Anda di halaman 1dari 39

Resume 1

NAMA

: Mita Risna

NIM

: 131207285

UNIT/SEM

: II/IV

Landasan Filosofis dan Etika dalam Investasi Syariah


Investasi syariah yang dalam literatur akademik berbahasa Inggris sering disebut
dengan Islamic ethical investment merupakan bagian dari kegiatan investasi yang
mempertimbangkan nilai-nilai etika Islam. Sebagaimana ethical investment, investasi ini
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan
memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih yang dapat
dipertanggungjawabkan secara syarah (Syariy). Dengan demikian, pemenuhan nilainilai syariah menjadi tujuan utama.
Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam
setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan manusia dengan
mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum
minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan
manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh
adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.
Landasan Etika Investasi Islam
Setidaknya terdapat beberapa landasan normatif dalam etika Islami, yaitu :
1.

Landasan Tauhid
Landasan ini merupakan landasan filosofis yang dijadikan sebagai fondasi bagi

setiap umat muslim dalam melakukan tindakanya dalam fungsinya untuk hidup, seperti
menjalankan aktivitas ekonomi di dalam masyarakat. Tauhid yang bertindak sebagai
filosofis dalam landasan etika islami memiliki makna yang man sebuah kepercayaan

penuh dan murni terhadap ke-Esaan Tuhan, yang sevara khusus menunjukkan dimensi
yang vertical islami. Dalam hubungannya hablu min Allah, hal ini menjadi tolak ukur di
dalam menjalanka aktivitas ekonomi sekarang ini. Tanpa adanya kepentingan terkait
dengan Rabbnya maka segala perbuatan yang dilakukan khususnya dalam sector ekonomi
akan menjadi goyang dan akan muncul penyimpangan-penyimpangan terhadapnya.
Hablu min Allah secara tidak langsung menghubungkan antara institusi-institusi
social ekonomi yang terbatas dan tidak sempurna dengan Dzat yang sempurna seta tidak
terbatas, yakni ALLAH SWT. Ada pun implemantasinya dalam konteks ekonomi islam
bahwa segal aktivitas ekonomi yang berlandaskan pada aqidah ketauhidan dipercaya
berasal dari Allah dan bertunjuan akhir juga untuk Allah semata. Manusia tidak memiliki
kedudukan yang mutlak terhadap pemanfaatan dan pendistribusian sumber-sumber
ekonomi dengan sekehendak hatinya.
2.

Landasan keadilan dan kesejajaran


Adil disini salah satu dari nilai-nilai ekonomi yang ditetapkan dalam islam. Dan

merupakan landasan yang berkaitan langsung dengan pembagian menfaat kepada semua
komponen dan pihak yang terlibat dalam usaha ekonomi. Landasan kesejajaran berkaitan
dengan kewajiban terjadinya sirkulasi kekayaan pada semua anggota masyarakat dan
mencegah terjadinya konsentrasi ekonomi hanya pada segelintir orang.
3.

Landasan kehendak bebas


Manusia diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk memilih satu dari 2 pilihan,

yaitu dengan menaati ketentuan Allah untuk membuat pilihan yang benar ataukah
melawan ketentuan Allah dengan membuat pilihan yang salah. Dalam konsep Islam,
kebebasan individu sifatnya sangat relative karena kebebasan mutlak adalah hak dan
milik Allah. Sebagaimana firman Allah yang menolak kebebasan mutlak manusia.
Ketahuilah,sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena
dia melihat dirinya serba cukup.(QS.akAlaq[96]:6-7)
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan
filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan
manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya,
yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas).
Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas

apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya.
Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini
karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi
akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam
bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang
bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap
sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika
oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan
totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan
kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam,
pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh
kegiatan kita didunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih
keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat
Al-Qur'an.
Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun
duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda : Barangsiapa yang menginginkan
dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka
hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya
dia berilmu."
Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping
persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang
tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal
mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam
maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat
kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang
dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun
dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan
kebahagian dunia dan akhirat sekaligus.

Resume 2

Manajemen Investasi dalam Perspektif Konvensional


Manajemen Investasi
Perbedaan mendasar manajemen investasi Islam dengan konvensional adalah
pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi berdasarkan syariah
ini mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif. Screening pada aspek kualitatif meliputi
penilaian terhadap content assets; 1) apakah perusahaan bergerak dalam sektor yang
dilarang atau tidak; 2) apakah dalam praktiknya menggunakan unsur-unsur riba; 3)
apakah praktiknya mengandung maysr dan gharr. 4) apakah emiten memproduksi,
mendistribusikan dan menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat
mudarat. Proses ini akan menyingkirkan berbagai kegiatan saham/investasi yang
memiliki aktifitas haram seperti pemungutan riba, gharr, minuman keras, judi, daging
babi, dan seterusnya.
Investasi Dalam Perspektif Islam
Sebagaimana telah dikemukakan, Islam sangat mendorong dan menganjurkan
mengembangkan harta melalui kegiatan investasi. Sebaliknya, Islam melarang
mendiamkan harta, termasuk modal sehingga tidak produktif. Islam melarang menimbun
harta dan menumpuk harta kekayaan (QS. Al-Humazah : 1-3). Karena tindakan seperti itu
menyia-nyiakan karunia Allah dari fungsi yang sebenarnya dan secara ekonomi
membahayakan karena menghambat pertumbuhan modal.
Terhambatnya pertumbuhan modal akan menurunkan jumlah modal kerja yang
tersedia untuk investasi. Hal ini juga berarti menghambat pembangunan ekonomi di suatu
Negara.[3] Adanya

pelarangan

penumpukan

dan

menimbunan

kekayaan

itu,

mengharuskan agar kekayaan tersebut diputar (QS. Al.Hasyr : 7).


