Proposal Skripsi
Disusun oleh:
20190610326
2023
HALAMAN PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
NIM.20190610326
Dosen Pembimbing
NIK.19790430201504153061
HALAMAN PERSETUJUAN
Pada hari…………
1. Ketua :
2. Anggota :
3. Anggota :
Mengesahkan,
PENDAHULUAN
Tindak pidana penganiayaan adalah tindak pidana yang diatur dalam Kitab
mengakibatkan seseorang mengalami luka atau sakit fisik atau mental. Tindak
terhadap orang lain. Penganiayaan dapat berupa tindakan yang dilakukan dengan
atau kesehatan orang lain. Tindakan penganiayaan dapat dilakukan secara fisik
maupun verbal.
kekerasan, dan dapat diancam dengan hukuman penjara dan/atau denda. Hukuman
yang diberikan tergantung pada tingkat kekerasan dan dampak yang diakibatkan
hukuman penjara seumur hidup jika korban meninggal dunia akibat tindakan
1
Hiro R R Tompodung, Meiske T Sondakh, and Nontje Rimbing, ‘Kajian Yuridis Tindak
Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian’, Lex Crimen, 10.4 (2021)
<https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/33400>.
1
2
menggunakan senjata tajam atau senjata api, maka pelakunya dapat dikenakan
sanksi pidana yang lebih berat, yaitu hukuman penjara seumur hidup atau bahkan
hukuman mati.2
dapat berdampak negatif yang signifikan terhadap korban dan masyarakat. Oleh
karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk menghormati hak asasi orang
lain dan menjaga agar tindakan-tindakan yang dilakukan tidak melanggar hukum
bersalah atau tidak. Penjatuhan putusan dalam sebuah perkara penganiayaan harus
berikut: 4
2
3
korban.
membentuk kesimpulan yang jelas dan akurat terkait kasus yang sedang
secara sah atau tidak, serta apakah bukti tersebut dapat dipercaya atau
tidak.
3
4
yang sedang diproses, hakim akan memberikan putusan berupa vonis dan
hukuman yang dianggap paling adil dan sesuai dengan fakta yang ada dalam
persidangan. Putusan hakim tersebut akan menjadi acuan dan ditetapkan sebagai
keputusan final yang harus dijalankan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam
perkara tindak pidana sangat penting dalam memastikan keadilan dan kebenaran
5
I Kadek, Agus Irawan, and others, ‘Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan
Matinya Seseorang (Studi Kasus Putusan Nomor: 24/Pid.B/2013/PN.Sp)’, Jurnal Analogi Hukum,
1.3 (2019), 341–46 <https://doi.org/10.22225/AH.1.3.2019.341-346>.
4
5
keterangan atau bukti yang dapat membantu mengungkap kejadian atau fakta
keterangan secara jujur dan obyektif mengenai apa yang mereka lihat atau alami
dalam kasus yang sedang diproses. Keterangan saksi ini dapat digunakan oleh
hakim dalam menentukan keputusan yang adil dan objektif. Selain itu, keberadaan
saksi juga dapat membantu dalam memperkuat bukti-bukti yang sudah ada dalam
jalannya proses peradilan. Saksi yang memberikan keterangan palsu atau saksi
yang tidak jujur dapat mempengaruhi keputusan hakim dan merugikan salah satu
pihak yang terlibat dalam perkara. Oleh karena itu, sangat penting bagi saksi
untuk memberikan keterangan secara jujur dan obyektif serta mematuhi aturan
dan prosedur yang berlaku dalam proses peradilan. Hakim juga memiliki
6
Ibid.
7
Peter Jeremiah Setiawan and others, ‘Pengaturan Kedudukan Keterangan Saksi Dalam
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Regulation on Witness Statements Standing in
Criminal Acts of Domestic Violence)’, Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Dan
Kesejahteraan, 13.2 (2022), 167–83 <https://doi.org/10.22212/JNH.V13I2.3247>.
8
Toni Parlindungan, ‘Pemeriksaan Saksi dalam Perkara Pidana Berdasarkan Ius
Contitum Indonesia’, Jurnal Gagasan Hukum, 3.01 (2021), 45–58
<https://doi.org/10.31849/JGH.V3I01.7503>.
5
6
dikenal adalah istilah saksi a de charge. Saksi a de charge adalah saksi yang
keterangan atau bukti yang dapat menunjukkan bahwa terdakwa bersalah atas
memiliki keterlibatan atau hubungan dengan kasus yang sedang diproses, baik
sebagai korban, saksi mata, atau sebagai pihak yang memiliki informasi terkait
kasus.
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan juga
dalam Mahkamah Agung RI, Pedoman Hakim dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
tahun 2012. Pasal 183 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa saksi adalah orang
dialaminya, atau tentang informasi yang diperolehnya dari orang lain, dan yang
oleh penyidik atau jaksa penuntut umum, dan wajib memberikan keterangan yang
umum dan memberikan keterangan yang mendukung dakwaan atau tuntutan jaksa
6
7
yang ada dalam perkara dan menghindari pemihakan atau prasangka terhadap
kepada terdakwa”. Saksi a de charge merupakan salah satu bagian yang penting
karena pada intinya dalam KUHAP telah diatur bahwa keterangan saksi
merupakan salah satu alat bukti yang kuat baik itu saksi a charge maupun saksi a
de charge.10
dakwaan atau tuntutan jaksa penuntut umum dalam suatu perkara tindak pidana.
charge:
10
Eky Chaimansyah, ‘Hak Tersangka/Terdakwa Untuk Mengajukan Saksi a De Charge
(Saksi Meringankan) Dalam Proses Perkara Pidana’, Lex Crimen, 5.2 (2016), 3414
<https://www.neliti.com/id/publications/3414/>.
7
8
atau tuntutan jaksa penuntut umum dalam suatu perkara tindak pidana.
Keterangan saksi a de charge dapat menjadi salah satu bukti yang kuat
transparan.
charge.
charge, penegakan hukum dapat menjadi lebih efektif dan tepat, karena
8
9
yang diberikan oleh saksi a de charge perlu dinilai dengan hati-hati oleh hakim,
karena saksi tersebut cenderung memiliki kepentingan dalam kasus yang sedang
diproses. Saksi tersebut dapat dianggap memiliki kepentingan dalam kasus yang
sedang diproses, sehingga kesaksian yang diberikan dapat menjadi subjektif atau
ada dalam persidangan untuk dapat menentukan kebenaran dan keadilan dalam
kasus tersebut.
dan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Namun, belum
ada Undang-Undang yang lebih jelas mengenai saksi yang meringankan atau a de
diajukan saksi yang meringankan atau saksi a de charge oleh terdakwa ataupun
karena itu, terdakwa atau penasihat hukum terdakwa berhak menghadirkan saksi a
11
Yafeth Bonai, ‘Penggunaan Saksi a de Charge Sebagai Hak Tersangka Pada Tahap
Penyidikan’ (Universitas Hasanuddin Makassar, 2013).
9
10
antara lain menghadirkan saksi a de charge, oleh karena itu harus dibuktikan
proses hukum pidana karena dapat memberikan dampak positif pada kepercayaan
B. Rumusan Masalah
antara lain:
12
Laras Iga Mawarni, ‘Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi a de Charge Yang
Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi
Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/PN Png)’, Verstek, 9.3 (2021)
<https://doi.org/10.20961/JV.V9I3.55051>.
10
11
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut:
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Tinjauan Pustaka
1. Saksi A De Charge
11
12
baik yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang
artinya apabila saksi itu tidak mau hadir di muka pengadilan, maka
(2) KUHAP).13
13
Ubwarin. E. (2015), Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Melanggulagi
Kejahatan Skimming ATM, Jurnal Sasi, 21 (2), hal 17-20
12
13
14
Pasal 184 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
13
14
Pengadilan adalah sama. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 184
alat bukti. Pada Pasal ini tidak dijelaskan keterangan saksi yang
dimana jika dipanggil dengan sah dan patut untuk menjadi saksi
14
15
putusan, yaitu:17
sah adalah 2 (dua) alat bukti yang sah, alat bukti yang sah ini
bukti yang sah kurang dari 2 (dua) maka hakim tidak dapat
minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sehingga jika alat bukti
yang sah kurang dari 2 (dua) maka hakim tidak dapat memutus
perkara tersebut. Kata sah dalam dua alat bukti yang sah juga
16
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal
184.
17
Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kartawaringin, Diskresi Hakim Sebuah
Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara Pidana, Alfabeta, bandung, 2013, hal.
191.
15
16
alat bukti yang sah. Hakim dituntut untuk teliti dan cermat
persidangan.18
16
17
putusan Pengadilan.19
2. Penganiayaan
a. Pengertian Penganiayaan
penganiayaan diatur dalam Pasal 351 s/d Pasal 358 KUHP. Dalam
19
Sri Sutatiek, Menyoal Akuntabilitas Moral Hakim Pidana Dalam Memeriksa,
Mengadili dan Memutuskan Perkara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal. 37.
17
18
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain, yang
20
Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, PT. Raja Grafindo
Perkasa, hlm 7
21
Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap
Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 132
22
Ibid, hlm.132
18
19
pengertiannya.23
rasa sakit (pijn) atau penderitaan yang hebat atau jasmani maupun
23
Ibid, hlm.141
24
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
19
20
(mishandeling) yaitu:25
F. Metode Penelitian
Metode secara harfiah berarti cara, metode diartikan sebagai suatu cara
atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. 30 Penelitian ini
25
R. Soesilo, Op.cit, hlm. 245
26
Ibid
27
Ibid
28
Ibid
29
Ibid
30
M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2013), hlm. 83.
20
21
penelitian ini dilakukan pada peraturan perundang- undangan dan bahan- bahan
doktrinal atau yuridis normatif. Penelitian yang mengacu pada norma hukum yang
2. Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer dan data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Data Primer
b. Data Sekunder
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 44.
32
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996),
hlm. 13.
21
22
tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa bahan hukum itu berupa
lain.
3. Lokasi Penelitian
4. Narasumber
22
23
objek studi. Yaitu para informan dalam penelitian ini berasal dari
a. Observasi
Negeri Sleman.
b. Wawancara
23
24
c. Dokumentasi
dapat diandalkan atau kredibel bila didukung oleh foto atau tulisan
24
25
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Tinjauan Pustaka
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Jenis Data
3. Narasumber
4. Teknik Pengumpulan Data
5. Teknik Pengambilan Sampel
6. Analisis Data
BAB II : ALAT BUKTI SAKSI A DE CHARGE
37
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1982), hlm. 22
25
26
Penganiayaan
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
26
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Alfitra. Hukum Pembuktian Tindak Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia. Jakarta:
Raih Asa Sukses, 2011.
Arto, Mukti Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V. Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2004.
Chazawi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa, 2000.
Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh,
dan Kesehatan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Sutatiek, Sri. Menyoal Akuntabilitas Moral Hakim Pidana Dalam Memeriksa, Mengadili
dan Memutuskan Perkara. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 1996.
Witanto, Darmoko Yuti dan Arya Putra Negara Kartawaringin, Diskresi Hakim Sebuah
Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara Pidana, Bandung:
Alfabeta, 2013.
2. Jurnal Ilmiah
Bonai, Yafeth, ‘Penggunaan Saksi A De Charge Sebagai Hak Tersangka Pada Tahap
Penyidikan’. Universitas Hasanuddin Makassar, 2013.
Jeremiah Setiawan, Peter, dkk, ‘Pengaturan Kedudukan Keterangan Saksi Dalam Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Regulation on Witness Statements
Standing in Criminal Acts of Domestic Violence)’, Negara Hukum: Membangun
Hukum Untuk Keadilan Dan Kesejahteraan, 13.2 (2022), 167–83
27
28
<https://doi.org/10.22212/JNH.V13I2.3247>
Kadek, I, Agus Irawan, Nyoman Sujana, and Ketut Sukadana, ‘Tindak Pidana
Penganiayaan Yang Mengakibatkan Matinya Seseorang (Studi Kasus Putusan
Nomor: 24/Pid.B/2013/PN.Sp)’, Jurnal Analogi Hukum, 1.3 (2019), 341–46
<https://doi.org/10.22225/AH.1.3.2019.341-346>
Kadek, I, Betit Pranata Suma, Wayan Rideng, and I Ketut Widia, ‘Sanksi Pidana Terhadap
Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Luka Berat’, Jurnal Analogi Hukum,
3.2 (2021), 225–29 <https://doi.org/10.22225/AH.3.2.2021.225-229>
Mawarni, Laras Iga, ‘Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang
Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap
Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/PN Png)’, Verstek, 9.3 (2021)
<https://doi.org/10.20961/JV.V9I3.55051>
Parlindungan, Toni, ‘Pemeriksaan Saksi Dalam Perkara Pidana Berdasarkan Ius Contitum
Indonesia’, Jurnal Gagasan Hukum, 3.01 (2021), 45–58
<https://doi.org/10.31849/JGH.V3I01.7503>
Wahyuni, Lisa, and Fatria Khairo, ‘Saksi A De Charge Dalam Persidangan Tindak Pidana
Korupsi’, Lexstricta : Jurnal Ilmu Hukum, 1.1 (2022), 29–40
<https://lexstricta.stihpada.ac.id/index.php/S2/article/view/4>
Zilvia, Rahmi, and Haryadi Haryadi, ‘Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Kasus Tindak
Pidana Penganiayaan’, PAMPAS: Journal of Criminal Law, 1.1 (2020), 96–109
https://doi.org/10.22437/PAMPAS.V1I1.8271
3. Perundang-Undangan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
28
1