Pulau rempang ini terdiri dari dua kelurahan, yaitu Rempang Cate dan
Sembulang, yang termasuk dalam Kecamatan Galang. Permasalahan yang timbul
di daerah ini dimulai ketika ada rencana untuk mengembangkan kawasan
Rempang Eco City. Rencana ini muncul setelah Pemerintah mengundang investor
untuk berinvestasi di wilayah-wilayah terluar Indonesia, termasuk Rempang, yang
dianggap memiliki potensi untuk pengembangan. Kawasan Rempang juga akan
menjadi lokasi kedua terbesar di dunia untuk pabrik kaca yang dimiliki oleh
perusahaan China Xinyi Group. Investasi untuk proyek ini diperkirakan mencapai
US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun. Proyek ini akan memanfaatkan lahan
seluas 7.572 hektare di Pulau Rempang, yang setara dengan 45,89 persen dari
total luas pulau tersebut yang mencapai 16.583 hektare.
Terjadi pro dan kontra yang terjadi di masyarakat dalam hal ini ditakutkan
pembangunan pabrik kaca terbesar kedua di dunia itu akan menyebabkan
kerusakan lingkungan dan terganggunya mata pencaharian masyarakat wilayah
kepulauan Rempang dan Galang yang sebagian besar sebagai nelayan.
Kekhawtiran ini bahkan menyebabkan bentrok antar masyakat dan apparat
penegak hukum. Masyarakat lebih menginginkan wilayah kepulauan Rempang
dan Galang sebagai salah satu zonasi dalam wisata. Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Riau (BBKSDA RIAU), Pulau Rempang dipilih sebagai salah
satu kawasan perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya berdasarkan
keadaan populasinya. Letak Pulau Rempang berdekatan dengan 2 negara yaitu
Malaysia dan Singapura serta dilalui jalur perdagangan dunia sehingga dinilai
cukup potensial sebagai kawasan wisata. Pemerintah daerah lebih mengingkan
investasi tetap dilaksanakan dikarenakan akan membuka lapangan pekerjaan dan
menaikan pendapatan asli daerah (PAD).
“supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kalian”. (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Oleh sebab itu dasar pijakan dari aktivitas ekonomi termasuk investasi
adalah Al-Qur’an dan hadis Nabi saw. Selain itu, karena investasi merupakan
bagian dari aktivitas ekonomi (muamalah māliyah), sehingga berlaku kaidah fikih,
muamalah, yaitu “pada dasarnya semua bentuk muamalah termasuk di dalamnya
aktivitas ekonomi adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.” (Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000).
Selain itu, ada beberapa prinsip syariah khusus terkait investasi yang harus
menjadi pegangan bagi para investor dalam berinvestasi (Aziz 2010), yaitu:
a. Tidak mencari rezeki pada sektor usaha haram, baik dari segi zatnya
(objeknya) maupun prosesnya (memperoleh, mengolah dan
medistribusikan), serta tidak mempergunakan untuk hal-hal yang
haram;
b. Tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi (la taẓlimūn wa lā tuẓlamūn);
c. Keadilan pendistribusian pendapatan;
d. Transaksi dilakukan atas dasar rida sama rida (‘an-tarāḍin) tanpa ada
paksaan;
e. Tidak ada unsur riba, maysīr (perjudian), gharar (ketidakjelasan), tadlīs
(penipuan), ḍarar (kerusakan/kemudaratan) dan tidak mengandung
maksiat
Dalam kasus Rempang, jika saja kebijakan pemerintah pro pada rakyat
miskin atau 10.000 penduduk asli di sana, maka model penggusuran dapat diganti
dengan model co-eksistensi yang bersifat win-win solution. Rakyat dapat
dilibatkan sebagai stakeholder dan mungkin sekaligus shareholder atas
pembangunan atau pendirian pabrik di sana. Permintaan rakyat untuk dapat
mendiami 1000 Ha lahan (silakan 16.000 Ha nya dikelola swasta), seharusnya
sudah dapat dihargai sebagai pola rasional. Apalagi jika keterlibatan rakyat
ditingkatkan lagi dalam berbagai hal, seperti isu kelestarian dan keberlanjutan
serta penjaga pulau-pulau terluar. Tentu saja negara harus dikelola dengan prinsip
prinsip mengutamakan rakyat. Rakyat pun sesungguhnya mengerti bahwa mereka
tidak anti pembangunan, melainkan mereka ingin diajak bicara dan diajak
berpartisipasi. Model itu dikenal dalam prinsip kebijakan Pro Poor Growth.
Daftar Pustaka :