Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN

KEBERADAAN PERJANJIAN PINJAM NAMA


(NOMINEE ARRANGEMENT) ATAS KEPEMILIKAN
SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS (PT)
PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI BALI

Dosen :
Dr. Putu Eka Trisna Dewi, S.H., M.H., CLA

Disusun Oleh :
NI NEGAH SALIANI, SH.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DENPASAR
2022
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penanaman modal sangat penting untuk membangun bagi negara


manapun di dunia. Jika penanaman modal di suatu negara tinggi, maka
diharapkan ekonomi makro negara tersebut akan mengalami
pertumbuhan. Sebaliknya, jika penanaman modal rendah, maka
pertumbuhan ekonomi makro suatu negara akan menjadi lamban akibat
tejadinya keterbatasan dalam hal modal dan keahlian.1
Keterbatasan permodalan dan penguasaan teknologi merupakan
kendala yang berkembang. Dalam rangka umum dihadapi oleh hampir
setiap negara pembangunan ekonomi nasional yang bersifat multi
kompleks, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga
menghadapi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahan masalah
adalah dengan mendatangkan dana bantuan luar negeri baik berupa
pinjaman luar negeri maupun Penanaman Modal Asing (selanjutnya ditulis
PMA).2
Kehadiran penanaman modal terutama PMA tidak serta merta dapat
mengatasi problem pembangunan apabila pertama, tidak ada aturan
hukum penanaman modal yang kuat dan rezim yang berjuang untuk
mengundang para pemodal; kedua, kegagalan legalitas,hal ini disebabkan
Indonesia hanya bisa meniru saja sistem hukum yang berlaku di negara
maju dalam menghasilkan kekayaan untuk kemajuan masyarakat pada
umumnya tetapi gagal menerapkannya; ketiga, perizinan sengaja dibuat
berbelit belit sehingga banyak investor asing maupun dalam negeri

1 http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/07/12/tantangan-bagi-penanaman-
modal-asing-baru- di-Indonesia/.
2 Sumartono, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar

Modal, Bina Cipta, Bandung, hal. 129.


1
melakukan cara illegal dalam melakukan aktivitas bisnisnya; keempat,
belum ada pembakuan prinsip-prinsip hukum yang mengatur tentang
PMA.3
PMA merupakan suatu Perseroan Terbatas, yang didirikan
berdasarkan Undang- Undang Perseroan Terbatas di Bali, dimana di
dalamnya terdapat unsur modal asing. Dalam hal ini dirasakan betapa
pentingnya harmonisasi antara suatu peraturan dengan peraturan yang
lain agar tidak saling berbenturan. Barangkali beralasan, jika semula
berbagai pihak mengharapkan Undang-Undang Penanaman Modal
(selanjutnya ditulis UUPM) dijadikan sebagai ketentuan hukum yang
bersifat khusus (lex spesialis) dalam bidang investasi.4 Definisi Perseroan
Terbatas (selanjutnya ditulis PT), menurut Undang undang Perseroan
Terbatas (selanjutnya ditulis UUPT), Pasal 1 angka 1, berbunyi:

Terbatas yang selanjutnya disebut ("Perseroan") adalah merupakan


persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan Badan hukum yang usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang


dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa
perundang undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer
dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazimdigunakan
dalam perundang-undangan. Namun pada dasamya kedua istilah tersebut

3 Lusiana, 2012, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Cet.I, Raja Grafindo,


Jakarta, hal.5.
4 Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet I, Nuansa Aulia, Bandung, hal.

201.
2
mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara
interchangeable.5

Mengingat penanaman modal mempunyai arti yang penting bagi


pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak
dicapai, untuk itu di undangkanlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal yang lazim disebut UUPMyang bertujuan
untuk memperbaiki kelemahan aturan aturan hukum terdahulu yang
mengatur penanaman modal seperti Undang Undang Nomor 1 Tahun
1967 jo Undang Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970
dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 38 UUPM

Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan bahwa :"penanaman modal


diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia". Mengenai
bentuk badan usaha bagi penanaman modal di Bali berdasarkan ketentuan
UUPM dalam Bab IV Pasal 5 adalah sebagai berikut:

1. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk

badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan


hukum atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan

terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di


wilayah negara Republik Indonesia,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

5 Ida Bagus Rachmadi Supanca, 2006, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi

Langsung Di Indonesia, Hal. 5.


