Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Ekonomi Makro Islam


Tentang

Hutang Negara perspektif Ekonomi Islam

Disusun Oleh:

Oleh:
Adriansyah
Nim : 2020030011

Dosen pengampu
Dr. Rozalinda, M.Ag
Ahmad Wira, M.Ag, M.Si, Ph.D

PRODI EKONOMI SYARIAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2021 M/1442 H

0
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan

oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh

rakyat bangsa tersebut. Dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi ini pemerintah

berusaha memanfaatkan seluruh sumber daya ekonomi yang mampu dimanfaatkan

untuk memacu pertumbuhan ekonomi tersebut demi tercapainya kesejahteraan

masyarakatnya. Setelah memcoba memanfaatkan yang ada, namun jika masih terjadi

kekurang maka pemerintah negara-negara tersebut harus mendatangkan sumber daya

ekonomi dari Negara lain untuk dapat memberikan dukungan yang cukup bagi

pelaksanaan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Pilihan berat yang tak dapat dielakkan pemerintah adalah mendatangkan

investor dari negeri lain atau mendapatkan suntikan dana berupa pinjaman atau

hutang luar negeri. Kalau kita lihat hutang atau pinjaman yang diberikan suatu

negara/lembaga luar negeri yang diterima hampir seluruh negara pengutang hampir

tidak ada yang lepas dari bunga ribawi dan tekanan politik berupa perjanjian-

perjanjian yang mengikat yang cenderung merugikan negara peminjam tersebut.

Dampak dari utang luar negeri pemerintah tersebut memaksa masyarakat

harus menanggung beban pembayaran hutang tersebut dari semakin meningkatnya

jumlah pajak dan pembayaran lain yang ditarik pemerintah kepada masyarakat.

Disamping itu juga, dampak dari peningkatan utang luar negeri ini menyebabkan nilai

1
tukar mata uang dalam negeri merosot dibanding dengan mata uang negara lain, yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya hidup masyarakat dari

waktu ke waktu secara berkelanjutan yang menyebabkan masyarakat semakin sulit

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa-apa saja yang menyebabkan suatu negara melakukan hutang?

2. Bagaimana pandangan ekonom muslim terhadap negara yang

berhutang?

3. Bagaimana potret hutang negara Republik Indonesia saat sekarang ini?

4. Bagaimana dampak negara berhutang?

5. Bagaimana solusi ekonomi islam terhadap negara berhutang?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui kondisi apa saja yang menyebabkan suatu negara

melakukan hutang

2. Untuk mengetahui pandangan-pandangan ekonom muslim terhadap

hutang suatu negara dan negara yang melakukan hutang

3. Untuk mengetahui potret dan kondisi hutang negara khususnya negara

indonesia pada saat sekarang ini

4. Untuk mengetahui dampak apa saja yang dialami oleh negara yang

berhutang baik secara ekonomi dan politis ataupun dari sisi lainnya

2
5. Untuk mengetahui bagaimana solusi atau jalan keluar yang diberikan

islam untuk negara berhutang dan solusi supaya negara tidak melakukan

hutang.

3
BAB II
UTANG NEGARA (PINJAMAN LUAR NEGERI)

Utang adalah perkara yang hampir tidak ada satupun manusia di dalam

kehidupan yang bebas dari perkara ini. Termasuk juga suatu bangsa atau negara

dalam mengelola kehidupan bangsa dan negara yang dikelola oleh pemerintahan

negaranya. Maka dalam pengelolaan negara demi tercapaina pembangunan nasional

yang baik maka tentu sangat diperlukan sumber daya ekonomi yang memadai. Jika

sumber ekonomi tersebut tidak memadai maka dengan terpaksa negara tersebut

mencari sumber ekonomi lain termasuk mendatangkan dana dari luar negeri berupa

pinjaman dalam bentuk utang yang bermacam ragam kriteria dan syarat yang

diajukan oleh sang pemberi utang kreditur).

