Anda di halaman 1dari 7

Jawaban UAS Hukum Acara Pidana

Farah Fauziah Firdaus


Hukum Tata Negara/ 4A
1213030044

Soal 1 :
a. Mengapa dalam proses penegakan hukum pidana masih memerlukan Hukum Acara
Pidana?
Dalam proses penegakan hukum pidana, Hukum Acara Pidana tetap diperlukan karena
memiliki peran penting dalam mengatur prosedur dan mekanisme penegakan hukum.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Hukum Acara Pidana masih diperlukan:
1. Perlindungan hak-hak individu: Hukum Acara Pidana memberikan jaminan
perlindungan hak-hak individu yang terlibat dalam proses pidana, baik sebagai
tersangka maupun terdakwa. Hukum Acara Pidana memberikan kerangka hukum
yang memastikan bahwa hak-hak tersebut dihormati dan dipenuhi.
2. Mengatur proses penyidikan: Hukum Acara Pidana mengatur prosedur dan prinsip-
prinsip dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pidana. Hukum
Acara Pidana memberikan pedoman yang jelas bagi penegak hukum dalam
melaksanakan tugas penyidikan dengan tetap menghormati hak-hak individu dan
meminimalkan risiko penyalahgunaan kekuasaan.
3. Meningkatkan kepastian hukum: Hukum Acara Pidana memberikan kerangka hukum
yang jelas dan terstruktur bagi para penegak hukum, pengadilan, dan pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pidana.
4. Mengatur proses persidangan: Hukum Acara Pidana mengatur tahapan-tahapan dalam
persidangan pidana, seperti pendaftaran perkara, pemeriksaan saksi, pemeriksaan
terdakwa, pembuktian, tuntutan, pembelaan, dan putusan.
5. Mengatur pelaksanaan putusan: Hukum Acara Pidana juga mengatur pelaksanaan
putusan pidana, termasuk pelaksanaan hukuman, pembebasan bersyarat, dan
rehabilitasi. Secara keseluruhan, Hukum Acara Pidana menjadi landasan yang penting
dalam menjalankan proses penegakan hukum pidana.
Bagaimana Keterikatan Hukum Pidana dengan Hukum Acara Pidana?
Hukum Pidana menetapkan perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan sanksi yang
dapat diterapkan. Di sisi lain, Hukum Acara Pidana mengatur prosedur dan mekanisme
yang harus diikuti dalam penegakan hukum pidana, termasuk penyelidikan, penyidikan,
persidangan, dan pelaksanaan putusan. Hukum Acara Pidana memberikan kerangka
hukum yang mengatur bagaimana Hukum Pidana diterapkan dan dijalankan.
b. Mengapa Pelaksanaan Hukum Acara Pidana Harus memperhatikan Asas-asas dan Prinsip-
prinsip Hukum Acara Pidana?
Pelaksanaan Hukum Acara Pidana harus memperhatikan asas-asas dan prinsip-prinsip
Hukum Acara Pidana karena hal tersebut merupakan landasan penting dalam menjalankan
proses penegakan hukum pidana yang adil, proporsional, dan menghormati hak-hak
individu. Berikut adalah alasan mengapa asas-asas dan prinsip-prinsip Hukum Acara
Pidana harus diperhatikan:
1. Keadilan: Asas keadilan menjadi dasar utama dalam Hukum Acara Pidana.
Pelaksanaan Hukum Acara Pidana harus memastikan bahwa setiap individu
mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di hadapan hukum, tanpa diskriminasi
dan favoritisme. Asas ini menuntut agar proses penegakan hukum pidana dilakukan
dengan prinsip keadilan dan kesetaraan.
2. Praduga tak bersalah: Prinsip praduga tak bersalah menyatakan bahwa setiap orang
dianggap tidak bersalah sampai terbukti secara sah dan meyakinkan sebaliknya.
Dalam pelaksanaan Hukum Acara Pidana, prinsip ini menuntut agar pihak penegak
hukum dan pengadilan tidak memperlakukan seseorang sebagai terdakwa atau
penjahat sebelum terbukti bersalah melalui proses persidangan yang adil.
3. Hak-hak individu: Prinsip hak-hak individu melibatkan perlindungan terhadap hak-
hak dasar yang melekat pada setiap individu yang terlibat dalam proses pidana. Hak-
hak ini termasuk hak atas pembelaan, hak atas persidangan yang terbuka, hak untuk
menghadirkan saksi, hak atas keterlibatan pengacara, dan hak untuk tidak dikenakan
perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
4. Proporsionalitas: Prinsip proporsionalitas menekankan bahwa sanksi dan tindakan
penegakan hukum harus sebanding dengan kejahatan yang dilakukan. Dalam
pelaksanaan Hukum Acara Pidana, prinsip ini mengharuskan pihak penegak hukum
dan pengadilan untuk mempertimbangkan keadilan dan proporsi dalam menjatuhkan
hukuman atau tindakan lainnya terhadap pelaku kejahatan.
c. Jelaskan Tahapan dalam Hukum Acara Pidana?
Tahapan dalam Hukum Acara Pidana dapat berbeda-beda tergantung pada sistem hukum
yang berlaku di suatu negara. Namun, secara umum, terdapat beberapa tahapan yang
umumnya ada dalam proses hukum acara pidana. Berikut adalah tahapan-tahapan
tersebut:
1. Penyelidikan: Tahap penyelidikan adalah tahap awal dalam proses hukum acara
pidana. Pada tahap ini, penegak hukum melakukan penyelidikan untuk
mengumpulkan bukti dan informasi terkait suatu tindak pidana yang diduga terjadi.
Penyelidikan melibatkan pemeriksaan saksi, pengumpulan bukti, dan penelusuran
informasi terkait kasus pidana.
2. Penyidikan: Setelah tahap penyelidikan, jika terdapat cukup bukti yang mengarah
pada suatu dugaan tindak pidana, proses dilanjutkan ke tahap penyidikan. Pada tahap
ini, penyidik melakukan pemeriksaan lebih mendalam terhadap tersangka,
mengumpulkan bukti tambahan, dan melengkapi berkas penyidikan. Penyidik juga
dapat melakukan tindakan penyitaan, penggeledahan, atau penangkapan terhadap
tersangka jika diperlukan.
3. Penuntutan: Setelah penyidikan selesai, jaksa penuntut umum akan menilai bukti yang
dikumpulkan oleh penyidik untuk memutuskan apakah ada cukup bukti untuk
melanjutkan ke tahap penuntutan. Jika ditemukan cukup bukti, jaksa penuntut umum
akan mengajukan dakwaan kepada pengadilan.
4. Persidangan: Tahap persidangan adalah tahap dimana pihak-pihak yang terlibat dalam
kasus pidana menghadap pengadilan. Pada tahap ini, hakim akan memeriksa bukti,
mendengarkan keterangan saksi, dan mempertimbangkan argumen dari jaksa penuntut
umum dan pengacara pembela. Hakim kemudian akan membuat keputusan
berdasarkan bukti dan argumen yang disajikan.
5. Putusan: Setelah persidangan selesai, hakim akan mengeluarkan putusan. Putusan
dapat berupa vonis bersalah atau vonis tidak bersalah. Jika terdakwa dinyatakan
bersalah, hakim akan menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
6. Banding atau kasasi: Setelah putusan dijatuhkan, pihak yang tidak puas dengan
putusan tersebut dapat mengajukan banding atau kasasi ke tingkat pengadilan yang
lebih tinggi. Proses banding atau kasasi bertujuan untuk memeriksa keabsahan
putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya.
7. Pelaksanaan putusan: Jika putusan dinyatakan tetap setelah melewati proses banding
atau kasasi, tahap terakhir adalah pelaksanaan putusan. Pada tahap ini, hukuman yang
dijatuhkan oleh pengadilan akan dilaksanakan, seperti pelaksanaan hukuman penjara,
denda, atau tindakan rehabilitasi.