3
3. Penanaman modal dalam negeri maupun asing yang melakukan

penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan


dengan :
a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan

terbatas;

b. Membeli saham;

c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang - undangan.

Menurut UUPT Pasal 7 ayat (1) bahwa "perseroan dapat didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa
Indonesia". Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan "orang" adalah
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau
badan hukum Indonesia atau asing". Ketentuan dalam pasal ini
menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang- undang ini,
bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan
berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih 1 (satu) orang
pemegang saham.

PT pada hakekatnya merupakan persekutuan modal hal ini


membawa dampak pengertian, sebagai asosiasi modal PT dimiliki oleh
lebih dari 1 (satu) orang Secara acontrarioapabila modal dimiliki oleh satu
orang terjadi kecenderungan menonjolnya sifat subyektivitasyang dapat
menyebabkan percampuran harta kekayaan PT dengan harta kekayaan

4
pribadi pemegang saham.6

Adanya unsur pemegang saham dalam perseroan merupakan salah


satu syarat utama dalam mendirikan dan menjalankan suatu PT. Selain
dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam
perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee (orang ataubadan
hukum yang dipinjam dan dipakai namanya sebagai pemegang saham
oleh beneficiary). Ada banyak alasan mengapa beneficiary menggunakan
nominee sebagai perpanjangan tangan mereka dalam perseroan, salah
satunya adalah keinginan untukmenguasai 100% kepemilikan saham PT
dalam hal ini dilarang oleh UUPT. UUPT mensyaratkan agar pemegang
saham minimal 2 (dua) orang bila tidak, maka menjadi pemegang saham
tunggal akan mengakibatkan tanggung jawab tidak terbatas atau tanggung
jawab pribadi.

Ketentuan kepemilikan saham secara nominee tidak diatur dalam UUPT


namun demikian dalam prakteknya sering dijumpai dan tidak jarang
timbul sengketa dari praktek nominee tersebut. Hal tersebut terjadi karena
salah satunya nominee tidak mau mengembalikan saham yang
dimilikinya tersebut kepada beneficiary. Apabila terjadi sengketa seperti
itu kesulitan yang akan dihadapi adalah masalah pembuktian kepemilikan
saham sertamengenai tanggung jawab secara hukum kepada pihak ketiga.
Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee sebab
nama nominee yang tercatat dalam daftar pemegang saham PT, namun
secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary. Salah satu cara
yang dilakukan beneficiary untuk melindungi sahamnya adalah dengan
membuat perjanjian nominee yaitu dengan akta notaris maupun dengan

6 Rudhi Prasetya, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 11
5
akta bawah tangan. Dalam UUPT tidak dijelaskan untuk memenuhi
minimal 2 (dua) orang pemegang saham ini bagaimana mekanismenya
apabila hanya 1 (satu) orang yang mempunyai saham. Dalam UUPT juga
tidak melarang penggunaan nominee saham dan perjanjian nominee
saham atauadanya kekosongan norma dalam UUPT. Karena hal tersebut,
maka banyak para investor baikinvestor local maupun investor asing yang
menggunakan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee
saham, dimana salah satunya untuk memenuhi syarat berdirinya PT.
Selain alasan sebagai syarat untuk memenuhi berdirinya PT penggunaan
nominee juga terjadikarena bidang usaha yang dibatasi terutama untuk
PMA. Praktek nominee banyak terjadi antara warga negara asing atau
investor asing yaitu sebagai beneficiary dan warga negara Indonesia
sebagai nominee baik dalam PT lokal maupun PT. PMA.

Nominee Arrangement (pinjam nama) dalam praktek sehari-hari


adalah penggunaan nama seseorang warga Negara Indonesia sebagai
pemegang saham suatu PT atau sebagai salah seorang persero dalam
suatu Perseroan Komanditer atau lebih jauh lagi, penggunaan nama
tersebut sebagai salah satu pemilik tanah dengan status Hak Milik atau
Hak Guna Bangunan di Indonesia. Jadi praktek nominee arrangement
tersebut tidak hanya berkaitan dengan penggunaan nama sebagai
pemegang saham dalam PT, melainkan sampai dengan penggunaan nama
dalam pemilikan suatu property di Indonesia, yang sangat marak terjadi
terutama di Bali.7

