Anda di halaman 1dari 3

DPRD Sumbar Susun Ranperda Tanah Ulayat, Apa

yang Harus Diwaspadai?


Oleh: Jaka HB

Persoalan konflik tanah ulayat baik antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan seperti
labirin yang tak berujung. Membingungkan. Sebab itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Sumatera Barat menyusun Rancangan Peraturan Daerah (ranperda)
Tanah Ulayat dan melakukan seminar konsultasi publik 11 Januari 2023 lalu. Beberapa
lembaga masyarakat sipil memberi catatan apa yang perlu diwaspadai dalam rancangan
perda ini.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) padang melakukan diskusi terkait rencana peraturan
daerah (ranperda) tanah ulayat yang menjadi inisiatif DPRD Provinsi Sumatera Barat ini.
“Bersama beberapa masyarakat sipil kami mengamati ada beberapa poin penting yang
menjadi masukan dan catatan,” kata Indira Suryani selaku Direktur LBH Padang saat
ditemui di kantornya bilangan Ulak Karang, pada Senin (16/01/2022).

“Kami dan teman-teman masyarakat sipil lainnya melihat situasinya saat ini tanah ulayat itu
digempur habis-habisan oleh konsesi dan izin pemodal sehingga situasinya memunculkan
konflik-konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dan perusahaan. Ini konflik yang sulit
diurai sebenarnya oleh pemerintah dan sulit untuk diselesaikan,” katanya.

Pada beberapa catatan LBH terkait masalah tanah ulayar yang bersinggungan dengan
proyek investasi kasusnya terus berjalan sampai 30 tahun. “Lalu muncul lagi terus menerus
karena memang tidak bisa diselesaikan,” katanya.

Indira mengatkan pihaknya mengapresiasi adanya inisiatif ini. Namun dirinya menegaskan
ada perbedaan substansi antara ranperda dan perspektif LBH.

“Secara substansi kami berbeda pikiran,” katanya.

Indira mengatakan sempat mendengar pada pembukaan seminar tentang ranperda tanah
ulayat ini di DPRD Ptovinsi Sumatera Barat bahwa tanah ulayat adalah penghambat
investasi. 

“Ini harus diluruskan dulu. Bagi LBH penghambat investasi adalah sikap yang tidak adil dan
tidak pasti dari regulasi yang ada beserta sikap pemerintah daerah yang tidak menghargai
dan melindungi ulayat. Jadi tidak bisa disalahkan, selagi regulasi aturan dan pemda tidak
menghargai eksistensi masyarakat adat sejauh itu pula muncul polemik ketika tanah ulayat
dimanfaatkan atau dikelola oleh investasi,” tegas Indira.

Selain itu pada poin pertama terkait ranpeda ini, kedudukan tanah ulayat ini sebagai tanah
cadangan. “Padahal situasinya berbeda, tanah ulayat bukan hanya tanah cadangan, tapi
lebih pada sumber daya yang digunakan atau tidak digunakan. Karena masyarakat adat
punya kearifan dan tindakan untuk lahan yang boleh digunakan untuk aktivitas ekonomi dan
mana yang harus dilindungi,” katanya.
“Sehingga keberlanjutan ekologis terjaga di kemudian hari. Jadi tidak semua harus untuk
investasi karena berbahaya untuk alam,” katanya.

Selanjutnya terkait metode pemanfaatan wilayahnya dalam ranperda ada dua. Metode bagi
hasl dan pembagian saha. Menurut Indira seharusnya dalam perda ini juga dikunci terkait
pembagian saham tidak dapat diperjual belikan baik secara fisik atau pun di pasar modal. 

“Kita ingin bahwa kalau pun tanah ulayat dimanfaatkan untuk investasi daia tidak berkurang
dalam bentuk saha,. Tapi harus terus bertambah atau minimal tetap,” katanya

Dia mengingatkan terkait pemulihan tanah ulayat juga belum diakomodir oleh ranperda. 

Selain itu Indira mengatakan dalam ranperda ini tidak mengakomodir keberadaan dan peran
bundo kanduang terhadap tanah ulayat. “Padahal di Minangkabau menganut Matrilineal
System dan kelompok perempuan dan anak perempuan yang paling menderita ketika ulayat
sudah tergadai ataupun dialihkan kepada pihak lain. Penguatan paradigma inklusif mesti
diperkuat didalam Ranperda termasuk perlindungan perempuan, anak dan disabilitas dalam
pemanfaatan tanah ulayat,” katanya.

Selanjutnya dalam ranperda juga belum memperkuat mekanisme FPIC (Free Prior Informed
Consent) dalam pemanfaatan dan pengelolaan tanah ulayat. Prinsip ini menurut Indira
seringkali dilanggar oleh berbagai pihak sehingga memunculkan konflik struktural di akar
rumput.

“Ranperda juga masih inkosistensi terkait penyelesaian tanah ulayat. Didalam PErda Nomor
7 Tahun 2018 penyelesaian sengketa tanah ulayat ada di Pengadilan Adat namun di
Ranperda ini diselesaikan oleh KAN. Belum ditemukan formulasi yang baik dalam situasi ini
dengan memperhatikan kondisi sosiologis dan memperhatikan konflik kepentingan para
pihak,” katanya.

Selain itu Indira mencatat dari hasil diskusi dengan beberapa organisasi masyarakat sipil
ranperda ini belum mengakomodir tanah ulayat di Mentawai. “Mestinya itu juga diakomodir
karena Mentawai juga memiliki tanah ulayat. Ranperda jangan berlaku diskrimiatif terhadap
Mentawai karena bagian dari Sumatera Barat,” katanya.

Rifai Lubis selaku Direktur YCMM (Yayasan Citra Mandiri Mentawai) mengatakan peraturan
daerah tanah ulayat perlu dilihat substansinya terkait pemulihan tanah ulayat di Sumatera
Barat yang sudah dikooptasi korporasi.

“Sekarang eksistensi tanah ulayat itu juga sudah parah. Ada penelitian yang menyebutkan
eksistensi tanah ulayat di Sumbar tinggal 18 persen. Yang lainnya sudah jadi HGU (Hak
Guna Usaha),”katanya.

“Karena itu menurut saya ranperda ini kearah menegakkan eksistensi itu baik yang masih
dikuasai oleh masyarakat hukum adat mau pun kepemilikan dan penguasaannya sudah
beralih. Proses pengembaliannya itu perlu diatur dalam perda ini supaya ada proses
pengembalian yang dipastikan berjalan,” katanya.

Rifai sendiri sempat mendapatkan naskah akademik. “ranperda itu tidak cukup untuk
memotret situasi  tanah ulayat yang sekarang. Jadi (ranperda) ini sudah membatasi diri
hanya mengatur penatausahaan saja. Tidak melihat fakta sosial tanah ulayat dalam kondisi
yang sekarat yang eksistensinya sudah sangat lemah, itu yang tidak dipotret dalam naskah
akademik sehingga tidak bermanfaat banyak dalam emngembalikan eksistensi,” katanya.
Terkait sudah adanya peraturan daerah pengakuan dan penetapan wilayah adat di
Mentawai menurut Rifai belum mengakomodir tata cara administrasi pengakuan tersebut
dari pemerintah daerah. “Sehingga belum ada terdaftar di buku tanah, karena belum diatur,
jadi sebenarnya pemanfaatannya juga masih sangat umum,” katanya.

Anda mungkin juga menyukai