ASPEK-ASPEK
Disusun Oleh
FAJRI
NPM: 61902055FH18
TA 2020/2021
HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
1
2. Transaksi Bisnis Internasional
Hakikat transaksi bisnis adalah suatu kegiatan atau proses yang meliputi
kegiatan tawar-menawar (negotiation) antara satu pihak dengan pihak bisnis lainnya,
tentang hak dan kewajiban para pihak sehubungan dengan obyek bisnis, prestasi,
resiko, peristiwa serta implikasi dari setiap peristiwa yang timbul akibat transaksi,
termasuk implikasi dari setiap peristiwa di luar hubungan bisnis, seperti peristiwa
alam, tindakan pemerintah, serta tindakan pihak ketiga lainnya.
Bidang ini meliputi seluruh bidang usaha yang bersifat mencari keuntungan
seperti perdagangan barang dan jasa, penyaluran barang, pengadaan sarana prasarana
2
kehidupan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan perusahaan, baik dari
segi permodalan (investment), tenaga kerja, maupun manajemen. Bentuk nyata
kegiatan ini dapat dilihat dalam berbagai aktivitas komersial, seperti, usaha
transportasi, penyediaan perumahan (property business), bursa saham, jual-beli
barang dagang, sewa-menyewa, bisnis tranportasi, money changer, perhotelan, dan
penyediaan jasa (service), lainnya.
3
B. PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS DAN UNIFIKASI HUKUM
PERDATA
1. Pentingnya Unifikasi
Dalam kaitan dengan kerja sama antarbangsa, secara publik maupun privat,
yang semakin meningkat dalam pembangunan ekonomi internasional, dapat menjadi
sebab merosotnya partisipasi pihak-pihak yang potensial untuk terlibat dalam
hubungan-hubungan semacam itu. Profesor Kollewijn sangat memahami persoalan
itu. Karena itu, pada tahun 1929 ia telah mempersoalkan prinsip hukum apakah yang
paling sesuai digunakan untuk menentukan status personil seseorang, dengan
demikian menentukan pula hukum yang paling tepat diberlakukan terhadap hubungan
hukum yang dilakukannya? prinsip nasionalitas, ataukah prinsip domicilie.
4
Istilah unifikasi hukum dipadankan dengan makna pengharmonisan (harmo
nization) keragaman sistem hukum yang ada untuk membentuk uniformitas sistem
hukum yang diberlakukan untuk semua negara pembentuk atau semua negara yang
menerimanya.
Usaha dan hasil-hasil penting dari badan ini antara lain, konvensi uniform
tentang hukum jual beli internasional benda-benda bergerak (Convention relating toa
Uniform Law on the International Sale of Goods 1964) dan kontrak jual beli benda-
5
benda bergerak (Convention relating toa Uniform Law on the Formation of Contracts
for the Intemational Sale of Goods 1964).
Unifikasi dalam bidang hukum ini telah dimulai sejak konferensi Den Haag
1893: . unifikasi ini dilakukan pada tingkat regional dan tingkat global oleh berbagai
badan pemerintah ataupun non-pemerintah, pada tingkat ASEAN, hal itu baru sampai
pada tingkat bilateral, dan dalam perspektif AFTA, hal itu perlu ditindaklanjuti untuk
sampai pada level regional.
6
C. Perlindungan Kepentingan Bisnis Dan Perlindungan Hak Milik Intelektual
7
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pemberian hak ini dimaksudkan
untuk mening katkan dinamika ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Hak milik industri adalah hak milik intelektual berkenaan dengan
manfaat dari suatu penemuan dalam bidang industri. Hak ini meliputi: patent,
utility, models, industrial design, trademarks, servicemarks, trade name,
indication of source appelations of origin, and the repression of unfair
competition. Hak paten adalah hak untuk menggunakan sendiri ciptaan atau
penemuannya, termasuk mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang
ditunjuknya. Hak (atas) merk dagang (tertentu) adalah milik intelektual dalam
bidang perdagangan. Ciriutama hak milik ini adalah adanya unsur
penunjukkan atas asal-usul barang (indication of origin)
Pembahasan ini kiranya cukup menjelaskan karakteristik dan
perbedaan dari masing-masing istilah. Bahwa hak milik intelektual adalah hak
yang menunjukkan indikasi paling luas, yaitu meliputi hak cipta, hak milik
industri beserta bagian-bagiannya, hak paten, dan hak atas merk dagang.
8
oleh setiap negara anggota konvensi, terhadap setiap warga negara anggota
konvensi lainnya (Pasal 2 Konwensi-Paris London 1934), prinsip ini disebut
prinsip asimilasi. Keuntungan dari penggunaan prinsip ini adalah
diberlakukannya prinsip diskriminasi.