Utang luar negeri didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang

berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non

resident).1 Sedangkan menurut Suparmoko Utang luar negeri adalah utang atau

pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga dari negara lain.2.

Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban

membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam

Rupiah.3Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh

pemerintah negara-negara maju atau badan-badan Internasional yang khusus dibentuk

1
Bank Indonesia. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Vol. VII Mei, (Jakarta: Bank
Indonesia, 2016), h. iii
2
Suparmoko, Keuangan Negara:Dalam Teori Dan Praktek, Edisi ke-5, Cet. Ke-3
(Yogyakarta: BPFE, 2000), h. 243
3
Muhammad Iqbal Maulidi. Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1999-2011 (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah,
2013), h. 20

4
untuk memberikan pinjaman semacam itu dengan kewajiban untuk membayar

kembali dan membayar bunga pinjaman tersebut.4

A. Kondisi yang menyebabkan negara berhutang

Hutang luar negeri bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi Indonesia selaku

Negara berkembang. Sejarah telah membuktikan bahwa setiap masa pemerintahan

dimulai dari Presiden Soekarno hingga presiden saat ini yaitu Joko Widodo,

Indonesia masih belum lepas dari riwayat utang luar negeri

Tidak semua negara yang digolongkan dalam kelompok negara berkembang

merupakan negara miskin termasuk indonesia, dalam arti tidak memiliki sumberdaya

ekonomi. Banyak negara dunia berkembang yang justru memiliki kelimpahan

sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Masalahnya adalah kelimpahan

sumberdaya alam tersebut masih bersifat potensial, artinya belum diambil dan

didayagunakan secara optimal. Sedangkan sumberdaya manusianya yang besar,

belum sepenuhnya dipersiapkan, dalam arti pendidikan dan ketrampilannya, untuk

mampu menjadi pelaku pembangunan yang berkualitas dan berproduktivitas tinggi.5

Pada kondisi yang seperti itu, maka sangatlah dibutuhkan adanya sumberdaya

modal yang dapat digunakan sebagai katalisator pembangunan, agar pembangunan

ekonomi dapat berjalan dengan lebih baik, lebih cepat, dan berkelanjutan. Dengan

4
Zulkarnain djamin, Masalah Utang Luar Negeri Bagi Negara-Negara Berkembang Dan
Bagaimana Indonesia Mengatasinya, (Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1996), h. 19
5
Adwin Surya Atmadja, Jurnal akutansi dan keuangan, vol 2, no 1 hal.85

5
adanya sumberdaya modal, maka semua potensi kelimpahan sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia dimungkinkan untuk lebih didayagunakan dan dikembangkan.

Pada banyak negara yang sedang berkembang, modal asing seolah-olah telah

menjadi salah satu modal pembangunan yang diandalkan. Bahkan, beberapa negara

saling berlomba untuk dapat menarik modal asing sebanyak-banyaknya dengan cara

menyediakan berbagai fasilitas yang menguntungkan bagi para investor dan kreditur

Sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, pada negara berkembang

utang luar negeri dibutuhkan untuk menutupi 3 (tiga) defisit, yaitu kesenjangan

tabungan investasi, defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan. Menurut

Tambunan6, tingginya Utang Luar Negeri (ULN) di suatu negara disebabkan oleh tiga

jenis defisit :

1. Defisit transaksi berjalan (TB) yakni ekspor (X) lebih sedikit daripada impor

(M);

2. Defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai

investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan nasional atau

domestik (S);

3. Defisit anggaran (fiskal) atau G – T (fiscal gap)

Dari faktor-faktor tersebut, defisit transaksi berjalan (TB) sering disebut di dalam

literatur sebagai penyebab utama membengkaknya utang luar negeri (ULN) dari

banyak negara berkembang. Besarnya defisit transaksi berjalan (TB) melebihi

6
Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran : Teori dan Empiris,
(Jakarta : LP3ES, 2001), h. 249.

6
surplus neraca modal (CA) (kalau saldonya memang positif) mengakibatkan defisit

neraca pembayaran (BoP), yang berarti juga cadangan devisa (CD) berkurang.

Apabila saldo transaksi berjalan (TB) setiap tahun negatif, maka cadangan devisa

(CD) dengan sendirinya akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya

modal investasi dari luar negeri), seperti yang dialami oleh negara-negara paling

miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat dibutuhkan terutama untuk membiayai

impor barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi di

dalam negeri. Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa defisit transaksi berjalan (TB)

yang terjadi terus menerus membuat banyak negara-negara berkembang harus

bergantung pada utang luar negeri (ULN), terutama negara-negara yang kondisi

ekonominya tidak mengairahkan investor-investor asing sehingga sulit bagi negara-

negara tersebut untuk mensubtitusikan ULN dengan investasi, misalnya dalam bentuk

penanaman modal asing (PMA).

B. Pandangan ekonom muslim terhadap Negara berutang

Jika kita lihat hutang tidak akan pernah mendatangkan kebaikan bagi sipeminjam

(debitur), jika para pemberi pinjaman(kreditur) memberikan pinjaman bukan karena

ta’awun (tolong menolong) yang tak mengharapkan apapun kecuali kebaikan bagi

sipeminjam tersebut. Apalagi pinjaman yang mengharapkan untung kembali. Maka

dipastikan itu bukanlah dalam rangka kebaikan untuk diri debitur kecuali hanya akan

menjatuhkan dirinya kepada nista yang lebih teruk lagi.

Secara umum terdapat dua pandangan tentang utang luar negeri sebagai alternatif

menutup defisit anggaran negara:

7
Pandangan pertama menganggap bahwa external financing merupakan hal yang

diperbolehkan dalam Islam, meskipun bentuk dan mekanismenya memerlukan

modifikasi. dasarnya membolehkan adalah adanya budged deficit yang ditutup

dengan external financing, sepanjang bentuk dan mekanismenya disesuaikan dengan

Syariah. Pandangan tersebut dilatar belakangi oleh konsep dan fakta historis bahwa

kerjasama dengan pihak lain dalam suatu usaha diperbolehkan, bahkan dianjurkan.

Bentuk-bentuk kerjasama yang diperkenankan dalam Syariah, seperti Mudharabah,

Musyarakah, Murabahah, dan lain-lain, dapat dikembangkan sebagai bentuk external

financing dalam anggaran negara. Bentuk-bentuk ini pada prinsipnya lebih bersifat

flow creating equity daripada flow creating debt, dimana mulai banyak

diimplementasikan oleh lembaga-lembaga keuangan Internasional. Islamic

Development Bank (IDB) telah banyak membiayai proyek di Negara-negara Islam

dengan skema ini.

Pandangan kedua menganggap bahwa negara Islam tidak selayaknya mencari

utang luar negeri sebagai penutup saving gap-nya.7Pandangan ini sebenarnya lebih

dikarenakan pertimbangan faktual dan preventif, dimana keterlibatan Negara-negara

Islam dalam utang luar negeri pasti akan berinteraksi dengan sistem bunga. Dalam

perspektif Islam, bunga8 (apapun motifnya-produksi-konsumsi, berapapun besar-

tinggi atau berlipat-lipat atau rendah) dipandang sebagai riba, dan karenanya dilarang

oleh Agama dengan tegas.hal ini akan menjerumuskan dalam berbagai bentuk

transaksi riba yang dilarang oleh Agama. Dengan demikian, maka sebaiknya negara

7
Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1992), h. 237-238
8
A. Azhar Basyir, Riba Utang Piutang dan Gadai, (Yogyakarta: PT Al-Ma’arif, 1983), h. 12.

8
Islam tidak memiliki utang luar negeri. Dalam fakta, bunga utang luar negeri juga

telah menjadi beban yang berat bagi Negara-negara debitur.

Sejarah perekonomian masa Rasulullah SAW menunjukkan bahwa defisit

anggaran hanya pernah terjadi pada saat penaklukan Mekkah (Fathu al-Makkah),

tetapi segera dilunasi pada periode perang Hunain. Kebanyakan anggaran negara

waktu itu seimbang atau surplus, sebagaimana kemudian diikuti oleh

khulafaurrasyidin pada masa berikutnya. Pertimbangan utama keseimbangan

anggaran saat itu adalah prinsip kesederhanaan dan kemampuan sebagaimana dalam

ajaran Islam. Prinsip yang telah digariskan Al-Qur’an adalah tidak membebani

kepada manusia kecuali hanya sebatas kemampuannya saja.

C. Potret Utang Negara Indonesia Saat Ini

Berdasarkan laporan Kontan.co.id, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi

Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 sebesar US$ 420,7 miliar atau

lebih tinggi dari posisi bulan desember 2020 yang sebesar US$ 417,5 miliar. Terdiri

dari utang luar negeri sektor publik (pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 213,6

miliar) dan utang luar negeri sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 207,1

miliar9

9
Kontan.co.id. diakses pada tanggal15 april 2021 puul 22.00

9
D. Dampak Negara berutang

Kenen (1990) dan Sachcs (1990) dalam Sritua Arief (1998) mengatakan bahwa

hutang luar negeri telah menimbulkan perlambatan pertumbuhan ekonomi bagi

negara penghutang besar, bahkan lebih jauh lagi hutang luar negeri telah membawa

banyak negara berkembang penghutang besar tersebut masuk ke dalam perangkap

utang (debt trap) dan ketergantungan hutang (debt overhang). Sedangkan menerut

Susan George (1992), utang luar negeri secara pragmatis justru menjadi bomerang

bagi negara penerima (debitur). Perekonomian di negara-negara penerima utang tidak

menjadi semakin baik, melainkan bisa semakin hancur.Sementara itu yang

mendukung argumen lain tentang dampak hutang luar negeri terhadap pertumbuhan

ekonomi seperti Cohen (1993), Bulow dan Rogof (1990), menyimpulkan hutang luar

negeri telah menjadi salah faktor yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi negaranegara berkembang. Sedangkan penelitian Chowdurry dan Levy

(1997) sebagaimana dikutip Hendri Anto MB (2001) menyimpulkan di sebagian

negara penghutang, hutang luar negeri berdampak positif terhadap pertumbuhan

ekonomi dan di sebagian lagi tidak.10

Studi yang dilakukan oleh Sachs dan Collins mengenai utang luar negeri negara-

negara berkembang dan pengaruhnya terhadap kinerja ekonomi (economic

performance) Bagi negara-negara berkembang, utang memiliki pengaruh signifikan

10
Syaparuddin dkk, pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,
Malaysia, Thailand,Filipina,Vietnam dan Burma 1990-2003, jurnal paradigma ekonomika, vol 10,no
01 april 2015

10
terhadap kinerja ekonomi. Artinya, kinerja ekonomi akan melemah karena digerogoti

oleh pembayaran cicilan pokok utang plus bunganya.11

Menurut Atmadja adapun konskuensi atau dampak dari kebijakan pemerintah

dalammenarik hutang luar negeri yaitu:

1. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup desisit APBN, dan

jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan

pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah

untukmelaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih

besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary

effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi

fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan

nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan

perkapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi.

Dengan meningkatnya pendapatan perkapita berarti meningkatkan

kemakmuran masyarakat.

