Anda di halaman 1dari 19

PENEGAKAN HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAN BISNIS DI INDONESIA Oleh : JISI NASISTIAWAN

A.

Latar Belakang Cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia sudah jelas tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yaitu Kesejahteraan Umum Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan demikian, maka tugas negara tidak hanya menjaga ketertiban dengan melaksanakan hukum, tetapi juga mencapai kesejahteraan rakyat sebagai bentuk keadilan (welfarestate). 1Masalah yang kita hadapi kemudian adalah bagaimana menterjemahkan pengertian kesejahteraan atau lebih tepat kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tersebut, karena fenomena yang terjadi saat ini adalah bahwa kesejahteraan bagi rakyat hanya menjadi slogan dan bahan kampanye bagi sebagian pejabat di Indonesia, namun dalam penerapannya masih jauh dari yang diharapkan. Terutama dalam pengembangan perekonomian di Indonesia masih dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu yang mana kelompok tersebut selain mempunyai usaha juga mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan sehingga penerapan hukum dapat disesuaikan dengan kepentingan kelompok tersebut. Contoh kasus adalah kasus lumpur lapindo yang disebabkan oleh PT. Lapindo Brantas yang kemudian penanganannya diserahkan kepada negara, sedangkan PT. Lapindo Brantas yang notabene milik pengusaha Aburizal Bakrie
1

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962, Hlm. 9.

yang saat itu menteri Perekonomian hanya menanggung sebagian kecil dari seluruh total kerugian rakyat. Tidak adanya langkah konkret dari pemerintah berujung tudingan bahwa Presiden telah melindungi kepentingan kelompok usaha milik Aburizal Bakrie2. Berita terbaru adalah kalahnya Direktur Jenderal Pajak dengan PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) dalam kasus pajak sebesar Rp. 1,5 triliun. PT Kaltim Prima Coal merupakan anak perusahaan dari PT. Bumi Resources, Tbk yang juga milik Aburizal Bakrie. Dalam persidangan Peninjauan Kembali kasus dugaan pidana pajak senilai Rp1,5 triliun yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan PK DJP terkait pemeriksaan pada dugaan pidana pajak yang dilakukan PT Kaltim Prima Coal3. Permasalahan di atas yang dirasakan kurang memenuhi rasa keadilan ini dapat membuat masyarakat semakin bertanya-tanya tentang bagaimana komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum dalam rangka peningkatan perekonomian Indonesia, karena apabila kondisi ini dibiarkan terus menerus maka akan membuat kondisi ekonomi bangsa semakin tidak kondusif seperti munculnya persaingan yang kurang sehat dengan pelaku bisnis yang lain dan yang lebih buruk adalah semakin jeleknya persepsi dan keyakinan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Oki Baren, SBY Dituding Lindungi Bakrie dalam Kasus Lumpur Lapindo, diunduh dari situs http://korbanlumpur.info/berita/hukum-politik/638-sby-dituding-lindungi-bakrie-dalam-kasus-lumpurlapindo.html, 20 Mei 2010. 3 JPNN, Lagi, PT KPC Kalahkan Ditjen Pajak, diunduh dari situs http://metronews.fajar.co.id/read/93799/10/lagi-pt-kpc-kalahkan-ditjen-pajak, 20 Mei 2010.

B.

Prinsip Negara Hukum Dalam Dunia Usaha Dunia usaha merupakan bagian dari domain pasar dalam hubungannya dengan negara dan masyarakat. Maka dunia usaha harus ditumbuh kembangkan bersama-sama secara seimbang dengan domain negara dan masyarakat4. Secara prosedural keseluruhan kepentingan dunia usaha tersebut hanya mungkin menjadi bagian kebijakan negara jika mekanisme pembuatan kebijakan memberi ruang partisipasi bagi perwakilan dunia usaha. Satu-satunya mekanisme yang memungkinkan adalah mekanisme demokrasi di mana hukum dibentuk oleh wakil rakyat dan berdasarkan aspirasi rakyat5. Secara substansial, kepentingan-kepentingan dunia usaha dapat dicapai jika negara hukum dapat diwujudkan. Kebutuhan adanya jaminan kebebasan berusaha, kepastian hukum, stabilitas keamanan, dan good governance akan terpenuhi jika prinsip-prinsip negara hukum dapat dilaksanakan dengan baik6. Dalam Ensiklopedia Indonesia, istilah "negara hukum" (rechtstaat) didefinisikan sebagai negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu dan agar semuanya berjalan menurut hukum.7 Negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum, mempunyai konsekuensi bahwa dalam kehidupan bernegara semua hubungan antara seseorang

Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Hukum, Media, dan HAM, Konstitusi Press, Jakarta, 2006. Hlm. 154 5 ibid 6 ibid 7 Negara Hukum, Ensiklopedia Indonesia (N-Z), N.V, W Van Hoeve Hlm. 983.

dengan lainnya, atau antara seseorang dengan alat-alat pemerintahan dan alat-alat negara diatur oleh peraturan-peraturan hukum8. Negara hukum menurut Aristoteles ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya9 dengan penekanan-penekanan sebagai berikut10 : 1. Yang memerintah dalam suatu negara sebenarnya dan seharusnya adalah pikiran yang serba adil, jadi bukan wujud manusianya ; 2. Manusia atau para penguasanya hanyalah pemegang hukum serta

keseimbangan saja ; 3. Yang akan menentukan tentang baik atau tidaknya suatu peraturan undangundang adalah kesusilaan, sedangkan pembuatan suatu undang-undang hanyalah merupakan sebagian dari kecakapan dalam menjalankan

pemerintahan negara ; 4. Karena itu mendidik manusia agar menjadi warga negara yang baik adalah merupakan kebijakan yang demikian penting, dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negara tersebut. Dengan konsep-konsep negara hukum seperti yang telah diuraikan di atas, maka dalam kaitannya dengan hukum bisnis, diperlukan adanya pengembangan hukum yang mendukung dunia usaha. Dalam konteks ini maka seyogyanya pranata hukum juga mulai dibina dan difungsikan tidak saja untuk menunjang, tetapi sebagai

Musthafa Kamal Pasha, Pancasila UUD 1945 Dan Mekanisme Pelaksanaannya, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1988, Hlm. 111 9 Moh. Kusnardi dalam Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Jakarta, Cetakan Ketujuh, 1988, Hlm.153. 10 R.G. Kartasapoetra, Sistematika Hukum Tata Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1987, Hlm. 39-40.

pengarah, dan sekaligus pengendali perekonomian11. Untuk dapat berfungsi demikian, maka diperlukan pranata hukum yang berkualitas12.

C.

Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional Adapun prinsip-prinsip perdagangan internasional sebagaimana diatur di dalam GATT-WTO yang telah menjadi prinsip penanaman modal asing, bahkan wajib dijabarkan di dalam pengaturan penanaman modal di host country adalah13 : 1. Non Discriminatory Principle; Prinsip kesetaraan atau Non Discriminatory Prinsiples ini didasarkan atas alasan bahwa host countries dengan menggunakan argumen-argumen tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan, sering dapat memberikan perlakuan yang berb eda atau diskriminasi kepada penanam modal asing dengan berbagai cara. Sementara, hukum kebiasaan internasional tidak mensyaratkan host country untuk menjamin perlakuan yang bersifat non diskriminasi terhadap Penanaman Modal Asing yang berkeinginan

mengembangkan aktivitas bisnisnya dalam wilayah teritorialnya atau bahkan kepada mereka yang telah mendirikan aktifitas bisnisnya. Sekarang ini host countries secara konsisten telah menghilangkan hambatan-hambatan yang bersifat diskriminasi terhadap masuk dan

beroperasinya Penanaman Modal Asing di wilayah teritorialnya. Bahkan

Amirizal, Hukum Bisnis. Deregulasi dan Joint Venture Di Indonesia Teori dan Praktek. Djambatan. Jakarta. 1999, Hlm. 11 12 Ibid 13 Nindyo Pramono, Perkembangan Arus Investasi Ditinjau Dari Perspektif Hukum Bisnis, diunduh dari situs www.legalitas.org

11

dengan kerasnya persaingan kebutuhan Penanaman Modal Asing, insentif tertentu seperti pajak menjadi salah satu perangsang masuknya Penanaman Modal Asing di negara-negara berkembang. Memang di era global seperti sekarang ini , Penanaman Modal Asing sudah menjadi kebutuhan bagi negaranegara berkembang dalam membantu peningkatan pembangunan di teritorinya. Tanpa Penanaman Modal Asing tampaknya sulit untuk melakukan inovasiinovasi yang berkaitan dengan tranfers skill, tehnology dan knowlegde. Membuat diskriminasi antara Penanaman Modal Asing dengan Penanaman Modal Dalam Negeri dalam banyak hal cenderung menjadi hambatan tidakminatnya Penanaman Modal Asing masuk ke teritorinya. Prinsip Non Diskriminasi ini kemudian dipecah menjadi dua prinsip utama yaitu The Most Favoured Nation ( MNF ) Principles dan National Treatment Principles. 2. The Most Favoured Nation ( MFN ) Principle; Prinsip MNF merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan atau perlakuan sama antara Penanaman Modal Asing yang satu dengan Penanaman Modal Asing yang lain yang masuk ke suatu wilayah teritori suatu negara tertentu. Host countries harus memberikan perlakuan kepada Penanaman Modal Asing yang satu sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada Penanaman Modal Asing lainnya. Di dalam perjanjian-perjanjian bilateral, miltulateral prinsip ini selalu dituangkan untuk menarik masuknya Penanaman Modal Asing ke wilayah negara tertentu.

3.

National Treatment Principle. Prinsip National Treatment mengatur tentang perlakuan yang sama antara Penanaman Modal Asing dengan Penanaman Modal Dalam Negeri di suatu wilayah teritori negara tertentu. Namun demikian Penanaman Modal Asing yang masuk ke suatu negara tertentu untuk mendapatkan perlakuan yang sama berdasarkan prinsip National Treatment, Penanaman Modal Asing tersebut harus didirikan dan tunduk pada hukum yang berlaku di host country.

D.

Kepastian Hukum Di Bidang Penanaman Modal Dalam rangka meningkatkan peluang investasi di Indonesia, salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhinya adalah adanya kepastian hukum yang di dapat oleh para calon investor tersebut dalam menanamkan modalnya. Harus disadari bahwa interaksi antara pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi sangatlah penting. Kadang-kadang hukum mempunyai kedudukan yang kuat, tetapi sering perhitungan ekonomi yang lebih menentukan. Sebenarnya yang paling ideal adalah jika interaksi pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi saling menunjang dan melengkapi. Dengan demikian kajian dan analisis mengenai hukum ekonomi dapat memberikan sumbangan bagi pengaturan dan penyelesaian masalah-masalah yang ada dalam bidang ekonomi seperti Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, join venture, pertanahan, badan hukum, dan persaingan yang curang atau tidak sehat di bidang bsinis. Melalui interaksi hukum dan ekonomi tersebut

maka hukum dapat berfungsi sebagai agent of modernization dan instrument of social engineering14. Adanya asas kepastian hukum akan memberikan kenyamanan bagi pelaku usaha untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kepastian hukum yang diberikan akan berpengaruh terhadap hak-hak yang akan diperoleh dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis (investor tersebut). Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan. Dengan telah jelasnya hak-hak dan kewajiban yang mereka miliki mereka tidak akan ragu-ragu untuk menanamkan modalnya. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, Undang-Undang Penanaman Modal memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, 1986 hal. 180. Lihat juga Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Jakarta, 1998 hal. 298-302.

