Pendahuluan
yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan sumber daya
pada dunia bisnis tersebut. Sehingga bisnis syariah yang telah ada dapat berkembang
dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan pada bisnis syariah di Indonesia,
dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Oleh karena itu partisipasi dari
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah
konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang
pasti. Pintar tidaknya sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak
pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah
juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan
pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih
tinggi.[1]
yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara
penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa
paksaan, adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak
Dari sini dapat diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah dalam membangun
cepat. Demi terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka harus dirumuskan dan
sehingga pembahasan ini akan dibatasi pada tinjauan teoritis manajemen investasi
syariah di Indonesia. Baik deposito syariah, pasar modal syariah serta reksadana
syariah. Dimana masih ada hubungan signifikan dengan praktik investasi yang terjadi di
lapangan.
Secara umum investasi berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di
masa yang akan datang. Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan
modal atau dana pada suatu asset yang diharapkan akan memberikan hasil atau akan
meningkatkan nilainya di masa yang akan datang. Dari sini, investasi berarti diawali
dengan mengorbankan potensi konsumsi saat ini untuk mendapatkan peluang yang
dengan waktu.
Macam-macam Investasi
A. Real Investment
Real investment adalah investasi yang berhubungan dengan bisnis di sektor riil.
B. Financial Investment
Sementara itu konsep dasar investasi adalah hal-hal berikut ini :[4]
Hasil investasi merupakan akibat dari pilihan investasi atau jenis atas modal
B. Prinsip Compounding
Keuntungan dari cash flows dan atau hasil penjualan harta atau aset investasi
adalah merupakan hasil investasi. Dimana risikonya terletak pada deviasi antara hasil
yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Hal inilah yang kemudian menjadikan
konsep dasar investasi. Yaitu semakin tinggi keuntungan berarti semakin tinggi risiko
yang mungkin akan dihadapi. Yang menjadikan investasi harus menentukan langkah
Dalam menentukan pilihan rasional seorang investor harus mencari hasil terbaik
E. Diversifikasi
Pemikiran ini didasarkan pada prinsip peluang bisnis, yang menjelaskan bahwa
F. Waktu Investasi
2. Masa investasi
Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada
zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh
zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim
menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat,
sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit
Suatu pernyataan penting yang disampaikan oleh seorang ulama besar al-Ghozali
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik
besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah
sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT. [6]
1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
(ketidakjelasan/samar-samar).
hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka,
tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada
unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi. Dan semua transaksi harus transparan,
Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-
bank syariah. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah.
sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari perkataan qard yang berarti
menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan modalnya kepada
pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil
untung/rugi yang telah disepakati bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal
akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama
proyek berlangsung.
jahiliah yang diakui oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah
ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah
dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri Makkah
yaitu:[8]
urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis,
perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah
hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat
tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan
transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan
investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada
prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank
Pada pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara channelling dan
executing, yakni:
1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank
2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak
yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi
diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.
Aktivitas perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah adalah kegiatan
usaha yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram seperti makanan
haram, perjudian atau kemaksiatan. Selain itu juga menghindari cara perdagangan dan
usaha yang dilarang, termasuk yang tergolong praktik riba, gharar dan maysir.
ketentuan syariah. Untuk itu fatwa ulama diperlukan guna memastikan pemenuhan
kualifikasi tersebut. Fatwa mengenai halal-haram transaksi keuangan syariah di
Indonesia ditetapkan Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Perbankan
perbankan menjalankan dual banking system atau bank konvensional dapat mendirikan
masa mendatang adalah jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Selain itu
Mengingat begitu pentingnya investasi sebagai salah satu perilaku ekonomi, maka
menjadi penting pula pemahaman mengenai teori dan praktik investasi tersebut.
1. Deposito Syariah
Pertama, kedua belah pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan
mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam
akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan
kontrak tersebut.
Kedua, modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib
1. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset menurut mayoritas
ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai
atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk
non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab
menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana
3. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang.
beberapa angsuran.
Ketiga, keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan
1. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu
2. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak
ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil
kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan
dana tersebut.
kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah
manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-
berikut:
3. Mudharib tidak boleh melanggar hukum Islam dalam usahanya dan juga harus
sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat
dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan).
Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya
para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal.
modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan
pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut
mereka menguntungkan. Pasar modal juga dikenal dengan nama bursa efek.
Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila
diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten
bersifat kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat
kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat
hutang.
Instrumen Pasar Modal Syariah :
A. Saham Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan
atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham
terdiri:
2. Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari
modal dasar.
3. Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar
4. Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum
3. Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko harus ditanggung oleh
semua pihak.
a. Saham Preferen
2. Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu
5. Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen
b. Saham Biasa
3. Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi kepemilikan yang sama jika
c. Saham Treasury
1. Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali oleh perusahaan
1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila
5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan,
suatu bisnis.
