DAGANG INTERNASIONAL
A. Pengertian
Makin majunya dan berkembangnya sarana transportasi dan telekomunikasi di berbagai Negara
dewasa ini,mengakibatjkan semakin terbukanya kesempatan untuk mengadakan hubungan atau kerja
sama antar negara(trmasuk warga negaranya)dalam berbagai bidang.
Berkembanganya hubungan kerjasama ekonomi antar negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari
faktor-faktor tersebut diatas.kerjasama ekonomi ini tidak bisa dilepaskan dari adanya hubungan dagang
internasional.
Terjadi hubungan dagang internasional yang dilakukan oleh pengusaha dari berbagai negara dengan
sendirinya menimbulkan berbagai kontrak dagang internasional.Dalam pelaksanaan suatu kontrak dagang
tidak selamanya berjalan mulus,tidak jarang suatu kontrak dagang internasional ini berakhir dengan
perselisihan hukum antara para pihak yang terkait di dalamnya.
Oleh karena kontrak dagang tersebut di atas mengandung elemen-elemen asing, maka dalam
pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan,di antaranya adalah:
1. Hukum manakah yang berlaku(applicable law)atas perjanjian atau kontrak tersebut?
2. Forum pengadilan manakah yang berwenang mengadili jika terjadi sengketa hukum antara para
pihak?
Untuk mencari hukum yang berlaku(applicable law)dalam suatu kontrak yang mengandung unsur
HPIdapat digunakan bantuan titik-titik pertalian atau titik-titik taut sekunder,diantaranya adalah pilihan
hukum,tempat ditandatanganinya kontrak,atau tempat dilaksanakannya kontrak.
Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak yang mengandung unsur HPI tersebut adalah
hukum yang dipilih sendiri oleh para pihak(pilihan hukum).jika pilihan hukum tersebut tidak ditemukan
dalam kontrak yang bersangkutan,dapat digunakan bantuan titik-titik taut sekunder lainnya.
Jadi, di dalam pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas, pilihan hukum yang dinyatakan dengan kata-
kata yang menyatakan pilihan hukum tertentu dalam kontrak tersebut. Bilamana hakim yang mengadili
perkara kontrak-kontrak internasional, maka hakim dalam menentukan hukum mana yang harus berlaku
dalam kontrak tersebut, hakim akan menggunakan pilihan hukum sebagai titik taut penentunya.
Norma-norma yang dikatagorikan sebagai Lex Mercatoria diantaranya adalah sebagai berikut:
1. suatu prinsip umum, bahwa kontrak dapat dilaksanakan secara prima factie jika dilakukan
menurut prinsip pacta sunt servanda;
2. suatu kontrak harus dilaksanakan dengan iktikat baik;
3. suatu kontrak yang dilaksanakan dengan cara menyuap tau dengan cara-cara lain yang tidak jujur
batal demi hukum, atau paling tidak, tidak dapat dilaksanakan;
4. jika dalam pelaksanaan suatu kontrak terdapat kesulitan yang tidak diduga sebelumnya, dengan
iktikat baik hendaknya para pihak melakukan negosiasi untuk mengatasinya, meskipun kontrak
yang bersangkutan menurut klausula no revision;
5. Parapihak tidak diperkenankan memuat syarat-syarat sepihak dalam kontrak yang membebaskan
dirinya dari kewajiban;
6. Penggantian kerugian untuk pelanggaran kontrak dibatasi hanya sampai pada konsekuensi-
konsekuensi pelanggaran yang dapat dilihat;,
7. Pelanggaran kerugian sebagai akibat tidak dialihkannya barang diperhitungkan dengan
memperlihatkan harga pasar dari barang yang bersangkutan;
8. Pihak yang menderita kerugian akibat pelanggaran kontrak harus mengambil langkah-
langkahwajar untuk menuntut ganti rugi terhadap pihak yang melanggar kontrak.
Konsep Lex Mercatoria sudah dikenal sejak abad pertengahan, namun sampai sekarang konsep ini
masih mengandung kontrovensi. Di satu pihak ada yang meragukan konsep ini, dan dipihak lain ada yang
mendukungnya. Pihak pertama mempertanyakan apakah Lex Mercatoria benar-benar merupakan hukum?
Dengan perkataan lain, apakah Lex Mercatoria benar-benar eksis sebagai suatu norma? Keraguan seperti
ini didasarkan pada sulitnya eksebilitas atau penerapan umum, lemahnya otorisasi dan konsistensi,
relatifnya prediktabilitas dan ukuran keadilan.
Bagi para pendukungnya, Lex Mercatoria jelas merupakan hukum yang eksis dan diakui sebagai
sistem norma yang otonom oleh masyarakat bisnis dan kekuasaan Negara.
Melihat praktek transaksi
Perdagangan Internasional yang ada, eksistensi Lex Mercatoria sebenarnya tidak perlu diragukan lagi.
Sebagai bukti bahwa ia memang benar-benar eksis dapat dilihat dalam kontrak-kontrak dagang
Internasional yang baik secara eksplisit maupun implisit mengandung klausula yang menunjukkan
penggunaan lex Mercotaria. Hal yang sama juga terlihat dalam arbitrase perdagangan Internasional.
Permasalahan yang akan timbul sehubungan terjadi perselisihan yang berkenaan dengan kontrak-
kontrak Internasional itu adalah jika kontrak-kontrak itu tidak memuat klausula mengenai governing law
atau applibale law. Selain itu, tidak selamanya kontrak dagang Internasional dibuat secara tertulis.
Dalam keadaan demikian tentunya tidak akan ada pula pilihan hukumnya.
Berdasarkan hukum mana hakim harus mengadili perkara yang bersangkutan atau hukum mana
yang seharusnya berlaku bagi kontrak-kontrak itu? Seperti telah dijelaskan di atas, hakim dapat
menggunakan bantuan titik pertalian atau titik taut sekunder lainnya yang akan diuraikan di bawah ini.