Konvensi ini menganut sistem terbuka, yaitu suatu sistem yang
menentukan bahwa keanggotaan konvensi itu tidak terbatas pada negara-
negara penandatangan konvensi, tetapi juga negara ketiga (third state) yang
bermaksud mengikatkan diri.
Secara kelembagaan, dikenal pula lembaga perlindungan hak milik
intelektual, United Biro for the Protection of Intellectual Property (UBPIP),
yang pada mulanya berkantor di Bern, dan kemudian pindah ke Jenewa
(1960).2 Biro ini menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain riset,
publikasi, dan pendesainan draft-draft konvensi.Pada tahun 1967, terdapat
suatu kemajuan. Melalui Konferensi Stockholm 1967, diterimalah WIPO
(World Intelellectual Property Organization), sebagai suatu organisasi
internasional yang menangani masalah perlindungan hak milik intelektual. Di
Paris berdiri pula Union for the Protection of New Variety of Plant, sebagai
gejala meningkatnya peran organisasi internasional dalam usaha perlindungan
hak milik intelektual.
3. Sistem Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Indonesia
Sebagai negara yang sedang membangun, masalah paten merupakan
masalah yang sangat rumit bagi Indonesia. Kerumitan ini merupakan refleksi
dari adanya tekanan dua kepentingan yang sama kuatnya, yaitu tekanan
kepentingan yang bersifat internal dan tekanan yang bersifat eksternal. Akan
halnya kebanyakan negara berkembang, Indonesia membutuhkan kondisi-
kondisi tertentu dalam pemanfaatan hak milik intelektual asing yang
memungkinkan Indonesia tampil lebih layak dalam persaingan perdagangan
internasional dan melindungi kepentingan nasional.
a. Sistem Aktif pada Sistem Hukum Merk
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 (UU Merk) menganut sistem
pasif, yaitu pengakuan terhadap pemilikan hak merk didasarkan pada
pendaftaran atas merk itu. Pendaftaran akan diterima, sepanjang atas
merk yang hendak didaf tarkan itu belum pernah dilakukan
pendaftarannya, dan pihak yang dianggap berhak atas merk itu adalah
9
pihak yang pertama kali mendaftarkan merk itu. Keaslian pemilikan
merk, cenderung tidak dipersoalkan, bahkan cenderung diabaikan. Hal
ini sangat berbeda dengan sistem aktif yang mengutamakan pembuktian
keaslian kepemilikan dalam pendaftaran suatu merk.” Sebagai mana
dianut UU Merk yang baru yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 1992.
b. Perlindungan melalui Yurisprudensi
Sistem ini memegang peranan penting dalam perbaikan citra
Indonesia dalam soal perlindungan hak milik intelektual. Mahkamah
Agung melalui beberapa putusannya telah melakukan perbaikan penting.
Dalam putusannya No. 677/ Sip/1972, 13 Desember 1972,4 menyatakan
bahwa, hanya pemakai merk pertama di Indonesia yang beritikad baik
yang diberi perlindungan.” Hal demikian kemudian ditegaskannya dalam
putusannya No.220/Pdt. 1986, 16 Desember 1986. Hal ini menunjukkan
dua indikasi penting, pertama, perkembangan sikap positif Indonesia
terhadap perlindungan hak milik intelektual: dan kedua, terbukanya
kesempatan bagi pihak asing, pemilik asli merk, untuk meminta
perdindungan hukum melalui sistem hukum Indonesia.
c. Sistem Perlindungn Paten di Indonesia
Dengan UU No. 6 Tahun 1989 (UU Paten), Indonesia telah
mengambil langkah penting dalam meningkatkan prestisenya di
panggung perdagangan internasional. Hal ini sangat penting bagi
perjalanan Indonesia sebagai suatu negara yang menggantungkan
pendapatan nasionalnya pada sektor itu.
Sistem perlindungan paten yang dianut undang-undang tersebut
dilakukan melalui:
1. penegasan beberapa terminologi tentang paten, penemuan,
penemu, pemegang paten, dan lain-lain
2. pembatasan pemberian paten hanya terhadap penemuan baru
yang bersifat inventif dan dapat diterapkan dalam industri,
3. penetapan cara, proses, dan prosedur permintaan paten,
penetapan batas-batas pengalihan paten: dan lain-lain.
Unsur sistem perlindungan paten di Indonesia adalah adanya
unsur pembatasan status paten, unsur proses dan prosedur permintaan
yang pasti, dan unsur pengalihan paten.
