Kontrak internasional adalah kontrak yang mengandung unsur asing, yaitu unsur yang timbul dari akibat
pertemuan sistem hukum dari dua negara yang berbeda, yang sama-sama berlaku (applicable) terhadap
suatu peristiwa hukum yang sama, baik karena perbedaan kewarganegaraan para pihak yang
membuatnya, maupun letak objek yang diperjanjikan berada di luar yurisdiksi hukum pembuatan
kontrak. Kontrak internasional berbeda dengan kontrak domestik, karena kontrak domestik adalah
kontrak yang tidak mengandung unsur asing, dibuat oleh para pihak yang berkewarganegaraan sama, di
dalam wilayah negara di mana para pihak berasal.
Peristiwa dan hubungan hukum yang melibatkan subjek-subjek hukum lintas negara juga terlihat
perwujudannya pada bidang-bidang kontrak internasional, di antara pelaku-pelaku usaha yang berasal
dari negara yang berbeda. Dalam konteks hubungan internasional, ada dua istilag penting yang perlu
dipahami, yaitu "perjanjian internasional" dan “Kontrak Internasional". Dalam kepustakaan hukum di
Indonesia, perjanjian internasional umumnya digunakan untuk hubungan internasional yang bersifat
publik, sementara kontrak internasional untuk hubungan internasional yang bersifat perdata.
Secara luas, perbedaan dari keduanya adalah Kontrak Internasional digunakan untuk perjanjian yang
dibuat oleh para pihak yang bukan badan hukum publik, melainkan swasta. Dengan menggunakan istilah
kontrak internasional, maka tujuannya adalah untuk membatasi pada hubungan hukum yang bersifat
keperdataan dan dagang saja. Sedangkan perjanjian internasional, penekanannya pada hubungan hukum
yang dibuat oleh badan-badan hukum publik, di mana tujuan dari perjanjian internasional ditujukan
untuk mengatur masyarakat umum.
Prinsip-prinsip hukum kontrak internasional bersifat universal dan secara aklamasi diterima sebagai
prinsip yang umum (general principles) dalam pembentukan kontrak yang mengandung unsur asing oleh
para pihak. Prinsip-prinsip tersebut secara umum mencakup:
1. Kebebasan berkontrak (freedom of contract)
2. Iktikad baik (good faith)
3. Perjanjian mengikat sebagai undang-undang bag pihak yang membuatnya (pacta sun servanda)
4. Kesepakatan
5. Tidak bertentangan ketertiban umum/ kepentingan umum (public order)
Dengan semakin meningkatnya interaksi antarwarga dari berbagai negara, maka kontrak-kontrak
internasional juga semakin banyak jumlahnya.
Jika tidak ada sengketa yang timbul, maka tidak akan muncul pertanyaan terkait dengan hukum apakah
yang berlaku untuk menyelesaikan suatu sengketa. Namun, jika sengketa muncul, maka para pihak,
kemudian penasihat hukum, hakim, arbiter, akan memeriksa klausul-klausul dalam kontrak tentang
pelaksanaan suatu kontrak, dan kemudian menentukan hukum apakah yang berlaku terhadap konrak
tersebut.
Dalam suatu kontrak internasional, bilamana sudah dilakukan pilihan hukum, maka sudah jelaslah
hukum apa yang akan berlaku. Dengan kata
lain, pilihan hukum berfungsi sebagai titik pertalian sekunder dalam kontrak internasional.
PILIHAN HUKUM
Teori pilihan hukum adalah salah teori paling umum dalam HPI, yang dapat digunakan untuk
menentukan hukum yang akan digunakan sebagai dasar hukum bagi penyusunan kontrak dan menjadi
sistem hukum penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi dalam penerapan kontrak.
Sejauh mana para pihak dapat menentukan sendiri hukum yang harus diberlakukan untuk hubungan
hukum mereka dan selanjutnya hukum manakah yang harus digunakan apabila para pihak tidak
menggunakan kesempatan untuk menentukan sendiri hukum yang mereka kehendaki, merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang perlu dicermati dan dianalisis melalui teori pilihan hukum ini.
Dalam kepustakaan HPI, terdapat beberapa istilah pilihan hukum dalam berbagai bahasa, yaitu:
1. Partij Autonomie (Belanda), diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai otonomi para pihak,
sarjana yang menggunakan istilah ini adalah Hijmans dan van Brakel
2. Rechtskeuze (Belanda), diterjemahkan sebagai pilihan hukum, digunakan oleh Kollewijn
3. Choice of Law, Intention of the Parties, Autonomy of the Parties, Party Autonomy (Inggris),
diterjemahkan sebagai pilihan hukum, maksud para pihak, otonomi para pihak, dan otonomi
pihak.
4. Rechswahl (Jerman), Rects = hukum, Wahl - pilihan, digunakan oleh Schnitzer.
5. Loi d'Autonomie (Perancis), diterjemahkan sebagai pilihan hukum.
Melalui berbagai istilah yang digunakan untuk lembaga pilihan hukum ini, Sudargo Gautama
berpendapat bahwa, istilah Choice of Law, Rechiskeuze, dan Rechtswahl, merupakan istilah yang paling
sesuai.