Perjanjian Nominee saham dalam hukum perjanjian di Indonesia

7 http://immadevita.com/2011/konsekwensi-penggunaan-nama-orang-
Lainnominee- arrangement-untuk-pt- ataupun-property-di-indonesia,data diakses pada
tanggal 29 Agustus 2022.10
6
dikategorikan sebagaiperjanjian innominaat (perjanjian tidak bernama).
Perjanjian ini belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya ditulis KUHPerdata) namun dalam prakteknya
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Berdasarkan Pasal 1319
KUHPerdata, perjanjian semacam ini tetap tunduk pada peraturan-
peraturan umum yang termuat dalam Buku III KUHPerdata, sehingga
asas - asas dalam KUHPerdata dalam hukum perjanjian menjadi tetap
berlaku dalam perjanjian innominaat.8

Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee. Dalam


UUPM pada Pasal 33ayat (1) yang menyebutkan: "Penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal
dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau
pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan
terbatas untuk dan atas nama orang lain". Dalam UUPM tersebut jelas
melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing
membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa
kepemilikan saham dalam PT untuk dan atas nama orang lain.

Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan: "Dalam hal


penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat
perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum". Jika
ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka
perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Sangat jelas bahwa
perjanjian nominee dilarang dalamUUPM tetapi dalam mendirikan PMA
harus membuat badan usaha berbadan hukum PT yang mensyaratkan

8 Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta, hal 4-5.


7
pendirian PT oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tidak mengatur mengenai
persyaratan untuk menjadi pemegang saham. Dalam UUPT tidak
mengatur atau melarang penggunaan nominee saham maupun perjanjian
nominee saham, sehingga pelarangan perjanjian nominee saham dalam
UUPM menjadi tidak efisien karena pengaturan perjanjian nominee saham
terdapat dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu hanya dalam
bidang penanaman modal.

Perjanjian nominee dapat dikatakan sebagai suatu penyelundupan


hukum yang biasadigunakan dalam rangka penanaman modal langsung
oleh pihak asing. Adapun tujuan dari pelarangan mengenai perjanjian
nominee pada awalnya adalah untuk melakukan suatu penguasaan
terhadap bentuk penanaman modal, yang pada akhimya bertolak
belakang dengan keinginan undang-undang untuk melindungi
kepentingan Negara.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa adanya norma kosong


dalam UUPT yaitu tidak mengatur mengenai nominee dan perjanjian
nominee. Sehingga dalam dunia investasi banyak digunakan konsep
nominee yang salah satunya untuk memenuhi persyaratan berdirinya PT
yang mensyaratkan 2 (dua) orang atau lebih dan pembatasan bidang
usaha oleh pemerintah. Berdasarkan dari permasalahan diatas penulis
mengangkat kasus tersebut dan menyajikannya dalam bentuk skripsi yang
berjudul "Keberadaan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee Arrangement)
Atas Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas (PT) Penanaman
Modal Di Indonesia"

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin
8
mengungkapkan permasalahan yang dipandang perlu untuk
mendapatkan suatu pemecahan dalam kertas karya ilmiah ini. Adapun
permasalahan yang perlu dibahas dan akan dianalisa menyangkut :
1. Bagaimanakah Keberadaan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee
Arrangement) Atas Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas
(PT) khususnya bagi Penanaman ModalAsing di Bali?
2. Bagaimanakah Kepastian Hukum kepemilikan saham pinjam nama
(nominee arrangement) dalam Perseroan Terbatas (PT) Penanaman
Modal Asing di Bali?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


1. Sebagai pedoman untuk mempelajari hukum khususnya tentang
keberadaan perjanjian pinjam nama (nominee arrangement) atas
kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal
Asing di Bali.
2. Untuk mengembangkan ilmu di bidang hukum.
3. Untuk melatih para mahasiswa agar bisa menyatakan pikiran
ilmiah secara tertulis.
4. Sebagai persyaratan akhir perkuliahan untuk bisa mencapai
kelulusan untuk meraih gelar sarjana.
5. Untuk meningkatkan kejelian mahasiswa dalam menghadapi suatu
kasus hukum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui lebih jelas dan rinci mengenai keberadaan
perjanjian pinjam nama (nominee arrangement) atas kepemilikan
saham dalam Perseroan Terbatas (PT) khususnya bagi Penanaman

9
Modal di Bali.
2 Mengetahui perlindungan hukum yang harus dilakukan oleh para
pihak terkait perjanjian pinjam nama (nominee arrangement) atas
kepemilikan saham dalamPerseroan Terbatas (PT) khususnya bagi
Penanaman Modal di Bali.