6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai
per share dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis
kontrak.
B. Obligasi Syariah
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa
No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002
14 September lalu.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil, serta
obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara
emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi
syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh
Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk
(mal) atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan.
Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak
penyerahan obyek transaksi (mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi
karena ada suatu pihak yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi.
Jenis-jenis Obligasi
1. Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan
atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan
2. Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost
Pedoman Syariah
Tetapi, sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah.
dipenuhi:
Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang.
asuransi konvensional.
minuman haram.
3. Reksadana Syariah
menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana
dan penggunaan dana. Akad antara investor dengan lembaga biasanya dilakukan
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu
Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat
diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta (mal)
investasi. Akan tetapi, sebagai akibat dari ketidakpastian di masa depan, investasi yang
dilakukan bisa untung dan bisa rugi. Jika investasi tersebut menguntungkan, maka nilai
harta yang diinvestasikan akan bertambah, dan sebaliknya apabila mengalami kerugian,
maka nilai harta yang diinvestasikan akan turun. Risiko kehilangan modal adalah risiko
Risiko kehilangan modal bukan hanya berarti kehilangan nilai nominal saja,
seperti Rp. 100 juta menjadi Rp. 50 juta, tetapi juga kehilangan nilai riil dari investasi
yang disebabkan perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat digunakan
untuk membeli beras 25 ton tetapi saat ini hanya dapat digunakan untuk membeli 20
Jadi, investasi dengan cara menabung di rumah, secara nominal memang tidak
mempunyai risiko kehilangan modal tetapi secara riil sangat beresiko karena
Risiko yang kedua adalah karena ketidakpastian keuntungan yang diperoleh dari
sarana-sarana investasi yang ada. Risiko ini sebenarnya merupakan bagian dari risiko di
atas, tetapi lebih terfokus pada keuntungan yang mungkin didapat dari jenis investasi
yang berbeda. Investasi dalam real estate akan berbeda dengan reksadana, obligasi,
saham, dan yang lainnya. Investasi dalam real estate lebih menjanjikan keuntungan
karena probabilitas kenaikan harga real estate sangat besar karena pertumbuhan
penduduk yang pesat akan meningkatkan permintaan real estate sehingga karena
Sebaliknya, investasi dalam pasar modal melalui reksa dana, obligasi, dan saham,
keuntungan yang sangat kecil karena bunga sudah dipatok oleh bank, tetapi terdapat
Akhirnya banyak pihak dirugikan, bank ditutup karena rugi dan tidak dapat
uangnya kembali, pemerintah harus mengeluarkan beban ekstra untuk BLBI dan
menanggung utang swasta, rakyat dirugikan karena beban utang negara yang
diakibatkan oleh utang swasta terpaksa ditanggung pemerintah, dan akhirnya kondisi
Risiko ketiga yang ditakuti orang ketika berinvestasi adalah apakah produk
investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual/diuangkan kembali. Beberapa orang
mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap mudah dijual
kembali. Contoh dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali
kembali karena pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik. Lukisan misalnya,
karena pasarnya yang spesifik, yaitu mereka yang hobi akan lukisan juga, tidak selalu
mudah menjual lukisan. Tapi sekali terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan
investasi. Cara ini disebut dengan membuat portofolio investasi, dengan tujuan untuk
mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul dari suatu sarana investasi dengan
menutupnya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain.
Misalnya berinvestasi pada reksa dana dan pada tabungan. Jika keduanya
bagaimana jika salah satunya mengalami kerugian, misalnya nilai reksa dana turun atau
bank dilikuidasi? Dengan adanya portofolio ini maka diharapkan kerugian salah satu
"jangan meletakkan telur-telur dalam satu keranjang" karena jika terjatuh, maka telur
akan lebih banyak yang pecah dibandingkan jika ditaruh pada beberapa keranjang jika
Penutup
Belum tersosialisasinya ekonomi syariah dengan baik adalah salah satu kendala
masyarakat lebih banyak mengenal bank syariah. Padahal ekonomi syariah tidak hanya
kegiatan bisnis perbankan berbasis syariah, tetapi sudah merambah pada sektor lain,
sektor yang paling mendominasi kegiatan ekonomi syariah. Sebuah riset yang dilakukan
sangat terbatas. Potensi pasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,
pasar loyalis syariah. Kedua, pasar mengambang yang tidak terlalu fanatik dengan
sistem perbankan. Dan ketiga adalah pasar loyalis konvensional. Kelompok ini
mempunyai ciri sangat fanatik terhadap bank bersistem konvensional. Berdasarkan
riset tersebut, pasar loyalis syariah masih mewakili minoritas potensi pasar.
masyarakat Islam, tetapi pengembangan produk syariah masih dini dan belum
berkembang dengan baik. Termasuk dalam hal ini adalah produk investasi syariah
selain perbankan seperti saham, reksadana, obligasi, dan asuransi, dan lain sebagainya.
Produk investasi syariah seperti reksadana dan saham memiliki prospek cerah.
Setidaknya hal itu bisa dilihat dari beberapa data yang ada. Menyangkut kinerja
(2002) kinerja portofolio saham syariah memiliki prospek yang tidak mengecewakan.
Selama tahun 2001-2002, kinerja portofolio saham syariah tengah mengungguli kinerja
saham konvensional untuk kriteria Sharpe Index dan Treynor Index. Portofolio saham
konvensional hanya unggul pada pengukuran dengan Jenshen’s Alpha. Dalam hal ini
portofolio saham syariah unggul pada kriteria return dan risk (level total risiko dan
risiko pasar).
syariah memberikan pengaruh positif terhadap kinerja portofolio saham syariah. Dari
Selain portofolio saham syariah, alternatif investasi yang lain seperti reksadana
syariah juga memiliki prospek yang cerah. Menurut penelitian Rinda Aystuti (2003),
pada tahun 2001 reksadana syariah campuran (PNM Syariah dan Reksadana Syariah
tinggi dibanding return pasar (Jakarta Islamic Index). Namun bila dibandingkan kinerja
indeks pasar konvensional (IHSG), kinerja PNM Syariah dan Reksadana Syariah
Tentu saja, ada banyak faktor yang memengaruhi kinerja investasi syariah
seperti saham dan reksadana. Faktor makroekonomi yang terus membaik akan
berimbas pada prospek investasi syariah. Kondisi perekonomian yang terus membaik,
terutama sektor riil juga berdampak positif terhadap prospek investasi syariah, sebab
investasi syariah lebih banyak diinvestasikan pada sektor-sektor riil yang sesuai dengan
konsep syariah. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam memengaruhi kinerja
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah
konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang
pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada
hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih
harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola
dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk
perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat
penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat
Jika kinerja bank syariah buruk, deposito nasabah juga tidak berkembang. Risiko
inilah yang tidak dipikul deposan bank konvensional, sehingga kendati bank mengalami
kerugian, investasi yang ditanam bisa tetap tumbuh. Ini nilai tambah produk
Dalam asuransi syariah juga didasarkan pada bagi hasil dan kegagalan juga
berdasarkan beban bersama (sharing the burden). Hal ini bisa dilihat dari aspek
ditanggung bersama-sama (sharing of risk). Jadi, risiko tidak menjadi beban perusahaan,
Dengan model seperti itu, dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan
dana kumpulan peserta (tabarru’). Dana investasi murni menjadi hak peserta,
sedangkan tabarru’ merupakan penyisihan dari premi yang memang diikhlaskan untuk
menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk membayar klaim. Seluruh
dana tersebut kemudian dikelola oleh pihak asuransi ke berbagai bentuk investasi.
Pasalnya, ada garis tegas yang memisahkan dana pemegang saham dengan dana
peserta. Dana peserta ini kemudian diinvestasikan. Setelah dipotong biaya usaha,
hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan awal. Cuma, umumnya porsi untuk
Sebagai sebuah produk syariah, investasi syariah jelas harus sesuai dengan
prinsip Islam. Tujuannya untuk menciptakan dan mencapai tata ekonomi yang lebih
beretika. Misalnya, Islam melarang riba. Sebab riba merupakan praktik ekonomi yang
eksploitatif karena memanfaatkan kondisi mereka yang lemah atau dalam kondisi
kesulitan. Riba juga timbul dari praktik utang piutang dan perdagangan. Misalnya, sale
and lease back dan short selling yang cenderung spekulasi. Dalam konsep syariah, tidak
boleh memperjualbelikan sesuatu yang belum tentu ada dan mungkin saja tidak terjadi.
Dengan demikian praktik investasi syariah juga harus menghindari konsep riba. Hal
Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha),
adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh
Daftar Pustaka :
Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Ketiga,
Agus Sartono, Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, Bpfe, Yogyakarta, Edisi
2008.
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam : Konsep, Teori
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi,
M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan Islam, penerjemah :
Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan
Oktober 2007.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta,
Februari 2005.
Nurul Hudah dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah,
[4] Mochammad Nadjib, dkk, Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik,
Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008, h : 7-16
[5] M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam : pilihan setelah kegagalan sistem
Kapitalis dan Sosialis, alih bahasa : Muhadi Zainuddin, UII Press, Yogyakarta, 2000, h :
92-97
[6] A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, penerjemah H. Anshari Thayib, Surabaya,
Bina Ilmu, 1997, h : 168.
[7] M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan Islam (penerjemah :
Ikhwan Abidin Basri), Jakarta, Gema Insani Press, 2001, h : 27-43
[8] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Februari
2005, h : 74.