Para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus
dipakai untuk kontrak mereka. Perlu diperhatikan, bahwa para pihak hanya memiliki kebebasan untuk
memilih hukum yang berlaku, namun tidak bebas untuk menentukan sendiri perundang-undangan yang
berlaku bagi kontrak mereka.
Menurut Sudargo Gautama, pilihan hukum dapat dimaknai sebagai kebebasan yang diberikan kepada
para pihak, yang tunduk kepada sistem hukum yang berbeda, untuk memilih sendiri hukum yang hendak
digunakan bagi perjanjian atau kontrak yang dibuat. Ada empat alasan yang mendasari pentingnya
lembaga pilihan hukum dalam kegiatan masyara-
kat dunia, antara lain:
1. Alasan filosofis yang menunjuk pada pengakuan terhadap kehendak manusia
Kehendak manusia dipandang sebagai suatu yang selalu diperhatikan di bidang hukum.
Berdasarkan teori kehendak (wilsdogma) tentang peranan hukum. Para pihak dianggap sebagai
pihak yang paling cocok untuk mengetahui hukum manakah yang paling bermanfaat untuk
mereka.
2. Alasan yang bersifat praktis
Alasan ini memberikan kesempatan kepada para pihak untuk secara praktis mempertimbangkan
hukum yang dapat dipilih serta dampak dari pilihan tersebut.
3. Ekspresi tujuan hukum pada umumnya
Dalam suatu kontrak internasional diperlukan adanya kepastian hukum dengan menentukan dari
awal dibuatnya kontrak tersebut mengenai hukum apa yang akan berlaku.
4. Berkaitan dengan kebutuhan riil dari suatu hubungan transaksi yang bersifat internasional, dan
hubungannya juga dengan kepastian hukum
Adalah hal ideal jika sebelum para pihak menyepakati suatu kontrak mereka telah bisa
mengantisipasi bagaimana pemenuhan dan pelaksanaan isi kontrak. Hal tersebut dapat terjadi
jika para pihak mengetahui hukum apakah yang mengatur kontrak tersebut.
Prinsip-prinsip Hukum dalam Menentukan Hukum
yang Berlaku bagi Kontrak Internasional
Dalam HPI terdapat dua prinsip hukum utama yang perlu diperhatikan untuk menentukan hukum yang
berlaku dalam kontrak internasional, yaotu prinsip kebebasan berkontrak dan prinsip pilihan hukum.
1. Prinsip Kebebasan Berkontrak
Prinsip kebebasan berkontrak atau otonomi para pihak (party autonomy) adalah prinsip hukum
yang telah memperoleh pengakuan secara universal. Berdasarkan prinsip ini, kebebasan yang
diberikan kepada para pihak mencakup kebebasan untuk menentukan:
a. Isi dan bentuk kontrak
b. Sistem hukum yang berlaku untuk kontrak
c. Cara atau forum penyelesaian sengketa
Dengan demikian, para pihak bebas melangsungkan kontrak sesuai kehendak mereka sendiri,
sepanjang tidak melampaui batas-batas yang telah ditentukan oleh kaidah-kaidah memaksa dari
sistem hukum bersangkutan.
Kebebasan para pihak tersebut berasal dari tori kehendak (will theory). Menurut teori ini, para
pihak sendirilah yang menentukan kehendaknya, sehingga dapat tercapai suatu kesepakatan
yang mengikat dalam bentuk suatu kontrak. Teori kehendak ini juga tercermin dalam pendapat
Subekti yang menyatakan bahwa,
“Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang
membuat suatu perjanjian”
Pengakuan terhadap prinsip party autonomy juga telah dituangkan dalam berbagai perjanjian
nasional. Sebagaimana dimuat dalam prinsip-
prinsip dari International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT) atau yang
dikenal sebagai The UNIDROIT Principles of International Commercial Contract. Pasal 1.1 Prinsip
UNIDROIT mengatur bahwa para
pihak bebas untuk membuat perjanjian dan menetapkan isinya, (The parties are free to enter
into a contract and determine its content) Kontrak yang telah dibuat hanya dapat diubah jika ada
kesepakatan bersama para pihak. Kesepakatan bersama untuk mengubah ini menjadi semacam
pembatasan terhadap prinsip kebebasan berkontrak.
2. Prinsip Pilihan Hukum
Pilihan hukum adalah lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan perkembangan perdagangan
internasional. Sistem hukum yang dipilih berdasarkan prinsip-prinsip hukum ini pada dasarnya
berlaku dalam keseluruhannya.
Sebagai akibat dari kebebasan yang diberikan kepada para pihak dalam bidang hukum kontrak,
maka kebebasan ini mencakup pula dalam menentukan tentang sistem hukum yang akan
berlaku bagi suatu kontrak. Menurut Mathilde Sumampouw, prinsip pilihan hukum ini
merupakan bagian dari kaidah HPI, yaitu kaidah hukum yang menentukan batas-batas
lingkungan kuasa berlaku suatu sistem hukum.
Pengakuan dan penerimaan terhadap prinsip pilihan hukum terdapat di berbagai negara, baik dalam
bentuk peraturan perundang-undangan maupun perjanjian internasional.
Sumber :
Sugeng. 2023. Memahami Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jakarta: Kencana.