Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

BIDANG HUKUM KONTRAK


Dosen Pengampu : Olivia Rizkia Vinanda, M.H.

Kelompok 4
A.Hukum Perdata Internasional Dalam Hukum
Perjanjian

Hukum Perdata Internasioanal adalah hukum yang mengatur hubungan


privat (antar perorangan) yang mengandung unsure asing atau melintasi
batas wilayah Negara.
Salah satu bentuk hubungan hukum Perdata
Internasional adalah hubungan bisnis
Internasional, hubungan bisnis Internasional adalah
aktivitas yang bertujuan memperoleh
keuntungan yang dilakukan oleh pelaku bisnis yang
mengandung unsur asing
Kontrak bisnis Internasional merupakan suatu kesepakatan
secara
timbal balik antara dua atau lebih para pelaku bisnis yang
mengandung unsur asing/melibatkan lebih dari sistem dari
satu sistem hukum negara yang berbeda serta menimbulkan
akibat hukum para pihak.
ADD YOUR TITLE HERE
Kesepakatan dalam kontrak bisnis internasional dibuat berdasarkan asas
kebebasan berkontrak/freedom of contract (Pasal 1338 KUH Perdata), para pihak bebas
membuat isi dari kontrak sesuai dengan kepentingan yang dikehendaki para pihak.
kebebasan dalam menentukan isi perjanjian tersebut menurut Pasal 1337 KUH Perdata
(sebagai sumber hukum HPI Indonesia) dibatasi dengan ketentuan "harus memiliki sebab
yang halal " yaitu tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan
kesusilaan.
Dalam Hukum Perdata Internasional,
bidang hukum
kontrak merupakan salah satu bidang
yang paling pelik dan paling banyak
menimbulkan
kontroversi. Untuk mencari hukum yang
berlaku (applicble law) dalam suatu
kontrak
yang mengandung unsur HPI digunakan
bantuan titik-titik pertalian atau titik taut
sekunder, diantaranya adalah pilihan
hukum, tempat ditandatanganinya
kontrak, atau
tempat dilaksanakannya kontrak.
Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak
yang mengandung unsur HPI tersebut adalah hukum yang dipilih sendiri oleh para
pihak (pilihan hukum). Jika pilihan hukum tersebut tidak ditemukan dalam kontrak
yang bersangkutan, dapat digunakan bantuan titik-titik taut sekunder dan atau
asas-asas
lainnya3, seperti:

1. Lex Loci Contractus, Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi oleh
prinsip locusregit actum. Berdasarkan asas ini, maka "the proper law of
contract" adalah hukum dari tempat pembuatan kontrak. Yang dimaksud
dengan "tempat pembuatan kontrak"
dalam konteks HPI adalah tempat dilaksanakannya "tindakan terakhir"(last act)
yang dibutuhkan untukterbentuknya kesepakatan (agreement). Jadi tempat
dibuatnya sesuatu kontrak adalah faktor yang penting untuk menentukan
hukum yang berlaku
2. Lex Loci Solution, Sebagai variasi terhadap teori lex loci contractus
Dikemukakan pula adanya teori lex loci solutionis. Menurut teori ini hukum
yang berlaku bagi suatu kontrak adalah tempat dimana kontrak
tersebutdilaksanakan.

3. Asas Kebebasan Para Pihak (Party Autonomy) Asas ini merupakan


perkembangan atas apresiasi dari asas utama dalam hukum kontrak,
yaitu asas "setiap orang pada
dasarnya memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada perjanjian"
(asas kebebasan berkontrak, freedom to contract, atau party autonomy).

4. The proper law of the contract, Digunakan untuk mengedepankan apa yang dinamakan "intention of the parties" hukum
yang ingin diberlakukan untuk perjanjiantersebut karena dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan

5. The Most characteristic Connection. Dipelopori oleh Rabel dan A. Schnitzer, menurut
teori ini, sistem hukum yang seyogyanya menjadi the proper law of contract adalah
sistem hukum dari pihak yang dianggap memberikan prestasi yang khas dalam suatu
jenis / bentuk kontrak tertentu. Dalam teori ini kewajiban untuk melakukan suatu
prestasi yang paling karakteristik merupakan tolok ukur penentuan hukum yang akan
B. Prinsip dan Klausul yang Berlaku Dalam Hukum Perjanjian
Prinsip dan klausul dalam kontrak dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Asas Kebebasan Berkontrak. Berdasarkan prinsip ini, para pihak berhak
menentukan apa saja yang ingin mereka sepakati, sekaligus untuk menentukan
apa yang tidak ingin dicantumkan di dalam isi perjanjian,tetapi bukan berarti
tanpa batas.
2) Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau
persesuaian kehendak antara para pihak.
3) Asas Kebiasaan. Suatu perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang
diatur secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi
dan sebagainya, tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat
umum.
4) Asas Peralihan Resiko. Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu
resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk
jenis-jenis perjanjian tertentu seperti pada persetujuan jual beli, tukar menukar, pinjam pakai, sewa
menyewa, pemborongan pekerjaan, dan lain sebagainya,
walaupun tidak perlu dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
5) Asas Ganti kerugian. Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat
perjanjian untuk memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut
karena prinsip ganti rugi dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda
dengan prinsip ganti kerugian menurut sistem hukum asing.

6) Asas Kepatutan (Equity Principle). Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa


apa saja yang akan dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus
memperhatikan prinsip kepatutan (kelayakan/ seimbang), sebab melalui tolak
ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan
itu ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat (KUH-Perdata: pasal
1339).

7) Asas Ketepatan Waktu. Setiap kontrak, apapun bentuknya harus memiliki


batas waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian
pelaksanaan suatu prestasi (obyek kontrak).

8) Asas Keadaan darurat (Force Majeure). Force majeure principle ini merupakan
salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah
kontrak, baik yang berskala nasional, regional, maupun kontrak internasional.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai