Anda di halaman 1dari 7

Aleti Nindya Pratiwi (20160420264)

Manajemen Keuangan Syariah B

BAB 5
HARTA DAN AKAD PENGEMBANGAN HARTA

Beragam aset atau portofolio keuangan syari’ah dapat berupa deposito, reksadana, asuransi,
pasar modal dan lain sebagainya menjadi pilian keluarga muslim kelas mengah ke atas dalam
pengelolaan harta.
MANAJEMEN HARTA DALAM ISLAM
Prakik manajemen kekayaan islam (Islamic Wealth Management) atau Perencanaan
Keuangan Islam (Islamic Financial Planning) sejauh ini belum mencerminkan hakikat
pengelolaan kekayaan dalam islam. Nilai-nilai moral dalam akidah dan akhlak, belum
tergambar secara utuh dalam aktifitas industri baru tersebut. Oleh sebab itu, selintas Islamic
Wealth Management terkesan terbatas “pengelolaan harta para pemilik orang kaya untuk
memelihara atau bahkan menggandakan kekayaan mereka secara syariat/halal. Kondisi tentu
akan mengkerdilkan makna Islami Wealth Management terbatas hanya aktivitas muamalah.
Nilai-nilai moral islam yang berkaitan erat dengan harta. Beberapa nilai dari nasehat nabi
yang bisa dijadikan pedoman, yang artinya : “Harta yang baik adalah harta yang berada di
tangan orang shaleh” juga hadist yang artinya : “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang
memberikan manfaat bagi manusia lain”. Berdasarkan nilai-nilai islam ini, orientasi manusia
dalam mengelola hartanya berdasarkan syari’ah islam akan berorientasi utama pada dua hal.
Pertama, pemanfaatan harta tersebut digunakan untuk kelangsungan kehidupan diri dan
keluarga, sebagai sebuah kebutuhan yang wajib berdasarkan kefitrahannya sebagai manusia.
Kedua adalah pemanfaatan harta tersebut bagi manusia diluar keluarga, atau pemanfaatan
yang bermotif pada amal shaleh sebagai alat dalam rangka mendapatkan gelar kemuliaan
dari Tuhan berdasarkan standar-standar yang dikabarkan juga oleh Tuhan.

PEDOMAN DALAM MANAJEMEN HARTA SECARA SYAR’I


Aplikasi ekonomi atau keuangan syar’i yang kualitasnya masih sangat rendah. Aplikasi
keuangan yang hanya fokus pada aplikasi yang bebas dari riba atau judi (spekulasi) adalah
aplikasi minimum dari praktik ekonomi – keuangan syar’i mungkin dapat disebut levelnya
ada pada aplikasi ekonomi halal, tetapi jika praktik ekonomi islam diinginkan naik pada level
selanjutnya yang lebih tinggi (“aplikasi ekonomi islam”), maka etika dan nilai-nilai perilaku
ekonomi dalam islam haruslah mulai dperkenalkan. Perilaku-perilaku seperti mencari harta
bukan ditumpuk tapi untuk memperluas kemanfaatan bagi masyarakat khususnya masyarakat
dhuafa.
Khusus bagi Islamic Wealth Management tau Islamic Financial Planning, harapannya adalah
industri ini menjadi industri yang shaleh, yang memproduksi dan menyebarkan keshalehan
dan semakin membentuk serta melayani golongan orang-orang kaya yang shaleh. Memahami
logika kekayaan berdasarkan prinsip islam, dapat dilakukan menggunakan penjelasan
pemaksimalan kepuasaan (utility function) individu islam dalam mengalokasikan
pendapatannya. Orientasi pendapatan (kekayaan) secara sederhana akan tertuju pada dua
motif. Pertama, orientasi pada alokasi barang dan jasa. Kedua, orientasi pada alokasi amal
shaleh. Seiring dengan maksimalnya alokasi pendapatan untuk amal shaleh, individu tersebut
yakin bahwa Allah akan melipatgandakan rizkinya, sehingga masa yang akan datang garis
budget constraint (M) akan semakin meningkat. Di bawah ini pedoman dalam aplikasi
pengelolaan kekayaan secara islam. Pedomannya dapat dilihat dari aspek :
Mencari Harta
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mecari harta dalam pandangan islam adalah :
1. Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan dan ditujukan untuk Allah (halal
2. dan thayib).
3. Mendukung ibadah dan amal shaleh bukan menghambat ibadah dan amal shaleh.
4. Mempertimbangkan optimalisasi kontribusi secara waktu, tenaga, dan harta bagi
dakwah, masyarakat, dan keluarga.
Membelanjakan Harta
Adapun yang perlu diperhatikan dalam membelanjakan harta dalam pandangan islam, yaitu :
1. Mempertimbangkan kebutuhan dasar
2. Mempertimbangkan kemanfaatan atau optimalisasi amal shaleh, kepentingan dakwah,
dan masyarakat.
3. Mempertimbangkan kepentingan dakwah, masyarakat dan keluarga yang bersifat
mendesak.
Menyisihkan Harta
Manajemen harta adalah mengatur harta untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Oleh karna itu, dua aktivitas berikut ini adalah cara-cara yang digunakan :
1. Menabung
a. Kebutuhan (bukan keinginan) di masa depan.
b. Kebutuhan sekarang yang mendesa.
c. Tidak bermotif menumpuk harta.
2. Investasi/usaha
a. Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan (syariat) dan ditujukan untuk
Allah (halal dan thayib).
b. Mempertimbangkan kontribusi kemanfaataan atau amal shaleh yang
dimaksimalkan bagi manusia lain, lingkungan keluarga dan masyarakat.
c. Mendukung kesejahteraan (kemandirian ekonomi umat) dan dakwah.
Aktivitas pengelolaan harta juga harus dilandasi oleh prinsip keyakinan bahwa setiap harta
yang dibelanjakan dijalan Allah akan Allah lipatgandakan balasanya, baik berupa pahala
maupun balasan harta materil (monetary gain). Salah satu cara melindungi nilai kekayaan
dalam islam yang seharusnya menjadi keyakinan para pelakunya, yang kemudian menjadi
built in dalam perilaku ekonomi.
AKAD DALAM KEUANGAN SYARI’AH
Gambaran hukum islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syari’ah adalah tercakup dalam
bentuk kontrak (akad) dan bentuk instrumen keuangan. Dua hal ini akan memberikan jalan
bagi akademisi maupun investor yang ingin konsisten menggunakan prinsip islam dalam
menilai instrumen investasi yang tersedia di pasar modal. Hubungan ikatan dagang dan
keuangan di dalam islam diatur dengan hukum fiqh muamalat. Fiqh muamalat membedakan
antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak dengan pihak lain.
Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak yang memberi kewajiban untuk melaksanakan
kewajibannya. Bila, pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang
diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Akad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah
bersepakat. Hal ini berarti di dalam aqad masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Akad telah
disepakati secara rinci dan spesifik tentang terms and condition-nya.
Di dalam fiqh muamalat, akad berdasarkan segi ada atau tidak adanya kompensasi dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Aqad Tabarru adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirbala
atau transaksi tidak mengambil untung. Dengan kata lain aqad ini hakikatnya bukan
transaksi bisnis mengambil untung. Aktivitas yang tergolong dalam aqad tabarru
adalah (1) meminjam uang, dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu meminjamkan
harta atau qard (pinjaman), meminjamkan harta dengan diberikan agunan oleh si
peminjam atau rahn (gadai), dan meminjamkan harta untuk mengambil alih pinjaman
dari pihak lain disebut hiwalah (pengalihan utang).
2. Aqad Tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction.
Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuangan, karena bersifat komersil. Akad
tijarah dapat bagi menjadi dua kelompok besar yakni :
a. Natural certainty contract. Natural uncertainty adalah kontrak yang dilakukan oleh
kedua belah pihak untuk saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu
objek pertukarannya harus ditetapkan di awal akad dengan pasti dan baik
jumlahnya, mutunya, harga dan waktu penyerahannya.
b. Natural uncertainty contract adalah kontrak yang terjadi jika pihak-pihak yang
bertransaksi mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan dan kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan
dan kerugian di tanggung bersama.
BAB 6
INDENTIFIKASI TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM KEUANGAN
SYARI’AH