Menurut Charpa (2000) kewajiban tersebut menjadi lebih kuat bila umat Islam
menyadari bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri melakukan upaya-upaya produktif dan
investasi dengan sabdanya : Jika seorang Muslim menanam pohon atau menghidupkan

ladang dan ada burung atau orang atau binatang memakan dari padanya, hal ini akan
dihitung sebagai amal sedekah baginya.
Khalifah Umuar bin Khaththab juga pernah berkata, Siapa saja yang mempunyai
kekayaan hendaknya mengembangkannya dan siapa saja yang mempunyai tanah,
hendaknya menanaminya. Dari beberapa landasan hukum tersebut nampak jelas bahwa
investasi atau kegiatan produktif lainnya sangatlah dianjurkan dalam Islam demi
tercapainya tujuan syariah (maqashid Al-Syariah) yaitu kemaslahatan.
Keputusan seorang Muslim untuk melakukan investasi pada suatu bidang usaha
tertentu didasarkan atas inisiatif sendiri, bukan karena paksaan. Demikian juga mitra
kerja bekerja sama atas inisiatifnya sendiri. Dengan demikian, aktivitas investasi tersebut
akan jauh dari unsur-unsur paksaan, aniaya dan zalim menzalimi (QS. An-Nisa : 29 dan
Al-Baqarah : 279).
Skema Investasi Syariah terdiri dari:
1.
2.
3.
4.

Skema bagi hasil : musyakarah (join venture) dan mudharabah (full financing);
Skema jual beli (murabahah);
Skema sewa (ijarah)
Skema sewa plus jual beli.
Musyarakah adalah skema investasi syariah melalui pengelolaan usaha bersama

dengan penggabungan modal antara pengelola usaha maupun investor, sedangkan


mudharabah adalah skema investasi syariah melalui pengelolaan usaha dengan
permodalan penuh dari investor kepada pengelola usaha. Investor mempercayakan
sejumlah modal usaha kepada pengelola usaha dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan.
Aneka investasi Islami yang dapat dipilih sebagai berikut :
1. investasi ke dalam produk keuangan seperti produk bank Islam, tabungan /
deposito, asuransi, pasar modal, reksadana, saham, dan obligasi
2. investasi ke dalam property dengan skema jual beli maupun hasil sewa;
3. investasi ke dalam logam mulia / emas dan batu mulia melalui skema jual beli;
dan
4. Investasi ke dalam usaha yang dijalankan dengan prinsip syariah baik yang
dikelola sendiri ataupun menitipkan modal pada usaha pihak lain.

Walaupun Islam mendorong umat Islam untuk melakukan investasi, namun tidak
berarti semua bidang usaha diperbolehkan dalam berinvestasi. Islam membatasi bidangbidang yang boleh umat berinvestasi. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan manusia
dari kegiatan yang membahayakan masyarakat (Afzalurrahman, 2000).
Islam melarang umat Islam berinvestasi di bidang yang diharamkan, baik haram
karena bendanya (miras, narkoba, dan lain-lain) maupun haram karena hukumnya (ada
unsur tadlis, gharar, maysir, dan riba).

Resume 3

Investasi Murabahah

1. Pengertian
Al murabahah Adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah di bank syariah,
membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Penjualan dapat dilakukan secara tunai tau kredit, jika secara kredit harus dipisahkan
antara keuntungan dan harga peroleh. Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad,
kalau terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar
karma lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana
kebajikan. Arthafarm membuka peluang kerja sama merabahah dengan maksud untuk
membantu pembiayaan pertanian pertenakan dan perdagangan.
Contoh deposit investor Rp.2.000.000,- dibelikan pupuk dengan akad jual beli dan
sepakat keuntungannya Rp.200.000 pembayaran setelah 3 bulan maka investor akan
menerima Rp.2.100.000,- arthafam Rp.80.000,- dan zakat Rp.20.000,-

2. Landasan
a. al-Quran
....Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (al-Baqarah:275)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu (larangan
membunuh diri sendiri mencakup juga membunuh orang lain, sebab membunuh orang
lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan);
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S. al-Nisa : 29)

b. al-Hadits

Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (murabahah),
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk di
jual. (HR. Ibnu Majah)
pedagang yang jujur dan terpercaya, maka dia bersama Nabi, orang-orang yang
jujur dan para syuhada. (HR. Tirmidzi)
3. Syarat
a. Syarat yang berakad (baiu dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan
terpaksa
b. Barang yang diperjualbelikan (mabi) tidak termasuk barang yang haram dan jenis
maupun jumlahnya jelas
c. Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan
komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas
d. Pernyataa serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara
spesifik pihak-pihak yang berakad
Keunggulan Murabahah
1. Akadnya jual beli yang menerangkan keuntungan dan modal.
2. Transaksi jual beli saling ridho kedua belah pihak.
3. Biaya wakalah manajemen arthafarm 40% dari keuntungan bersih investor jika
manajemen juga tidak memperoleh.
4. Bernilai ibadah membantu memperkokoh ekonomi lemah dan saling mengingat
untuk bisnis dan beribadah yang sejalan.
5. Tanpa disadar setiap bisnis arthafarm brkomitmen 10% santunan anak yatim
bahkan kadang lebih jika pendapatan besar.
6. Keuntungan disepakati diawal akad
7. Minimal deposit ringan Rp.2.000.000,- dan biaya administrasi Rp.18.000 untuk
materal dan surat ke alamat investor hanya dibayar sekali selama memiliki aset
diarthafarm.
8. Investor memiliki aset real seperti jual beli terikat tanah, sawah, kebun sawit dan
lain-lain.
9. Dana investor bisa langsung ditarik jika tidak terpakai untuk bermudharabah
10. Bisa bermudharabah dengan investor seluruh indonesia bahkan dunia karena
dimanajemen dan dapat dipantau secara online.

1.
2.
3.
4.
5.

Persyaratan
Data sesuai KTP
Nomor identitas
Alamat lengkap untuk pengiriman surat perjanjian
Biaya administrasi Rp.18.000,Deposit minimal Rp.2.000.000,-

Sebelum berinvestasi niat investor dan manajemen adalah ibadah, memeberikan


manfaat untuk roda ekonomi yang adil dengan sistem syariah islam dalam mencari rezeki
dan karunia.

Resume 4

Investasi Salam dan Istishna

Salaam

PENGERTIAN BAIUS SALAM (JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)


Kata salam berasal dari kata at-taslm ()(. Kata ini semakna dengan as-salaf ()(
yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil dikemudian hari.
Pengertian

ini

terkandung

dalam

firman

Allh

Subhanahu

wa

Taala

(kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang

telah

kamu

kerjakan

pada

hari-hari

yang

telah

lalu".[al-Hqqah/69:24]

Menurut para Ulama, definisi baius salam yaitu jual beli barang yang disifati (dengan
kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan (penjual) dengan pembayaran kontan
dimajlis akad.[2] Dengan istilah lain, baius salam adalah akad pemesanan suatu barang
dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad
berlangsung.
Dengan demikian, baius salam memiliki kriteria khusus bila dibandingkan dengan
jenis jual beli lainnya, diantaranya:

1. Pembayaran dilakukan didepan (kontan di tempat akad), oleh karena itu jual beli ini
dinamakan juga as-salaf.
2. Serah terima barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan dalam majlis akad
Para ulama sering mengungkapkan proses akad jual beli semacam ini dengan
ungkapan, Zaid seorang menyerahkan seribu dinar kepada Ali supaya Ali menyerahkan
lima ton beras kepadanya. Pembeli, yaitu Zaid dinamakan al-muslim atau al-muslif atau
Rabbus Salam. Sedangkan penjual yaitu Ali dinamakan al-muslam Ilaihi atau al-muslaf
Ilaihi. Sementara pembayaran kontan yaitu seribu dinar dinamakan rasu mlis salam
(Modal Salam) dan barang yang dipesan yaitu beras dinamakan al-muslam fihi atau
Dainus Salam (hutang salam).
HUKUM

BAIUS

SALAM

(JUAL

BELI

SISTEM

PESAN)

Jual beli sistem ini diperbolehkan dalam syariat Islam. Ini berdasarkan dalil-dalil dari alQur`n dan sunnah serta ijma dan juga sesuai dengan analogi akal yang benar (alqiysush shahh).
a.

Dalam

al-Qur`n,

Allah

Azza

wa

Jalla

berfirman

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. [al-Baqarah/2:282].

b.

Dalam

hadits

Abdullh

bin

Abbs

Radhiyallahu

anhu

diriwayatkan

Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah
telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya
ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah
c.

pihak)." [Muttafaqun 'alaih]


Para Ulama telah berijm (berkonsensus) tentang kebolehan bai'us salam ini, seperti
diungkapkan Ibnu al-Mundzir t dalam al-Ijma, hlm. 93. Ibnu Qudmah t menguatkan
penukilan ijma ini. Beliau t menyatakan, "Semua ulama yag kami hafal sepakat

d.

menyatakan as-salam itu boleh.


Kebolehan akad jual beli salam (pemesanan) ini juga sesuai dengan analogi akal dan
kemaslahatan manusia. Syaikh Shlih bin Abdillh al-Fauzn hafizhahullhumenjelaskan, Analogi akal dan hikmah mengisyaratkan jual beli ini boleh. Karena
kebutuhan dan kemaslahatan manusia bisa sempurna dengan jual beli salam. Orang yang
membutuhkan uang akan terpenuhi kebutuhannya dengan pembayaran tunai sementara
pembeli beruntung karena bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah dari
umumnya. Jadi, manfaatnya kembali ke kedua pihak.

Istishna
Istishna' ( )adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar
istashna'a-yastashni'u ( - ). Artinya meminta orang lain
untuk membuatkan sesuatu untuknya. Dikatakan : istashna'a fulan
baitan, meminta seseorang untuk membuatkan rumah untuknya.
HAKEKAT AKAD ISTISHNA
Ulama mazhab Hanafi berbeda pendapat tentang hakekat akad
istishna' ini. Sebagian menganggapnya sebagai akad jual-beli barang
yang disertai dengan syarat pengolahan barang yang dibeli, atau

gabungan dari akad salam dan jual-beli jasa (ijarah). Sebagian lainnya
menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual beli. Pada
awal akad istishna', akadnya adalah akad ijarah (jualjasa). Setealh
barang jadi dan pihak kedua selesai dari pekerjaan memproduksi barang
yang di pesan, akadnya berubah menjadi akad jual beli.
Syarat-syarat objek akad menurut Fatwa DSN MUI, yaitu :
a.

Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

b. Penyerahannya dilakukan kemudian.


c.

Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan

d. Pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.


e.
f.

Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati

g. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang missal.

Resume 5

Investasi Mudharabah
Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata dharaba yadhribu dharban
yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho, maka kata ini memiliki
konotasi saling memukul yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para
fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya

dalam al-Quran yang selalu disambung dengan kata depan fi kemudian dihubungkan
dengan al-ardh yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan
penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata qirodh untuk merujuk pola perniagaan
yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal
memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari
labanya.
Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama
memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya
sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan.
Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si
pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan
dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah
pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal.
Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam
al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan qiyas.
Dan orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari keutamaan
Allah (Q.S. Al-Muzammil : 20)
Ayat ini menjelaskan bahwa mudharabah ( berjalan di muka bumi) dengan
tujuan mendapatkan keutamaan dari Allah (rizki). Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
Maka apabila shalat (jumat) telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi
dan carilah keutamaan Allah (Q.S al-Jumah : 10)
Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha mudharabah
karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan
salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu ada dua yaitu Ijab dan Qobul.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun mudharabah ada tiga macam yaitu

Adanya pemilik modal dan mudhorib,

Adanya modal, kerja dan keuntungan,

Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul.

Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu


Mudharabah muthlaqah
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang
dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk
melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
Mudharabah muqoyyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam
penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya
Terkait ras al-ml atau modal maka ada beberapa ketentuan:
1. Modal haruslah aynan (zat harta) dan ada pada waktu akad, tidak boleh berupa utang
atau piutang yang ada di pihak lain.
2. Modal hendaknya dalam bentuk dinar (emas), dirham (perak) atau uang sehingga nilai
nominalnya jelas. Ketentuan ini merupakan jumhur ulama.
3. Jika berupa barang, komidoti, jasa atau manfaat seperti manfaat ruko misalnya, maka
para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya. Jika berupa barang, komoditi
atau manfaat maka harus disepakati nilainya atau dinominalkan pada saat akad.
4. Jumlah modal harus jelas pada saat akad syirkah. Hal ini penting untuk mengetahui
besarnya laba nantinya.

5. Mudharabah tidak sah kecuali modal seluruhnya diserahkan atau menjadi berada
dalam kekuasaan mudharib pada saat akad syirkah. Tidak boleh ada sebagian modal
yang diutang atau diserahkan kemudian. Akad mudharabah mengharuskan hal itu.
Aktivitas finansial (bisnis) yang diakadkan itu dilakukan terhadap modal dan hal itu
langsung berlaku sejak akad dilangsungkan sehingga modal yang diakadkan
seluruhnya harus diserahkan kepada mudharib.

Adapun terkait ar-ribh (laba) maka harus diperhatikan:


1. Besarnya nisbah keuntungan yang menjadi bagian masing-masing syarik,
2. Kerugian finansial hanya menjadi tanggu-ngan modal. Ali bin Abi Thalib berkata:



Kerugian itu berdasarkan harta (modal), sedangkan keuntungan berdasarkan
kesepa-katan mereka (para mitra) (HR Abdurraqaq dan Ibn Abi Syaibah)
Syirkah itu mencakup wakalah dan wakil tidak menjamin dan kerugian hanya
ditanggung pihak yang mewakilkan, kecuali kerugian itu karena kesengajaan wakil.
3. Pembagian laba dilakukan setelah dihitung rugi-labanya dan modal disisihkan
(dikembalikan ke pemodal).

Resume 6

Investasi Musyarakah
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum
dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan
manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai

kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal.
Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan
seluruh sumber daya.
Ketentuannya, antara lain :
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal
berikut :

Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.

Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal.

Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset
dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan
kelalaian yang disengaja.

seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana
untuk kepentingannya sendiri.

Bentuk Musyarakah
Hukum Syirkah

Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir
terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orangorang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad
saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
Allah Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang
bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya
khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam
Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , Aku dan rekan
kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.
Lalu kami didatangi oleh Al Barra bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia
menjawab, Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama
usaha. Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda
menjawab: Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan
yang (diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar.
Rukun Syirkah
Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:
1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
2. Dua pihak yang berakad (aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta,
3. Objek aqad juga disebut maqud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau
pekerjaan.
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh
dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah

Mazhab Hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah
inan,

abdan,

mudharabah,

wujuh

dan

mufawadhah.

Ada pun penjesalan Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang secara syarie
sependapat dengan pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.
1.

Syirkah Inan

Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan
modal dan menjalankan usaha atau bisnis.
2.

Syirkah Abdan

Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan
tenaga(badan) mereka tanpa kerjasama modal.
3.

Syirkah Mudharabah

Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak
menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (AnNabhani, 1990: 152).

Resume 7

Investasi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bit Tamlik


Pengertian Sewa
Sebelum dijelaskan pengertian sewa menyewa dan upah atauijarah, terlebih dahulu
akan dikemukakan mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam
bukunya yang berjudul Fiqih syafiI berpendapat ijarah berarti upah mengupah[1]. Hal ini
terlihat

ketika

beliau

menerangkan

rukun

dan

syarat

upah

mengupah,

yaitumujir dan mustajir (yang memberikan upah dan yang menerima upah), sedang kan
Nor Hasanuddin sebagai penerjemah Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan
makna ijarah dengan sewa menyewa
Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti :
1. Manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk
dikendarai.
2. Manfaat yang berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur bangunan, tukang
tenun, tukang pewarna, penjahit, dll.
3. Manfaat yang berasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor, pembantu
rumah tangga, dll.
Sementara itu, menyewakan pohon untuk dimanfaatkan buahnya, menyewakan
makanan untuk dimakan, dll bukan termasuk kategori ijarah karena barang-barang
tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali barang-barang tersebut akan habis dikonsumsi.
Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :
1. Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang
tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.
2. Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak
mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat
juga disewakan.
3. Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini
setelah dikonsumsi menjadi hilang atau habis.
Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah :

1. Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa),


2. Objek akad, yaitu majur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
3. Sighat yaitu ijab dan qabul.
Syarat Ujrah (fee, bayaran sewa)
1. Harus termasuk dari harta yang halal.
2. Harus diketahui jenis, macam dan satuannya.
3. Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat yang akan disewa untuk
menghindari kemiripan riba fadhl.
4. Kebanyakan ulama membolehkan fee ijarah bukan dengan uang tetapi dalam
bantuk jasa (manfaat lain). Misalnya membayar sewa mobil 1 minggu dengan
mengajar anaknya matematika selama 1 bulan 8 Kali pertemuan.
Al- Ijarah Al-Muntahaia Bit-Tamlik
IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT
tidak sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama
pula dengan leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa
sewa. Dalam IMBT, janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah waad (janji)
yang hukumnya tidak mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan pada
leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee.
Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua pilihan.
Prinsip IMBT
Transaksi IMBT dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna) yang nantinya akan
terjadi perpindahan kepemilikan (hak milik) bisa melalui akad hibah, atau melaui akad jual
beli. IMBT bertujuan untuk mengatasi permasalahan kontemporer yang semakin banyak.
Permasalahan tersebut diantaranya adalah bagaimana seorang nasabah dapat memiliki benda
yang sangat dibutuhkannya dengan cara menyicil dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.

Bentuk Al Ijaroh al muntahia bit Tamlik


Al Ijaroh al muntahia bit Tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang
disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang

mereka tentukan dalam al ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan
dipindahkan.
Ada 2 bentuk IMBT :
a) Ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa
Pilihan untuk menjual barang di akhir massa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila
kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang
dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir masa
periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan
bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki
barang tersebut, ia harus membeli barang tersebut di akhir periode.
b). Ijarah dengan janji untuk memberikan hibah pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil
bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa
yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk
menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian,
bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Aplikasi dalam perbankan
Bank bank islam yang mengoperasikan produk al ijarah dapat melakukan leasing, baik
dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank
bank tersebut lebih banyak menggunakan Al Ijaroh al muntahia bit Tamlik, karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan asset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

Resume 8

Pasar Modal Syariah


(Investasi Saham Syariah)
Sejarah Pasar Modal Syariah
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa
Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya,
Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa
Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000
yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara
syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan sahamsaham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar
modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi
Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus
bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September
2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan
adalah akad mudharabah.
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan
disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk
penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus
2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan
IFR0002.
Pada tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan
terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan
II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Pengenalan Produk Syariah di Pasar Modal

Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek
adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka
atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk
mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal
dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau
syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang
diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah.
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan
oleh:
a. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan
dengan Prinsip-prinsip syariah.
b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya
bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan
Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
i.

kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana


diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:

perjudian dan permainan yang tergolong judi;

perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;

perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;

bank berbasis bunga;

perusahaan pembiayaan berbasis bunga;

jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian(gharar)


dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;

memproduksi,

mendistribusikan,

memperdagangkan

dan/atau

menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi),


barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat;

ii.

melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);

rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih
dari 82%, dan

iii.

rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak
lebih dari 10%.
Sukuk

Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi
syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata
sakk dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu,
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili
bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu/undivided share)
atas:

a. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);


b. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada
maupun yang akan ada;
c. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d. aset proyek tertentu (maujudat masyru muayyan); dan atau
e. kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)

Resume 9

Pasar Modal Syariah


(investasi Obligasi Syariah)
A. Sejarah Sukuk/ Obligasi Syariah
Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah
yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak
abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam
konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak
dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau
note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai
dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari
usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian,
sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam
dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar
kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu
yang

lazim

kontemporer.

dipergunakan

dalam

transaksi

dunia

perbankan

Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC)


kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya
sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA
Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka
waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001.
Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global
Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk
global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
B. Pengertian
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia
keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit
obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar
kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal
jatuh tempo pembayaran.
Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut
seperti

misalnya

identitas

pemegang

obligasi,

pembatasan-

pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit.


Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap
diatas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang
disebut U.S. Treasury securities diterbitkan untuk masa jatuh tempo
10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun
disebut surat utang dan utang dibawah 1 tahun disebut Surat
Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga
10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah yang disebut dengan Surat
Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan
pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN)
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak
ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-

instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments)


ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif
yang dinamakan obligasi syariah. Sebenarnya obligasi yang tidak
dibenarkan itu adalah obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban
membayar bunga (sistem riba).
Di dalam Islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan istilah sukuk.
Merujuk

kepada

Fatwa

Dewan

Syariah

Nasional

No:

32/DSN-

MUI/IX/2002, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka


panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada
pemegang

Obligasi

Syariah

yang

mewajibkan

Emiten

untuk

membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa


bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada
saat jatuh tempo.
Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus
dipenuhi, yakni aktivitas utama (core business) yang halal, dan tidak
bertentangan dengan substansi fatwa DSN.

C. Ketentuan Obligasi Syariah


Ketentuan Umum:
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi
yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan
bunga;
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah

Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang


berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada
pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
Ketentuan Khusus
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh
bertentangan

dengan

syariah

dengan

memper-hatikan

substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang


Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib)
kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal)
harus bersih dari unsur non halal;
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah
sesuai akad yang digunakan;
Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad
yang digunakan.

Resume 10

Pasar Modal Syariah


(Investasi Reksadana)

Pada prinsipnya reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional hanya


saja dalam pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah dipasar
modal. Sesungguhnya berinvestasi merupakan bagian dari Islamic wealth management
yang diklasifikasikan pada Wealth Accumulation (akumulasi kekayaan) tentunya dengan
berlandaskan kepada Alquran dan Hadist dengan nilai-nilai kejujuran, keadilan dan
bermanfaat bagi sesama.
Perkembangan Reksa Dana (RD) Syariah
Pada reksadana syariah (RD Syariah), pemilihan instrument investasi harus
berdasarkan DES (Daftar Efek Syariah) yang diterbitkan oleh DSN-MUI (Dewan Syariah
Nasional- Majelis Ulama Indonesia) yang bekerjasama dengan BAPEPAM-LK. DES
dikeluarkan setahun 2 kali dalam periode akhir Mei dan November. Per 31 Mei 2011, saat
ini baru terdapat 11 SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), Sukuk/Obligasi Syariah
(OS) = 30 seri, Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana Syariah 49
unit (baru 7,75

persen dari seluruh reksa dana yang ada), yang terdiri dari:

Reksa dana Saham Syariah 10 unit;


Reksa dana Campuran Syariah 15 unit;
Reksa dana Pendapatan tetap Syariah 8 unit;
Reksa dana Indeks Syariah 1 unit;
Reksa dana Terproteksi Syariah 3 unit.
Kebijakan Investasi Reksa Dana Syariah
Kebijakan investasi reksa dana syariah yakni hanya berinvestasi pada perusahaan
dengan kategori halal, dan memenuhi rasio keuangan tertentu. Halal yang dimaksud
adalah tidak perusahaan tersebut tidak memproduksi atau menjual sesuatu yang haram
menurut Islam, seperti menjual daging babi, minuman keras, bisnis hiburan maksiat, judi,
pornografi, dsb, tidak merugikan orang banyak, tidak merugikan orang dan bersifat

mudarat (rokok), tidak boleh investasi pada portfolio yang yang bersifat riba (Adanya
bunga), bukan judi (maysir), perdagangan yang tidak disertai penyerahan barang,
perdagangan dengan penawaran dan permintaan palsu (bay al najsy), jual beli
mengandung ketidakpastian (gharar) dan spekulatif, serta transaksi suap (risywah).
Memenuhi rasio keuangan tertentu, maksudnya total utang yang berbasis bunga
dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82 persen (delapan puluh dua per
seratus) yang berarti modal 55 persen dan utang 45 persen, total pendapatan bunga dan
pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue)
dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10 persen.
Kebijakan Investasi reksadana syariah hanya dapat dilakukan pada instrumen
keuangan yang sesuai dengan Syariah Islam, meliputi:
1. Efek Pasar Modal Syariah: Obligasi Syariah (Sukuk); Saham-saham yang masuk
dalam DES (Daftar Efek Syariah), serta efek surat hutang lainnya yang sesuai
dengan prinsip syariah.
2. Instrumen Pasar Uang Syariah: - Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-Bank (SIMA) - Certificate of Deposit
Mudharabah Mutlaqah (CD Mudharabah Mutlaqah) - Certificate of Deposit
Mudharabah Muqayyadah (CD Mudharabah Muqayyadah)
Alasan Investasi Reksa Dana Syariah
Berikut macam-macam alasan orang untuk berinvestasi di Reksa Dana syariah:
ingin berinvestasi di pasar modal tapi waktu terbatas, ingin berinvestasi tapi
pengetahuannya masih belum memadai, sementara kebutuhan investasi tidak boleh
ditunda-tunda, kurang akses atas informasi yang tersedia dipasar modal, ingin
mempunyai return yang optimal atau bahkan mengalahkan return pasar namun dana yang
terbatas, ingin diversifikasi investasi, ingin memenuhi kebutuhan jangka pendek,
menengah atau panjang dan kesemuanya itu untuk mencapai kebebasan financial secara

syariah, ingin berinvestasi tapi sesuai dengan tuntunan agama, alasan lainnya karena
syariah memberikan tingkat stabilitas yang tinggi, dll.
Keuntungan Investasi Reksa Dana Syariah
Berikut beberapa keuntungan jika berinvestasi pada reksa dana syariah antara
lain: - Kemudahan berinvestasi Banyak perusahaan manajer investasi/Asset Management
dengan minimum pembelian Rp 100.000 - Rp 250.000 anda sudah bisa berinvestasi di
Reksa Dana. Saat ini produk reksa dana syariah sudah tersedia sebesar 49 reksadana.
Resiko Investasi Reksa Dana Syariah
Seperti pada reksadana konvensional, investasi pada reksadana syariah pun
mempunyai resiko, antara lain:

Risiko penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB)

Risiko Likuiditas jika terjadi pencairan dalam jumlah yang besar secara
bersamaan

Risiko perubahan ekonomi dan politik dan peraturan perpajakan

Risiko terjadinya wanprestasi

Risiko Pembubaran

Resume 11

Menganalisis Kinerja Investasi Perusahaan


Dalam perjalanan investasi, nilai suatu asset bisa berubah dari waktu ke waktu
akibat perubahan kondisi pasar. Selain itu, sebagai bagian dari proses investasi, investor
perlu memantau dan mengevaluasi kinerja investasi portofolionya untuk melihat sejauh
mana strategi yang dipilihnya bekerja demi tercapainya tujuan investasi.
Pada dasarnya, ada tiga alasan utama mengapa kita perlu mengukur kinerja investasi:

Kinerja

investasi

merupakan

tujuan

dari

proses

investasi.

Dengan mengukur kinerja investasi, maka investor dapat mengukur seberapa


besar pencapaian tujuan investasinya.

Sebagai

feedback

atas

pencapaian

tujuan

investasi.

Pengukuran kinerja memungkinkan investor melakukan evaluasi, di mana hasil


evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik (feedback) atas pencapaian tujuan
investasi. Dengan berbekal umpan balik ini maka investor dapat menentukan
apakah strategi yang dipilihnya sudah tepat, ataukah ia masih perlu melakukan
langkah-langkah penyesuaian guna mencapai tujuan investasinya.

Menghindari

penyimpangan

dari

tujuan

investasi.

Evaluasi kinerja investasi secara berkala dapat membantu menghindari kekeliruan


yang berakibat penyimpangan hasil investasi dari tujuan investasi. Jika memang
terjadi kekeliruan maka investor dapat segera meluruskannya dengan mengubah
strategi investasi atau menyempurnakan proses investasinya.

Faktor-faktor dalam perhitungan kinerja


Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh investor dalam perhitungan kinerja
investasi:

Jenis portofolio investasi

Pedoman dan batasan investasi

Tolok ukur (benchmark)

Jangka waktu dan interval pengukuran

Arus dana masuk/keluar (cash inflow/outflow) selama periode pengukuran

Faktor-faktor eksternal, misalnya perpajakan, kurs mata uang asing, regulasi


pemerintah, dan seterusnya

Pemilihan tolok ukur penting karena investor perlu membandingkan kinerja


portofolionya dengan kinerja tolok ukur. Tolok ukur yang dipilih sebaiknya disesuaikan
dengan asset class portofolio sehingga perbandingannya pun menjadi setara (apple-toapple comparison). Sebagai contoh, portofolio saham dengan batasan investasi 80-100%
di saham dan 0-20% di instrumen pasar uang biasanya menggunakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) sebagai tolok ukurnya. Portofolio obligasi dengan batasan
investasi 80-100% di obligasi pemerintah dan 0-20% di instrumen pasar uang biasanya
menggunakan HSBC Bond Index sebagai tolok ukurnya, sedangkan untuk portofolio
pasar uang bisa digunakan rata-rata bunga deposito atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
sebagai tolok ukur. Untuk portofolio campuran, tolok ukurnya bisa berupa komposit dari
beberapa indeks atau variabel. Misalnya untuk portofolio campuran dengan batasan
investasi 0-20% di instrumen pasar uang, 40-60% di obligasi pemerintah dan 40-60% di
saham bisa digunakan tolok ukur berupa komposit 50% IHSG + 50% HSBC Bond Index.
Metode perhitungan kinerja

Dalam memilih metode perhitungan kinerja investor perlu memahami terlebih


dahulu bahwa metode perhitungan yang dipilih harus dapat mengukur hasil investasi
yang dicapai serta memungkinkan investor untuk membandingkan hasil investasi tersebut
dengan hasil yang dicapai tolok ukur, portofolio lainnya atau pengelola investasi lainnya.
Ada beragam metode perhitungan kinerja investasi dan pada dasarnya metodemetode ini terbagi dalam 2 kelompok: (1) tanpa pertimbangan faktor resiko dan (2)
dengan pertimbangan faktor resiko.

Selain itu ada pula metode perhitungan yang dinamakan Attribution Analysis, di
mana dengan metode ini investor bisa mengidentifikasikan kontribusi dari masingmasing sektor atau instrumen investasi relatif terhadap kinerja portofolio secara
keseluruhan. Secara gambling, attribution analysis adalah alat untuk mengukur
mengevaluasi kinerja portofolio yang digunakan untuk menganalisa kemampuan manajer
investasi. Melalui attribution analysis, investor dapat mengidentifikasikan impact dari
keputusan investasi yang dibuat oleh manajer investasi terkait dengan kebijakan investasi
secara keseluruhan, alokasi aset (asset allocation), pemilihan instrumen investasi and
kegiatan transaksi. Dengan membandingkan kinerja portofolio dengan tolok ukurnya,
maka dapat diketahui apakah sang manajer investasi benar-benar mumpuni atau sekedar
sedang beruntung saja pada periode tersebut. Attribution analysis biasanya digunakan
oleh para investor institusi untuk mengidentifikasikan para manajer investasi yang terbaik
yang bisa membantu memaksimalkan kinerja portofolio mereka. by individuals.

Dalam artikel kali ini penulis hanya akan membahas metode perhitungan tanpa
pertimbangan faktor resiko. Pembahasan mengenai metode penghitungan dengan
pertimbangan faktor resiko akan dibahas dalam artikel berikutnya.

Resume 12

Konsep, jenis dan Pengukuran Return dan Risiko


Investasi Syariah

Resume 13

Prospek Keuangan dan Investasi Syariah Global


Industri keuangan syariah dapat menjadi alternatif dari sistem keuangan konvensional
karena memiliki sejumlah keunggulan seperti pro sektor riil serta menjunjung etika dan
moral. Untuk lebih memberi kontribusi pada perekonomian, porsi skim musyarakah perlu
diperbesar.
Krisis di industri finansial global yang berulang kali terjadi menandakan rapuhnya
fondasi sistem tersebut. Percepatan arus keuangan yang terjadi ternyata bersifat
gelembung karena tidak terkait dengan sektor riil.
Selain itu, inovasi produk yang merusak dan minimnya ikatan moral serta etika menjadi
sumber dari krisis. Fakta terbaru adalah ketika terjadi krisis subprime mortgage di
Amerika Serikat yang dampaknya masih terasa hingga kini. Alan Greenspan, mantan
ssGubernur bank sentral AS, The Fed, pernah menuding keserakahan pelaku industri
finansial sebagai penyebab utama krisis tersebut.

Savas Alpay, Director General of The Statistical, Economic and Social Research and
Training Centre for Islamic Countries (SESRIC) mengatakan, untuk membangun industri
finansial global yang stabil dan berkelanjutan dibutuhkan aspek moral dan etika. Hal itu
sejalan dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.
Paska krisis global, sistem keuangan syariah memiliki kesempatan menjadi alternatif
untuk

memperbaiki

fondasi

di

industri

keuangan,

ujarnya.

Keterkaitan dengan sektor riil menjadi salah satu keunggulan dari sistem keuangan
syariah. Sehingga pertumbuhan yang terjadi lebih stabil dan sustainable. Selain itu, dalam
operasionalnya keuangan syariah harus menjunjung moral dan etika. Keunggulan lainnya
adalah menekankan pada pembiayaan berbasis ekuitas ketimbang pembiayaan dari utang.

Savas menyarankan, untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah yang


berkelanjutan, stabil, dan dapat mendorong sektor ekonomi produktif, pelaku industri
mesti memperbesar pembiayaan berbasis mudharabah dan musyarakah. Padahal, saat ini
mayoritas pembiayaan perbankan syariah di Indonesia menggunakan akad murabahah
(jual

beli).

Menurutnya, porsi pembiayaan musyarakah yang berbasis pada modal akan mendorong
tumbuhnya wirausaha, mengurangi risiko dan memperdalam akses finansial dan fungsi
intermediasi. Dengan begitu, roda ekonomi di sektor riil akan lebih terpacu sebagaimana
menjadi tujuan keuangan syariah. Akad musyakarah akan lebih meningkatkan akselerasi
sektor

riil,

kata

Savas.

Jika dilihat secara teoritis, keuangan syariah memiliki sejumlah kelebihan dibanding
konvensional seperti efisien, lebih stabil, mendorong sektor riil, dan mengurangi
ketidaksempurnaan pasar berupa informasi yang tidak simetris.
Keunggulan itu jika direalisasikan dengan benar akan memberi dampak positif, tidak saja
terhadap sektor keuangan tetapi sistem perekonomian secara keseluruhan. Sebagai sistem

yang bersumber dari yang transendental, keuangan syariah seharusnya dapat berperan
lebih besar dalam menangani kerapuhan pada sistem konvensional yang ada saat ini.
Mabid Ali Al Jarhi, Profesor Ekonomi dan Keuangan Islam di Universitas Hamad Bin
Khalifa Doha Qatar mengatakan, sayangnya para praktisi keuangan syariah seperti bankir
syariah kurang mengeksplorasi kelebihan tersebut. Praktisi syariah justru hanya
mengadopsi

model

di

konvensional,

ujarnya.

Untuk mengarahkan agar pelaku keuangan syariah lebih berorientasi pada keunggulan
sistem syariah, diperlukan regulasi yang mengaturnya. Di banyak negara, peraturan
terhadap keuangan syariah berbeda-beda. Regulasi yang dikeluarkan pemerintah ada
yang memperlakukan keuangan syariah sama dengan konvensional dan ada pula yang
berbeda.
Dalam konteks Indonesia, keuangan syariah dalam hal ini perbankan memiliki regulasi
yang berbeda dengan perbankan konvensional seperti diatur dalam Undang-Undang
tentang Perbankan Syariah Tahun 2008. Regulasi yang menyamaratakan keuangan
syariah dengan konvensional akan merugikan perkembangan keuangan syariah itu
sendiri.
Selain itu, kemunculan keuangan syariah di beberapa negara diinisiasi oleh
masyarakatnya (private sector) tanpa intervensi pemerintah. Meski demikian, sejarah
membuktikan

bahwa

lembaga

keuangan

syariah

tetap

dapat

eksis.

Menurut Mabid Ali, dalam pengawasan aspek syariah pun berbeda-beda di tiap negara.
Di Indonesia pengawasan syariah dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI) yang bersifat independen terhadap negara. Sedangkan di banyak
negara Timur Tengah, pengawas syariahnya merupakan subordinat dari negara. Sehingga
Indonesia dinilai lebih independen dalam memutuskan kesyariahan pelayanan atau poduk
keuangan

syariah

dibanding

negara

lainnya.

Sistem keuangan syariah, kata Mabid Ali, juga memberi keuntungan bagi nasabah dan
bank. Sebab, proses seleksi pembiayaan dilakukan dengan transparan. Oleh karena itu,
peraturan bank syariah harus memastikan prosedur pembiayaan kepada nasabah
dilakukan dengan teliti dan transparan.
Apalagi jika pembiayaan yang diberikan skimnya adalah mudharabah. Perbankan harus
memastikan screening bagi mudharib dilakukan dengan benar karena risiko pembiayaan
sepenuhnya ditanggung pihak bank. Sebab, bank memberikan sepenuhnya pembiayaan
pada

suatu

proyek.

Dengan aneka ragam akad yang dimiliki keuangan syariah, seharusnya dapat mendukung
aktivitas perekonomian. Oleh karena itu, inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat perlu terus digali.

Anda mungkin juga menyukai