Anda di halaman 1dari 15

ASAS HUKUM DALAM ACARA PERDATA

Berikut ini asas-asas hukum acara perdata dari Benny Rijanto dalam modul berjudul Sejarah,
Sumber, dan Asas-asas Hukum Acara Perdata sebagai berikut:
1. Hakim Bersifat Menunggu
Pertama, dalam asas acara perdata yaitu inisiatif untuk mengajukan gugatan diserahkan
kepada pihak yang berkepentingan atau pihak yang beperkara. Jika tidak ada gugatan, maka
tidak ada hakim. Jadi, hakim bersifat menunggu diajukannya perkara atau gugatan. Dengan
kata lain, hakim tidak boleh aktif mencari perkara atau menjemput bola di masyarakat. Akan
tetapi, sekali suatu perkara diajukan, hakim tidak boleh menolak memeriksa dan
mengadilinya dengan alasan apapun.

2. Hakim Pasif
Asas acara perdata yang kedua yaitu hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif.
Artinya, ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh
pihak yang beperkara dan bukan oleh hakim. Dengan kata lain, penggugat menentukan
apakah ia akan mengajukan gugatan, seberapa luas (besar) tuntutan, juga tergantung para
pihak (penggugat/tergugat) suatu perkara akan dilanjutkan atau dihentikan, misalnya lewat
perdamaian atau gugatan dicabut. Semua tergantung para pihak, bukan pada hakim. Hakim
hanya membantu para pencari keadilan dan menilai siapa di antara para pihak yang berhasil
membuktikan kebenaran dalilnya dan mana yang benar dari dalil yang dikemukakan tersebut.

3.Hakim Aktif
Hakim harus aktif sejak perkara dimasukkan ke pengadilan, dalam artian untuk memimpin
sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu para pihak mencari kebenaran, sampai
dengan pelaksanaan putusan (eksekusi). Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang
menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang
dituntut sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR, Pasal 189 ayat (2) dan (3).
Adapun asas hakim pasif dan aktif dalam hukum acara perdata disebut dengan
verhandlungsmaxime. Meskipun hakim bersifat pasif (tidak menentukan luasnya pokok
perkara), bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Sebagai pimpinan sidang, hakim harus
aktif memimpin jalannya persidangan, menentukan pemanggilan, menetapkan hari sidang,
karena jabatan memanggil sendiri saksi (apabila perlu), serta memerintahkan alat bukti untuk
disampaikan di depan persidangan.

4. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum


Asas acara perdata yang lainnya adalah sidang perkara perdata di pengadilan terbuka untuk
umum. Artinya, setiap orang boleh menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di
persidangan. Hal ini secara tegas dituangkan dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU 48/2009:
1. Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalahterbuka untuk umum, kecuali undang-
undangmenentukan lain.
2. Putusan pengadilan hanyasah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
dalamsidang terbuka untuk umum.
Tidak dipenuhinya ketentuan ayat (1) dan (2) di atas, mengakibatkan putusan batal demi
hukum. Dalam praktiknya, meskipun hakim tidak menyatakan persidangan terbuka untuk
umum, kalau dalam berita acara persidangan dicatat bahwa persidangan dinyatakan terbuka
untuk umum, putusan yang telah dijatuhkan tetap sah. Namun, dalam pemeriksaan perkara
perceraian atau perzinaan, sering kali persidangan dilakukan secara tertutup. Tetapi pada
awalnya, persidangan harus tetap dinyatakan terbuka untuk umum terlebih dahulu sebelum
dinyatakan tertutup.

5. Mendengar Kedua Belah Pihak


Asas hukum acara perdata selanjutnya adalah kedua belah pihak harus diperlakukan sama,
tidak memihak, dan didengar bersama-sama. Asas acara perdata bahwa kedua belah pihak
harus didengar lebih dikenal dengan asas audi et alteram partem atau eines mannes rede ist
keines mannes rede, man soll sie horen alle beide. Asas acara perdata yang satu ini
mengartikan hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar
apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya.

6. Putusan Harus Disertai Alasan


Semua putusan hakim (pengadilan) pada asas acara perdata harus memuat alasan-alasan
putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini merupakan argumentasi sebagai
pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan
ilmu hukum sehingga mempunyai nilai objektif. Karena alasan-alasan tersebut, putusan
hakim (pengadilan) mempunyai wibawa. Sering kali, alasan-alasan yang dikemukakan dalam
putusan didukung yurisprudensi dan doktrin. Ini tidak berarti hakim terikat pada putusan
hakim sebelumnya, tapi hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat. Asas the binding force of precedent tidak dianut di Indonesia,
namun terikatnya atau berkiblatnya hakim terhadap yurisprudensi ialah karena yakin bahwa
putusan mengenai perkara yang sejenis memang sudah tepat dan meyakinkan.

7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya


Hakim (pengadilan) tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Larangan ini karena anggapan hakim tahu akan
hukumnya (ius curia novit). Jika dalam suatu perkara, hakim tidak menemukan hukum
tertulis, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.
8. Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan
Selain asas hukum acara perdata bahwa hakim harus menunjuk dasar hukum dalam putusan,
hakim harus memutus semua tuntutan penggugat. Hakim tidak boleh memutus lebih atau lain
dari pada yang dituntut. Ini dikenal dengan iudex non ultra petita atau ultra petita non
cognoscitur adalah hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan
hukum yang didasarkan kepadanya. Misalnya penggugat mengajukan tuntutan agar tergugat
dihukum mengembalikan utangnya, tergugat dihukum membayar ganti rugi, dan tergugat
dihukum membayar bunga. Maka, tidak ada satu pun dari tuntutan tersebut yang boleh
diabaikan hakim.

9. Beracara Dikenakan Biaya


Asas hukum acara perdata yang berikutnya yaitu seseorang yang akan beperkara dikenakan
biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan para pihak, serta
biaya meterai. Tetapi, bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan
perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapat izin untuk dibebaskan dari membayar
biaya perkara, dan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh
pejabat setempat.

10. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan


Tidak ada ketentuan yang mewajibkan para pihak mewakilkan pada orang lain (kuasa) untuk
beperkara di muka pengadilan, sehingga dapat terjadi langsung pemeriksaan terhadap para
pihak yang beperkara. Adapun beperkara di pengadilan tanpa seorang kuasa akan lebih
menghemat biaya. Namun, para pihak bisa saja memberi kuasa kepada kuasa hukumnya
apabila dikehendaki. Sebab, bagi pihak yang ‘buta hukum’ tapi terpaksa beperkara di
pengadilan, kuasa hukum yang mengetahui hukum tentu sangat membantu pihak yang
bersangkutan.
ASAS HUKUM DALAM ACARA PIDANA

Mengutip Modul Pengantar Hukum Acara Pidana oleh Eddy O.S. Hiariej. Asas hukum acara
pidana sebagai berikut:
1. Asas Legalitas dalam Upaya Paksa
Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang. Caranya pun juga
harus sesuai dengan peraturan undang-undang.

2. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan


Proses peradilan diharapkan dapat dilaksanakan secara cepat dan sederhana. Tujuannya
adalah agar anggaran negara yang dihabiskan tidak terlalu besar dan tidak memberatkan
pihak yang berpekara.

3. Asas Praduga Tidak Bersalah


Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan di muka pengadilan
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya.

4. Asas Oportunitas
Asas oportunitas adalah hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk tidak menuntut ke
Pengadilan. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan pada kejaksaan. Secara sederhana,
asas oportunitas artinya bahwa demi kepentingan umum, Jaksa Agung dapat
mengesampingkan penuntutan perkara pidana.

5. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum


Pengadilan boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali dalam perkara yang
menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya anak-anak.

6. Diperlakukan Sama di Depan Hukum


Hukum tidak membeda-bedakan tersangkanya dalam melakukan pemeriksaan. Pengadilan
hukum tidak boleh membeda-bedakan manusia berdasarkan ras, gender, agama, pandangan
politik, kebangsaan, dan status sosial.
7. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Asas ini bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia dari diri tersangka maupun terdakwa.
Bantuan hukum dapat diberikan sejak tersangka ditangkap atau ditahan. Pasal 54 KUHAP
berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkatan pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

8. Asas Akusator
Menurut asas akusator, terdakwa atau tersangka bukanlah obyek dari persidangan.
Kedudukan mereka adalah sebagai subjek pemeriksaan sehingga dapat memberikan
keterangan dengan bebas.

9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan


Pemeriksaan dilakukan oleh hakim secara langsung kepada terdakwa dan saksi. Hal ini
berbeda dengan acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.

10.Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi


Jika seseorang ditangkap, ditahan, atau diadili tanpa alasan yang sah berdasarkan undang-
undang, ia atau ahli warisnya memiliki hak untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi.
Tujuan rehabilitasi adalah sebagai upaya untuk memulihkan nama baik, kedudukan, dan
martabat seseorang.
ASAS PREFERENSI HUKUM

Berikut asas-asas Preferensi Hukum:


1. Lex Specialis Derogat Legi Generalis
Bagir Manan dan A.A. Oka Mahendra menyatakan bahwa asas lex specialis derogat legi
generali memiliki definisi yaitu aturan hukum yang sifatnya khusus akan mengesampingkan
aturan hukum yang bersifat umum. Terdapat beberapa prinsip yang patut diperhatikan dalam
penggunaan asas lex specialis derogat legi generalis, sebagai berikut:
(a) Rangkaian ketentuan/norma yang dimuat dalam aturan hukum yang bersifat umum
tetap berlaku, kecuali terdapat pengaturan secara khusus dalam aturan hukum yang bersifat
khusus tersebut.
(b) Rangkaian ketentuan/norma lex specialis, harus dalam suatu tingkatan (hierarki) yang
sama dengan rangkaian ketentuan/norma lex generalis, contohnya UU dengan UU.
(c) Rangkaian ketentuan/norma lex specialis harus berada dalam rezim (lingkungan
hukum) yang sama dengan lex generalis. Contohnya KUH Perdata dan KUH Dagang yang
sama-sama merupakan peraturan pada rezim keperdataan.

2. Lex Superior Derogat Legi Inferiori


Menurut Peter Mahmud Marzuki asas lex superior derogat legi inferiori mengacu kepada dua
atau lebih peraturan perundang-undangan yang mempunyai kedudukan yang sama secara
hierarki, namun ruang lingkup materi muatan antara peraturan perundang-undangan tersebut
tidak sama, yaitu yang satu merupakan pengaturan secara khusus dari yang lain.
Menurut Bagir Manan dan A.A. Oka Mahendra, asas ini memiliki makna bahwa peraturan
perundang-undangan yang secara hierarki lebih tinggi mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang secara hierarki lebih rendah. Namun terdapat pengecualian apabila
substansi peraturan perundang-undangan yang Lex Superior mengatur hal-hal yang oleh
undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang- undangan yang lebih
Inferiori.

3. Lex Posterior Derogat Legi Priori


Menurut Peter Mahmud Marzuki, beliau berpendapat bahwa asas lex posterior derogat legi
priori memiliki definisi yaitu peraturan perundang-undangan yang baru/terkini
mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama/terdahulu. Penggunaan asas ini
mensyaratkan bahwa yang dihadapkan adalah dua peraturan perundang- undangan dalam
hierarki yang sama.
ASAS HUKUM DALAM ADMINISTRASI NEGARA

Berikut ini adalah asas-asas yang terdapat dalam Hukum Adminitrasi Negara:
1. Asas Ne bis Vexari Rule
Adalah asas yang menginginkan setiap tindakan dalam administrasi negara itu harus
berdasarkan undang-undang dan hukum yang ada.

2. Asas Principle of Equality (Asas Kesamaan dalam Pengambilan Keputusan)


Adalah asas yang menginginkan agar ketika ada suatu kasus maupun fakta yang serupa,
seluruh alat administrasi negara haruslah mempunyai keputusan yang serupa (sama).

3. Asas Principle of proportionality (Asas Keseimbangan)


Adalah asas yang menginginkan penjatuhan hukuman dalam proporsi yang wajar bagi
pegawai yang telah melakukan kesalahan.

4. Asas Principle of Legality (Asas Kepastian Hukum)


Adalah asas yang menginginkan agar hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan
keputusan pejabat/badan administrasi negara itu dihormati.

5. Asas Principle of Motivation (Asas Motivasi untuk segala keputusan)


Adalah asas dimana pejabat administrasi negara maupun pemerintah harus punya motivasi
yang kuat, adil, benar dan jelas dalam mengambil suatu keputusan.

6. Asas of Non-Minuse of Competence (Asas Tidak mencampuraduk kewenangan)


Adalah asas yang menginginkan agar pejabat administrasi negara dalam pengambilan
keputusan tidak memakai kewenangan ataupun kekuasaannya. (Bukan ranah kewenangannya
tapi ikut memutuskan)

7. Asas Principle of Meeting Raised Expectation (Asas Menanggapi harapan yang Wajar)
Adalah asas yang menginginkan pemerintah dapat menimbulkan harapan yang wajar bagi
kepentingan rakyatnya.
8. Asas Principle of Public Service (Asas Penyelenggaraan Umum)
Adalah asas yang mengingankan agar kiranya pemerintah selalu mengutamakan kepentingan
umum dalam melaksanakan tugasnya.

9. Asas Sapientia (Asas Kebijaksanaan)


Adalah asas yang menginginkan pejabat administrasi negara harus selalu bijaksana dalam
melakukan tugasnya.

10. Asas Principle of Undoing the Consequence of annule Decision


Adalah asas yang meniadakan akibat-akibat dari suatu pembatalan keputusan.
ASAS HUKUM DALAM HUKUM INTERNATIONAL

Berikut ini asas-asas hukum dalam Hukum International:


1. Asas Teritorial
Menurut asas ini negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada
diwilayahnya sedangkan terhadap semua barang atau orang yang berdada di luar wilayah
tersebut, berlaku hukum asing (Internasional) sepenuhnya.

2. Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asas ini setiap
negara dimanapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas
ini mempunyai kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tersebut tetap berlaku juga
bagi warga negara, walaupun berada di negara lain.

3. Asas Kepentingan Umum


Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan
dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua
keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat
pada batas wilayah suatu negara.

4. Asas Pacta Sunt Servande


Merupakan asas yang dikenal dalam perjanjian Internasional. Artinya perjanjian yang dibuat
berlaku dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini menjadi kekuatan hukum
dan moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian Internasional.

5. Asas Egality Rights


Yaitu pihak yang saling mengadakan hubungan memiliki kedudukan yang sama

6. Asas Reciprositas
Yaitu tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang
bersifat negatif ataupun positif.

7. Asas Courtesy
Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
8. Asas Rebuc Sic Stantibus
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar atau fundamental dalam
keadaan yang bertalian dengan perjanjian Internasional.

9. Asas Persamaan Derajat


Yaitu hubungan antar bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa negara yang berdaulat.
Secara formal negara-negara didunia sudah sama derajatnya, tetapi secara faktual dan
substansinya masih terjadi ketidaksamaan derajat, khususnya dalam bidang ekonomi.

10. Asas Jus Cogents


Dalam perjanjian Internasional pun dikenal asas Jus Cogents, maksudnya ialah bahwa
perjanjian Internasional dapat batal demi hukum jika pada pembentukannya bertentangan
dengan suatu kaidah dasar dari Hukum Internasional Umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969).
ASAS HUKUM FORMIL

Berikut asas-asas Hukum Formil:


1. Asas Beginsel Van Duidelijke Doelstelling (Tujuan yang jelas)
Yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan
manfaat yang jelas untuk apa dibuat.

2. Asas Beginsel Van Het Huiste Orgaan (Organ/lembaga yang tepat)


Yakni setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ
pembentuk peraturan perundagundagan yang berwenang; peraturan perundangundangan
tersebut dapat dibatalkan (vernietegbaar) atau batal demi hukum (vanrechtswege nieteg), bila
dibuat oleh lembaga atau organ yang tidak berwenang.

3. Asas Het Beginsel Van Uitvoerbaarheid (Kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan)


Yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan
bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di
masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis
sejak tahap penyusunannya

4. Asas Het Beginsel Van De Consensus (Konsensus)

5. Asas Het Noodzakelijkheidsbeginsel (Kedesakan pembuatan pengaturan)


ASAS HUKUM MATERIIL

Berikut asas-asas Hukum Materiil:


1. Asas Het Beginsel Van Duidelijke Terminologie En Duidelijke Systematiek
(Terminologi dan sistematika yang benar)

2. Asas Het Beginsel Van De Kenbaarheid (Dapat dikenali)

3. Asas Het Rechtsgelijkheidsbeginsel (Perlakuan yang sama dalam hukum)

4. Asas Het Rechtszekerheidsbeginsel (kepastian hukum)

5. Asas Het Beginsel Van De Individuele Rechtsbedeling (Pelaksanaan hukum sesuai


dengan keadaan individual)
ASAS HUKUM DALAM HUKUM TATA NEGARA

Berikut asas-asas dalam Hukum Tata Negara:


1. Asas Pancasila
Di bidang hukum, Pancasila merupakan sumber hukum materiil, sehingga setiap isi dari
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila yang terkandung
dalam Pancasila.

2. Asas Negara Hukum


Menurut amanat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Indonesia merupakan negara hukum. Dalam
negara hukum, komando tertinggi bukan dari penguasa, melainkan berasal dari hukum. Hal
ini sesuai dengan prinsip “rule of law not of man”
Negara hukum atau rechstaat memiliki unsur-unsur atau ciri-ciri:
a. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan.
b. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan
atau kekuatan lain apapun.
c. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
d. Adanya Undang-Undang Dasar yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara
penguasa dengan rakyat.
e. Adanya pembagian kekuasaan Negara.
Selain konsep rechtstaats, dikenal juga dengan konsep rule of law. Konsep Rule of Law
digunakan di negara-negara Anglo Saxon yang memiliki corak hukum Common Law.
Menurut Soerjono Soekanto, dapat ditinjau dalam arti formil maupun materiil.

Dalam arti formil, konsep rule of law memiliki unsur-unsur berikut:


a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
b. Adanya pemisahan kekuasaan
c. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
d. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri

3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi


Kedaulatan berarti kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu wilayah. Maka
kedaulatan rakyat berarti kekuasaan berada di tangan rakyat. J.J Rousseau berpendapat bahwa
pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui perjanjian masyarakat dan apabila
pemerintah dalam menjalankan tugasnya bertentangan dengan keinginan rakyat, maka dapat
dijatuhkan oleh rakyat.

4. Asas Negara Kesatuan


Meskipun Indonesia memiliki keberagaman dari segi ras, suku, agama, dan kebudayaan,
namun Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika
yang berarti berbeda-beda tetapi satu jua. Negara kesatuan juga sudah tercantum dalam Pasal
1 ayat (1) UUD 1945.

5. Asas Pembagian Kekuasaan


Teori pembagian kekuasaan digagas oleh John Locke yang membagi jenis kekuasaan menjadi
tiga, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan federatif. Sedangkan Montesquieu membagi
jenis kekuasaan yang terdiri dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembagian
kekuasaan ini disebut dengan Trias Politica. Adanya “Trias Politica” tidak dapat dipisahkan
dengan konsep checks and balances antara ketiga kekuasaan lembaga negara.

6. Asas
ASAS HUKUM SECARA UMUM

Berikut asas-asas Hukum secara Umum:


1.

Anda mungkin juga menyukai