SYARI’AH DAN KEUANGAN


Dalam syari’ah diatur mengenai ibadah dan muamalah. Hukum dasar muamalah, bahwa
segala sesuatunya dibolehkan kecuali larangan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, jadi semua
transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Penyebab suatu transaksi dilarang adalah
karena faktor-faktor sebagai berikut :
1. Haram zatnya, berarti zat barang yang ditransaksikan adalah haram. Penyebab
haramkan dikarenakan objek (barang dan/ atau jasa) misalnya, minuman keras,
bangkai, daging babi, dan sebagainya.
2. Haram selain zatnya, sesuatu dapat menjadi haram, bukan karena zatnya haram.
Biasanya barang haram jika cara mendapatkannya dilarang menurut hukum syari’ah.
Barang tersebut dpat dikatakan haram jika melanggar prinsip muamalah yaitu :
(1) melanggar prinsip saling ridho “an taradin minkum
a. tadlis (penipuan), dalam fiqihnya disebut tadlis dan dapat terjadi 4 hal yakni :
 kuantitas, contohnya pedagang yang mengurangi takaran (timbangan)
barang yang dijualnya.
 Kualitas, contohnya penjual menyembunyikan cacat barang yang
ditawarkan.
 Harga, contohnya memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga
pasar dengan menaikkan harga produk di atas harga pasar.
 Waktu penyerahan contohnya petani buah yang menjual buah di luar
musimnya padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak dapat
menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya.
b. Ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), terjadi bila seorang produsen/penjual
mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi
supply agar harga produk yang dijualnya naik.
c. Bai’ Najasy (rekayasa pasar dalam demand), terjadi bila seorang produsen
(pembeli) menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang
ditempuh bermacam-macam mulai dari menyebarkan isu, melakukakn order
pembelian dan sebagainya.
(2) melanggar prinsip saling dhalim “ia tadzlimun wa la tudzlamun. Transaksi yang
termasuk melanggar prinsip ini, yaitu :
a. taghrir (gharar) adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena
adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Gharar dapat
juga terjadi dalam 4 hal, yakni :
 Kuantitas, contoh : seorang penjual akan membeli buah yang belum
tampak di pohon seharga RpX, bila panennya 100 kg harganya RpX
dan panennya 50 kg harganya RpX dan bila tidak panen harganya
RpX juga. Sehingga belum diketahui jumlah dan harga buah karena
terjadi ketidakpastian Serta tidak disepakati di awal.
 Kualitas, contohnya adalah seorang peternak yang menjual anak sapi
yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi
ketidakpastiaan dalam hal kualitas objek transaksi, karena tidak ada
jaminan anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat atau cacat.
 Harga, contohnya bank syari’ah menyatakan akan memberi
pembiayaan murabah rumah 1dengan margin 20% atau 2 tahun
dengan margin 40%, kemudian disepakati oleh nasabah.
Ketidakpastian terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah
20% atau 40%.
 Penyerahan, contohnya adalah seseorang menjual barang yang hilang
misalnya, seharga RpX dan disetujui oleh si pembeli. Dalam kasus ini
ketidakpastiaan terjadi karena penjual dan pembeli sama-sama tidak
tahu kapan barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.
b. Riba, dalam ilmu fiqih dikenal 3 jenis yaitu :
 Riba Fadl disebut juga riba buyu, yaitu riba yang timbul akibat
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama
kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahan. Dalam
transaksi keuangan, riba fadl terjadi pada transaksi beli valuta asing
yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
 Riba Nasi’ah disebut juga riba duyun yaitu riba yang muncul akibat
utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama
risiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Riba nasi’ah terjadi
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang
yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian
hari. Riba nasi’ah dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga
kredit dan pembayaran bunga tabungan/deposito/giro.
 Riba Jahiliyah, yaitu utang yang dibayar melebihi dari pokok
pinjaman. Dalam perbankan konvesional, riba jahiliyah ditemui dalam
bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya.
c. Masyir (perjudian) adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu
pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut.
d. Risywah (suap-menyuap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan dapat dikatakan
risywah jika dilakukan kedua belah pihak dilakukan kedua belah pihak secara
sukarela. Jika hanya satu pihak yang meminta suap dan pihak lain yang tidak
rela persitiwa tersebut kategori pemerasan.
BAB 7
RIBA DAN IMPLIKASINYA DALAM KEUANGAN SYARI’AH

Pengertian Riba dan Bunga


Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dalam persentase
dari uang yang dipinjamkan. Sedangkan riba berarti tumbuh, menambah atau melebihi. Jadi
pada intinya riba dengan bunga adalah sama, karena keduanya berarti tambahan uang. Di
dalam islam riba diharamkan karna sebagai unsur buruk yang merusak masyarakat secara
ekonomi, sosial maupun moral.
Jenis – Jenis Riba dan Hukumnya
Menurut Abu Sura’i Hadi (1993) – membagi riba menjadi dua macam yaitu :

 riba fadl adalah riba yang berlaku dalam jual beli yang didefinisikan oleh ulama fiqih
dengan “kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran
syarat.
 riba an-nasi’ah adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang
kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo.
Menurut ulama Mazhab Hanafi dalam satu riwayat dari Iman Ahmad bin Hanbal, riba fadl ini
hanya berlaky dalam timbangan atau takaran harta yang sejenis.
Riba dan Masalah Keuangan (INVESTASI)
1. Pandangan islam tentang uang
Menurut Ibn Taymiyah uang dalam islam adalah sebagai alat tukar dan alat ukur nilai.
Melalui uang nilai suatu barang akan diketahui, dan mereka tidak menggunakannya
untuk diri sendiri atau dikonsumsi. Uang memiliki fungsi yaitu :
a. Money as flow concept
Uang adalah sesuatu yang mengalir, oleh karna itu uang diibaratkan seperti air.
Maksudnya adalah uang harus berputar untuk produksi yang dapat menimbulkan
kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.
b. Money as publik goods
Uang adalah barang untuk masyarakat banyak, bukan monopoli perorangan
sehingga masyarakat dapat menggunakannya tanpa hambatan dari oranf lain.

2. Pandangan islam tentang nilai waktu uang


Di dalam islam pandangan ini tidak akan terjadi, yang terdapat dalam sulat Al-Ashr 1-
3. Dari surat itu menunjukkan bahwa bagi semua orang adalah sama kuantitasnya.
Perbedaan nilai dari waktu akan bereda tergantung pada bagaimana memanfaatkan
waktu. Dan di dalam keuntungan bukan saha dari keuntungan di dunia, manum dicari
adalah keuntungan dunia dan akhirat.

3. Cara – Cara Pengembangan Uang yang Tidak mengandung Riba


Ada dua perbedaan mendasar atara investasi dengan membungan uang. Menurut
Antonio (2000) yaitu :
a. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan
dengan unsur ketidakpastian. Perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan
tidak tetap.
b. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko
karena perolehan kembalinnya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke aah usaha nyata dan produktif dan melakukan
investasi serta melarang membungakan uang. Oleh karna itu, upaya untuk memutar
modal dalam investasi, sehingga mendatangkan return merupakan aktivitas yang
sangat dianjurkan. Ajaran mekanisme investasi bagi hasil harus dikembangkan.
Investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang antara
shahibul mal dengan mudharib. Kerjasama ekonomi islam harus dilakukan dalam
semua lini kegiatan ekonomi. Contoh kerjasama dalam ekonomiislam adalah
kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau
tenaga dalam pelaksanaan unit- unit ekonomi.
4. Efek Pengenaan Riba pada Pertumbuhan Ekonomi
Ukuran kesejahteraan masyarakat islam, adalah dilihat dari seberapa banyak
kemampuan masyarakat dapat memenuhi kewajibannya membayar zakat. Selain itu
membayar zakat sebagai ukuran tingkat ketaqwaan kaum muslim terhadap ajaran
agamanya. Pada surat Al-Baqarah (276) menunjukkan suatu kondisi hungan terbalik
antara infaq, zakat, dengan riba. Pada ayat itu mengindikasikan implikasi fungsi
hubungan terbalik antara dua variabel tersebut. Secara fungsi dapat dilukiskan sebagai
berikut :
(-)
Infaq = f(riba)
Fungsi ini menunjukkan semakin besar riba, semakin kecil infaq, dan sebaliknya.
Secra teori return yang diterima dari praktik secara jangka panjang akan menghadapi
risiko inflasi.
i Y (income) naik (P(inflasi)naik) rasio Y/P tetap atau turun

Taking or Doing Riba Compressing economic


growth

inflation
Money concentraion
& creation

Shrinking the real sector


(barang yang tercipta < uang
beredar)

Anda mungkin juga menyukai