Syariah
Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah Islam di Indonesia, maka peluang yang dihadapi
oleh para pelaku bisnis syariah Islam dalam mengembangkan sumber daya masyarakat adalah
sosialisasi mengenai mekanisme, transaksi dan operasional-isasi pada dunia bisnis tersebut. Sehingga
bisnis syariah Islam yang telah ada dapat bcrkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi
tantangan pada bisnis syariah Islam di Indonesia. Di mana mayoritas masyarakat Indonesia adalah
muslim. Oleh karena itu, partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan.
Sementara tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam investasi syariah Islam adalah konsep
bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya
sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus ber-dampak pada hasil yang bisa diperoleh
investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah Islam masih terbatas, sehingga kemampuan
pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas
jelas akan me-nyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah Islam mempunyai risiko
yang lebih tinggi.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa syariah Islam menghendaki kegiatan ekonomi yang halal,
baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip
investasi syariah Islam juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak
pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan
spekulasi.
Dari sini dapat diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah Islam dalam mem-bangun ekonomi
nasional harus diperhitungkan, karena tingkat perkembangannya yang relatif cepat. Demi
terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka harus dirumuskan dan disosialisasikan mengenai
manajemen investasi syariah Islam, sehingga partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan
meningkat.
Berbicara mengenai manajemen investasi syariah, mungkin bagi kita umat Islam di Indonesia
masih terasa asing mendengar kata investasi syariah. Karena memang umat Islam di Indonesia sudah
akrab dengan yang namanya investasi tetapi secara umum yakni investasi konvensional. Sebab
memang investasi syariah ini baru dikenal oleh masyarakat di Indonesia pada tahun 2000-an dengan
didirikannya Jakarta Islamic Index (Bursa Saham Syariah). Investasi Syariah sebenarnya bukan
baru saja ada. Di Indonesia sendiri, Investasi Syariah telah ada sejak tahun 2000 yang
ditandai dengan didirikannya Bursa Saham Syariah dengan nama Jakarta Islamic Index (JEI).
1. Karakteristik Investasi
Karakteristik sebuah investasi hanya dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu Modal dan
Waktu. Modal sebagai penentu keputusan serta Waktu yang tepat untuk mengambil
keputusan. Karena investasi adalah hubungan keputusan pada pilihan keuangan atas
modal/dana dengan waktu.
2. Macam-macam Investasi
Macam-macam Investasi dibagi menjadi dua, yaitu Real Investment dan Financial
Investment.
a. Real Investment adalah investasi yang berhubungan dengan bisnis di sektor riil. Dimana
aspek ini lebih didominasi oleh industri perbankan.
b. Financial Investment adalah investasi yang dilakukan pada aspek keuangan. Seperti
obligasi, saham, reksadana, dan pasar modal.
3. Konsep Dasar Investasi diantaranya:
a. Pengaruh Waktu dan Pilihan: Hasil investasi merupakan akibat dari pilihan investasi atau
jenis atas modal yang diinvestasikan dan jangka waktu investasinya.
b. Prinsip Compounding: Compounding adalah menempatkan kembali hasil investasi
kedalam pokok untuk mendapatkan hasil ganda.
c. Risk – Return Trade Off: Keuntungan dari cash flows dan atau hasil penjualan harta atau
aset investasi adalah merupakan hasil investasi. Dimana risikonya terletak pada deviasi
antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Hal inilah yang kemudian
menjadikan konsep dasar investasi. Yaitu semakin tinggi keuntungan berarti semakin
tinggi risiko yang mungkin akan dihadapi. Yang menjadikan investasi harus menentukan
langkah memaksimalkan keuntungan dengan menekan risiko serendah-rendahnya.
d. Pilihan yang Rasional: Dalam menentukan pilihan rasional seorang investor harus mencari
hasil terbaik dengan risiko terendah.
e. Diversifikasi: Pemikiran ini didasarkan pada prinsip peluang bisnis, yang menjelaskan
bahwa setiap usaha mempunyai peluang bisnis yang berbeda-beda.
f. Waktu Investasi: Penentuan waktu investasi adalah elemen yang paling kritis terhadap
keberhasilan investasi. Praktik penentuan waktu ada beberapa teori:
- Waktu memulai investasi
- Masa investasi
- Waktu mengalihkan investasi
Strategi mengatasi permasalahan waktu adalah dengan melakukan investasi secara berkala
dengan nilai tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad (2004:13) mengatakan investasi adalah menempatkan
uang atau dana dengan harapan untuk memproleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau
dana tersebut.
Dalam Islam investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada
zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu
hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang
diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi mengenal
harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap
harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud investasi dalam Islam adalah melakukan usaha
secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia miliki melalui cara-cara yang sesuai dengan
prinsip syariah.
Investasi dilihat dari sudut kerohanian merupakan sebuah amal shaleh yang menjadi bekal
manusia untuk hari perhitungan kelak. Karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengetahui
masa depan, sehingga Allah memerintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia akhirat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah QS. Al-Hasyr : 18.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Investasi sangat dianjurkan agar harta yang dimiliki tidak habis dengan zakat. Harta yang tidak
berputar merupakan harta yang menjadi objek zakat. Dengan demikian, agar harta tersebut tidk habis
karena zakat maka perlu diinvestasikan. Hadis Rasulullah Saw.:
“Hadis Yahya dari Malik yang menyampaikannya dari Umar bin Khattab berkata: berdaganglah
(berinvestasilah) dalam harta anak yatim (agar harta tersebut) tidak habis oleh zakat.” (HR. Syaibani)
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam investasi menurut Islam, antara lain :
1. Halal
Suatu bentuk investasi harus terhindar dari bidang bisnis yang syubhat atau haram. Kehalalan
juga menyangkut pada penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan. Contoh industri yang
dikategorikan haram adalah: industri alkohol, industri pornografi, jasa keuangan ribawi, judi dan lain-
lain. Prosedur juga harus terhindar dari hal-hal yang syubhat atau haram tersebut. Selain itu,
kehalalan juga meliputi niat seseorang saat bertransaksi dan selama prosedur pelaksanaan transaksi.
Kehalalan juga ternyata terkait dengan niat atau motivasi. Motivasi yang halal ialah transaksi yang
berorientasi kepada hasil yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya.
2. Maslahah
Maslahah (manfaat) merupakan hal yang paling esensial dalam semua tindakan muamalah. Para
pihak yang terlibat dalam investasi, masing-masing harus dapat memperoleh manfaat sesuai dengan
porsinya. Misalnya, manfaat yang timbul harus dirasakan oleh pihak yang bertransaksi dn harus dapat
dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
a. Manfaat bagi yang menginvestasikan, yaitu mendapatkan bagi hasil sesuai dengan besar investasi
yang ditanamkan dan sesuai dengan akad awal menurut prinsip syariah.
b. Manfaat bagi yang mendapat tambahan investasi, yaitu mendapatkan tambahan modal sehingga
memiliki kemampuan untuk meneruskan usahanya.
Untuk melindungi perusahaan dalam lilitan hutang karena tidak mampu mengembalikan modal
yang diterima dan tidak mampu memberikan manfaat bagi investor, maka diatur secara syariah oleh
DSN (Dewan Syariah Nasional) bahwa perusahaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan lahan
investasi adalah perusahaan yang :
1) Mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari hutang tidak lebih dari 30% dari rasio
modalnya.
2) Pendapatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak lebih dari 15.
3) Memiliki aktiva kas atau piutang yang totalnya tidak lebih dari 50%.
Sesuai dengan peringatan Allah dalam firmannya QS. Al-Baqarah ayat 280 bahwa: ”Orang yang
berhutang tidak pernah tenang dalam tidurnya”, maka dengan fatwa yang ditetapkan oleh DSN
tersebut diharapkan perusahaan debitur dapat mengembalikan investasi sesuai dengan perjanjian yang
dilakukan.
c. Manfaat bagi masyarakat secara luas
Besarnya investasi yang ditanamkan dalam berbagai bidang haruslah memberi manfaat bagi
masyarakat. Investasi bisa digunakan untuk penelitian dan pengembangan supaya bisa meningkatkan
produk-produk baru atau meningkatkan kualitas produksi, selain itu investasi juga dapat bermanfaat
dalam mengurangi harga barang sehingga pada akhirnya menguntungkan pelanggan. Dengan investasi
juga menggairahkan sektor industri sehingga mampu mengurangi jumlah pengangguran. Maka sesuai
dengan tafsir Al-Misbah, bahwa pada akhirnya harta yang dimiliki individu memiliki fungsi sosial.
3. Terbebas dari riba (bunga). Karena itu investasi kepada perusahaan yang menjalankan sistem riba
seperti perbankan, asuransi, pegadaian, dsb, adalah dilarang. Membeli saham bank konvensional juga
adalah terlarang karena mengandung riba yang diharamkan.
4. Bebas dari Gharar. Setiap transaksi harus bebas dari gharar, yaitu penipuan dan ketidak-jelasan.
Dengan demikian transaksi bisnis harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan
disalah satu pihak baik secara sengaja maupun tidak sengaja.. Gharar dapat pula diartikan sebegai
bentuk jual beli saham dimana penjual belum membeli (memiliki) sahamnya tetapi telah dijual kepada
pihak lain. Karena itu Islam melarang praktek margin trading, short selling, insider trading.
Demikian pula najasy (rumor) untuk mengelabui investor.
5. Bebas dari Maysir (Spekulasi). Setiap transaksi harus terbebas dari kegiatan maysir (spekulasi).
Maysir dalam konteks ini bukanlah hanya perjudian biasa, tetapi adalah segala bentuk spekulasi di
pasar uang atau pasar modal. Islam melarang spekulasi uang, karena menurut Islam uang bukan
komoditas. Karena itu Islam melarang spekulasi valuta asing. Uang adalah alat pertukaran yang
menggambarkan daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau keuntungan yang
ditimbulkannya berdasarkan atas aktivitas riil, seperti penjualan harta (bay’) atau pemakaian barang
(ijarah). Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak menimbulkan risiko yang besar
atau melebihi kemampuan menanggung risiko (maysir). Untuk itu diperlukan ilmu manajemen resiko
C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi
syariah (pihak terkait) adalah:
1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/ samar-
samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum
syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh
disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan.
Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan
lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur
pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi.
c) Jenis-jenis Saham
i. Saham Preferen
- Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi.
- Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan
dengan pemegang saham biasa. Dividen biasanya dinyatakan dalam persen (%).
- Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum
dibayarkan.
- Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu aktiva perusahaan dibandingkan
dengan pemegang saham biasa bila terjadi likuidasi.
Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen tidak
berlaku pada saham syariah.
d) Pedoman Syariah
- Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan
dalam aktivitas ekonomi.
- Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini
dapat diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan.
- Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang.
- Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat
diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk
tujuan perdagangan kertas berharga.
- Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan, dapat
diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
- Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai per share
dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b.
Transaksi tunai, harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.
2) Obligasi Syariah
a) Pengertian
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002tentang Obligasi
Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi
syariah harus bersih dari unsur non halal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan
pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah
mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan
diperhitungkan secara keseluruhan.
Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (mal)
atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini
umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat
terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau
amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak yang memberikan dana
untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat memberikan pembiayaan dengan
memberikan fasilitas penundaan pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan
pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi.
b) Jenis-jenis Obligasi
i. Obligasi Mudharabah
Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau
keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term
indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja
pendapatan yang dibagihasilkan.
ii. Obligasi Ijarah.
Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi
jenis ini akan memberikan fixed return.
c) Pedoman Syariah
Sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk
menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
- Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No:
20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang
bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
- Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman
haram.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun
jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
d) Peringkat Investment Grade:
- Memiliki fundamental usaha yang kuat.
- Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
- Memiliki citra yang baik bagi publik
3) Reksadana Syariah
a) Pengertian
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer
investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan
dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana.
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual
belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan
untuk diperjual belikan dalam syariah.
b) Pedoman Syariah
Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham
jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang
dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus
dilakukan dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin. Manajemen Syariah dalam Praktik. Gema Insani. Jakarta. 2003
Santoso, Budi Totok. Triandaru Sigit. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2. Salemba
Empat. Jakarta. 2006
Kashmir. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainya, Edisi Ke Enam. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2002
Darmawi, Herman. Pasar Financial Dan Lebaga-Lembaga Finansial. Bumi Akasara.
Jakarta. 2006
Udovitch, Abraham L. Kerjasama Syariah dan Bagi Untung Rugi dalam Sejarah Islam Abad
Pertengahan (Teori dan Penerapannya). Qubah. Kediri. 2008