JOHNSON SAHAT MARULI TUA PANGARIBUAN, S.H., M.M., M.H
PILIHAN HUKUM Choice Of Law Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari keberhasilan dan aktivitas negara-negara tersebut di dalam hubungan bisnis internasional. Kenyataannya ketentuan perjanjian internasional yang bertujuan menciptakan efesiensi, konsistensi, dan koherensi dalam unifikasi dan harmonisasi hukum perdagangan internasional sudah tidak memadai menyangkut transaksi elektronik, pemberian kredit yang dikaitkan dengan perjanjian baku dalam pelaksanaan fungsi bank sebagai penerima dan penyedia dana. Akibat tuntutan masyarakat yang dinamis dan sangat cepat berubah, maka diperlukan suatu model atau rujukan dalam pembangunan hukum perdagangan internasional, misalnya hak untuk memilih dan hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian (Choice of Law) yang diharapkan akan mampu menjadi instrumen harmonisasi hukum. CHOICE OF LAW DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
Aturan-aturan hukum nasional di bidang bisnis
internasional menjadi sumber hukum yang cukup penting dalam hukum bisnis internasional. Akan tetapi adanya berbagai aturan hukum nasional sedikit atau banyak berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan ini kemudian dikhawatirkan akan juga mempengaruhi kelancaran transaksi bisnis itu sendiri. Untuk menghadapi masalah ini, sebenarnya ada 3 teknik yang dapat dilakukan: I. Negara-negara sepakat untuk tidak menerapkan hukum nasionalnya. Sebaliknya mereka menerapkan hukum perdagangan internasional untuk mengatur hubungan-hubungan hukum perdagangan mereka. II. Apabila aturan hukum perdagangan internasional tidak ada dan tidak disepakati oleh salah satu pihak, maka hukum nasional suatu negara tertentu dapat digunakan. Cara penentuan hukum nasional yang akan berlaku dapat digunakan melalui penerapan prinsip choice of laws. Choice of law adalah klausul pilihan hukum yang disepakati oleh para pihak yang dituangkan dalam kontrak (internasional) yang mereka buat. III. Teknik yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum perdagangan internasional. Teknik ketiga ini dipandang cukup efisien. Cara ini memungkinkan terhindarnya konflik di antara sistem-sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara. Choice of Law dalam hukum perjanjian internasional adalah kebebaan yang diberikan kepada para pihak untuk memiliki sendiri hukum yang hendak mereka pergunakan untuk perjanjian mereka. Adapun manfaat dari pilihan hukum adalah memuaskan para pihak karena menggunakan hak dasarnya, bersifat memberikan kepastian karena memungkinkan para pihak dengan mudah menentukan hukumnya dan efesiensi. Hal ini sangat relevan dengan asas kebebasan berontrak atau party otonomy (otonomi para pihak). Harmonisasi Hukum Melalui Choice of Law
Harmonisasi dalam bidang hukum termasuk hukum kontrak
merupakan salah satu tujuan penting dalam menyelenggarakan hubungan-hubungan hukum. Tujuan utama harmonisasi hukum berupaya mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-prinsip yag bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada (yang akan diharmonisasikan). Mancari titik temu bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab setiap negara memiliki perbedaan yang mendasar dilihat dari segi latar belakangnya baik sejarah, hukum, maupun budayanya. Pluralisme sistem hukum negara-negara merupakan salah satu kendala dasar. Akibatnya upaya-upaya untuk mencapai harmonisasi hukum itu memang tidak mudah. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan hukum (choice of law) menggunakan prinsip-prinsip hukum kontrak nasional yang juga merupakan prinsip-prinsip hukum kontrak internasional secara intergratif dan seimbang, yaitu asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikatnya perjanjian sebagai pilar utama penyangga bangunan Hukum Perjanjian. Sedangkan sebagai landasan berlakunya choice of law dapat dikesampingkan jika melanggar ketentuanketentuan yang merupakan pembatasan berlakunya adalah bentuk adanya asas itikad baik dalam menjalankan perjanjian. Kesimpulannya:
1. Choice of law yang memberikan hak kepada pihak untuk
menentukan hukum yang berlaku transaksi biayanya telah memenuhi prinsip dasar hukum kontrak internasional. 2. Prinsip-prinsip dalam choice of law yang sama dengan hukum kontrak yang secara universal dikenal dalam sistem hukum negarapun dapat digunakan sebagai upaya untuk mengharmonisasikan hukum. PRINSIP TIMBAL BALIK Reciprocal Demand Teori permintaan timbal balik ini dikemukakan oleh John Stuart Mill yang melanjutkan dari teori komparatif yang dicetuskan oleh Ricardo. Menurut teori permintaan timbal balik ini, J.S Mill memaparkan bahwa ada titik keseimbangan pada pertukaran barang yang terjadi antar dua negara dengan perbandingan dari pertukarannya adalah dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri atau DTD. Teori dari J.S Mill ini lebih menekankan pada keseimbangan antar permintaan maupun penawaran. Karena, permintaan maupun penawaran adalah hal penentu yang dapat menentukan jumlah barang yang nantinya akan diekspor maupun diimpor oleh suatu negara. Karena teori permintaan timbal balik ini merupakan lanjutan dari teori komparatif, maka kedua teori tersebut pun tidak terlalu jauh berbeda. Namun, tentu kedua teori tersebut memiliki perbedaan. Jadi, menurut J.S. Selama ada perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, manfaat perdagangan selalu dapat dicapai di kedua negara. Dan suatu negara akan mendapat manfaat jika jumlah jam kerja yang diperlukan untuk semua ekspor kurang dari jumlah jam kerja yang diperlukan jika semua barang impor diproduksi sendiri. Sifat timbal balik ini juga dapat berupa keadilan dalam perdagangan internasional. Pencapaian dari prinsip timbal balik akan menciptakan sebuah keseimbangan dalam perdagangan internasional. Pencapaian keseimbangan dalam perdagangan internasional tentunya harus berangkat dari teori keadilan itu sendiri. Teori keadilan ini diprakarsai oleh John Rawls. Menurut John Rawls aspek kesamarataan atau fairness harus ada dalam perdagangan internasional agar semua pihak dapat saling menguntungkan. Perbedaan dari teori komparatif dan permintaan timbal balik adalah penentuan Dasar Tukar Internasional atau disebut pula sebagai DTI. Menurut teori komparatif, perdagangan internasional akan mendapatkan keuntungan, apabila DTI 1 : 1. Sedangkan menurut teori permintaan timbal balik, keuntungan dari perdagangan internasional dapat diperoleh, tanpa meraih DTI 1 : 1. Asalkan, perdagangan internasional yang terjadi tersebut dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang bekerja sama serta saling memberikan keuntungan yang sama pula. Menurut pandangan Mills. Perdagangan internasional akan bermanfaat untuk kedua negara, apabila kedua negara tersebut memiliki perbedaan menurut rasio produksi maupun konsumsi antar negara yang bekerja sama. Selain itu, jumlah dari jam kerja yang dibutuhkan oleh suatu negara untuk memproduksi barang ekspor haruslah lebih kecil. Apabila dibandingkan dengan jumlah jam kerja untuk memproduksi barang impor. Maka, kedua negara yang bekerja sama dan melakukan perdagangan internasional pun akan otomatis mendapat manfaat dari perdagangan internasional yang dilakukan. Perdagangan internasional adalah perdagangan antara dua atau lebih negara berdasarkan perjanjian timbal balik. Menurut Amir M.S, kompleksitas perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik telah dinyatakan, karena ada beberapa batasan yang menciptakan hambatan bagi kedua negara. Negara-negara dengan sumber daya potensial yang melimpah sementara mampu menghasilkan barang sebagian besar bersedia untuk berdagang internasional. Indonesia memiliki banyak sumber daya alam dan dapat memproses dan mengekspornya ke luar negeri. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor berbagai jenis produk dari negara lain. THANK YOU SELAMAT MENEMPUH UJIAN AKHIR SEMESTER
JOHNSON SAHAT MARULI TUA PANGARIBUAN, S.H., M.M., M.H
Idea bagi padanan hartanah yang inovatif: Kerja mudah agensi hartanah: Pemadanan hartanah: Cara yang cekap, mudah dan profesional broker hartanah melalui portal pemadanan hartanah yang inovatif