10
d. Bilateral Agreement
Perlindungan paten juga dapat dilakukan dengan cara unilateral,
yaitu dengan cara menjadi anggota dari suatu konvensi unilateral,
maupun dengan cara bilateral yaitu dengan cara membentuk perjanjian
(bilateral agreement) tentang hal itu dengan nagara lain.
Dari sikap Indonesia terhadap Konvensi Paris dan Bern,
tampaknya Indonesia cenderung untuk memilih sistem bilateral.
Dari perspektif kepentingan kedaulatan negara, bentuk perjanjian
ini memang lebih menguntungkan. Bentuk ini memungkinkan suatu
negara membentuk suatu perjanjian tanpa harus mengorbankan
kedaulatannya. Suatu negara dapat secara bebas membentuk perjanjian
yang paling menguntungkan pihaknya. Hal ini mungkin dilakukan
karena masing-masing negara tetap memiliki kedaulatan untuk
menentukan kehendaknya, dan karenanya juga kebebasan untuk memilih
substansi perjanjian yang paling menguntungkan. Dalam konteks
ini,sprinsip reciprocity dan prinsip cooperation dapat mencapai
bentuknya yang paling proporsional.
Hak milik intelektual meliputi hak cipta dan hak milik industri
(antara lain hak paten dan merk dagang),
Salah satu faktor penyebab pentingnya perlindungan hak milik
intelektual, baik secara nasional maupun internasional, adalah lemahnya
perlindungan terhadap hak itu di negara-negara berkembang:
Perlindungan internasional terhadap hak milik intelektual dapat
mengambil dua bentuk, yaitu unilateral dan/atau bilateral, Perlindungan
internasional unilateral antara lain diberikan oleh Konvensi Paris (hak
milik industri).
Konvensi Bern (hak cipta), dan terakhir melalui Persetujuan
TRIPs WTO Agreement,Secara kelembagaan, perlindungan hak milik
intelektual diberikan oleh UBPIP/BIRPI dan WIPO, terakhir melalui
WTO, Indonesia menganut sistem perlindungan pasif, tetapi di samping
itu berlaku juga perlindungan berdasarkan yurisprudensi dan sistem
perundangundangan.
11
Dalam perspektif perlindungan internasional, Indonesia
cenderung menganut sistem bilateral agreement, Indonesia perlu
menyesuaikan, secepatnya, peraturan perundangnya dengan ketentuan-
ketentuan Persetujuan TRIP Masyarakat pengusaha dapat menggunakan
saluransaluran hukum publik maupun privat untuk melindungi
kepentingan bisnisnya, khususnya dalam kaitan dengan HAKI.
Kelebihan Arbitrase, Setiap sengketa hukum yang muncul dari kontrak dagang
internasional pada dasarnya dapat diselesaikan melalui peradilan nasional suatu
negara, atau arbitrase, yang sepenuhnya dapat ditentukan oleh pihak-pihak
bersangkutan. Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat kecenderungan pihak asing
lebih memilih arbitrase sebagai forum peyelesaian sengketa. Hal ini terutama tampak
dalam praktek berkontrak antara pihak asing yang berasal dari negara maju dengan
pihak kontrak yang berasal dari negara-negara berkembang.
12
demikian tidak ada, suatu forum arbitrase dapat menjadi forum yang sangat lemah,
seperti:
a. Beru
bahnya forum arbitrase menjadi forum yang sangat mahal. Hal ini dapat
terjadi jika pihak yang kalah mengelak untuk melaksanakan kewajiban,
tidak mentaati keputusan. Misalnya, melakukan oposisi dengan cara
meminta agar keputusan itu tidak dilaksanakan, stay of execution, melalui
pengadilan.
b. Forum itu digunakan untuk menghindari kewajiban, misalnya dengan cara
membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda tentang unsur-unsur
perjanjian, misalnya terhadap unsur penentuan adanya sengketa dan unsur
kewenangan arbitrase.
c. Forum itu digunakan untuk melakukan penyelundupan hukum. Misalnya,
menggunakan forum itu untuk melakukan forum shopping. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda
terhadap syarat penentuan adanya sengketa dan yurisdiksi arbitrase.
1. para pihak, pada saat membentuk perjanjian, memiliki tempat usaha (place of
business) di negara yang berbeda.
13
2. tempat arbitrase, yang ditentukan di dalam perjanjian arbitrase, terletak di luar
negara tempat usaha para pihak
3. tempat pelaksanaan sebagian besar kewajiban terpenting dari hubungan dagang
yang dibentuk para pihak dilaksanakan di luar negara tempat usaha para pihak,
yang berhubungan paling erat dengan obyek sengketa (most closety connected)
4. obyek perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara.
14
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Ida Bagus, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis
Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2008
15