Soal 2 :
a. Mengapa ahli dalam memberikan keterangan di muka sidang dapat memberikan
pendapat, sedangkan saksi tidak?? Jelaskan
Dalam konteks persidangan, peran ahli dan saksi memiliki perbedaan yang signifikan
dalam memberikan keterangan di muka sidang. Perbedaan ini terkait dengan
karakteristik dan tujuan keterangan yang mereka berikan. Berikut penjelasan mengapa
ahli dapat memberikan pendapat, sedangkan saksi tidak:
1. Ahli: Seorang ahli adalah individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, atau
keahlian khusus di bidang tertentu yang relevan dengan kasus yang sedang dibahas
dalam persidangan. Ahli diizinkan memberikan pendapat atau kesimpulan mereka
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka di bidang tersebut. Mereka dapat
memberikan analisis, interpretasi, atau penjelasan ilmiah/teknis yang membantu
pengadilan dalam memahami aspek-aspek yang kompleks atau spesifik dari kasus
tersebut. Pendapat ahli diberikan untuk membantu pengadilan dalam mengambil
keputusan yang lebih baik berdasarkan pengetahuan yang mendalam dalam bidang
tersebut.
2. Saksi: Sebaliknya, seorang saksi adalah individu yang memiliki pengetahuan
langsung atau pengalaman tentang fakta-fakta yang terkait dengan kasus yang sedang
disidangkan. Peran saksi adalah untuk memberikan kesaksian atau keterangan tentang
apa yang mereka lihat, dengar, atau alami secara langsung terkait dengan kasus
tersebut. Saksi tidak diizinkan memberikan pendapat pribadi atau kesimpulan mereka
sendiri. Mereka hanya diminta untuk menjelaskan fakta-fakta yang mereka ketahui
secara objektif.
Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik dan sifat keterangan yang diberikan oleh
masing-masing individu. Ahli memiliki pengetahuan khusus dan keterampilan di
bidang tertentu yang membuat mereka mampu memberikan pendapat atau analisis
profesional berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Sementara itu, saksi
memberikan kesaksian berdasarkan apa yang mereka alami atau perhatikan secara
langsung.
b. Beri contoh alat bukti Petunjuk??
1. Sidik jari: Sidik jari dapat menjadi alat bukti petunjuk dalam kasus kriminal. Sidik jari
yang ditemukan di tempat kejadian atau di barang bukti seperti pisau atau kaca bisa
digunakan untuk mengaitkan tersangka dengan kejahatan yang terjadi.
2. Surat atau dokumen: Surat atau dokumen tertentu dapat menjadi alat bukti petunjuk.
Misalnya, surat perjanjian, kontrak, atau catatan yang relevan dengan kasus yang
sedang disidangkan.
3. Rekaman suara: Rekaman suara seperti percakapan telepon, rekaman CCTV, atau
rekaman audio lainnya dapat menjadi alat bukti petunjuk untuk mendukung klaim
atau mengungkap fakta-fakta yang terjadi dalam kasus.
4. Rekaman video: Rekaman video dari kamera pengawas (CCTV), kamera ponsel, atau
sumber lainnya dapat menjadi alat bukti petunjuk yang menunjukkan kejadian atau
tindakan tertentu yang terkait dengan kasus.
5. Barang bukti fisik: Barang bukti fisik seperti senjata, narkotika, benda pencurian, atau
barang lain yang terkait dengan kasus dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk
yang kuat.
6. Fotografi forensik: Fotografi forensik dapat menjadi alat bukti petunjuk untuk
mendokumentasikan keadaan tempat kejadian, luka, atau bukti lainnya yang memiliki
relevansi dengan kasus.
7. Data elektronik: Data elektronik seperti catatan komputer, pesan teks, email, atau log
aktivitas dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk dalam kasus-kasus yang
melibatkan kejahatan komputer atau cybercrime.
Soal 3 :
a. Mengapa ada putusan Hakim yang bukan putusan akhir, Jelaskan
Ada beberapa alasan mengapa ada putusan hakim yang bukan putusan akhir:
1. Mekanisme Banding: Sistem hukum umumnya memberikan hak kepada pihak yang
merasa tidak puas dengan putusan hakim untuk mengajukan banding. Melalui
mekanisme banding, putusan hakim dapat diperiksa ulang oleh pengadilan tingkat
yang lebih tinggi. Tujuan dari mekanisme banding adalah untuk memastikan bahwa
keputusan hakim telah diuji secara lebih mendalam dan adil, serta memberikan
kesempatan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan argumen dan
bukti tambahan yang mendukung kasus mereka.
2. Kesalahan Hukum: Putusan hakim yang dianggap tidak benar secara hukum atau
mengandung kesalahan dalam penerapan hukum dapat menjadi dasar bagi pihak yang
terdampak untuk mengajukan banding. Dalam proses banding, pengadilan tingkat
yang lebih tinggi akan meninjau dan memeriksa apakah hakim sebelumnya telah
menerapkan hukum dengan benar dan memberikan keputusan yang sesuai.
3. Perlindungan Hak-hak Terdakwa: Mekanisme banding juga memberikan perlindungan
terhadap hak-hak terdakwa. Terdakwa memiliki hak untuk meminta pengadilan
tingkat yang lebih tinggi untuk meninjau kembali fakta dan hukum yang terkait
dengan kasusnya. Ini memungkinkan terdakwa untuk memperoleh keadilan yang
lebih baik dan menghindari kemungkinan adanya kesalahan atau ketidakadilan dalam
putusan hakim.
4. Pengembangan Hukum: Putusan hakim yang bukan putusan akhir juga penting dalam
pengembangan hukum. Ketika putusan hakim diajukan banding dan diperiksa ulang
oleh pengadilan tingkat yang lebih tinggi, hal ini dapat memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasi atau menegaskan interpretasi hukum yang lebih baik. Ini penting
untuk mengembangkan preseden hukum yang dapat digunakan dalam kasus serupa di
masa depan.
b. Pulan adalah seorang terdakwa, di dakwa melakukan pembunuhan terhadap 2 anak
kandungnya sendiri, tapi dimuka sidang terbukti terdakwa sakit jiwa.
Pertanyaannya :
1. Putusan apakah yang harus dijatuhkan majelis hakim terhadap si pulan?? Jelaskan
jawaban anda dan sebutkan dasar hukumya
Majelis hakim harus memutuskan bahwa Pulan tidak dapat dihukum karena
terbukti sakit jiwa. Dasar hukumnya adalah Pasal 44 KUHP yang menyatakan
bahwa seseorang yang pada saat melakukan perbuatan pidana dalam keadaan
tidak sadar atau tidak dapat mengendalikan diri karena sakit jiwa yang ada
padanya, tidak dapat dihukum.
2. Jelaskan upaya hukum apakah yang dapat dilakukan oleh jaksa penuntut umum
terhadap putusan tersebut??? Berapa jangka waktunya dan sebutkan dasar
hukumnya????
Jaksa penuntut umum dapat melakukan upaya hukum berupa kasasi terhadap
putusan tersebut. Jangka waktu untuk mengajukan kasasi bervariasi tergantung
pada peraturan hukum yang berlaku di suatu negara. Sebagai contoh, dalam sistem
hukum Indonesia, jangka waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak
putusan diucapkan. Dasar hukumnya adalah Pasal 253 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur mengenai kasasi sebagai upaya
hukum terhadap putusan pengadilan.
Soal 4 :
Siti dituduh melakukan penganiayaan ringan karena ia telah menjambak rambut temannya,
apabila Siti dihadapkan kemuka sidang pengadilan, dengan acara pemeriksaan apakah ia
diadili?? Sebutkan dasar hukum jika Siti di vonis bersalah dengan pidana penjara I bulan,
apakah Siti dapat mengajukan upaya hukum??? Sebutkan pula dasar hukumnya.
Jawab: Siti dihadapkan pada sidang pengadilan dengan acara pemeriksaan dalam kasus
penganiayaan ringan. Prosedur pemeriksaan yang mungkin dilakukan dalam hal ini adalah
sebagai berikut:
1. Pembacaan dakwaan: Hakim akan membacakan dakwaan terhadap Siti, yaitu
pernyataan resmi mengenai tindakan yang diduga dilakukan oleh Siti, yaitu
menjambak rambut temannya.
2. Pemeriksaan terhadap terdakwa: Siti akan diperiksa oleh hakim terkait dengan
tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Dalam pemeriksaan ini, Siti akan dimintai
keterangan mengenai kejadian yang terjadi, baik secara langsung maupun melalui
pengacaranya jika ia memiliki pengacara.