2. Dalam jangka panjang, hutang luar negeri dapat menimbulkan

permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur itu sendiri. Disamping

beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali,

11
Sachs, Jeffrey D. dan Susan M. Collins (editors). Developing Country Debt and Economic
Performance: Country Studies Indonesia, Korea, Philippines, Turkey, (Volume 3). (Chicago:
University of Chicago Press. 1989)

11
juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat

ketergantungannya dengan bantuan asing.12

E. Solusi ekonomi Islam terhadap Negara berutang

Menurut Beik, hutang mempunyai prinsip tertentu yaitu :

1. Hutang merupakan alternatif terakhir ketika segala usaha untuk mendapatkan

dana secara halal dan tunai mengalami kemandekan. Ada unsur keterpaksaan di

dalamnya dan bukan unsur kebiasaan. Dalam konteks negara, maka apakah

kebijakan hutang yang telah dilakukan pemerintah Indonesia telah memenuhi

unsur keterpaksaan atau justru menjadi kebiasaan.

2. Jika terpaksa berhutang, jangan berhutang di luar kemampuan. Inilah yang

dalam istilah syariah disebut dengan ghalabatid dayn atau terlilit hutang. Hal ini

akan menimbulkan efek yang besar yaitu qahrir rijal. Atau mudah dikendalikan

pihak lain. Oleh karena itu Rasulullah memanjatkan doa agar beliau senantiasa

dilindungi dari penyakit ghalabatid dayn yang akan menyebabkan harga diri

menjadi hilang. Apalgi, jika yang mengendalikan adalah musuh yang mempunyai

niat buruk dan kebencian luar biasa. Dalam konteks negara harus dilihat apakah

selama ini sudah sesuai dengan kemampuan bangsa. 13

3. Jika hutang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Dalam

konteks makro, terkait dengan hubungan antar negara jika Indonesia berusaha

12
Atmadja, 2008. Hutang luar negeri pemerintah Indonesia. Jurnal Akuntansi & Keuangan
Vol. 2, No. 1, Mei 2000: 83 - 94, 2(1),
13
Beik, Irfan Syauqi dan Arsyianti, Laily Dwi, Ekonomi Pembangunan Syariah, ed. Revisi,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2016.

12
melalkukan upaya rescheduling hutang atau bahkan penghapusan hutang maka

upaya tersebut adalah hal yang sah-sah saja apalgi ternyata manfaat hutang

Indonesia selama ini lebih banyak dinikmati asing.

Dengan sistem pinjaman luar negeri saat ini yang berbasis bunga dan dampak

negatif dari utang luar negeri yang dapat terjadi, bukan berarti Negara Islam (secara

demografi) tidak dapat melakukan pembangunan Negara dengan sumber modal

layaknya Negara yang melakukan pinjaman luar negeri. Alternatif sumber

pembiayaan pembangunan di ekonomi Islam dapat diperoleh dari dalam negeri

maupun luar negeri. Sumber dalam negeri dapat menggunakan berbagai instrumen

seperti wakaf dan sukuk, sedangkan sumber luar negeri dapat berupa kerjasama

dengan negera lain berdasarkan akad-akad yang sesuai syariah.

Wakaf merupakan potensi yang sangat baik sebagai sumber modal dimana

wakaf adalah penahanan hak milik atas materi benda untuk tujuan menyedekahkan

manfaat, dengan kata lain wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau harta

yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran

agama Islam. Sifat wakaf adalah memberikan manfaat untuk masyarakat serta

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Infrastruktur yang ingin dibangun dapat

dibiayai dengan mekanisme wakaf, hal tersebut sangat dapat dilakukan mengingat

potensi wakaf di Indonesia yang sangat besar, yaitu sekitar Rp377 triliun atau 4,2

miliar meter persegi tanah. Pembangunan dilakukan dengan cara menggunakan wakaf

tanah sebagai lahan pembangunan infrastruktur dan wakaf tunai yang digunakan

untuk permodalan pembangunan infrastruktur.

13
Sukuk Negara yang saat ini sedang berkembang di Indonesia juga memiliki

potensi yang sangat baik untuk dijadikan sumber utama pembiayaan pembangunan

Negara, dalam dua penerbitan sukuk Negara terakhir, Kementerian Keuangan

(Kemenkeu) melaporkan penerbitan sukuk dalam dua seri tersebut berhasil

menghimpun dana US$3 miliar sekitar Rp39,96 triliun, penerbitan sukuk tersebut

menjadi yang terbesar dunia di luar Negara teluk. Selain itu, saat ini Indonesia pun

dikenal sebagai leading sovereign sukuk issuer in the world sehingga sukuk sangat

dapat dipertimbangkan untuk dijadikan salah satu instrumen fiskal dalam memenuhi

pembiayaan pembangunan.

Pinjaman luar negeri tanpa riba juga dapat dilakukan untuk pembangunan

infrastruktur yang direncanakan pemerintah dengan bentuk kerjasama yang

diperkenankan oleh syariah, seperti mudharabah (profit-loss sharing), musyarakah

(partnership), murabahah dan lain sebagainya. Bentuk ini pada prinsipnya lebih

bersifat flow creating equity dibanding dengan flow creating debt. Saat ini bentuk

tersebut telah dikembangkan oleh lembaga-lembaga internasional, salah satunya

adalah Islamic Development Bank dengan memberikan penyertaan modal yang lebih

konstruktif, proporsional, dan adil dalam kerjasama karena terdapat pembagian

keuntungan dan risiko (Profit-Loss Sharing). 14

Bentuk ini pun berbeda dengan pinjaman berbasis hubungan debitur-kreditur,

dimana negera debitur dapat diatur oleh kreditur dalam kebijakan ekonomi yang

14
Malikul Hafidz Alamsyah dkk. Tinjauan hutang negara dalam perspektif Islam. Journal of
Islamic Economics and Finance Studies Vol. 1 No. 1 (June, 2020), pp. 62 – 81

14
diambil sebagaimana yang terjadi ketika IMF mendikte Indonesia di tahun 1990an,

utang luar negeri melanggar prinsip fair dealing dalam Islam. Dilihat dari proses

yang diutarakan terdahulu, tidak ada proses tawar menawar yang adil dalam

pemberian utang. Tawar-menawar yang terjadi sangat bias ke arah keuntungan

Negara maju dan kerugian bagi Negara penerima.

Dengan beberapa sumber pembiayaan untuk pembangunan Negara tersebut,

hasil yang didapat InsyaAllah tidak hanya berupa pembangunan secara fisik,

melainkan memberikan dampak multi-dimensional yang memberikan kemakmuran

masyarakat yang adil (societal welfare) dengan masuknya variabel berkah dari Allah

Ta’ala. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan

sumber pembiayaan alternatif yang tidak bertentangan dengan syariah dalam

melakukan pembangunan Negara.

Untuk menghindari dampak negatif dari utang luar negeri yang mengandung

unsur riba, maka solusi agar terlepas dari jeratan utang luar negeri yang terdiri dari:

1. Konsep Musyarakah - Adalah percampuran dana untuk tujuan pembagian

keuntungan. Jadi pemerintah Indonesia berbagi modal dengan Bank Islam

dalam sebuah aset riil dan keuntungan yang akan dihasilkan darinya. Maka

dengan adanya konsep Musyarakah ini, akan tercipta kerjasama yang adil.

Jika terjadi kerugian dalam kegiatan proyek atau program maka kerugian

tersebut akan ditanggung bersama. Sebaliknya, jika terdapat keuntungan

dalam transaksi, maka keuntungan tersebut dibagi bersama.

15
2. Konsep Mudharabah - Indonesia mengajukan proposal untuk mengajukan

kegiatan proyek kepada Bank Islam atau sejenisnya dengan pola bagi hasil.

Dalam hal ini bank akan memberikan modal 100% untuk dikelola oleh mitra

kerjanya (Indonesia), dengan perjanjian bahwa jika proyek tersebut

menghasilkan keuntungan akan dibagi menurut porsi yang ditentukan (nisbah)

misal, 67% untuk pemilik modal dan 33% untuk Indonesia.

3. Konsep Jual-beli - Perdagangan yang dilakukan dalam ekonomi Islam dapat

digunakan untuk meraih keuntungan tanpa harus menimbulkan kezhaliman

dan eksploitasi terhadap pihak yang terkait. Solusi diatas dijelaskan agar

pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan Negara lain dengan

menggunakan sistem musyarakah, mudharabah dan jual beli dalam

menciptakan pembangunan ekonomi di Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak

harus melakukan kerjasama dengan berutang kepada Negara lain, karena

ketiga solusi diatas adalah cara yang efektif untuk meningkatkan

pembangunan tanpa adanya riba.

16
BAB III

PENUTUP

Suatu Negara berutang terhadap Negara lain bukanlah suatu hal yang negatif.

Namun berutang itu menjadi suatu masalah besar apabila utang tersebut tidak

membuahkan hasil positif yang lebih besar dari pada nilai utang itu sendiri, yang

akhirnya Negara berutang termasuk Indonesia masih belum mampu melunasi cicilan

utang beserta bunganya. Kondisi ini merugikan Indonesia, bukan saja pemerintah

sebagai peminjam namun masyarakat sebagai pihak yang turut menangung beban

pembayaran utang dan bunganya dengan pembayaran pajak.

Dari fakta-fakta dan data yang telah diuraikan juga, terbukti bahwa secara

teoritis utang luar negeri memang berimplikasi negatif terhadap perekonomian dan

pembangunan Indonesia. Utang luar negeri menjadi kendala fiskal (fiscal burden)

bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi danmembiayai

pembangunan masyarakat melalui instrumen pengeluaran publik untuk menjalankan

fungsi negara terutama di sektor pendidikan, kesehatan, subsidi dan pertahanan

negara. Sementara di sisi lain, Islam tidak melarang utang, karena dalam Islam juga

mengenal hidup saling tolong menolong antar umat.

Namun tolong menolong tersebut tidak diaplikasikan dalam bentuk yang

dilarang Islam. Seperti pemberian bunga/riba, apapun motif, besaran maupun

keperluannya. Transaksi riba melalui utang sangat sulit dilepaskan, karena itu

sebaiknya tidak memiliki utang luar negeri.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Malikul Hafidz dkk. Tinjauan hutang negara dalam perspektif Islam.
Journal of Islamic Economics and Finance Studies Vol. 1 No. 1 (June, 2020)
Atmadja, Adwin Surya, Jurnal akutansi dan keuangan, vol 2, no 1 Tulus Tambunan,
Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran : Teori dan Empiris,
Jakarta : LP3ES, 2001
Basyir, A. Azhar, Riba Utang Piutang dan Gadai, Yogyakarta: PT Al-Ma’arif,1983
Bank Indonesia. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Vol. VII Mei, Jakarta: Bank
Indonesia, 2016
Beik, Irfan Syauqi dan Arsyianti, Laily Dwi, Ekonomi Pembangunan Syariah, ed.
Revisi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2016.
Kontan.co.id. diakses pada tanggal15 april 2021 pukul 22.00
Mannan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1992
Maulidi, Muhammad Iqbal. Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal
Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1999-2011
Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2013
Syaparuddin dkk, Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia, Malaysia, Thailand,Filipina,Vietnam dan Burma 1990-2003,
Jurnal Paradigma Ekonomika, Vol 10,No 01
Sachs, Jeffrey D. dan Susan M. Collins (editors). Developing Country Debt and
Economic Performance: Country Studies Indonesia, Korea, Philippines,
Turkey, (Volume 3). Chicago:University of Chicago Press. 1989
Suparmoko, Keuangan Negara:Dalam Teori Dan Praktek, Edisi ke-5, Cet. Ke-3
Yogyakarta: BPFE, 2000
Zulkarnain djamin, Masalah Utang Luar Negeri Bagi Negara-Negara Berkembang
Dan Bagaimana Indonesia Mengatasinya, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1996

18

Anda mungkin juga menyukai