14

Namun demikian, Undang-Undang Penanaman Modal juga memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Dalam hal ini maka kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat Peraturan kebijakan (beleidsregel)

berdasarkan azas freis ermessen15, guna mendorong peningkatan investasi. Sering dipahami, freis ermessen sebagai kebebasan bertindak bagi administrasi negara saat belum ada peraturan perundangan yang mengatur, tetapi masyarakat membutuhkan penyelesaian pelayanan yang segera, tidak boleh dilakukan penundaan, sehingga merupakan keputusan yang bersifat mendesak. Kebijakan pemerintah seyogyanya merupakan gerak jantung suatu peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum, sehingga pihak investor terutama investor asing, merasa aman dan lebih berani lagi menanamkan modalnya di Indonesia. Lebih-lebih karena selama ini, sangat banyak kebijaksanaan pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kelonggaran hanya

Laica Marzuki, Peraturan kebijakan (beleidsregel): Hakikat Serta Fungsinya Selaku Sarana Hukum Pemerintahan, Makalah disampaikan dalam Diklat Calon Hakim Peradilan Tata Usaha Negara di Bogor, tanggal 7 Juli 2009.

15

bagi investor asing. Namun, nyatanya cara yang ditempuh oleh pemerintah itu belum memadai dan tidak selalu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,karenanya timbul kesan seolah-olah kepastian hukum dilecehkan16.

E.

Penegakan Hukum Bisnis di Indonesia Kemajuan ekonomi telah menimbulkan terjadinya tarik menarik kepentingan yang kuat di antara para pelaku ekonomi serta munculnya ketidak seimbangan antara keinginan pelaku-pelaku ekonomi disatu pihak, dengan kebutuhan masyarakat di lain pihak. Oleh sebab itu maka kedudukan, fungsi,dan peranan penegakan hukum akan menjadi semakin penting17. Dalam penegakan hukum bisnis di Indonesia, perlu dibentuk dan didukung dengan adanya aturan main untuk menjamin terlaksananya bisnis yang sehat dengan tujuan yang ingin dicapai adalah akan terwujudnya suatu pola dan watak tertentu dalam perekonomian nasional. Selain itu, hukum dalam perekonomian dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan pemerataan (mewujudkan cita-cita keadilan sosial), yaitu dengan merinci secara hati-hati kebijaksanaan yang diperlukan untuk memanfaatkan segala sumber yang ada dengan sebaiknya, sehingga hasil positif yang dicapai melalui peranan pemerintah dalam perekonomian tidak diragukan. Secara normatif, Sistem ekonomi Indonesia berdasarkan UUD 1945 terutama pasal 33 ayat 2 dan 3, mengarah pada sistem ekonomi sosialis, akan tetapi dengan

16 17

Amirizal, Op.Cit, Hlm. 66. Soenaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet. 2, Binacipta, Bandung, 1988,

hal 8-34.

perkembangan suatu golongan pengusaha, saat ini akan semakin menuju pada sistem ekonomi kapitalis18. Dengan perubahan sistem tersebut, maka akan membuka peluang munculnya pola-pola persaingan yang kurang sehat yang memiliki batasan antara pengusaha yang besar dengan pengusaha yang menengah atau kecil. Untuk itu perlu diatur dengan peraturan yang memiliki legalitas formal antara lain : 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Penataan kegiatan usaha ekonomi di Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen, menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang, mencegah praktek monopoli serta menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam rangka meningkatkan ekonomi nasional. Dari segi penegakan hukum, undang-undang ini memiliki ciri khas yaitu dengan adanya keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan, penuntutan dan juga sekaligus sebagai pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 35 dan 46, selain daripada itu dalam undang-undang ini juga diatur adanya larangan terhadap praktek monopoli dan monopsoni serta persaingan usaha tidak sehat,
18

Amirizal, Op.Cit, Hlm. 10

10

melarang pelaku usaha melakukan kegiatan yang menimbulkan terjadinya penguasaan atau pemusatan produksi dan atau pemasaran. 2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan pengganti dari undang-undang No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun 1968 dimana pada undang-undang yang lama dirasakan ada yang perlu mendapatkan perubahan dan penyesuaian dengan kondisi kekinian. Undang-undang ini mencakup semua kegiatan penanaman modal langsung di semua sektor. Undang-undang ini juga memberikan jaminan perlakuan yang sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu, undangundang ini memerintahkan agar pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi pemerintah, antarinstansi pemerintah dengan Bank Indonesia dan antarinstansi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Koodinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah. Undang-undang ini mengatur agar pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Perekonomian nasional saat ini ditandai dengan adanya kompetisi yang semakin ketat sehingga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus mampu

11

mendorong penciptaan daya saing perekonomian nasional yang terintegrasi menuju perekonomian global. Untuk itu pemerintah harus objektif dalam menerapkan hukum di semua sektor kegiatan ekonomi sehingga perekonomian nasional semakin beranjak menuju perekonomian yang sehat dan dinamis. Dalam rangka menciptakan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis di Indonesia dan untuk menunjang peningkatan penanaman modal di Indonesia, maka perlu kiranya pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah bersama-sama berupaya menciptakan kondisi yang kondusif baik dari sektor hukum, politik, keamanan dan kemudahan birokrasi. Komitmen ini harus dijalankan dan ditepati dengan semangat untuk membangun perekonomian Indonesia demi terciptanya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal penerapan penegakan hukum dan kaitannya dengan perkembangan bisnis di Indonesia, Pemerintah telah berusaha keras untuk menegakkannya sesuai dengan koridor hukum yang seharusnya, meskipun bila kita lihat dari fenomena yang ada saat ini seolah masih jauh dari harapan yang diinginkan seluruh rakyat Indonesia. Beberapa hal yang dapat diambil sebagai contoh dalam penerapan hukum di Indonesia dan kaitannya dengan perkembangan perekonomian antara lain adalah munculnya kasus dimenangkannya PT. Kaltim Prima Coal atas Dirjen Pajak yang menunggak pajak sebesar Rp. 1,5 triliun. Terlepas dari mana yang benar dan mana yang salah, rakyat dihadapkan pada suatu kondisi yang mengindikasikan adanya perselingkuhan politik dan bisnis antara pengusaha dengan penguasa dimana Aburizal Bakrie sebagai pemilik PT. Kaltim Prima Coal pada saat yang sama sebagai mitra koalisi presiden di Sekretariat Bersama Koalisi.

12

Penegakan Undang-Undang Penanaman Modal di Indonesia dan kaitannya dengan perkembangan perekonomian nasional masih kurang maksimal. Pada intinya UU No. 25 tahun 2007 mempunyai tujuan yang substansial yaitu, 1) membenahi iklim invenstasi di Indonesia, 2) kepastian hukum mengenai tenaga kerja asing, 3) ketepatan pengurusan perizinan dalam membuka usaha baru di Indonesia. Namun UU penanaman modal bukan senjata pamungkas yang dapat menjamin iklim investasi membaik. Perbaikan perilaku birokrat, keterkaitan sinergis dengan perangkat aturan lain, serta kejelasan arah kebijakan industrial adalah faktorfaktor penentu lainnya yang tidak dapat diabaikan. Apabila kita lihat lebih dalam pada undang-undang penanaman modal, terdapat beberapa point yang dalam penerapannya masih membutuhkan perbaikan antara lain : Dalam Pasal 3 yang menguraikan tentang asas dan tujuan penenaman modal, disana disebutkan bahwa salah satu asas penanaman modal didasarkan pada asas berwawasan lingkungan, dimana asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan

pemeliharaan lingkungan hidup. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak sedikit yang kita temui, para penanam modal terutama yang bergerak dalam usaha pertambangan sangat kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Banyak kasus yang telah terjadi berkaitan dengan hal ini, salah satunya adalah kasus yang menimpa PT. Famia Niagara di Kabupaten Seluma yang melaksanakan usaha penambangan pasir besi. Namun dikarenakan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan

13

akhirnya mendapatkan tentangan dari masyarakat. Dan pemerintah daerah seolah kurang proaktif dalam menyelesaikan kasus ini. Hal ini mungkin dikarenakan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan insentif kepada penanam modal tetapi tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam, dimana dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengizinkan penanam modal mengeruk sumber daya alam tanpa mengindahkan sumber daya lingkungan berkelanjutan (sustainable resources) karena sampai saat ini pemerintah daerah lebih memprioritaskan pendapatan daerah dibandingkan kelestarian lingkungan. Pada pasal 10 mengenai ketenagakerjaan, UU No. 25 Tahun 2007 menegaskan bahwa perusahaan penanam modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga Negara Indonesia. Berkenaan dengan pasal ini, mungkin kasus PT. Drydock World Graha di Batam dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana penerapan undang-undang ini di lapangan. Upaya untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia agar lebih kondusif bagi masuknya penanaman modal asing dan kondisi yang diinginkan investor asing tersebut adalah19: a. b. c. d.
19

Kebebasan dalam kepemilikan saham, termasuk dihapuskannya divestasi. Kebebasan menetapkan sendiri nilai investasi. Perlakuan sama dalam hukum dan kedudukan. Konsistensi dalampelaksanaan peraturan-peraturan.
Nindyo Pramono, Op.Cit

14

e. f. g. h.

