. Yuridis Muda, 20.

Skripsi

Dilaga, Auria Patria. Pengaruh Alat Bukti Keterangan Ahli Terhadap Keyakinan
Hakim dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang. 2013.

Laksono,Muhammad Fadhil. Kekuatan Saksi Ahli dalam Proses Pembuktian


Perkara Pidana. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Magelang. 2017.

Yudhatama, Luqman Arya. Analisis Keterangan Ahli dalam Persidangan Perspektif


Hukum. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2017.

Website

2 Arti Kata Pembuktian di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (lektur.id)


diakses pada tanggal 19 februari 2022

Saksi Ahli Hukum Pidana: Fungsi, Syarat, dan Kewajibannya dalam Persidangan
(voi.id) (diakses tanggal 13 april 2023)

Anda mungkin juga menyukai