3. Pemeriksaan saksi-saksi: Saksi-saksi yang relevan dengan kasus, seperti teman Siti
yang menjadi korban penganiayaan, dapat dipanggil untuk memberikan keterangan di
muka sidang. Hakim akan memeriksa saksi-saksi ini guna mendapatkan pemahaman
yang lebih jelas mengenai peristiwa yang terjadi.
4. Pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Pengacara Terdakwa: Setelah pemeriksaan
terhadap Siti dan saksi-saksi, JPU akan menyampaikan pendapatnya mengenai bukti-
bukti yang ada dan memohon agar Siti divonis bersalah sesuai dengan tuntutan pidana
yang diajukan. Pengacara Siti, jika ada, akan memberikan pembelaan dan argumen
untuk membantah dakwaan yang diajukan terhadap Siti.
5. Putusan hakim: Setelah mendengarkan argumen dan keterangan yang disampaikan,
hakim akan mengambil keputusan dan menjatuhkan vonis terhadap Siti berdasarkan
bukti-bukti dan argumen yang diajukan di persidangan.
Apabila Siti divonis bersalah dengan pidana penjara selama 1 bulan, Siti dapat mengajukan
upaya hukum terhadap putusan tersebut. Dasar hukum untuk mengajukan upaya hukum
tersebut adalah Pasal 241 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
mengatur mengenai upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan yang dianggap tidak
adil atau merugikan terdakwa. Siti dapat mengajukan banding ke pengadilan tingkat yang
lebih tinggi untuk meminta peninjauan ulang atas putusan hakim yang telah dijatuhkan
terhadapnya.
Soal 5 :
Pihak yang berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi adalah
penyidik kejaksaan, penyidik kepolisian, dan penyididk KPK, apabila di satu perkara yang
sama dengan tersangka yang sama dalam waktu yang bersamaan, masing-masing penyidik
melakukan penyidikan sendiri-sendiri, bagaimana keabsahan dari penyidikan itu? Siapa
penyidik yang paling tepat melakukan penyidikan menurut perundang-undangan dan
ketentuan mana yang mengatur tentang hal tersebut di atas?? Jelaskan !!
Apabila terdapat penyidikan yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan, penyidik kepolisian,
dan penyidik KPK dalam satu perkara yang sama dengan tersangka yang sama secara
bersamaan, keabsahan penyidikan tersebut akan tergantung pada peraturan hukum yang
berlaku di suatu negara. Namun, dalam konteks Indonesia, berikut adalah penjelasan terkait:
Menurut UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
KPK), pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penyidikan tindak
pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK memiliki yurisdiksi khusus dalam penyidikan tindak
pidana korupsi. Namun, UU KPK juga memberikan kemungkinan penyidik kepolisian dan
penyidik kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur
dalam Pasal 14 ayat (1) UU KPK. Dalam praktiknya, hal ini dapat terjadi ketika KPK
memberikan izin atau memerintahkan kepada kepolisian atau kejaksaan untuk melakukan
penyidikan tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK. Pada prinsipnya,
koordinasi dan kerjasama antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan sangat penting untuk
menjaga efektivitas dan efisiensi dalam penanganan kasus korupsi. Hal ini juga dapat
meminimalisir tumpang tindih atau benturan tugas dalam penyidikan. Dalam situasi di mana
terdapat penyidikan yang dilakukan oleh beberapa lembaga penyidik secara bersamaan dalam
satu perkara dengan tersangka yang sama, penting untuk mengacu pada koordinasi dan
pengaturan yang ditetapkan oleh peraturan hukum dan peraturan internal masing-masing
lembaga. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penyidikan dilakukan secara
terkoordinasi, menghindari tumpang tindih, dan memastikan bahwa penyidikan dilakukan
dengan efektif dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk memastikan keabsahan
penyidikan dalam konteks tersebut, pihak yang berwenang harus mematuhi peraturan hukum
yang berlaku dan menjalankan koordinasi yang baik dalam melakukan penyidikan. Adanya
kerjasama antara lembaga penyidik, seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan, dalam hal ini
sangat penting guna mencapai tujuan bersama dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Anda mungkin juga menyukai