Adanya jaminan berinvestasi dan berusaha. Diterima kehadirannya sebagai mitra pembangunan. Birokrasi yang transparan dan lancar. Kepastian hukum dan penagakan hukum. Disamping itu terdapat beberapa faktor pokok yang perlu dipelihara, yaitu:

a. b. c.

Stabilitas Nasional yang mantap dan dinamis. Kebijaksanaan ekonomimakro yang tepat. Keadaan perekonomian yang sehat yang terlihat dari terkendalinya tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, pertumbuhan ekonomi dan tersedianya faktorfaktor produksi yang cukup.

d.

Tersedianya prasarana fisik, teknologi, institusional dan sosial yang baik.

F.

Penutup 1. Pelaksanaan penerapan hukum di Indonesia terutama berkenaan dengan penegakan perekonomian di Indonesia masih membutuhkan perhatian dan komitmen yang serius dari pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Banyak kasus-kasus yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa penegakan hukum bisnis di Indonesia masih belum optimal. Untuk itu perlu adanya suatu usaha untuk menelaah dan mengkaji fungsi dan pengaruh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menunjang perkembangan bisnis (usaha) dalam perekonomian nasional. 2. Dalam rangka meningkatkan investasi penanaman modal baik PMA maupun PMDN, maka disarankan untuk selalu diupayakan pemberian kemudahan-

15

kemudahan kepada para calon investor terutama dari segi perizinan. Selain itu perlu adanya penegakan hukum untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap usaha yang dijalankan di Indonesia.

16

DAFTAR PUSTAKA

A.

Buku-Buku

Amirizal, Hukum Bisnis. Deregulasi dan Joint Venture Di Indonesia Teori dan Praktek. Djambatan. Jakarta. 1999. Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Jakarta, 1998 Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Hukum, Media, dan HAM, Konstitusi Press, Jakarta, 2006 Moh. Kusnardi dalam Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Jakarta, Cetakan Ketujuh, 1988. Musthafa Kamal Pasha, Pancasila UUD 1945 Dan Mekanisme Pelaksanaannya, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1988. Negara Hukum, Ensiklopedia Indonesia (N-Z), N.V, W Van Hoeve. R.G. Kartasapoetra, Sistematika Hukum Tata Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Soenaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet. 2, Binacipta, Bandung, 1988. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1995 Sukardi, Metodologi Penelitian, Kompentensi dan Prakteknya, Bumi Aksara, Jakarta, 2003 Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, 1986 Supranto, J, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962. B. Makalah

Laica Marzuki, Peraturan kebijakan (beleidsregel): Hakikat Serta Fungsinya Selaku Sarana Hukum Pemerintahan, Makalah disampaikan dalam Diklat Calon Hakim Peradilan Tata Usaha Negara di Bogor, tanggal 7 Juli 2009. C. Internet

JPNN, Lagi, PT KPC Kalahkan Ditjen Pajak, diunduh dari situs http://metronews.fajar.co.id/read/93799/10/lagi-pt-kpc-kalahkan-ditjen-pajak, 20 Mei 2010.

17

Nindyo Pramono, Perkembangan Arus Investasi Ditinjau Dari Perspektif Hukum Bisnis, diunduh dari situs www.legalitas.org Oki Baren, SBY Dituding Lindungi Bakrie dalam Kasus Lumpur Lapindo, diunduh dari situs http://korbanlumpur.info/berita/hukum-politik/638-sby-dituding-lindungibakrie-dalam-kasus-lumpur-lapindo.html, 20 Mei 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai