Anda di halaman 1dari 14

hursday, 9 July 2015

TANTOWI AZIZI SAHOED at 11:44 Konsep Dasar Investasi Syariah: Konsep Investasi Modal Dalam
Ekonomi Syariah

PENDAHULUAN

Pesatnya kemajuan bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi memaksa para ilmuan, para
ulama serta peminat studi keislaman untuk lebih gigih mengerahkan kemampuan intelektualnya untuk
mengkaji ulang konsep-konsep perekonomian yang sesuai dengan syariah. Lebih dari itu, diperlukan
upaya merujuk kembali berbagai literatur keislaman dalam menjawab berbagai tantangan tersebut.

Persoalan ekonomi yang berkaitan dengan sistem dan mekanisme umat manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka, tidak banyak dibicarakan di dalam Al Quran, khususnya yang berkaitan dengan
persoalan rinciannya. Namun demikian, dalam menggali, mengolah, mendistribusikan, dan
memanfaatkan sumber daya alam, ajaran Islam memberikan rambu-rambu yang harus dipedomani, yang
tujuannya adalah agar hak-hak orang lain tidak teraniaya dan kewajiban-kewajiban setiap individu dapat
terpenuhi.

Di zaman era globalisasi, persoalan ekonomi semakin memegang peranan penting dalam kehidupan
suatu masyarakat dan negara, karena perekonomian merupakan basis dari suatu negara dalam
menghadapi daya saing (competitiveness), baik secara nasional maupun secara internasional, di samping
daya saing kebijakan dan hukum. [1] Untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,
Indonesia harus mengembangkan teknologi, kualitas dan kuantitas investasi, akses pasar, keterkaitan
strategis antara produsen dengan konsumen, sehingga dengan peningkatan kapabilitas teknologi dan
investasi sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing. [2] Untuk
itu Indonesia membutuhkan pembiayaan yang besar, apalagi setelah sumber devisa dari sektor migas
semakin berkurang peranannya, karena mengalami goncangan harga di pasaran dunia.

Kelangkaan sumber devisa yang dialami Indonesia, menghendaki upaya yang sungguh-sungguh dari
pemerintah untuk menggali dan meningkatkan sumber devisa baru di dalam negeri. Indonesia saat ini
sangat membutuhkan adanya suatu sokongan dana untuk kelanjutan pembangunan. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu investasi di Indonesia baik itu investasi dari masyarakat dalam negeri maupun
luar negeri. Investasi dikembangkan dalam pasar modal dimana di dalamnya dipertemukan antara pihak
yang memiliki kelebihan modal ( investor) dengan orang yang membutuhkan modal ( issuer). Di tengah
kemerosotan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yang juga berimbas ke sektor pasar modal selaku
subsistem dari perekonomian nasional Indonesia, kini industri pasar modal Indonesia mulai melirik
pengembangan penerapan

prinsip-prinsip syariah Islam sebagai alternatif instrumen investasi dalam kegiatan pasar modal di
Indonesia.

Islam memandang kehidupan sebagai satu kesatuan dan tidak dapat dipilah-pilah, serta memandang
kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Masing-masing
individu saling melengkapi dalam tatanan sosial kehidupan sehari-hari. Bagi negara Indonesia dimana
mayoritas penduduknya beragama Islam, kehadiran suatu investasi yang sesuai dengan Islam dalam hal
ini syariah tentu menjadi suatu terobosan yang menarik untuk dikaji. Suatu invesatsi yang diintisarikan
dari ajaran-ajaran agama yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat Indonesia.

Mengingat Islam di Indonesia merupakan suatu bagian dari berbagai agama maka hal-hal yang berkaitan
dengan syariah – seperti investasi syariah – hendaknya bukan untuk saling menonjolkan kekuatan satu
sama lain akan tetapi untuk saling menutupi kekurangan yang ada, sehingga diharapkan akan didapatkan
suatu sistem yang lebih baik.

KONSEP DASAR INVESTASI SYARIAH: KONSEP INVESTASI MODAL DALAM EKONOMI SYARIAH

A. KONSEP DASAR INVESTASI SYARIAH

Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang
sekaligus kegiatan tersebut termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengartur hubungan
antar manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah itu
adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh)
kecuali yang jelas ada larangannya (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan
tersebut baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut
dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya secara
implisit maupun eksplisit. [3]

Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya terminologi investasi maupun
pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat diketegorikan sebagai
kegiatan jual beli (al Bay). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal
merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu mengetahui hal-hal
yang dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli. Ada beberapa landasan syariah
baik dalam Al Quran, Hadis maupun kaidah fiqih yang mendasari investasi, di antaranya:

“...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (QS Al-Baqarah [2]: 275);

“Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu ....” (QS Al Nisa [4]: 29);

“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....” (QS Al Ma’idah [5] : 1).

“ Rasulullah saw melarang jual beli (yang mengandung) gharar” (HR Al Baihaqi dari Ibnu Umar).

“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memiliki” (HR Baihaqi dari Hukaim bin Hizam). Berdasarkan
Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ahli fiqh (ajaran islam), sesuatu yang dilarang atau diharamkan
adalah: [4]

1. Haram karena bendanya (zatnya).


Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan
tersebut berdasarkan ketentuan al Qur’an dan Hadist telah dilarang/ diharamkan. Benda-benda tersebut,
antara lain : a. Babi, b. Khamr (minuman keras), c. Bangkai binatang, d. Darah.

2. Haram selain karena bendanya (zatnya).

Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang objek dari kegiatan tersebut
bukan merupakan benda-benda yang diharamkan karena zatnya artinya benda-benda tersebut benda-
benda yang dibolehkan (dihalalkan). Akan tetapi benda tersebut menjadi diharamkan disebabkan adanya
unsur : a. Tadlis, b. Taghrir/ Gharar, c. Riba, d. Terjadinya ikhtikar dan Bay Najash.

3. Tidak sahnya akadnya.

Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya maka pada kegiatan ini benda yang
dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda
tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut
dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam. Perjanjian-perjanjian tersebut, antara lain: a. Ta’aluq, b. Terjadi
suatu perjanjian dimana pelaku, objek dan periodenya sama.

Rasululloh sendiri tidak setuju membiarkan sumber daya modal tidak produktif dengan mengatakan, “
Berikanlah kesempatan kepada mereka yang memiliki tanah untuk memanfaatkannya dengan caranya
sendiri jika hal itu tidak dilakukannya, hendaknya diberikan pada orang lain agar memanfaatkannya” (HR
Muslim).

Khalifah Umar juga menekankan agar umat Islam Menggunakan modal mereka secara produktif dengan
berkata, “Mereka yang mempunyai uang perlu menginvestasikannya, dan mereka yang mempunyai
tanah perlu mengeluarkannya.” Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan umatnya
untuk melakukan investasi.

Investasi yang diakui oleh hukum positif yang berlaku belum tentu sesuai dengan prinsip Islam. Ada
beberapa aspek yang harus dimiliki dalam berinvestasi menurut pandangan Islam, yaitu:

1. Aspek material atau finansial. Artinya suatu bentuk investasi hendaknya menghasilkan manfaat
finansial yang kompetitif dibandingkan dengan bentuk investasi lainnya.

2. Aspek kehalalan. Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar dari bidang maupun prosedur yang
syuhbat atau haram. Suatu bentuk investasi yang tidak halal hanya akan membawa pelakunya kepada
kesesatan serta sikap perilaku destruktif secara individu maupun sosial.

3. Aspek sosial dan lingkungan. Artinya suatu bentuk investasi hendaknya memberikan kontribusi positif
bagi masyarakat banyak dan lingkungan sekitar, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.

4. Aspek pengharapan kepada ridha Allah. Artinya suatu bentuk investasi tertentu itu dipilih adalah
dalam rangka mencapai ridha Allah.[5]

B. INVESTASI KONVENSIONAL
Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama
periode waktu yang tertentu. Dengan adanya kesempatan produksi yang efisien, penundaan konsumsi
sekarang untuk diinvestasikan ke produksi tersebut akan meningkatkan utiliti total. [6] Dalam pengertian
yang lain investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada
sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa
mendatang. Atau secara sederhana, investasi berarti mengubah

cashflow agar mendapatkan keuntungan atau jumlah yang lebih besar di kemudian hari. Sedangkan
investasi keuangan adalah menanamkan dana pada surat berharga ( financial asset ) yang diharapkan
akan meningkatkan nilainya di masa mendatang. [7]

Investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung.
Investasi langsung dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjualbelikan di pasar uang
(money market ), pasar modal ( capital market ), atau pasar turunan (derivative market ). Investasi
langsung juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual belikan.
Aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual belikan biasanya diperoleh melalui bank komersial. Aktiva-
aktiva ini dapat berupa tabungan di bank atau sertifikat deposito.

Sebaliknya investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari perusahaan
investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara
menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam
portofolionya. Perusahaan investasi dapat diklasifikasikan sebagai unit investment trust, closed-end
investment companies dan open-end investment companies.

C. INVESTASI SYARIAH

Investasi syariah adalah suatu investasi yang pada prinsipnya terkait secara langsung dengan suatu aset
atau kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat tersebut dapat
dilakukan bagi hasil. Investasi syariah mempunyai batasan-batasan tersendiri yang berbeda dibandingkan
investasi konvensional. Batasan tersebut adalah berupa kesesuaian suatu produk investasi atas prinsip-
prinsip ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga dibawah MUI (Majelis Ulama
Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah megeluarkan ketentuan mengenai kegiatan investasi di pasar
modal syariah. Ketentuan tersebut dituangkan kedalam beberapa fatwa MUI tentang kegiatan investasi
yang sesuai syariah ke dalam produk-produk investasi di Pasar Modal Indonesia. Fatwa DSN Nomor :
40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal, [8] telah menentukan tentang kriterian produk-produk investasi
yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada intinya, produk tersebut harus mememuhi syarat, antara lain :

1. Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak
merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip Syariah, antara lain :

a. Usaha perjudian atau permaian yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

b. Lembaga Keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.


c. Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram.

d. Produsen, distributor, dan/ atau penyedia barang/ jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

2. Jenis Transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan
spekulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, maysir, dan zhulm meliputi : najash, ba’i al
ma’dun, insider trading, menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan
transaksi yang dilarang, melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah)
hutang perusahaan kepada lembaga keaungan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin trading dan
ikhtiar. [9]

Selain itu investasi syariah harus mendasarkan diri pada prinsip halal dan maslahah. Aspek kehalalan
investasi mencakup hal-hal berikut:

1. Niat dan motivasi.

Motivasi yang halal adalah transaksi yang berorientasi kepada hasil yang win-win , yaitu saling
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.

2. Transaksi.

Transaksi bisnis yang dibenarkan adalah memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Pihak-pihak yang berransaksi adalah mereka yang memiliki kesadaran dan pemahaman akan bentuk
dan konsekuensi transaksi.

b. Barang atau jasa yang ditransaksikan adalah benda atau jasa yang halal, yang diketahui
karakteristiknya oleh pihak yang terlibat.

c. Bentuk transaksi jelas, baik secara lisan maupun tulisan dan dipahami oleh para pihak yang terlibat.

d. Adanya kerelaan dari para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

3. Prosedur pelaksanaan transaksi

Sesudah dilaksanakan akad antara pihak yang berbisnis, maka pelaksanaannya tidak boleh menyimpang
dari kekuatan awal. Masing-masing pihak harus bersikap amanah dan profesional. Tidak boleh
melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada kecurigaan, apalagi

wanprestasi.

4. Penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan.

Kehalalan itu tidak cukup hanya pada barang atau jasa, melainkan juga termasuk penggunaannya. Oleh
karena itu, penggunaan yang tidak benar atau untuk tujuan yang tidak benar, meskipun benda atau jasa
tersebut pada asalnya adalah halal, maka ia dapat jatuh ke haram.
Sedangkan aspek prinsip maslahah mendasarkan pada asas manfaat yang merupakan hal yang esensial
dalam bermuamalah. Para pihak yang terlibat dalam investasi, masing-masing harus dapat memperoleh
manfaat sesuai dengan porsinya.

1. Manfaat yang timbul harus dirasakan oleh pihak yang bertransaksi.

2. Manfaat yang timbul, harus dapat dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.

Seluruh investasi memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan yang sedikit secara sementara,
namun akhirnya akan membawa kerugian yang demikian banyak dan tidak bisa diperbaiki, dianggap oleh
Al Quran sebagai bisnis yang sungguh-sungguh merugikan dan tidak membawa maslahah. Kerugian ini
diasumsikan sebagai merusakkan proporsi karena perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan
dengan kenikmatan dunia yang fana.

D. INVESTASI MODAL DALAM EKONOMI SYARIAH

Modal merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan distribusi aset di masa mendatang, di samping
memberikan kepuasan pribadi dan jasa juga membantu untuk menambah kekayaan. Menurut Prof.
Thomas, milik individu dan negara yang digunakan untuk menambah aset selanjutnya disebut modal.
[10] Agar jumlah modal serta aset terus meningkat, maka setiap masyarakat dianjurkan untuk terus
berusaha.

Berkaitan dengan ini, Umar Chapra mengemukakan beberapa cara untuk meningkatkan modal, yaitu:
[11]

1. Sikap Yang Tidak Berlebihan Terhadap Pengeluaran

Menghindari sikap boros atau berlebihan merupakan inti dari pesan Islam terhadap semua aktivitas
manusia. Pesan ini dinyatakan secara jelas dalam Al Quran surat Al A’raf ayat 31:

“Makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan, sesunggguhnya Allah tidak menyukai orang
yang melampaui batas.”

Pesan Al Quran di atas menyiratkan betapa besar perhatian Islam terhadap masalah perekonomian
dengan mengambil jalan tengah di antara sikap ekstrem yaitu sikap boros atau berlebihan dan kikir.

2. Membatasi Uang Yang Tidak Terpakai

Sikap boros secara tegas telah dilarang dalam Islam, demikian juga halnya dengan penyimpanan uang
tidur dikecam oleh Islam. Oleh karena itu sumber daya yang telah dianugerahkan Allah hendaknya
dimanfaatkan sesuai dengan batas-batas yang telah diizinkan Islam.

3. Penggunaan Tabungan Secara Efisien

Pentingnya mengorganisasikan dan mengatur sistem keuangan dengan mengurangi pemborosan,


sekaligus memobilisasikan dana tabungan dan menyalurkan untuk hal-hal sosial produktif. Berarti modal
yang dimiliki bukan hanya memperhitungkan keuntungan pribadi tetapi juga kepentingan sosial.
4. Memanfaatkan Sumber Daya Dan Peran Pemerintah

Prinsip Islam untuk menghindari pemborosan serta menggunakan sumber daya secara efisien tidak
hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat. Hal ini ditekankan karena pemerintah sebagai
kepercayaan rakyat akan menggunakan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu
pemerintah perlu mengevaluasi program-program dengan mengurangi defisit anggaran yang berlebihan.
Dengan demikian negara perlu memainkan peran aktif bukan hanya sampai nilai-nilai Islam
terinternalisasikan di kalangan umat Islam, tetapi juga untuk menjamin kelanjutan dan mencegah segala
bentuk penyimpangan.

Selanjutnya upaya-upaya yang dapat dilakukan umat Islam untuk menyalurkan investasi modal itu sendiri
adalah: [12]

1. Pemilikan Tunggal

Pada dasarnya seorang pengusaha dapat menambah sumber keuangannya melalui donatur yang telah
terbukti memainkan peranannya dalam ekonomi Islam dan cenderung menjadi sumber keuangan jangka
pendek.

2. Kombinasi Pemilikan Pribadi dan Kerjasama

Suatu organisasi bisnis dalam prakteknya akan mencerminkan kombinasi antara pemilikan pribadi dan
mudharabah atau kombinasi antara

syirkah dan mudharabah. Dalam hal itu tidak semua penabung berminat untuk berperan serta
mengelola suatu usaha, tetapi hanya mencari peluang menginvestasikan dana yang berlebih untuk
jangka waktu pendek dan menengah. Dana ini dapat diinvestasikan melalui lembaga keuangna yang
bekerja atas prinsip-prinsip Islam.

3. Perusahaan Patungan

Perusahaan patungan bersama lembaga-lembaga keuangan merupakan bentuk investasi yang disukai
oleh para penabung yang tidak memiliki lapangan usaha sendiri serta tidak mempunyai keahlian untuk
menilai suatu usaha. Pembagian kolektif akan lebih lebih menarik untuk melakukan investasi atau
menjual investasinya jika mereka menginginkan likuiditas. Dengan demikian hal ini membantu
terlaksananya penyebarluasan pemilikan lapangan usaha dan meraih distribusi pendapatan dan
kekayaan.

4. Syirkah (Perseroan)

Syirkah mengacu pada kerjasama antara dua orang atau lebih. Atau transaksi antara dua orang atau
lebih, yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan
mencari keuntungan. Transaksi perseroan ( syirkah ) ini mengharuskan adanya ijab dan qabul,
sebagaimana layaknya transaksi lain, karena kalau didasarkan kepada kesepakatan saja, dinilai masih
belum cukup. Sedangkan syarat sahnya transaksi ini tergantung pada sesuatu yang bisa dikelola dan
sama mengikat masing-masing. [13]

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami, alangkah lebih kalau sarana untuk melakukan investasi
modal didasarkan perekonomian yang Islami. Salah satu sarana tersebut adalah dengan menekankan
perlunya pengorganisasian pasar modal yang lebih efisien, agar dapat meningkatkan dana dan
menyediakan likuiditas bagi investor, dengan membuat peraturan pasar modal yang cukup fit, sehingga
tujuan sosio-ekonomi dapat tercapai.

Pasar modal sebagaimana di dunia kapitalis dengan fluktuasi nilai efek yang tidak stabil, tidak
menawarkan jalan keluar dalam perekonomian sekarang. Ketidakstabilan ini disebabkan gerakan yang
tidak sehat dan spekulasi pembayaran uang atau obral dengan harga marginal yang tidak sungguh-
sungguh. Di samping itu para spekulan mencari keuntungan dari perbedaan harga dalam transaksi jangka
pendek. Dengan kata lain spekulasi pasar modal cenderung mengguncang harga melalui pembelian yang
berlebihan. [14]

Tidak demikian halnya dalam ekonomi Islam, pasar modal berusaha membatasi dan meminimalisir
spekulasi dari investor dengan penghapusan riba. Penghapusan riba dengan menerapkan pembelian
tunai di pasar modal semwestinya membuahkan perilaku harga yang teratur dengan tujuan melindungi
investor.

Di samping itu masih terdapat bentuk lain yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga mapu membatasi
praktik-praktik pasar yang tidak sehat, meliputi keterbukaan pada semua bahan material pada modal dan
dividen yang ditawarkan di pasar primer dan pasar sekunder, menghilangkan praktik perdagangan yang
tidak fair, dan membatasi manipulasi harga patungan yang dilakukan oleh pedagang perantara,
pemegang saham dan spekulan lain atas dasar pedagang perantara, pemegang saham dan spekulan lain
atas dasar pengetahuan mereka mengenai pasar modal yang diperoleh dari insider trading.

Sementara harga saham di pasar modal ditentukan oleh penawaran dan permintaan (supply and
demand ).

E. PROBLEM-PROBLEM PENGEMBANGAN INVESTASI SYARIAH

Investasi syariah di Indonesia masih tergolong lambat dalam perkembangannya. Lambatnya


perkembangan investasi syariah di pasar modal Indonesia tersebut dikarenakan masih adanya beberapa
permasalahan mendasar yang menjadi kendala. Kendala-kendala sebagaimana yang telah teridentifikasi
diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga adanya anggapan bahwa untuk
melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila
dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya. Adapun kendala dan atau hambatan
dimaksud diantaranya adalah :

1. Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang investasi syariah ;

2. Ketersediaan informasi tentang investasi syariah ;


3. Minat pemodal atas efek syariah ;

4. Kerangka peraturan tentang penerbitan efek syariah ;

5. Pola pengawasan (dari sisi syariah) oleh lembaga terkait ;

6. Pra-proses (persiapan) penerbitan Efek syariah ;

7. Kelembagaan atau Institusi yang mengatur dan mengawasi kegiatan investasi syariah di Indonesia ;

Bagi masyarakat, pemahaman akan ekonomi syariah belum tersosialisasi dengan baik. Kalaupun ekonomi
syariah dikenal, masyarakat lebih banyak mengenal bank syariah. Begitu pula dengan keberadaan
investasi syariah saat ini belum dikenal luas oleh masyarakat. Disadari bahwa sosialisasi dan pemahaman
masyarakat akan produk syariah memang masih terbatas. Meskipun penduduk Indonesia sebagian besar
adalah umat Islam, tetapi pengembangan produk syariah masih dini dan belum berkembang dengan baik
termasuk dalam hal ini adalah produk investasi syariah.

Selain itu banyak tantangan dan hambatan dari investasi syariah dalam hal sistem dan mekanismenya.
Tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak
mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya sang pengelola dana akan
menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen
investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya
juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh
karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.

Hal yang sama juga dialami dalam produk syariah perbankan. Dalam produk syariah perbankan, juga
didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan
pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan
syariah.

Jika kinerja bank syariah jeblok, deposito nasabah juga tidak berkembang. Risiko inilah yang tidak dipikul
deposan bank konvensional, sehingga kendati bank mengalami kerugian, investasi yang ditanam bisa
tetap tumbuh. Ini nilai tambah produk konvensional dibanding produk investasi syariah.

Dalam asuransi syariah juga didasarkan pada bagi hasil dan kegagalan juga berdasarkan beban bersama
( sharing the burden ). Hal ini bisa dilihat dari aspek pengelolaannya. Dalam produk asuransi
konvensional, risiko dipindahkan dari klien ke perusahaan ( transfer of risk ), sementara dalam asuransi
syariah, risiko tersebut ditanggung bersama-sama (sharing of risk ). Jadi, risiko tidak menjadi beban
perusahaan, namun tanggungan bersama.

Dengan model seperti itu, dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta
(tabarru' ). Dana investasi murni menjadi hak peserta, sedangkan tabarru' merupakan penyisihan dari
premi yang memang diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk
membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian dikelola oleh pihak asuransi ke berbagai bentuk
investasi.
Di sinilah nilai tambah asuransi syariah dibanding asuransi konvensional. Pasalnya, ada garis tegas yang
memisahkan dana pemegang saham dengan dana peserta. Dana peserta ini kemudian diinvestasikan.
Setelah dipotong biaya usaha, hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan awal. Cuma, umumnya
porsi untuk peserta lebih besar ketimbang yang diperoleh pihak asuransi.

Sebagai sebuah produk syariah, investasi syariah jelas harus sesuai dengan prinsip nilai-nilai agama
(Islam). Tujuannya untuk menciptakan dan mencapai tata ekonomi yang lebih beretika. Misalya, Islam
melarang riba. Sebab riba merupakan praktik ekonomi yang eksploitatif karena memanfaatkan kondisi
mereka yang lemah atau dalam kondisi kesulitan. Riba juga timbul dari praktik utang piutang dan
perdagangan. Misalnya, sale and lease back dan short selling yang cenderung spekulasi.

Dalam konsep syariah, tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang belum tentu ada dan mungkin saja
tidak terjadi. Dengan demikian praktik investasi syariah juga harus menghindari konsep riba. Selain itu,
prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada
kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi. Hal
inilah yang membedakan antara investasi syariah dan konvensional.[15]

F. SOLUSI PENGEMBANGAN INVESTASI SYARIAH

Walaupun banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi oleh investasi syariah, bukan berarti investasi
syariah sulit untuk dikembangkan. Dalam rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan investasi
syariah di pasar modal Indonesia, perlu dilakukannya hal-hal sebagai berikut : [16]

1. Penyusunan kerangka peraturan yang lebih jelas dalam rangka penerbitan efek syariah dan kegiatan
investasi syariah di pasar modal ;

2. Membentuk pola kelembagaan (hubungan antara Bapepam, SROs, DSN, dan Profesi) yang efisien
dalam fungsi dan peran untuk mengatur, membina, mengawasi, terhadap pelaku dalam menjalankan
kegiatan investasi syariah di pasar modal ;

3. Meningkatkan secara intensif program sosialisasi tentang kegiatan investasi syariah di pasar modal
yang mencakup antara lain : prinsip-prinsip dasar, produk, mekanisme transaksi, peraturan dan pola
pengawasannya.

Selain itu beberapa solusi lain yang bisa diterapkan untuk mengembangkan investasi syariah antara lain:
[17]

1. Perlu ada perdagangan pasar uang berdasarkan akad bai ad-dayn. Namun diisyaratkan bahwa
penjualan promissory note

dilakukan secara tunai karena bila tidak tunai akan terjadi jual beli hutang. Itupun terbatas pada surat
berharga yang merepresentasikan barang atau jasa.
2. Penempatan antar bank harus dilakukan dengan skim mudharabah. Produk ini hanya dapat dilakukan
sesama bank syariah atau cabang syariah bank konvensional. Adapun jangka waktu penempatannya
dapat dilakukan selama satu malam sampai dengan satu tahun.

3. Ada sistem kliring bank syariah yang harus diikuti oleh bank syariah. Bank-bank ini harus menyimpan
giro wajib minimum di bank sentral dengan skim wadi’ah, kemudian kliring otomatis akan dilakukan.
Bank-bank yang mempunyai kelebihan likuiditas secara otomatis akan ditempatkan dananya di bank-
bank yang kekurangan likuiditas dengan skim mudharabah.

4. Dilakukan sekuritisasi surat utang syariah, kemudian dijual dalam bentuk obligasi di pasar sekunder
dengan skim mudharabah . Obligasi syariah berbeda dengan zero coupon bond

karena obligasi syariah memberikan bagi hasil sedangkan zero coupon bond memberikan hasil nihil.
Obligasi yang diperjual belikan dalam syariah adalah merepresentasikan ‘ayn

(barang atau jasa).

5. Dalam Islam, jual beli waran dikategorikan haram walaupun waran termasuk investasi jangka panjang,
karena hanya menjual dokumen (dayn).

6. Adanya agregate purchase restriction, yaitu batasan bahwa volume transaksi tidak boleh melebihi
hutang yang dimilikinya.

7. Free riding restriction, yaitu setiap pembelian harus lunas sebelum dapat dijual kembali.

8. Margin trading dan short selling dilarang.

Margin trading merupakan transaksi jual beli valas tanpa pergerakan dana dengan menggunakan
sejumlah dana dalam prosentase tertentu sebagai jaminan. Jual beli valas ini dilakukan bukan untuk
memilikinya melainkan hanya untuk spekulasi.

9. Transaksi option yang tidak mensyaratkan adanya kompensasi sejumlah uang untuk hak yang
diberikannya kepada penjual diperbolehkan, atau bila kedua pihak yang melakukan transaksi berniat
untuk benar-benar melakukan jual beli.

10. Jenis dari surat-surat berharga ribawi lainnya seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga
Pasar Uang (SPBU), dan lain-lain juga dilarang.

11. Pseudo Demand dan Supply serta Insider Trading dilarang. Pseudo Demand dan Supply

dapat menyebabkan seolah-olah terjadi perdagangan yang aktif sehingga mengakibatkan terciptanya
informasi yang menyesatkan mengenai keadaan pasar dengan maksud mengambil keuntungan dari
timbulnya gejolak harga akibat tersebarluasnya informasi tersebut.

12. Future atau forward dan swap boleh dilakukan dengan syarat sekadar kesepakatan untuk
melaksanakan jual beli, bukan hanya jual beli itu sendiri. Implikasinya adalah tidak ada hak dan
kewajiban penjual-pembeli yang dapat dipindahkan kepada pihak ketiga.
KESIMPULAN

Kehadiran sistem ekonomi syariah di Indonesia yang menjadi salah satu solusi pembangunan bangsa dan
negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran agamanya, yang notabene menjadi
bangsa muslim terbesar dengan jumlah penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga tuntutan
penerapan sistem ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi.

Investasi syariah yang merupakan suatu sistem dari ekonomi syariah hendaknya juga bisa menjadi salah
satu sistem ekonomi yang bisa diterapkan di Indonesia walaupun sistem ini tergolong masih baru.
Sebagai hal yang baru memang investasi syariah belum dikenal luas oleh masyarakat. Oleh karenanya
sudah sepantasnya apabila pelaku ekonomi syariah menyosialisasikan investasi syariah kepada
masyarakat luas.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa semua orang mempunyai tujuan yang sama dalam berinvestasi
yaitu mengharapkan suatu

return dari hasil investasinya. Return yang diharapkan tentunya sebuah keuntungan bukan sebuah
kerugian. Keuntungan yang diharapkanpun merupakan keuntungan dalam jumlah yang besar. Oleh
karenanya seorang investor harus berhati-hati mengenai return yang diperoleh jangan sampai return
tersebut merupakan riba, karena tidak sesuai dengan hasil produktif yang telah disumbangkan.

Dalam berinvestasi selain keuntungan, hal lain yang menjadi suatu kepastian adalah risk atau risiko.
Dalam investasi syariah pembagian antara return dan risiko hendaklah dilakukan secara transparan
sehingga kedua belah pihak tidak merasa mencurigai satu sama lain apalagi merasa dirugikan. Dengan
demikian diharapkan pembagian return dan risiko dilakukan dengan adil antara piha-pihak yang
bersangkutan. Kita biasa mengenal istilah tersebut dengan istilah risk sharing (risiko ditanggung
bersama-sama). Jadi, risiko tidak menjadi beban perusahaan, namun tanggungan bersama. Dengan
model seperti itu, dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta
(tabarru' ). Dana investasi murni menjadi hak peserta, sedangkan tabarru' merupakan penyisihan dari
premi yang memang diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk
membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian dikelola ke berbagai bentuk investasi.

Inti utama daripada investasi syariah adalah mengajak masyarakat untuk bisa ikut serta secara aktif
dalam bidang perekonomian guna pembangunan negara. Mengingat sistem yang digunakan adalah
syariah maka sudah sepantasnyalah apabila bidang yang diinvestasikan merupakan bidang yang
dihalalkan oleh agama dan mengandung unsur manfaat bagi kelangsungan kehidupan. Dengan adanya
investasi ini, selain masyarakat bisa ikut aktif dalam perekonomian, diharapkan juga adanya suatu
pemanfaatan aset-aset menganggur menjadi suatu aset yang produktif sehingga pada akhirnya aset
tersebut bisa berguna bagi yang lain yang notabene tidak ataupun kurang mampu dalam kepemilikan
aset tersebut.

Dalam Islam kita dilarang untuk melakukan spekulasi yang tidak berdasar kepastiannya secara jelas. Oleh
karena itu investasi yang dilakukan hendaknya mempunyai kepastian yang jelas. Apabila seseorang
mempunyai sejumlah modal yang banyak sementara kita dilarang untuk berspekulasi, ada baiknya
apabila modal tersebut diinvestasikan untuk hal-hal yang produktif sehingga bisa dimanfaatkan oleh
orang lain yang membutuhkannya. Sehingga ada upaya pengalihan dari aset yang tidak produktif
menjadi sesuatu yang produktif. Hal ini sangat sesuai dengan ajran Islam mengingat kita dianjurkan
untuk selalu bekerja keras bukan bermalas-malasan sambil menunggu keuntungan yang tinggi tanpa
upaya kerja keras. Islam menganjurkan agar segala sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang bermanfaat
bagi semuanya.

Walaupun memiliki banyak kebaikan akan tetapi pada perkembangan awalnya investasi syariah banyak
mengalami suatu tantangan dan hambatan. Sebagai sesuatu yang baru investasi syariah masih memiliki
sedikit instrumen dalam sistem dan mekanismenya. Selain itu, bagi hasil yang diterapkan sebagai
pengganti bungapun masih belum memiliki kepastian seberapa besar jumlahnya mengingat masih
sedikitnya instrumen yang dimiliki. Akan tetapi dengan tetap mantap berjalan sesuai dengan koridor
yang berlaku, investasi syariah memiliki prospek yang bagus mengingat berbagai keunggulan yang
dimiliki yang menomorsatukan asas manfaat dan transparansi. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang
dijagokan dalam sistem perekonomian dimana

moral hazard masyarakatnya sudah dalam taraf menurun. Diharapkan untuk masa ke depan, investasi
syariah bisa dijadikan sebagai solusi dalam menyokong perekonomian Indonesia.

by: Tantowi Azizi Sahoed

[1] Nanang Sutrisno,“Permasalahan Pembangunan Hukum Ekonomi Dalam Era Pasar Bebas”, Seminar
Nasional yang dilangsungkan di Semarang, Jawa Tengah, tanggal 8 Juni 1996, hal. 2.

[2] Hadi Soesastro dan Iwan P. Hutajulu,

Indonesia 2020 , Wawasan Ekonomi, Sosial Budaya, dan Politik, Jakarta: Centre for Strategic and
Internasional Studies, 1994, hal. 8.

[3] Training Module on Comprehensive Training on Sharia Banking, Karim Business Consulting.

[4] Basic Training: Fiqh and Instrument on Islamic Capital Market.

[5] Muhammad Firdaus NH d.k.k., Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, 2005, Jakarta: Renaisan, hal.
12 s.d. 17.

[6] Jogianto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, 2003, Yogyakarta: BPFE, hal. 5 s.d. 6.

[7] Muhammad Firdaus NH d.k.k., Op Cit, hal. 12.

[8] Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2003, Jakarta: Bank Indonesia-
Dewan Syariah Nasional, Edisi 2 hal. 263.

[9] Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar
Modal Indonesia, 2004, Jakarta: BAPEPAM, hal 15 s.d. 16.

[10] Fazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, 1995, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, hal. 285.
[11] M. Umar Chapra, Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil, Penerjemah Lukman Hakim, 1997,
Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, hal 56 s.d. 62.

[12] Ibid, hal. 42 s.d. 46.

[13] Taqyudin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, 1996, Surabaya: Risalah Gusti, hal.
156.

[14] M. Umar Chapra, op. cit., hal. 73 s.d. 74.

[15] Faisal Baasir, Prospek dan Risiko Dalam Investasi Syariah, Pikiran Rakyat edisi 01 Maret 2004.

[16] Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Op Cit, hal. 87 s.d. 88.

[17] Muhammad Firdaus NH, Op. Cit., hal. 40

Anda mungkin juga menyukai