1.4 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini penulis lakukan dengan harapan akan dapat
memberikan manfaatberupa :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat unutk
memberikan kontribusi yang positif dalam mengembangkan ilmu hukum
dan masalah hukum, terutama yang terkait dengan perjanjian pinjam
nama (nominee arrangement) atas kepemilikan saham dalam Perseroan
Terbatas (PT) khususnya bagi Penanaman Modal di Bali.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1 Bagi peneliti dapat dijadikan literatur dalam mengadakan
penelitian yang terkait dengan perjanjian pinjam nama (nominee
arrangement) atas kepemilikan saham dalam perseroan terbatas
(PT) penanaman modal asing di Bali.
2 Bagi masyarakat manfaat kontribusi dan referensi tentang
perjanjian pinjam nama (nominee arrangement) atas kepemilikan
saham dalam perseroan terbatas (PT) penanaman modal asing di
Bali.
Bagi pemerintah terkait dengan pengambilan kebijakan untuk
berikutnya, khususnya bagi instansi terkait tentang perjanjian pinjam
nama (nominee arrangement) atas kepemilikan saham dalam
perseroan terbatas (PT) penanaman modal asing di Bali.
10
1.5 Tinjauan Pustaka
Rumusan Pasal 1 angka 1 UUPT dengan tegas menyatakan bahwa
Perseroan Terbatasadalah badan hukum, rumusan ini tentunya membawa
konsekuensi bahwa sebagai badan hukum PT memiliki karakteristik dan
kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu badan hukum.
Asas kepastian hukum digunakan untuk menganalisis permasalahan
pertama dan permasalahan kedua dalam tulisan karya ilmiah ini.
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat
dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.
Nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan sedangkan nilai
ketentraman bertitik tolak dari kebebasan.9 Untuk mencapai ketertiban
hukum diperlukan adanya keteraturan dalam masyarakat.
M.Yahya Harahap mengungkapkan bahwa Kepastian hukum dalam
masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidak
pastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan
masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuatsesuka hati
serta bertindak main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan
kehidupanberada dalam suasana kekacauan sosial.10 Tuntutan kehidupan
yang semakin kompleks dan modern memaksa setiap individu dalam
masyarakat mau tidak mau, suka atau tidak suka menginginkan adanya
kepastian hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan
kewajibannya dengan jelas dan terstruktur.11
Kepastian Hukum menurut Gustav Radbruch seperti yang dikutip

9 Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


Cet. X, Rajawali Press, Jakarta, hal. 6
10 M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Sinar Grafika Edisi Kedua, Jakarta, hal. 76.


11 Moh.Mahfud.MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,

LP3S, Jakarta, hal. 63.

11
oleh Theo Huijbers berpendapat bahwa: Dalam pengertian hukum dapat
dibedakan tiga (3) aspek, yang ketiga- tiganya diperlukan untuk sampai
pada pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama adalah
keadilan dalam arti sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk
semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan
keadilan atau finalitas. Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum
memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga
ialah kepastian hukum atau legalitas. Aspek itu menjamin bahwa hukum
dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.12 Kepastian hukum
bukan hanya berupa pasal- pasal dalam undang-undang, melainkan
adanya konsistensi dalam putusan hakim, antara putusan hakim yang satu
dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah
diputuskan.13
Kepastian hukum mengandung arti bahwa hukum bertugas
menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia Kepastian
hukum sangat dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi
selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga ketentuan hukum
lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja.14
Asas perjanjian digunakan untuk menganalisis akibat hukum
perjanjian nominee saham dalam PT.PMA dan kekuatan hukum PT. PMA
yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee saham. Pasal 1 angka 1
UUPT menyatakan bahwa PT didirikan berdasarkanperjanjian dan dalam

12Theo Huijber, 2011, Filsafat Hukum dalam lintas Sejarah, Cet. XVIII,
Yogyakarta,hal.163.
13 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana

Prenada MediaGroup, Jakarta, hal.158.


Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi Dengan
14

Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Nuansa Aulia,
Bandung, hal 32-33.

