Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan


Surat Hasil Swab Test Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana merupakan salah satu bentuk dari upaya

penanggulangan kejahatan. Penanggulangan hukum pidana sebagai alat bukti

untuk penanggulangan kejahatan merupakan bagian dari kebijakan kriminal.

Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana tersebut dilakukan

dalam rangka untuk mencapai tujuan akhir dari kebijakan kriminal itu sendiri,

yaitu memberikan perlindungan masyarakat agar tercipta ketertiban dan

kesejahtraan.1

Terkait dengan penegakan hukum dalam bidang hukum pidana,

maka didasarkan dengan ketentuan hukum pidana. Terdapat 2 tahap inti dari

penegakan hukum pidana, yaitu :

1. Penegakan hukum pidana in abstracto.

2. Penegakan hukum pidana in concreto.

Tahap-tahap tersebut adalah :

1
Vivi Ariyanti, “Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”,
Jurnal Yuridis Vol.6 No.2 Desember 2019, hlm. 37
1. Tahap Formulasi

Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan

pembuat undang-undang yang malakukan kegiatan memilih

yang sesuai dengan keadaan situasi masa kini dan yang akan

datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan

perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi

syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap

kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi

Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum

pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian

sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum

bertugas menegakan serta menerapkan peraturan-peraturan

perundangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-

undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum

harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan guna.

Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi

Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh

aparat-aparat pelaksana pidana. Pada aparat-aparat pelaksana


pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan

yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui

penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan

pengadilan. Dengan demikian proses pelaksaan pemidanaan

yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat

pelaksana pidana itu dalam pelaksana pidana itu dalam

pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan

perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat

undang-undang dan undang-undang daya guna.2

Dalam kasus yang telah disebutkan dalam bab ketiga telah diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 263

yang mengatakan :

“(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat

yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau

pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti

daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau

menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah

isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika

pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena


2
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Penegakan Hukum Pidana, 1984, Jakarta, Rineka Cipta, hlm.
157
pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam

tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan

sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan soelah-

olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan

kerugian.”

Dijelaskan lebih lanjut lagi pembuat, penjual dan pembeli surat

keterangan swab test dan rapid test palsu yang digunakan untuk lolos

pemeriksan agar dapat bepergian di tengan wabah Covid-19, dapat dijerat

dengan sanksi pidana. Pembuat dan pengguna surat keterangan swab test dan

rapid test palsu dapat dijerat berdasarkan pasal 263, pasal 267, atau pasal 268

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tergantung tergantung

kedudukan masing-masing pihak. Penjualan juga berpotensi dikenai sanksi atas

tindak pidana penadahan, berupa penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak Rp900 ribu.

Menurut Sue Titus Reid bagi suatu perumusan tentang kejahatan

maka yang diperhatian adalah :3

1. Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (omissi). Dalam

pengertian ini seseorang dapat dihukum karena pikirannya,

3
Sue Titus Reid, dalam Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar Ghalia,
Jakarta.Tahun 2013, hal 22
malainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam

bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan

kejahatan. Jika terdapat suatu keajaiban hukum untuk

bertindak dalam kasus tertentu, disamping itu ada niat jahat

(“Criminal insert”, “mens area”).

2. Merupakan pelanggaran hukum pidana.

3. Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran

yang diakui secara hukum.

4. Diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau

pelanggaran.

Untuk melaksanakan upaya pencegahan pemalsuan suarat hasil

test swab (PCR) dan rapid test Covid-19 pemerintah memberikan kebijakan

tegas yakni dengan cara memberikan tanda tangan khusus, seperti watermark,

hologram, atau tanda khusus lainnya.

Pemerintah dan Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan

Covid-19 sudah melakukan upaya agar surat atau informasi hasil rapid test dan

swab test memiliki tanda tangan khusus yang sulit atau bahkan tidak bisa

digandakan oleh orang atau pihak lain yang tidak berwenang. Kemudian

pemerintah juga meminta kepada pihak kepolisian untuk lebih meningkatkan

kinerjanya tidak sebatas melakukan penangkapan dan penahanan saja, tetapi


terus menggali motivasi apa di balik semua pemalsuan surat hasil swab test

(PCR) dan rapid test tersebut.

Ada beberapa faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum

di Indonesia, namun dalam hal ini akan dijelaskan 2 faktor yang sangat penting.

Pertama, faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Penetapan suatu perbuatan

dianggap sebagai suatu tindak pidana harus melalui perundang-undangan, atau

disebut sebagai kriminalisasi. Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi

merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan

tertentu yang oleh masyarakat dianggap sebagai perbuatan menjadi perbuatan

kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas

namanya.4

Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa salah satu bagian dari

penal policy adalah kriminalisasi. Terkait hal ini beliau mengatakan bahwa

penambahan (peningkatan) sanksi pidana terhadap tindak pidana yang sudah

ada juga termasuk kriminalisasi. Jadi, proses kriminalisasi dapat terjadi pada

perbuatan yang sama sekali sebelumnya tidak diancam dengan sanksi pidana,

namun juga dapat terjadi pada perbuatan yang sebelumnya sudah diancam

dengan sanksi pidana dengan memperberat ancaman sanksinya. Proses

kriminalisasi diakhiri dengan terbentuknya undang-undang yang mengandung

4
Soerjono Soekanto, Kriminologi: Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm.62
ancaman pidana. Karena itu kriminalisasi merupakan kebijakan hukum pidana

(penal policy).5

Kebijakan hukum pidana (penal policy) menurut Wisnubroto

merupakan tindakan yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :6

A. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan

dengan hukum pidana

B. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai dengan

kondisi masyarakat

C. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengataur masyarkat

dengan hukum pidana

D. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk mengatur

masyarakat dalam rangka tujuan yang lebih besar.

Teguh Prsetyo mengtakan bahwa kriminalisasi yang menggunakan

sarana penal menyangkut 2 pokok pemikiran yaitu masalah penentuan : 1)

perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana; dan 2) sanksi apa yang

sebaiknya dikenakan kepada si pelanggar. Analisis terhadap 2 masalah sentral

diatas tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kibijakan kriminal

dengan kebijakan sosial. Ini berarti pemecahan masalah-masalah di atas harus


5
Vivi Ariyanti, “Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”,
Jurnal Yuridis, Vol.6 No.2, Desember 2019, Purwekerto,hlm. 46
6
Lilik Mulyadi, Bunga Rapai Hukum Pidana Perspektif Teoritis dan Praktik, PT. Alumni
Bandung, Bandung, 2008, hlm. 390
pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijkan sosial

politik yang telah ditetapkan.7

Siapa yang dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana tidak

dijelaskan oleh para ahli ilmu hukum pidana, misalnya Van Hanel, yang

mengartikan pelaku suatu tindak pidana sebagai berikut :

“Pelaku tindsk pidana itu hanyalah dia yang tindakannya atau

kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam

rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas

maupun yang tidak dinyatakan secara tegas, jadi pelaku itu adalah orang yang

dengan seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang

bersangkutan”.8

Berdasarkan teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam

hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai

berikut :

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya

didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau

terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah

tersebut efektif. Artinya kaidah dimaksud dapat dipaksakan

7
Ibid, hlm 46-47
8
Ibid, hlm 47
berlakunya oleh warga masyarakat atau kaidah itu berlaku

karena adanya pengakuan dari masyarakat.

c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita

hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Kaidah hukum jika dikaji secara mendalam, agar hukum itu

berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi unsur-unsur yuridis,

sosiologis dan filosifis sebab bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis,

ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati, kalau hanya berlaku

secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan

pemaksa, apabila hanya berlaku secara filosofis kemungkinan kaidah itu hanya

merupakan hukum yang dicita-cita.9

Menyediakan surat keterangan dokter palsu terkait hasil tes Covid-

19 dapat dijatuhkan sanksi seperti yang diatur dalam KUHP pasal 267 ayat 1,

pasal 268 ayat 1 dan 2 yaitu pidana penjara selama empat tahun.

Tindakan pemalsuan surat keterangan swab tes dan rapid tes

sangat berbahaya. Dampak dari pemalsuan ini bisa menimbulkan korban jiwa

apabila orang yang ternyata positif namun menggunakan surat keterangan palsu

kemudian menulari orang lain yang rentan, maka muntuk masyarakat di himbau

jangan pernah barmain-main dalam hal ini.

9
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 62-63
Dalam kedua pasal diatas telah mencerminkan pasal yang telah

sesuai dengan ketentuan-ketentuan diatas. Telah sesuai karena kedua pasal

diatas telah mengatur mengenai ancaman pidanya namun kebanyakan dari

masyarakat kurang pengetahuannya mengenai pasal diatas.

Kedua, faktor dari aparat penegak hukum. Adapun istilah penegak

hukum yang sebenarnya merupakan terjemahan dari law enforcement office

yang dalam arti sempit hanya polisi tetpi dapat juga mencakup jaksa. Namun di

Indonesia biasanya diperluas pula dengan hakim dan ada kecenderungan kuat

memasukkan pula dalam pengertian para advokat (pengacara).10

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai karakter penegak hukum

yang ideal dan peranan yang seharusnya dari masing-masing penagak hukum

akan dipaparkan sebagai berikut : 1) penyidik, adapun peranan ideal dari

penyidik adalah menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara.

Dimana peranan seharusnya seorang penyidik adalah : (1) memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) menegakan hukum; (3) memeberikan

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat; 2) kejaksaan,

peranan yang ideal dari kejaksaan, yaitu sebagai lembaga pemerintah yang

melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain

berdasarkan undang-undang, dan peranan yang seharusnya oleh kejaksaan

10
Mardjono Reksodipuro, Partisipasi Profesi Hukum Sebagai Penegak Hukum Dalam
Peningkatan Wibawa Penegakan Hukum dalam Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan
Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
1994, hlm. 78
adalah alat negara yang tidak bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

wewenang lain berdasarkan undang-undang; 3) kehakiman, peranan yang ideal

bagi kehakiman tertuang dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, yang

menyatakan kekuasaan kehakiman adalah penyelenggara peradilan guna

menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Sedangkan peranan yang

seharusnya, yaitu menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan

setiap perkara yang diajukan kepadanya. Berhubungan dengan hal ini, ada

beberapa poin yang perlu diperhatikan: (1) peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat dan biaya ringan; (2) pengadilan dalam mengadili menurut

hukum tanpa membeda-bedakan orang; (3) pengadilan wajib untuk memriksa

setiap perkara yang diajukan kepadanya meskipun undang-undang yang

mengaturnya tidak ada atau kurang jelas; 4) advokat, peranan yang ideal

advokat adalah memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar

pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang

Advokat. Terhadap peranan yang seharusnya memberikan konsultasi hukum,

bantuan hukum, manjalankan kuasa, mawakili, mandampingi, membela dan

melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.11

11
Laurensius Arliman S, “Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Di Negara Hukum
Indonesia”, Diaologia Iuridica, Vol 11 Nomor 1, November 2019, hlm 14-15
Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan yang

seharusnya dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan-halangan yang

memerlukan penanggulangan tersebut, adalah :12

1. Keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan diri dalam

peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.

3. Kegairahan yang sangat terbetas untuk memikirkan masa depan,

sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.

4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan

kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materil.

5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan

konservatisme.

Hampir diseluruh negara di dunia ini, polisi bertugas menjaga

keamanan ketertiban dan penegakan hukum, memerangi kejahatan dan penyakit

masyarakat. Walaupun berpredikat sama sebagai penegak hukum tetapi antara

polisi dan jaksa berbeda. Menurut Satjipto Raharjo, sekalipun bersema-sama

berbeda dalam jajaran penegak hukum, tetapi polisi layak diberi tempat

tersendiri karena kwalitasnya yang berbeda. Keadaan demikian itu karena

pertama-tama disebabkan oleh karena ia bisa disebut sebagai suatu badan


12
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, 2018, Depok, hlm. 34
karakyatan. Sifat yang demikian itu berhubungan dengan pekerjaannya yang

selalu harus berbeda di tengah-tengah rakyat.13

Ketidak efektifan penegak hukum dalam kasus pemalsuan surat

hasil swab test dan rapid test membuat banyak masyarakat yang tidak jera

sehingga banyak masyarakat lain mengikiuti apa yang dilakukan oleh oknum

yang melakukan itu padahal sudah jelas bahwa yang dilakukan oleh para pelaku

tersebut merupukan kejahatan.

Ketiga, faktor dari masyarakat itu sendiri, dii dalam ilmu hukum

dikenal dengan adanya beberapa pendapat tentang kesadaran hukum. Diantara

sekian banyaknya pendapat, terhadap suatu rumusan yang menyatakan bahwa

sumber satu-satunya hukum dan kekuatan mangikutinya hukum adalah

kesadaran hukum masyarakat. Ada pula yang menyatakan bahwa hukum

ditentukan dan tergantung pada praktek-praktek sehari-hari dari pejabat hukum,

seperti hukum dan ketertiban umum, selanjutnya dikatakan bahwa kesadaran

hukum tersebut sejalan, akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian

prosesnya, padahal kepastian hukum dan ketertiban umum selalu menuntut agar

ketentuan-ketentuan hukum tertulis ditaati.14

13
Moh. Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Khusus, Liberty
Yogyakarta, 2009, Yogyakarta, hlm. 38
14
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hlm 1
Hal tersbeut diatas menyebabkan kehidupan hukum dalam

masyarakat selalu mengandung persoalan seperti :15

1. Kesadaran hukum masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa

tertentu tidak sejalan dengan kesadaran hukum dari pejabat

hukum.

2. Kesadaran hukum atau pola perilaku masyarakat mengenai

peristiwa-peristiwa tertentu belum sejalan dengan ketentuan-

ketentuan hukum yang tertulis, pada khususnya yang

menyangkut kepastian hukum dan ketertiban umum.

3. kesadaran hukum para pejabat belum sejalan dengan ketentuan-

ketentuan hukum yang tertulis.

Di dalam hukum, adakalanya dibedakan antara kesadaran hukum

dengan perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum

yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan

masalah keadilan. Kesadaran hukum lebih banyak merupakan perumusan dari

kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukan secara

ilmiah. Jadi kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai

yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan ada. Dengan demikian yang ditekankan dalam hal ini adalah nilai-

15
Atang Hermawan Usman, “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah Sebagai Faktor
Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Wawasan Hukum, Vol.30 No.1 Februari 2014, hlm.28
nilai tentang fungsi hukum dan bukan terhadap kejadian-kejadian yang konkret

dalam masyarakat yang bersangkutan.

Bila demikian, kesadaran hukum menekankan tentang nilai-nilai

masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum dalam

masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa

persoalannya disini kembali kepada masalah dasar dari validasi hukum yang

berlaku, yang akhirnya harus dikembalikan pada nilai-nilai masyarakat.16

Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum

yaitu:17

1. Compliance, diartikan sebagai kepatuhan yang didasarkan pada

harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan

diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila

seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama

sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan

kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan pada

pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya,

kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat

terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.

16
Ibid, hlm. 35
17
Ibid, hlm. 36
2. Identification, terjadi bila kapatuhan terhadap kaidah hukum

ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar

keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik

dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan

kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah

keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut,

sehingga kapatuhan pun tergantung pada baik buruknya

interaksi tadi. Walaupun seseorang tidak menyukai penegak

hukum akan tetapi proses identifikasi terhadapnya berjalan

terus dan mulai berkembang perasaan-perasaan positif

terhadapnya. Hal ini disebabkan, oleh karena orang yaang

bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan-perasaan

kekhawatirannya terhadap kekecewaan tertentu, dengan jalan

menguasai obyek frustasi tersebut dengan mangadakan

identifikasi. Penderitaan yang ada sebagai akibat pertentangan

nilai-nilai diatasnya dengan menerima nilai-nilai penegak

hukum.

3. Internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-

kaidah hukum dikernakan secara intrinsic kepatuhan tadi

mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai

dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan atau oleh


karena dia mengubah nilai-nilai yang semula dianutnya. Hasil

dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan

pada motivasi secara intrinsik. Titik sentral dari kekuatan

proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari

kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-

nilainya terhadap kelompok atau kekuasaan maupun

pengawasannya.

4. Kepentingan-kepentingan pada warga masyarakat (tambahan

dari Soerjono Soekanto).

Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang masing-masing

merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu:18

1. Pengetahuan hukum

2. Pemahaman hukum

3. Sikap hukum

4. Pola perilaku hukum.

Masyarakat yang kurang pengetahuannya namun tdak mau

mencari tahu mengenai pemalsuan suarat hasil swab test dan rapid test pihak

berwenangpun sudah memberikan upaya untuk pengenan hal itu namun tetap

saja masih ada saja oknum yang nekat memalsukan surat hasil swab test demi
18
Ibid, hlm. 37
kepentingannya seakan mereka tidak peduli dengan apa yang akan terjadi

apabila melakukan tindakan tersebut serta dapat dapat membahayakan orang

lain.

Keempat, faktor kebudayaan, masyarakat mempunyai kebudayaan

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun setiap kebudayaan

memiliki sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimana pun

juga. Sifat hakikat kebudayaan itu sebagai berikut:19

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lainnya suatu

generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia

generasi yang bersangkutan.

3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah

lakunya.

Hukum merupakan bagian dari kebudayaan, maka hukum tidak

dapat dipisahkan dari jiwa dan cara berpikir masyarakat yang mendukung

kebudayaan tersebut. Bahkan, lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa hukum

merupakan penjelmaan dari jiwa dan cara berpikir masyarakat yang

bersangkutan.20
19
Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar, Rajawali Persada, Jakarta, 1990,
hlm. 182
20
Atang Hermawan Usman, “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah Sebagai Faktor
Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014, hlm.
35
Kelima, faktor sarana dan fasilitas, tanpa adanya sarana atau

fasilitas tertentu maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung

seperti yang diharapkan. Tanpa dukungan sarana atau fasilitas, rasanya sulit

untuk melaksanakan penegakan hukum. Salah satu hambatan yang timbul dari

faktor ini adalah kurangnya dana yang dapat mendukung kelancaran tugas

oprasional para aparat penegak hukum di lapangan, hambatan ini pada akhirnya

melemahkan tingkat pengawasan oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak

menutup kemungkinan beberapa pelanggran norma hukum yang terjadi lolos

dari perhatian atau pengawasan aparat penegak hukum.21

B. Kebijakan Pemerintah dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pemalsuan

Surat Hasil Swab Test yang Dihubungkan Dengan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana.

Pemerintah memepunyai peran yang sangat penting dalam upaya

menegakkan hukum di Indonesia, meskipun dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia kewenangan penegakan hukum terdapat pada lemabaga yudikatif.

Ada 3 alasan kebijakan pemerintah dalam upaya penegakan hukum diperlukan.


21
Antonius, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Warga Masyarakat Yang Melakukan
Kegiatan Tanpa Izin Di Bandar Udara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
(Studi di Bandar Udara Internasional Supadio Kubu Raya)”, Tesis, Hlm. 23
Pertama, pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola

wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi Indonesia

sendiri, pernyataan tujuan bernegara sudah dinyatakan dengan tegas oleh para

pendiri negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diantaranya: melindungi segenap bangsa

dan memajukan kesejahtraan umum. Bukan hanya pernyataan tujuan bernegara

Indonesia, namun secara mendasar pun gagasan awal lahirnya konsep negara,

pemerintah wajib menjamin hak asasi warga negaranya. Memang, dalam teori

pemisahan kekuasaan cabang kekuasaan negara mengenai penegakan hukum

dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun, lembaga eksekutif tetap

mempunyai tenggung jawab karena kewenangan dengan yudikatif serta

legislatif dalam konteks checks and balances dan kebutuhan pelaksanaan aturan

hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintah sehari-harinya.

Kedua, tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun mempunyai

kepentingan langsung untuk menciptakan situasi kondusif dalam menjalankan

pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan

baik, serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum yang baik,

akan muncul pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan

ekonomi menjadi sebuah penyederhanaan yang berlebihan bila dikatakan

penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga

yudikatif.
Ketiga, tidak dapat dilupakan pula adanya dua institusi penegakan

hukum lainnya yang berbeda dibawah lembaga eksekutif, yaitu kepolisian dan

kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung (MA)

semata.22

Berdasarkan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009, yang berbunyi :

“Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang

dilakukan oleh pemerintah, pemeritah daerah, dan/atau

masyarakat untuk menghindariatau mengurangi resiko, masalah

dan dampak buruk akibat penyakit.”

Selain itu Pasal 152 ayat (1), berbunyi :

“Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung

jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan

pemberantasan penyakit menular serta akibat yang

ditimbulkannya”

Bambang Soesatyo Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) mengatakan bahwa pencegahan pemalsuan surat hasil swab test (PCR)

dan rapid test Covid-19 dengan memberikan tanda khusus, seperti watermark,

hologram, atau tanda khusus lainnya.


22
Nizar Apriansyah, “Peran Pemerintahan Dalam Pembentukan Kebijakan Hukum (Role of
Government in Legal Policy-Making)”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Volume 10, Nomor 2,
Juli 2016, hlm. 193
Pemerintah dan Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan

Covid-19 melakukan upaya agar surat atau informasi hasil rapid test dan swab

test memiliki tanda khusus yang sulit atau bahkan tidak digandakan oleh orang

atau pihak lain yang tidak berwenang. Ketua MPR meminta pihak keopolisian

lebih meningkatkan kinerjanya tidak sebatas melakukan penangkapan dan

penahanan saja, tetapi terus menggali motivasi apa di balik semua pemalsuan

surat hasil swab testdan rapid test tersebut.23

Kolonel Pas MA Kepala satgas Udara Penanganan Covid-19

mengatakan bahwa dengan adanya kemudahan melakukan tes Covid-19 maka

seseorang yang akan bepergian diimbau untuk memenuhi protokol kesehatan

dan mangantisipasi tiga hal yang tidak dibenarkan yaitu:

Peratama, agar seseorang yang hendak bepergian tidak melakukan

pemalsuan surat hasil tes Covid-19. Kedua, penumpang harus berhati-hati

terhadap adanya upaya penipuan yang berkaitan dengan hasil tes. Kemudian

yang ketiga, seseorang yang hendak bepergian jangan tergoda dengan praktik

percaloan yang menawarkan surat hasil tes palsu.

Kebijakan ini berlaku di semua tempat dan daerah di Indonesia

terutama di bandara dan pelabuhan untuk mengurangi terjadinya penyebaran

virus Covid-19. Yado menjelaskan saat ini bandara telah menghadirkan

23
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-011258110/cegah-pemalsuan-tes-pcr-ketua-
mpr-ri-beri-tanda-khusus-yang-sulit-digandakan-pihak-tak-berwenang diakses pada 20 Juni
2021 pukul 14:34
kemudahan melakukan tes Covid-19 dan juga dalam melakukan validasi surat

hasil tes tersebut. Di beberapa bandara sudah tersedia termasuk di Bandara

Soekarno Hatta sudah ada delapan titik Airport Health Center untuk melakukan

tes Covid-19 baik itu rapid antigen mau pun PCR test. Selain itu guna

mempermudah para calon penumpang, hasil tes Covid-19 yang dilakukan di

Airport Health Center Bandara Soekarno Hatta dapat langsung dikirimkan ke

aplikasi electronic health alert card (eHAC) milik Kementrian Kesehatan. Surat

hasil tes yang dilakukan di fasilitas kesehatan lain di luar bandara juga dapat

dikirim ke eHAC, sepanjang fasilitas kesehatan tersebut terdaftar di Kemenkes.

Adapun aplikasi eHAC wajib dimiliki oleh setiap orang yang hendak bepergian

untuk monitoring perjalanan di tengah masa pandemi.24

Wiku Adisasmito Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan

Covid-19 mengatakan akan memperketatprotokol di pintu kedatangan domestik

dan internasional untuk mencegah kasus impor. Pengetatan ini akan dilakukan

di bandara maupun pelabuhan. Selain itu untuk mencegah peningkatan kasus,

pengetatan juga dilakukan demi memastikan tidak ada penggunaan surat

keterangan swab dan rapid palsu seperti banyaknya kasus yang telah terjadi.

Kemudian Wiku mengatakan menunjukan surat keterangan tes swab dan rapid

yang hasilnya negatif Covid-19 adalah bagian dari persyaratan perjalanan

sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di tengah-tengah masyarakat.

24
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210108/98/1340510/banyak-surat-swab-palsu-satgas-
covid-19-ini-cara-antisipasinya diakses pada 20 Juni 2021 pukul 14:38
Masyarakat diimbau untuk tidak melakukan praktek kecurangan

tersebut dan segara melaporkan kepada pihak yang berwenang bila

menemukannya. Ini bukan hal yang patut untuk dijadikan bahan lelucon dan

bukan lah peraturan tanpa alasan, karena dampak dari pemalsuan ini bisa

menimbulkan korban jiwa apabila orang yang ternyata positif namun

menggunakan surat keterangan palsu kemudian menulari orang lain yang

rentan, maka jangan pernah bermain-main dengan hal ini.25

Adapun otoritas yang ditunjuk untuk mengeluarkan surat

keterangan sehat resmi dari pemerintah ialah Kepala Puskesmas di mana orang

yang akan bepergian berasal. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

(PMK) Muhajir Effendy mengatakan akan memperktat suarat keterangan swab

dan rapid otoritasnya ada di Kepala Puskesmas dimana sesorang yang akan

bepergian tinggal dan mereka harus bertanggung jawab. Karena Puskesmas

sudah online jadi kalau ternyata ada penyimpangan akan ditindak Kepala

Puskesmasnya. Masih ada aturan-aturan yang harus lebih diperketat terutama

untuk wilayah bandara, pengurangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)

akan bahaya jika tidak diimbangi dengan pengetatan protokol.

Kemudian pemerintah menekankan bahwa bepergian hanya

diperbolehkan bagi calon penumpang yang memiliki tujuan-tujuan esensial dan

mendesak. Disamping itu hanya ada 8 sektor yang diizinkan untuk melakukan
25
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210121190037-37-217890/satgas-covid-19-tes-
pcr-palsu-bisa-timbulkan-korban-jiwa diakses pada 20 Juni 2021 pukul 14:38
perjalanan selama PSBB. Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad

Awaluddin memastikam pengetatan protokol telah dilakukan berdasarkan

Peraturan Mentri Perhubungan No. 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi

dalam Rangka Pencegahan Penyeberan Covid-19.26

26
https://nasional.okezone.com/read/2020/05/16/337/2215186/antisipasi-pemalsuan-
pemerintah-perketat-penerbitan-surat-bebas-covid-19 diakses pada 20 Juni 2021 pukul
14:40

Anda mungkin juga menyukai