12
Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih. Teori perjanjian ini juga dipakai dalam menganalisis perjanjian
nominee saham yang dipergunakan dalam mendirikan PT. PMA, dimana
ini banyak ditemui dalam praktek karena tidak ada pengaturan yang jelas
dalam UUPT mengenai nominee saham dan perjanjian nominee saham,
sehingga dalam praktek tumbuh dan berkembang didalam masyarakat.
Perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak yang dibuat
dengan akta notaris ataubawah tangan dengan tujuan bahwa saham dari
beneficiary dapat terlindungi dan nominee tidak bisa melakukan
perbuatan hukum apapun atas saham yang dimilikinya.
Perjanjian nominee saham yang dibuat dihadapan notaris atau bawah
tangan merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari konsepsi
KUHPerdata, yang didasarkan pada kesepakatan para pihak mengenai
hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338
KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan mengikat
bagi para pihak yang membuatnya. Teori Perjanjian mengajarkan bahwa
yang menjadi dasarhukum mengikatnya suatu perjanjian adalah apabila
dilakukan dengan sah.
Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang perikatan yaitu
Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa: "Perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih". Artinya bahwa apabila antara dua
orang atau lebih tercapai suatu persesuaian kehendak untuk mengadakan
suatu ikatan, maka terjadilah antara mereka suatu persetujuan.
Selanjutnya Subekti mengatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepadaseorang yang lain atau dimana

13
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.15
Setiap perjanjian yang sah dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun juga. Perjanjian yang sah artinya perjanjian memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang sehingga diakui oleh hukum,
akibatnya yang timbul dari perjanjian tersebut dapat menimbulkan akibat
hukum. Undang-undang yang mengatur tentang sahnya suatu perjanjian
yaitu KUHPerdata khususnya dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa: Untuksahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat)
syarat, yaitu:16

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Suatu perjanjian harus

dianggap lahir padawaktu tercapainya suatu kesepakatan antara


kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus
menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan
dirinya.
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan Kedua belah pihak yang

membuat perjanjian harus cakap menurut hukum untuk bertindak


sendiri. Sebagaimana telah diterangkan,beberapa golongan orang
oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan
sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Mereka itu, seperti orang di
bawah umur, orang di bawah pengawasan (Curatele), dan
perempuan yang telah kawin sebagaimana dimaksud dala Pasal
1330 KUHPerdata.
3. Suatu hal tertentu Obyek yang diperjanjikan dalam suatu

perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas
atau tertentu.

15 R.Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 45.


16 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perjanjian Alumni, Bandung, hal. 77. 14.
14
4. Suatu sebab yang halal. Adapun suatu hal tertentu yang

diperjuangkan tersebut adalah hal yang tidak bertentangan dengan


undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.

Konsep nominee pada dasarnya tidak dikenal dalam system hukum


Eropa Kontinentalatau Anglo Saxon yang berlaku di Indonesia. Hukum di
Indonesia baru mengenal konsep nominee dan sering menggunakanya
dalam beberapa transaksi hukum sejak bertambahnya jumlah investasi
pihak asing disekitar tahun 90 an.

Pengertian nominee menurut Black's Law Dictionary mendefinisikan


mengenai nominee, bahwa :

1. A person who is proposed for an office, membership, award, or

like title status


2. A person designated to act in place of another, use in a vey

limited way.
3. A party who hold bare legal title for the benefit of othera or

who receives anddistributes funds for the benefit of others.


Pernyataan diatas dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:
1. Orang yang ditunjuk untuk maksud maksud kantor, anggota,

hadiah ataustatus tertentu.


2. Nominee juga adalah orang yang ditunjuk untuk bertindak

menggantikankedudukan orang lain untuk tindakan tindakan


yang terbatas
3. Lebih jauh lagi nominee adalah orang yang memegang hak

hukum untuk kepentingan orang lain atau yang menerima


dan menyalurkan dana untukkepentingan orang lain.

1.6 Metode Penelitian


15
1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah
Tipe penelitian yang digunakan untuk penyusunan skripsi ini
adalah tipe penelitian bahan hukum normatif yaitu, penelitian yang
didasarkan pada bahan pustaka, sedangkan pendekatan dalam
pembahasan proposal ini menggunakan statute approach dan conceptual
approach. Statute approach adalah pendekatan yang dilakukan dengan
mengidentifikasi serta membahas peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sedangkan conceptual approach adalah suatu pendekatan
dengan cara membahas pendapat para sarjana sebagai landasan
pendukung. Kedua pendekatan ini baik statute approach maupun
conceptual approach digunakan karena penulisan skripsi ini mengkaji
sebuah fakta yang terjadi di tengah masyarakat dengan menggunakan
hukum positif (peraturan perundang-undangan yang berlaku) serta
konsep dan pemikiran para penulis dalam buku literatur, doktrin-doktrin
dari asas yang terkait.
1.6.2 Sumber bahan hukum
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka sumber
bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum
primer,bahan hukum sekunder maupunbahan hukum tertier.

a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini, mencakup:

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk


Wetboek) Diindonesiakanoleh R.Subekti dan Tjitrosudibio;

3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 117,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432); Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 Tentang

16
Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
4. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas (Lembaran Negara Nomor 106, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
5. Undang -Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang perubahan

atas Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang


Jabatan Notaris (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 03,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491);
6. Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995;

7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan


bidang usaha yang terbuka dan persyaratan dibidang
penanaman modal.
b. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, mencakup: Buku-

buku literature, jurnal,makalah dan bahan-bahan hukum tertulis


lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
c. Bahan hukum tertier dalam penelitian ini, mencakup: Kamus

hukum dan kamus bahasa Indonesia serta bahan hukum tertier lainnya
yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukumsekunder.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi


pustaka, yang diawalidengan menginventarisasi bahan hukum yang terkait,
dilanjutkan dengan memilah-milah atau mengklarifikasi bahan bacaan
tersebut dan akhirnya disusun secara sistematis untuk mempermudah

17
dalam membaca dan memahami.

1.6.4 Analisis Bahan Hukum


Setelah bahan hukum terkumpul dan diolah secara sistematis,
hanya semata mata melihat dari kualitas bahan hukum yang berkaitan
dengan permasalahan, serta dianalisis dengan interpretasi sistematis,
yaitu menjelaskan secara mendetail dengan menerapkan logika yang
selanjutnya dituangkan secara deskriptif menjadi suatu skripsi. Teknik
analisis dalam menjawab permasalahan- permasalahan digunakan
penalaran yang bersifat deduksi yaitu penalaran yang diperoleh secara
umum dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah
perundang-undangan PMA dan juga literatur kemudian hasil penalaran
tersebut diterapkan pada permasalahan yang diajukan secara khusus.

18
DAFTAR BACAAN
AAbdurrachman, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan,
Cet VI, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Abdulkadir Muhammad, 1982,
Hukum Perjanjian Alumni, Bandung.

Bryan A Gamer, 2004, Black's Law Dictionary, Eight Edition, Thomson

West, UnitedStates of Amerika.

Gatot Supramono, 1996, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru,Djambatan,


Jakarta. Gunawan Widjaja, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang
Saham, Forum Sahabat,Jakarta.

Ida Bagus Rachmadi Supancana, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan


Investasi langsung diIndonesia, Cet I, Ghalia, Jakarta.
IG Ray Widjaja, 2000, Hukum Perusahaan, Magapoin, Jakarta.
J.Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku
I, PT. CitraAditya Bakti, Bandung.

Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. Lusiana,2012, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Cet.I, Raja
Grafindo, Jakarta.

M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan


KUHAP, Sinar GrafikaEdisi Kedua, Jakarta.
Moh.Mahfud.MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan
Konstitusi, LP3S, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada


Media Group,Jakarta.

R. Setiawan, 1987, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Opta,


Bandung. R.Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa,
Jakarta. R.Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Rudhi Prasetya, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra


Aditya Bakti, Bandung.

Salim H.S, 1999, Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta. Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

19
Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi
Dengan Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal, Nuansa Aulia, Bandung. SentosaSembiring, 2007, Hukum Investasi,
Cet I, Nuansa Aulia, Bandung. Soedikno Mertokusumo, 2005, Mengenal
Hukum Suatu Pengantar, Cet V, Liberty.

Soegondo Notodisoerjo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu


Penjelasan, Rajawall,Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum, Cet. X,Rajawali Press, Jakarta.
Sumartono, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal
dan Pasar Modal, BinaCipta, Bandung.

Sutedi, A., 2009, Segi-Segi Hukum Pasar Modal. Ghalia Indonesia, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai