Anda di halaman 1dari 67

TUGAS BESAR 1

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

DISUSUN OLEH :
PEBRYANTI SURYA NINGSIH SIHALOHO (43220010182)
DOSEN :
SOFYAN HALIM,SE,M.AK

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2020
CPMK 1 - SUB CPMK 1
Jelaskan Prinsip Dasar berdirinya Lembaga Keuangan yang berbasiskan kepada
syariah system perekonomian Islam, serta menjelaskan juga perbedaanya dengan
Lembaga Keuangan Konvensional.

Prinsip Dasar Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi
sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah. Implementasi prinsip syariah inilah yang
menjadi pembeda utama dengan bank konvensional. Pada intinya prinsip syariah
tersebut mengacu kepada syariah Islam yang berpedoman utama kepada Al
Quran dan Hadist. Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur
kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan
dengan Sang Pencipta (Hablum Minallah) maupun dalam hubungan sesama
manusia (Hablum Minannas).

Terdapat enam prinsip dasar ajaran ekonomi Islam, yaitu:


1. Aqidah
Aqidah merupakan ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atau
keberadaan atau kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang
muslim makakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk
mendapatkan keridhaan Allah sebagu khalifah yang mendapat amanah dari Allah.
Aqidah yang baik diharapkan akan membentuk inner beuty akan membantu
terbentuknya good governance dan market discipline yang baik.
2. Syariah dan Akhlaq
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat
manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horarisontal dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah akan
mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder perbankan syariah.
Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi
sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling mengingatkan, sinergis
dan harmonis. Adapun interpretasi syariah dan akhlak didasari oleh konsep
aqidah yang baik.
3. Ukhuwah
Ukhuwah adalah prinsip persaudaraan dalam menata interaksi sosial yang
diarahkan pada harmonisasi kepentingan individu dengan tujuan kemanfaatan
secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Ukhuwah dalam
aktivitas ekonomi dilakukan melalui proses ta‟aruf (saling mengenali), tafahum
(saling memahami), ta‟awun (saling menolong), takaful (saling menjamin) dan
tahaluf (saling beraliansi).
4. Keadilan (‘Adalah)
Keadilan dalam Islam adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya
dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam aktivitas ekonomi berupa aturan
prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
 Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah
maupun fadhl).
 Dzulm (unsur kezaliman yang merugikan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan).
 Maysir (unsur judi dan sikap untung-untungan).
 Gharar (unsur ketidakjelasan). 
 Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas
operasional).
5. Kemaslahatan (Mashlahah)
Hakekat kemaslahatan dalam Islam adalah segala bentuk kebaikan dan
manfaat yang berdimensi integral duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual,
serta individual dan kolektif. Sesuatu dipandang Islam bermaslahat jika
memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halalan) dan bermanfaat serta
membawa kebaikan (thayiban) bagi semua aspek secara integral yang tidak
menimbulkan mudharat dan merugikan pada salah satu aspek.
Secara luas, maslahat ditujukan pada pemenuhan visi kemaslahatan yang
tercakup dalam maqasid syariah yang terdiri dari konsep perlindungan terhadap
keimanan dan ketakwaan (dien), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs),
harta benda (maal) dan rasionalitas („aql). Setiap kegiatan yang dilakukan oleh
perbankan syariah harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam
maqasid syariah secara terintegrasi.
6. Keseimbangan (Tawazun)
Konsep syariah menempatkan aspek keseimbangan sebagai salah satu dasar
dalam pembangunan sistem ekonomi. Konsep keseimbangan dalam konsep
syariah meliputi berbagai segi yang antara lain meliputi keseimbangan:
pembangunan material dan spiritual, pengembangan sektor keuangan dan sektor
riil, bisnis dan sosial, dan eksploitasi dan konservasi.
Pembangunan ekonomi syariah tidak hanya ditujukan untuk pengembangan
sektorsektor korporasi namun juga pengembangan sektor usaha kecil dan mikro
yang terkadang luput dari upaya-upaya pengembangan sektor ekonomi secara
keseluruhan.

Lembaga keuangan Syariah pada operasionalnya memiliki prinsip-prinsip yaitu:


1. Prinsip keadilan, yaitu berbagi untung atas dasar penjualan riil yang
disesuaikan dengan kontribusi dan risiko masing-masing pihak.
2. Prinsip kemitraan, yaitu posisi nasabah penyimpan dana, pengguna dana, dan
lembaga keuangan sejajar dengan mitra usaha yang saling sinergi dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan.
3. Prinsip transparansi, yaitu prinsip yang menekankan bahwa lembaga keuangan
Syariah selalu memberikan pelaporan keuangan secara terbuka dan secara
berkesinambungan agar nasabah penyimpan dana (investor) dapat memantau dan
mengetahui kondisi perihal dananya.
4. Prinsip universal, yaitu prinsip yang tidak membeda-bedakan agama, ras, suku
dan golongan dalam masyarakat. Hal ini disesuaikan dengan prinsip dalam agama
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Produk bank Islam akan terdiri dari :


• Prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama
sebagai pemilik dana / sahibul mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana /
mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah
bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul
adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib
melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct).
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah
dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana mudharib diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki,
Sedangkan jenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana arahan
investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai
pelaksana/pengelola.
• Prisip Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan
modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau
kerugian sesuai nisbah yang disepakati Musyarakah dapat bersifat tetap atau
bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa
proyek.
• Prinsip Wadiah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau
benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan
tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan
biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah
dibedakan menjadi wadiah ya dhamanah yang berarti penerima titipan berhak
mempergunakan dana atau barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada
kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan
tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang disisi lain
wadiah amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk
mendayagunakan barang/dana yang dititipkan.

• Prinsip Jual Beli (Al Buyu') yaitu terdiri dari :


a) Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara
tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran.
b) Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang
diserahkan kemudian.
c) Ishtisna' yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan
dimuka sekaligus atau secara bertahap.

• Jasa-Jasa terdiri dari :


a) Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan
sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa
disebut Ijarah mumtahiya bi tamlik(sama dengan operating lease)
b) Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai
wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee
atau komisi.
c) Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang
dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan dimana
pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi).
d) Sharf yaitu pertukaran /jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan
segera /spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada
saat pertukaran

• Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam


bentuk zakat infaq shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu
penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin
dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian
pokok hutang.
Tabel Perbandingan Sistem Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga
Keuangan Konvesioanal

No Variabel Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan


Syariah Konvesional
1. Investasi Investasi hanya untuk Investasi, tidak
proyek dan produk yang mempertimbangkan halal
halal serta menguntungkan atau haram proyek yang
dibiayai menguntungkan
2. Return Return yang dibayar dan Return baik yang dibayar
atau diterima berasal dari kepada nasabah penyimpan
bagi hasil atau pendapatan dana dan return yang
lainnya berdasarkan diterima dari nasabah
prinsip syariah pengguna dana berupa
bunga
3. Perjanjian Perjanjian dibuat dalam Perjanjian menggunakan
bentuk akad sesuai dengan hukum positif
syariah Islam
4. Orientasi Orientasi pembiayaan, Orientasi pembiayaan,
pembiayaan tidak hanya untuk untuk memperoleh
keuntungan akan tetapi keuntungan atau dana yang
falah oriented, yaitu dipinjamkan
berorintasi pada
kesejahteraan masyarakat
5. Hubungan Hubungan antara nasabah Hubungan antara bank dan
antara nasabah dan bank adalah sebagai nasabah adalah sebagai
dan bank mitra. kreditur dan debitur
6. Dewan Dewan pengawas terdiri Dewan pengawas terdiri
pengawas dari BI, Bapepam, dari BI, Bapepam,
Komisaris dan Dewa Komisaris
pengawasan Pengawas
Syariah.
7. Penyelesaian Penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa
Sengketa diupayakan mendahulukan melalui pengadilan negeri
musyawarah antara bank setempat.
dan nasabah. Jika jalan
temu tidak tercapai maka
diselesaikan di Pengadilan
Agama

Adapun perbedaan bank syariah dan bank konvesional:

1. Investasi

Perbedaan bank syariah dan bank konvensional pada hukum yang mendasarinya
juga menelurkan perbedaan pada setiap sistem yang digunakan, misalnya dalam
hal investasi. Pada bank syariah, seorang akan diperkenankan meminjam dana
apabila jenis usaha yang diajukannnya adalah usaha yang halal dan baik, seperti
pertanian, peternakan, dagang, dan lain sebagainya. Sementara itu, pada bank
konvensional, seseorang boleh mengajukan pinjaman terhadap usaha-usaha yang
diizinkan atas hukum positif. Usaha yang tidak halal tapi diakui hukum positif di
Indonesia akan tetap diterima dalam pengajuan pinjaman

2. Return

Sistem pembagian keuntungan antara bank konvensional dan bank syariah juga
berbeda. Bank konvensional menerapkan sistem bunga tetap atau bunga
mengambang pada setiap pinjaman yang diberikan pada nasabah. Oleh karena
itu, bank konvensional menganggap bahwa usaha yang dijalankan oleh nasabah
akan selalu untung. Hal ini berbeda dengan sistem pembagian keuntungn yang
diterapkan bank syariah. Pada bank syariah, keuntungan dari penggunaan modal
dibagi sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Bank syariah akan tetap
memperhatikan kemungkinan untung atau rugi usaha yang dibiayainya tersebut.
Jika dirasa tidak menguntungkan, bank syariah akan menolak pengajuan
pinjaman yang nasabahnya.

3. Perjanjian
Perbedaaan pertama Antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada
akad (perjanjian) yang melandasinya. Dalam bank syariah akad (perjanjian)
dibuat berdasarkan hukum islam dan hukum positif , namun pada bank
konvensional akad (perjanjian) dibuat hanya berdasarkan hukum positif

4. Orinientasi Pembiayaan

Orientasi yang ada pada sistem bank konvensional semata-mata adalah orientasi
keuntungan atau profit oriented. Sementara pada sistem bank konvensional,
orientasi yang digunakan selain orientasi keuntungan juga memperhatikan
kemakmuran dan kebahagiaan hidup dunia akhirat atas kerjasamanya.

5. Hubungan antara Nasabah dan Bank

Dari segi sosial, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional juga
terdapat pada hubungan antara bank dengan nasabahnya. Pada bank syariah
diterapkan sistem kemitraan, sementara pada bank konvensional hubungan
nasabah dan bank disebut kreditur dan debitur.

6. Pengawasan

Selain beberapa perbedaan prinsip operasional di atas, salah satu ciri yang
membedakan antara bank Islam dengan bank konvensional adalah keharusan
adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Bank Islam. DPS bertugas
mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Dengan kata lain DPS bertanggung jawab atas produk dan jasa yang
ditawarkan kepada masyarakat agar sesuai dengan prinsip syariah; investasi atau
proyek yang ditangani oleh bank harus juga sesuai dengan prinsip syariah, dan
tentu saja bank itu harus di-manage sesuai dengan prinsip syariah.

7. Penyelesaian sengketa

Jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank
dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri,
tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum syariah di Pengadilan
Agama. Lembaga yang mengatur hukum berdasar prinsip syariah di Indonesia
dikenal dengan nama Badan Arrbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang
didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis
Ulama Indonesia.

CPMK 1 - SUB CPMK 2


Jelaskan secara konfrehensif tentang akad riba, dengan memberikan contoh dan
penjelasannya atas transaksi riba yang timbul dari akad jual beli yang didalamnya
terkandung riba. Tuliskan juga menerangkan tentang perbedaan riba dengan bagi
hasil dan keuntungan yang ditimbulkan dari akad jual beli.
Pengertian Riba
Riba adalah pemberlakuan bunga atau penambahan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang
dibebankan kepada peminjam. Secara etimologis, istilah riba berasal dari bahasa
Arab yang memiliki makna ziyadah (tambahan). Dengan kata lain, arti
riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, baik
dalam transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam. Dalam agama Islam, Riba
adalah praktik yang diharamkan. Bagi umat Islam, pemberlakuan bunga dengan
persentase tertentu pada pinjaman Bank Konvensional atau lembaga keuangan
lainnya dianggap sebagai praktik riba. Agar lebih memahami apa arti riba, maka
kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli.

Riba Menurut Ahli Fiqih

1. Al-Mali

Menurut Al-Mali pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran
barang atau komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbangan menurut syara’,
ketika berakad atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari
keduanya.

2. Rahman Al-Jaziri
Menurut Rahman Al-Jaziri arti riba adalah akad yang terjadi dengan
pertukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat
salah satunya.

3. Syeikh Muhammad Abduh


Menurut Syeikh Muhammad Abduh pengertian riba adalah penambahan-
penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang
meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh
peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Riba Dalam Al-Qur’an

Konsep pengharaman riba dalam al-Qur’an tidaklah secara langsung


melainkan bertahap, sama halnya dengan pengharaman khamar dalam al-Qur’an.
Hal ini dapat kita lihat dalam al-Qur’an:

1. Surah Ar-Rum, QS. 30 : 39

‫س فَاَل يَ ْربُو ِع ْن َد هَّللا ِ ۖ َو َما آتَ ْيتُ ْم ِمنْ زَ َكا ٍة تُ ِريدُونَ َو ْجهَ هَّللا ِ فَأُو ٰلَئِ َك ُه ُم‬
ِ ‫َو َما آتَ ْيتُ ْم ِمنْ ِربًا لِيَ ْربُ َو فِي أَ ْم َوا ِل النَّا‬
َ‫ض ِعفُون‬ ْ ‫ا ْل ُم‬

Artinya:“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kau berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)”. Dalam ayat ini tidak secara tegas Allah SWT mengharamkan riba,
hanya sebatas perbandingan antara riba dan zakat, yang mana riba hanya bersifat
kamuflase sedangkan zakat bersifat hakiki.

2. Surah An-Nisa. QS. 4 : 160-161

{‫) َوأَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّربَا‬160( ‫سبِي ِل هَّللا ِ َكثِي ًرا‬ َ ِ‫ت أُ ِحلَّتْ لَ ُه ْم َوب‬
َ ْ‫ص ِّد ِه ْم عَن‬ ٍ ‫طيِّبَا‬َ ‫فَبِظُ ْل ٍم ِمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم‬
161‫س بِا ْلبَا ِط ِل َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْن ُه ْم َع َذابًا أَلِي ًما‬
ِ ‫َوقَ ْد نُ ُهوا َع ْنهُ َوأَ ْكلِ ِه ْم أَ ْم َوا َل النَّا‬

Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih”. Ayat ini menggambarkan kebiasaan orang-orang Yahudi yang
senang memakan riba dan kebiasaan memakan harta dengan cara yang bathil.
Padahal Allah telah mengharamkan yang demikian itu bagi mereka.

3. Surah Ali Imran. QS. 3 : 130

۟ ُ‫ض َعفَةً ۖ َوٱتَّق‬


َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحون‬ ْ َ‫وا ٱل ِّربَ ٰ ٓو ۟ا أ‬
َ ٰ ‫ض ٰ َعفًا ُّم‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا اَل تَأْ ُكل‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”. Dalam ayat ini Allah melarang umat Islam memakan riba secara
berlipat ganda. Ayat ini lebih pada penekanan dan bersifat sistematis
dibandingkan ayat yang sebelumnya, yakni “memakan riba secara berlipat
ganda”. Maka muncullah pertanyaan, “bagaimana jika sedikit?

4. Surah Al Baqarah 2 : 279

َ‫تُ ْظلَ ُمون‬ ٍ ْ‫فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْف َعلُوا فَأْ َذنُوا بِ َحر‬


ْ ‫ب ِمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ۖ َوإِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم رُ ُءوسُ أَ ْم َوالِ ُك ْم اَل ت‬
‫َظلِ ُمونَ َواَل‬

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya. (Q.S Al-Baqarah: 279).

Riba Dalam Hadits


Riba juga mendapat perhatian dalam Islam dan penjelasannya dapat ditemukan
dalam berbagai riwayat hadis, antara lain:

1. Dari Abdullah r.a., Rasulullah saw bersabda:

،‫ عَنْ أَبِي ِه‬،‫س ُعو ٍد‬


ْ ‫ َح َّدثَنِي َع ْب ُد ال َّر ْح َم ِن بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َم‬،ٌ‫س َماك‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫ َح َّدثَنَا ُز َه ْي ٌر‬،‫س‬َ ُ‫َح َّدثَنَا أَ ْح َم ُد بْنُ يُون‬
ُ‫ َو ُمؤْ ِكلَهُ َوشَا ِه َدهُ َو َكاتِبَه‬،‫سلَّ َم آ ِك َل ال ِّربَا‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ لَ َعنَ َر‬:‫قَا َل‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari
ayahnya, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang
makan riba, orang yang memberi makan riba, saksinya dan penulisnya.(HR. Abu
Dawud)

2. Dari Jabir r.a., ia berkata:

َ ‫ آ ِك َل ال ِّربَا َو ُمو ِكلَهُ َو َكاتِبَهُ َوشَا ِه َد ْي ِه َوقَا َل ُه ْم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫سو ُل هَّللا‬
‫س َوا ٌء‬ ُ ‫لَ َعنَ َر‬

Artinya: “ Rassulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melaknat pemakan riba, orang


yang menyerahkan riba, pencatatriba dan dua orang saksinya.” Beliau
mengatakan, “Mereka semua itu sama.” (HR. Muslim no.1598)

3. Dari Abu Hurairah, ra:

ُ ‫ت قَالُوا يَا َر‬


‫سو َل‬ ِ ‫س ْب َع ا ْل ُموبِقَا‬
َّ ‫اجتَنِبُوا ال‬ ْ ‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َعنْ النَّبِ ِّي‬ ِ ‫عَنْ أَبِي ُه َر ْي َرةَ َر‬
ِ ‫الربَا َوأَ ْك ُل َم‬
ِ ِ‫ال ا ْليَت‬
‫يم‬ ِّ ‫ق َوأَ ْك ُل‬ ِّ ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ إِاَّل ِبا ْل َح‬ِ ‫س ْح ُر َوقَ ْت ُل النَّ ْف‬
ِّ ‫هَّللا ِ َو َما هُنَّ قَا َل الش ِّْر ُك ِباهَّلل ِ َوال‬
ِ ‫ت ا ْل َغافِاَل‬
‫ت‬ ِ ‫ت ا ْل ُمؤْ ِمنَا‬ َ ‫ف َوقَ ْذفُ ا ْل ُم ْح‬
ِ ‫صنَا‬ ِ ‫َوالتَّ َولِّي يَ ْو َم ال َّز ْح‬
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba,
makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (Bukhari, Bab Ramyul Muhsanat, No.
6351)

Transaksi riba yang timbul dari akad jual-beli


Dalam praktik jual beli, ada tiga praktik transaksi riba yang terkenal, yaitu
riba al-fadl, riba al-yad dan riba al-nasa’.
1. Transaksi riba al-fadl
Transaksi riba al-fadl yaitu transaksi jual beli harta ribawi (emas, perak dan
bahan makanan) yang disertai dengan sesama jenisnya, dan disertai adanya
melebihkan di salah satu barang yang dipertukarkan. Karena adanya unsur
melebihkan (fudlul) ini maka riba ini diberi nama sebagai riba al-fadl (riba
kelebihan).
Contoh:
Suatu misal Bu Eko memiliki beras bagus seberat 1 kilogram. Bu Hasan memiliki
beras jelek seberat 2 kilogram. Bu Eko bermaksud memiliki beras kualitas jelek
milik Bu Hasan tersebut untuk campuran pakan ternaknya. Sementara itu Bu
Hasan membutuhkan beras bagus untuk konsumsi keluarganya. Akhirnya,
terjadilah transaksi keduanya untuk saling menukarkan beras tersebut. Bu Eko
membawa beras bagus seberat 1 kilogram dan Bu Hasan membawa beras kualitas
buruk seberat 2 kilogram. Transaksi terjadi dengan penukaran beras 1 kg ditukar
dengan beras 2 kg. 

Transaksi sebagaimana dimaksud dalam contoh ini adalah termasuk transaksi


riba, disebabkan ada kelebihan timbangan dari beras miliknya Bu Hasan, dengan
selisih 1 kilogram. Pasal yang dilanggar dalam hal ini adalah karena ketiadaan
sama timbangannya, sebagaimana syarat sah transaksi barang ribawi, yaitu harus
kontan, saling menyerahkan, dan sama timbangannya. Sebagai solusinya, agar
terhindar dari transaksi riba, yaitu seharusnya Bu Eko membeli beras yang
dimiliki Bu Hasan dengan tunai. Demikian pula, Bu Hasan membeli berasnya Bu
Eko dengan tunai. Selanjutnya, dari uang yang diterima, dibelikan beras yang
dikehendaki oleh masing-masing. Uang Bu Eko dibelikan beras milik Bu Hasan.
Demikian pula, uang yang didapat Bu Hasan dibelikan beras milik Bu Eko.

2. Transaksi riba al-yad


Transaksi riba al-yad yaitu riba yang terjadi akibat jual beli barang ribawi
(emas, perak dan bahan makanan) yang disertai penundaan serah terima kedua
barang yang ditukarkan, atau penundaan terhadap penerimaan salah satunya.
Karena ada unsur penundaan inilah, maka riba ini disebut sebagai riba al-yad
(riba kontan). Demikian logikanya: Emas, perak dan bahan makanan merupakan
bahan yang cenderung mengalami perubahan (fluktuasi) harga. Harga emas saat
ini bisa jadi berbeda dengan harga emas untuk esok hari. Harga cabe hari ini juga
memungkinkan berbeda dengan harga cabe esok hari. Karena kondisi inilah,
maka diperlukan syarat mutlak “penetapan harga” yang disepakati oleh kedua
belah pihak apabila terjadi transaksi barang ribawi.

Contoh:
Misalnya transaksi jual beli barang ribawi antara Pak Ahmad (pedagang jagung)
dengan Pak Hasan (pedagang beras). Pak Ahmad hendak membeli beras milik
Pak Hasan dengan standart 1 kg beras untuk 4 kg jagung. Standart ini dibangun,
karena kebetulan harga beras saat itu adalah 10 ribu rupiah per kilogram.
Sementara jagung memiliki harga 2.500 rupiah per kilogram. Keduanya sudah
sama-sama sepakat. Setelah Pak Ahmad menerima beras milik Pak Ahmad,
ternyata Pak Ahmad tidak segera menyerahkan jagung yang dimilikinya kepada
Pak Hasan di majelis akad dan saat itu juga. Transaksi inilah yang disebut sebagai
riba al-yad disebabkan ada kemungkinan harga 1 kg beras di kemudian hari
berbeda dengan harga 4 kg jagung. Bahkan adakalanya harga 1 kg beras sama
dengan harga 5 kg jagung. 

3. Transaksi riba al-nasa’


Transaksi riba al-nasa’ yaitu riba akibat jual beli barang ribawi karena
adanya tempo. Yang dimaksud dengan tempo ini di sini adalah tempo dalam
pembayaran barang yang dibeli. Adakalanya, jual beli ini dilakukan dengan
barang sejenisnya atau tidak dengan barang sejenisnya.

Contoh:
Pak Husein menjual emas yang dimilikinya seberat 1 kilogram kepada Pak
Husnan dengan harga disepakati 50 juta rupiah. Pak Husein menyerahkan
emasnya kepada Pak Husnan, namun harganya baru diserahkan selang satu bulan
berikutnya. Setelah jatuh tempo, ternyata Pak Husnan belum memiliki uang
sebesar 50 juta tersebut. Sementara itu, harga jual emas mengalami kenaikan
sebesar 55 juta rupiah per kilogram. Selanjutnya Pak Husein berkata kepada Pak
Husnan, akankah dihentikan transaksinya dengan resiko Pak Husnan membayar
ke Pak Husein sebesar 50 juta rupiah, ataukah dilanjut dengan menambah tempo
1 bulan lagi, dengan resiko Pak Husnan memiliki kewajiban membayar harga
emas menjadi sebesar 55 juta rupiah. Naiknya harga emas dari 50 juta rupiah
menjadi 55 juta rupiah saat jatuh tempo sehingga menyebabkan harga jual beli
barang menjadi berubah ini dikenal sebagai riba al-nasa’. Seolah, perubahan
harga ini berwujud sebagai tambahan harga yang diakibatkan perubahan tempo.
Oleh karena inilah, kemudian, riba al-nasa’ disebut sebagai riba jahiliyyah,
disebabkan karena faktor ketidakpastian/ketidaktahuan harga saat
pembayaran/jatuh tempo. 

Perbedaan Riba Dengan Bagi Hasil:


Riba Bank Konvesional;
1. Penentuan tingkat suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus
selalu untung.
2. Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat.

Bagi Hasil Bank Syariah


1. Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah piahk.
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.

Keuntungan Akad Jual Beli:


1. Mencari dan Mendapatkan Karunia Allah
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan
shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al-Jumuah 9:10)
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia harus mencari karunia Allah di muka
bumi. Hal ini tentu saja bagian dari kebutuhan hidup manusia dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari. Untuk itu, jual beli adalah salah satu alat atau proses agar
manusia mendapatkan karunia Allah.

2. Menjahui Riba
“Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu,
maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)
Riba jelas dilarang oleh Allah SWT. Untuk itu, melakukan jual beli dapat
menjauhkan diri dari riba. Tentu saja jika berjualan dan membeli tidak
disandingkan dengan sistem riba juga. Dengan jual beli, tentunya ada akad dan
kesepakatan. Untuk itu, tidak akan dikenai riba atau hal yang bisa mencekik
hutang berlebih bagi pembeli.

3. Menegakkan Keadilan dan Keseimbangan dalam Ekonomi


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An-Nisa : 29)
Perniagaan atau jual beli tentunya harus dilaksanakan dengan suka sama suka.
Jika ada proses jual beli yang membuat salah satu terdzalimi atau merasa tidak
adil, maka perniagaan itu tidak akan terjadi, atau jikalaupun terjadi maka yang
rugi juga akan kembali pada pihak tersebut. Misalnya orang yang menipu
pembeli, maka pembeli yang merasa tidak adil akan tidak kembali kepada penjual
tersebut. Hal ini juga sebagaimana dijelaskan dalam hadist bahwa proses jual beli
akan meningkatkan keadilan dan keseimbangan ekonomi karena ada aturan
bahwa barang dan harga yang dijual harus sama dan menguntungkan satu sama
lain.

4. Menjaga Kehalalan Rezeki


Dengan melakukan jual beli maka kita bisa menjaga kehalalan rezeki. Tentu saja
bagi yang melakukan penipuan atau pelanggaran jual beli akan membuat rugi diri
sendiri. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist,
 “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi
seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada
saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu
kepadanya” (HR. Ibnu Majah)
Dan bagi penjual atau pembeli yang tidak bisa menjaga kehalalan rezekinya maka
sebagiamana hadist,
 “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari
golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu
Hibban)

5. Produktifitas dan Perputan Ekonomi


Dengan adanya jual beli, hikmah yang didapat lagi adalah akan terjadinya
produktifitas dan perputaran roda ekonomi di masyarakat. Ekonomi akan berjalan
secara dinamis dan tidak dikuasai oleh satu orang saha yang mengkonsumsi
barang atau jasa. Untuk itu proses jual beli yang dilakukan dengan adil dan
seimbang akan membuat keberkahan rezeki bagi masyarakat.

6. Silahturahmi dana Memperbanyak Jaringan


Dapat diketahui pula bahwa proses jual beli dapat menambah silahturahmi dan
memperbanyak jejaring kita di masyarakat. Berbagai kebutuhan akan kita beli di
orang yang berbeda, untuk itu setiap transaksi jual beli kita akan mendapatkan
orang-orang yang berbeda di setiap harinya. Untuk itu jejaring pun akan semakin
banyak. Dengan silahturahmi dan jejaring tentunya hal tersebut dapat
menambahkan keberkahan harta dan rezeki kita. Untuk itu, umat islam harus
dapat melakukan jual beli yang halal agar hikmah dan keberkahan jual beli
tersebut dapat dirasakan dengan baik oleh kita. Tentu saja dengan menjauhi jual
beli yang juga mengandung riba.
CPMK 1 - SUB CPMK 3

Jelaskan historis dan perkembangan Lembaga Keuangan Syariah secara global di


dunia Islam, termasuk penjelasan tentang Lembaga Keuangan Syariah dan
Lembaga Pendukung secara Internasionl.

Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah Secara Global di Dunia Islam


1. Praktik Perbankan di Zaman Rasulullah SAW dan Sahabat RA
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, kegiatan muamalah seperti
menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk
keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, yang dilakukan dengan akad-
akad yang sesuai syariah telah lazim dilakukan umat Islam sejak zaman
Rasulullah Saw. Rasulullah Saw, yang dikenal dengan julukan Al-amin,
dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat
terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin abi Thalib r.a untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya.

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin al-Awwam r.a., memilih tidak
menerima titipan harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman.
Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni yang pertama,
dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, Ia memiliki hak untuk
memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk
mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat lain disebutkan, Ibnu Abbas r.a.
juga pernah melakukan pengiriman barang ke Kuffah dan Abdullah bin Zubair
r.a. melakukan pengiriman uang dari Mekkah ke adiknya Mis'ab bin Zubair r.a.
yang tinggal di Irak. Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan
meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak
berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan, dalam masa pemerintahannya,
Khalifah Umar bin Khattab r.a. menggunakan cek untuk membayar tunjangan
kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, merekamengambil
gandum di Baitul mal yang ketika itu diimpor dari Mesir. Di samping itu,
pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah,
muzara'ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kamu Muhajirin dan kaum
Anshar.

Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah


melakukan fungsi perbankan di zaman Rasulullah Saw., meskipun individu
tersebut tidak melakukan seluruh fungsi perbankan. Namun fungsi-fungsi utama
perbankan modern, yaitu menerima simpanan uang (deposit), menyaluran dana,
dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam.

2. Praktik Perbankan di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah

Di zaman Rasulullah Saw. Fungsi-fungsi perbankan biasanya dilakukan oleh


satu orang yang hanya melakukan satu fungsi. Baru kemudian, di zaman Bani
Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi
perbankan yang dilakukan oleh satu individu dalam sejarah islam telah dikenal
sejak zaman Abbasiyah. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar
banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk
membedakan satu mata uang dengan mata uang lainnya. Hal ini diperlukan
karena setiap mata uang memiliki kandungan logam mulia yang berlainan
sehingga memiliki nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian
khusus itu disebut naqid, sarraf, dan zihbiz. Aktivitas ekonomi ini merupakan
cikal bakal dari apa yang kita kenal sekarang sebagai penukaran uang (money
changer).

Istilah Jihbiz itu sendiri mulai dikenal sejak zaman Khalifah Muawiyah (661-
680) yang sebenarnnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada
masa pemerintah Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan
mengumpulkan pajak tanah.

Peranan Bankir pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan


khalifah Muqtadir (908-932 M). Pada saat itu hampir setiap wazir (menteri)
mempunyai banker sendiri. Misalnya Ibnu Furat menunjuk Harun Ibnu Imran dan
Joseph Ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi
mempunyai tiga orang banker sekaligus; dua orang beragama Yahudi dan satu
orang Kristen.

Kemajuan praktik perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq
(cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah
meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer
uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri
lainnya tanpa memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah
mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memuaai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah
Perbankan Islam, adalah Syaf al Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagi orang
pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan
Allepo (Spanyol).

3. Praktik Perbankan di Eropa


Dalam perkembangan berikutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan
(jihbiz) kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal dengan Bank.
Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai
timbul karena transaksi yang dilakukan mulai menggunakan instrument bunga
yang dalam pandangan fiqih adalah riba, dan oleh karena itu hukumnya Haram.
Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun
1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury)
dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Setelah wafat
Raja Henry VIII digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan
bunga uang. Hal ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh
Ratu Elizabeth I yang kembali memperbolehkan praktik pembungaan uang.

Ketika mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance,


bangsa Eropa melakukan penjelajahan dan penjajahan ke seluruh penjuru dunia,
sehingga aktivitas perekonomian dunia didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa.
Pada saat yang sama, peradaban Muslim mengalami kemerosotan dan Negara-
negara muslim satu-persatu jatuh ke dalam cengkraman penjajahan bangsa-
bangsa eroopa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat Islam runtuh dan
digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.

Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern ini. Oleh karena itu,
institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim
merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.

4. Lembaga Keuangan Syariah Modern

Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil


sudah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hal ini ditandai dengan munculnya
pemikiran muslim yang menulis tentang perlunya dibangun bank islam dengan
prinsip bagi hasil, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) Dan
Mahmud Ahmad (1952). Kemudian pada 1960-an Al-Maududi menulis secara
perinci tentang perlunya dibangun bank islam untuk mengimbangi praktik-praktik
bank konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Pemikiran
beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad Hamidullah dengan menulis beberapa
buku berturut-turut pada 1994, 1995, 1957, dan 1962 yang kesemuanya itu
dikategorikan sebagai penggagas awal tentang perbankan islam.

Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank
syariah modern mencatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu
adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan
bank syariah lainya adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada 1963
di Mesir yang dibangun oleh Dr. Ahmad El-Najar. Permodalan bank ini dibantu
oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Bank ini beroperasi tanpa bunga dan sejalan
dengan prinsip-prinsip ajaran agama islam ini sangat populer dan pada mulanya
tumbuh dengan baik. Oleh karena itu ada persoalan politik di Mesir bank ini
ditutup dan diambil alih oleh National Bank Of Egypt dan Central Bank Of Egypt
yang dioperasikan berdasarkan prinsip ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba
diperkenalkan lagi di Mesir dengan ditandai berdirinya Nasser Social Bank.
Berdirinya bank ini lebih bersifat sosial daripada komersial.

Kesukaan Mit Ghamr mengelola bank dengan sistem bagi hasil, memberi
inspirasi bagi umat islam diseluruh dunia untuk membentuk bank islam dengan
sistem bagi hasil. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah ditingkat
internasional muncul dalam konferensi negara islam sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia pada tanggal 21 s/d 27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Salah satu keputusan dalam konferensi ini adalah perlu segera dibentuk sebuah
bank syariah yang bersih dari sistem riba. Kemudian pada desember 1970 dalam
pertemuan menteri luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, delegasi mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan
bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank islam ini kemuian dikaji dengan
seksama oleh para ahli dari 18 negara islam yang semuanya menyetujui dibentuk
bank islam.
Selanjutnya pada sidang luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam
(OKI) di Baghazi, Libya pada maret 1973 usulan tentang perlunya didirikan bank
syariah diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI mempunyai
bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan
ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili negara islam
penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya
bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Selanjutnya pada 1974, diadakan pertemuan menteri keuangan negara
OKI di Jeddah dan dalam pertemuan ini disetujui rancangan pendirian Bank
Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dengan modal awal dua milyar
dinar.

Setelah Islamic Development Bank (IDB) didirikan pada oktober 1975 yang
beranggota 22 negara islam sebagai pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah
untuk membantu finansial dalam membangun negara anggotanya, usaha untuk
mendirikan bank islam menyebar ke banyak negara. Beberapa negara islam
seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem keuangan yang ada di
negara tersebut menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan di
negara tersebut beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.

Sekarang, perbankan syariah sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat


dan menyebar ke seluruh dunia. Di Eropa tercatat "The Islamic Bank
International Of Denmark" tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai beroperasi pada 1983 di Denmark.
Sekarang bank-bank besar di negara-negara Eropa seperti City Bank, ANZ Bank,
Chase Mahatam Bank, dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window
agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat islam.

Lembaga-lembaga Pendukung Bank Syariah Secara Internasional

1. Islamic Development Bank


Merupakan lembaga keuangan internasional yang didirikan berdasarkan
deklarasi hasil konferensi menteri-menteri keuangan negara-negara Muslim di
Jeddah pada bulan Desember 1973, diresmikan pada bulan Juli 1975 dan mulai
beroperasi pada bulan Oktober 1975. Tujuan dari didirikannya IDB adalah untuk
mendorong kemajuan pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara anggota
dan komunitas Muslim secara bersama-sama berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Dukungan paling besar dari IDB terhadap perkembangan perbankan syariah


adalah memfasilitasi berbagai riset dan pengembangan (R & D) dalam bidang
ekonomi, keuangan dan perbankan Islam. Dan khusus intuk itu, IDB mendirikan
lembaga bernama Islamic Research and Training Institute (IRTI).

2. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution

Merupakan lembaga internasional yang bersifat otonom dan non-profit yang


menyiapkan berbagai standar akuntansi, audit, tata kelola (goverance), etika dan
syariah bagi lembaga-lembaga keuangan Islam. Didirikan berdasarkan
kesepakatan yang ditandatangani oleh beberapa lembaga keuangan Islam pada
tanggal 26 Februari 1990 di Aljazair. Pendirian lembaga ini didasari oleh tidak
memadainya standar akuntansi intenasional yang ada selama ini dalam memenuhi
kebutuhan lembaga-lembaga keuangan syariah dunia.

Berbagai standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI telah dijadikan sebagai


acuan oleh lembaga regulator di berbagai negara. Bahkan beberapa negara
menjadikan standar AAOIFI bersifat mandatory (wajib) untuk diikiti.

3. Internasional Islamic Financial Market

Lembaga internasional yang didirikan untuk mengembangkan pasar modal


dan pasar uang syariah secara global dan selanjutnya diharapkan dapat
mengembangkan pasar sekunder untuk instrumen keuangan syariah global.
Didirikan atas usaha bersama lembaga moneter dan Bank Sentral Bahrain,
Brunai, Indonesia, Malaysia, Sudan dan IDB pada tanggal 13 November 2001
dan mulai beroperasi pada 11 Agustus 2002 berpusat di Bahrain. Fokus bidang
garap IIFM saat ini adalah;

a. Standarisasi pasar primer dan sekunder syariah terkait dengan kontrak dan
produk.

b. Pengembangan intrumen kepatuhan syariah dalam sistem menejemen likuiditas


dan perdagangan internasional yang meliputi infrastruktur perdagangan, clearing
dan settelement.

c. Melakukan riset dan pengembangan dalam pasar modal dan pasar uang jangka
pendek.

4. Islamic Financial Services Board

Lembaga internasional penyusun standar bagi lembaga pengatur dan


pengawas yang memiliki kepentingan dalam mendorong stabillitas dan kemajuan
industri jasa keuangan syariah yang meliputi perbankan, pasar modal, dan
asuransi. Didirikan pada tanggal 3 November 2002, hingga tahun 2006
kenggotaan IFSB telah berjumlah 94 anggota.

Standar yang dikembangkan oleh IFSB diperuntukkan sebagai acuan


pengelolaan banh syariah oleh pembuat kebijakan bidang perbankan syariah.
Dengan demikian, bank syariah perlu memperhatikan st andar-standar yang telah
dikeluarkan oleh IFSB.
CPMK 1 - SUB CPMK 4

Jelaskan tentang perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, juga


menjelaskan Lembaga Keuangan Syarih berserta Lembaga Pendukungnya yang
berkembang di Indonesia.
Perkembangan Lembaga-Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah
muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar
nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976
dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-
Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun, ada
beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini, yaitu :
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan
karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yakni UU
No 14/1967.
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan
bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak
dikehendaki pemerintah.
3. Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura
semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah,
antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.

Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988,
di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi
liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk
mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang
dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar
0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus
1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.

Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang


lahir sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang
memungkinkan berdirinya bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan
berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy Syahdeini, 2014:97) BMI lahir sebagai
hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat
akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar.
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana
Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp
106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden,
sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT
PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan
ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal
awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai
beroperasi.
Keberadaan BMI ini semakin diperkuat secara konstitusi dengan munculnya
Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, di mana perbankan
bagi hasil diakomodasi. Dalam UU tersebut, pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa
salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan Pembiayaan bagi
nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan pemerintah. Menanggapi Pasal tersebut, pemerintah pada tanggal
30 Oktober 1992 telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun
1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal
30 Oktober 1992 dalam lembaran negara Republik Indonesia No. 119 tahun
1992.
Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS). Namun demikian, keberadaan dua jenis lembaga keuangan tersebut
belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu,
dibentuklah lembaga-lembaga keuangan mikro syariah yang disebut Baitul Maal
Wattamwil (BMT). Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori
berdirinya asuransi Islam, Syarikat Takaful Indonesia (STI) dan menjadi salah
satu pemegang sahamnya. Tiga tahun kemudian, yaitu 1997, Bank Muamalat
mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah yang kemudian diikuti
dengan beroperasinya Reksadana Syariah oleh PT Danareksa Investment
Management.

Pada tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam UU ini terdapat beberapa perubahan yang
memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah.
Dari UU tersebut disebutkan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan
dengan tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima
konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan syariah yang
berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat
dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang selama ini belum
dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem
bunga.
2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip
kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan investor
yang harmonis. Sementara, dalam bank konvensional konsep yang diterapkan
adalah hubungan debitur dan kreditur.
3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa
keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang
berkesinambungan membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif,
pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih mcmperhatikan unsur
moral.
Struktur Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Struktur keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan,
yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank.
1. Lembaga Keuangan Bank
Merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap.
Usaha keuangan yang dilakukan disamping menyalurkan dana atau memberikan
pembiayaan / kredit juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat
luas dalam bentuk simpanan. Lembaga keaungan bank terdiri dari :

a) Bank Umum Syariah


Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa
perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan
maupun lembaga-lembaga lainnya. Sejak dikleuarkan nya UU No.7 Tahun 1992
yang telah di ubah dengan UU No.10 Tahun 1998 bank umum terdiri dari Bank
Konvensional dan Bank Syariah.
b) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank pembiayaan rakyat syariah berfungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi
bank umum, tetapi di tingkat regional dengan berlandaskan kepada prinsip-
prinsip syariah. BPRS merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil
di Kecamatan dan Pedesaan.
2. Lembaga Keuangan Non-Bank
Lembaga keuangan non-bank terdiri dari :
a) Pasar Modal (Capital Market)
Pasar modal merupakan pasar tempat mempertemukan dan melakukan transaksi
antara para pencari dana (emiten) dengan para penanam modal (investor). Dalam
pasar modal yang diperjualbelikan adalah efek-efek seperti saham dan obligasi
dimana jika diukur dari wktunya modal yang diperjualbelikan merupakan modal
jangka panjang.

b) Pasar Uang (Money Market)


Pasar uang sama halnya dengan pasar modal, yaitu pasar tempat memperoleh
dana dan investasi dana. Pasar uang syariah juga telah hadie melalui kebijakan
Operasi Moneter Syariah dengan instrument antara lain Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dengan instrument antara
lain Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang operasionalnya
diatur oleh BI sedangkan pemenuhan prinsip syariahnya diatur oleh DSN MUI.
c) Perusahaan Asuransi
Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
d) Dana Pensiun
Dana pensiun merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pension
suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri. Penghimpun dana
pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan.
e) Perusahaan Modal Ventura
Perusahaan modal ventura merupakan pembiayaan oleh perusahaan yang
usahanya mengandung resiko tinggi. Perusahaan jenis ini masih baru di
Indonesia. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang
umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya.

3. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan yang mencakup usaha sewa
guna, anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen.
a) Perusahaan sewa guna usaha (leasing), adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai prinsip syariah.
b) Perusahaan anjak piutang (factoring), adalah kegiatan pengalihan piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut
sesuai dengan prinsip syariah. Anjak piutang dilakukan berdasarkan akad
wakalah bil ujrah.
c) Perusahaan kartu plastik adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu
kredit, ATM, kartu debet, kartu prabayar sebagai produk bank atau lembaga non
bank.
d) Pembiayaan konsumen syariah adalah pembiayaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai prinsip syariah.

4. Perusahaan Pegadaian
Merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan
jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan, kemudian ditaksir oleh
pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan.

5. Lembaga Keuangan Syariah Mikro


a) Lembaga pengelola zakat (BAZ dan LAZ)
Melalui BAZ dan LAZ diharapkan agar harta zakat umat Islam bisa
terkonsentrasi pada sebuah lembaga resmi dan dapat disalurkan lebih optimal.
b) Lembaga pengelola wakaf
Peningkatan peran wakaf sebagai pranata keagamaan tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomi yang berpotensi untuk memajukan kesejahteraan umum.
c) BMT
Adalah balai usaha mandiri terpadu yang isi nya berintikan bayt almal wa al-
tamwil dengan kegiatan mengenmbangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dengna mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Secara
konseptual, BMT memiliki dua fungsi :
• Baitulmal (bait = rumah, dan maal = harta) menerima dana ZIS serta
mengoptimalkan distribusinya dengan memberikan santunan kepada yang berhak
(para asnaf) sesuai peraturan dan amanah yang diterima.
• Baitut Tamwil (bait = rumah, At-Tamwil = pengembangan harta) melakukan
kegiatan pengembangan usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan makro terutama dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya.

Lembaga-Lembaga Fasilitator Sistem Keuangan Syariah di Indonesia


Sistem keuangan di Indonesia dilaksanakan dengan dua sistem, yaitu
konvensional dan syariah. Dari sisi pemenuhan prinsip syariah, dari atas ada
tangan Dewan Syariah Nasional MUI, sedangkan secara kelembagaan pada
lembaga keuangan yang beroperasi sesuai syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
melakukan pengawasan dari sisi operasional. Disamping itu, untuk menengahi
persengketaan yang terjadi pada lembaga keuangan syariah ada Badan Arbitrasi
Syariah Nasional.

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Pada era sebelum OJK dibentuk, pengawasan lembaga jasa keuangan di
industri pasar modal dan industri keuangan non-bank dilakukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam- LK), dan industri
perbankan diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Pengawasan lembaga jasa keuangan
dari kedua lembaga dimaksud ke OJK dilakukan secara bertahap. Pada tahun
2015, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, OJK memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan,
dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.

OJK berwenang di bidang pengawasan yaitu melakukan pengawasan dengan


pengawasan dan perlindungan konsumen sektor Perbankan, Pasar Modal, dan
Lembaga Keuangan Non-Bank, memberikan dan/atau mencabut izin usaha dan
pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran, memberikan perintah
tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan menunjuk Pengelola Statuter; serta
menetapkan sanksi administrasi. OJK juga berwenang di bidang pengaturan,
yaitu menetapkan peraturan pelaksanaan UU. OJK menetapkan peraturan
perundang-undangan di sektor Jasa Keuangan; menetapkan peraturan mengenai
pengawasan, serta menetapkan peraturan mengenai tata cara perintah tertulis.
Peraturan yang diterbitkan OJK terdiri dari OJK dan Surat Edaran OJK.

2. Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah (DSN dan DPS)
DSN MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Idam (fuqaha, serta
ahli dan praktisi ekonomi). DSN MUI mempunyai fungsi melaksanakan tugas-
tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.

DSN adalah singkatan dari Dewan Syariah Nasional. Salah satu tugas pokok
DSN adalah mengkaji, menggali, dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip
hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam
kegiatan transaksi di lembaga.

Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan,


dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan
usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah
sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah
dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek
syariah dan sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam mengomunikasikan
usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian
dan fatwa dari DSN.

3. Pengadilan Agama
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama pada pasal 49
disebutkan “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah,
dan ekonomi syariah. Dengan demikian, Pengadilan Agama memiliki kompetensi
absolut di bidang sengketa ekonomi syariah.

Kewenangan ini semakin diperkuat dengan Putusan Pembatalan Mahkamah


Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 atas pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dalam penjelasannya berisi
penyelesaian sengketa diselesaikan di Pengadilan Umum.

4. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)


Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga yang
menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara
hukum syariah.

Adapun dasar hukum pembentukan lembaga BASYARNAS adalah Undang-


Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. SK MUI (Majelis Ulama Indonesia). Surat Keputusan Dewan
Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang
Badan Arbitrase Syariah Nasional yang memutuskan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga hukam (arbitrase syariah) satu-satunya
di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. Bahkan,
di semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNIT)
perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri dengan ketentuan, “Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya maka terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”.

Institusi Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia


1. Bank Indonesia
Bank Indonesia merupakan regulator bagi perkembangan seluruh bank
umum dan BPR di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator,
Bank Indonesia telah mengupayakan adanya payung hukum bagi berkembangnya
bank syariah di Indonesia, yaitu dengan memasukkannya istilah prinsip syariah
dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Secara khusus, Bank Indonesia membuat Cetak Biru Perbankan Syariah yang
dijadikan acuan pengembangan bank syariah dari tahun 2003 hingga 2011. Pada
pertengahan tahun 2008, pengaturan Bank Syariah dimuat dalam undang-undang
tersendiri, yaitu UU No. 21 Th 2008 tentang Perbankan Syariah.
Blue Print Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Diterbitkan pada tahun 2002 oleh Bank Indonesia dengan tujuan untuk
memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan
sasaran pengembangan jangka panjang. Sasaran tersebut sampai tahun 2011
adalah:
1. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan.
2. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan.
3. Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien.
4. Terciptanya stabilitas sistemis serta terealisasinya kemanfaatan bagi
masyarakat luas.
2. Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-IAI)
KAS merupakan komite yang dibentuk IAI untuk merumuskan standar
akuntansi syariah, yang dibentuk sejak Oktober 2005. KAS sampai akhir tahun
2006 telah menghasilkan konsep Bangun Prinsip Keuangan Syariah, serta 6
exposure draf PSAK Syariah. Draf yang telah dihasilkan KAS-IAI selanjutnya
disahkan oleh DSAK pada tahun 2007.
CPMK 1 - SUB CPMK 5
Jelaskan tentang Sistem Operasional dan produk-produk dari Bank Syariah
sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syariah baik dari sisi Penghimpunan Dana
maupun Penyaluran Dana. Dan berikan contoh produk yang ditawarkan oleh
salah satu Bank Syariah yang ada di Indonesia

Sistem Operasional dan Produk Bank Syariah di Indonesia


a. Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana didalam Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan
dan deposito. Prinsip operasional syi'ariah yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip Wadi'ah dan Mudharabah.

1.) Prinsip Wadi'ah


Prinsip Wadi'ah yang diterapkan di Bank Syariah adalah wadi'ah yad
dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah dhamananh
berbeda dengan wadia'ah amanah. Dalam wadia'ah amanah, pada prinsipnya
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal
wadi'ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga bank tersebut boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut.
Ketentuan umum dari produk ini sebagai berikut:
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada
pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak
diperbolehkan melakukan perjanjian di muka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin
penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Untuk pemilik rekening giro, bank
dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menggunakan pengganti biaya
administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan
tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan
bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau
ijarah. Dapat juga dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah
kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, maka
bank yang berhak bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.Rukun
mudharabah harus terpenuhi semua (ada mudharibada pemilik dana, ada usaha
yang dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab Kabul).
Prinsip mudharabah ini digunakan pada produk tabungan berjangka dari deposito
berjangka.Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,
prinsip mudharabah terbagi dua yaitu:

1. Mudharabah mutlaqah
Dalam mudharabah mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan
apapun kepada bank, ke bisnis yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau
menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya
diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk
menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan
menguntungnkan.

Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan


dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan
mudharabah dana deposito mudharabah. Ketentuan umum dalam produk ini
adalah:
• Bank wajib menginformasikan kepada pemilik mengenai nisbah dan tatacara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang
dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana.Apabila telah tercapai kesepakatan
kedua pihak, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
• Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai
bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan lainnya kepada
penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat
atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
• Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuia dengan
perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo
negative.
• Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang
telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan
diperlakukan sma seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan
perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabugan dan deposito tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2. Mudharabah Muqayyadah
a. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (Restricted Investment)
dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh pihak bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis
tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan
digunakan untuk nasabah tertentu.Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai
berikut:
• Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana
simpanan khusus.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko
yan dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
• Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertitifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) dposito kepada deposan.

b. Mudharabah Muqayyadah of Balance sheet


Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung
kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger)
yang mempertemukan anatara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank
dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus daicatat pada
pos tersendiri dalam rekening administrative.
• Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
• Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan
antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.

b. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi ked lam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli,
2) Pembiayaan dengan prinsip sewa,
3) P embiayaan dengan prinsip bagi hasil,
4) Pembiayaan dengan akad pelengkap
1) Prinsip jual Beli (Ba'i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.Transaksi jual-
beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barangnya, yakni sebagai berikut:

a) Pembiayaan murabahah
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil di
mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan (marjin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan
murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayran cicilan (bi tsaman ajil, atau
muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara
pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.

b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum
ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran
dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi
ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan
secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepad bank, maka
bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri secara
tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara
tunai biasanya disebut dengan pembiayaan talangan (bridging financing).
Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan.
Ketentuan umum Pembiayaan Salam adalah sebagai berikut:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti
jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100kg mangga
harum manis kualitas "A" dengan harga Rp. 5000/kg, akan diserahkan pada
panen dua bulan mendatang.
• Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai akad maka
nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain
mengambilkan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang
sesuai dengan pesanan.
• Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai
persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad
salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar
induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut sebagai paralel salam.

c) Pembiayaan Istishna'
Produk istishna' menyerupai produk salam, tapi dalam istishna'
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna' dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum Pembiayaan Istishna' adalah spesifikasi barang pesanan
harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang
telah disepakati dicantumkan daam akad Istishna' dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.

2) Prinsip Sewa (Jarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada
objek transaksinnya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja
menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan
syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.

3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah
sebagai berikut:
a) Pembiayaan musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah).
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama
untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua
bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara
bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang perdagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible
asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan atau reputasi (credit
worthiness) dan barangbarang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan
meragkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak
dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
Ketentuan umum Pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:
• Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyawarah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik
modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh
melakukan tindkan seperti:
• Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
• Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal
lainnya.
• Memberi pinjaman kepada pihak lain
• Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:
▪ Menarik diri dari perserikatan
▪ Meninggal dunia,
▪ Menjadi tidak cakap hukum
• Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus
diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan
kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
• Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek
selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.

b) Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama
anatara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja
sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian
dari mudharib.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam
manajemn proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-
hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian.
Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola modal
dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang essensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada
besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di anatara itu.
Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarakah dan dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian
kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan
menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran
untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masingn-masing pihak untuk
melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan
merusak ajaran islam.

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:


• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya
dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas,
tahapannya dan disepakati bersama.
• Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan
dengan cara, yakni:
• Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
• Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan
atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh
kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji
dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda
pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi administrasi.Jasa
Perbankan Syariah

c. Produk Jasa Perbankan Lainnya


Produk jasa perbankan lainnya yaitu layanan perbankan dimana bank syariah
menerima imbalan atas jasa perbankan diluar fungsi utamanya sebagai lembaga
intermediasi keuangan.

1) Wakalah
Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat. Yakni bank diberikan mandat oleh nasabah untuk melaksanakan suatu
perkara sesuai dengan amanah/permintaan nasabah. Secara teknis perbankan,
wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang (sebagai
pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil, dalam hal ini bank) untuk
mewakili dirinya melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan dalam
waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus
mengatasnamakan yang memberi kuasa. Bank dan nasabah yang dicantumkan
dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum
.
2) Kafalah
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain kafalah berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin (QS.
Yusuf 12:72). Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan
nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah
sebagai pihak yang dijamin (makfullah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan
bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk
fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memperlakukannya
denagn prinsip wadiah. Dalam hal ini bank mendapatkan imbalan atas jasa yang
diberikan.
3) Sharf
Layanan jasa perbankan jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahannya harus dilakukan pada
waktu yang sama berdasarkna kurs jual atau kurs beli yang berlaku pada saat itu
juga (transaksi spot). Jenis layanan berdasarkan transaksi spot adalah : today,
tomorrow, dan spot. Bank syariah tidak melayani transaksi forward, swap, dan
option yang dalam transaksinya diterapkan hedging sebagaimana telah dijelaskan
di atas. Karena transaksi ini penyerahannya dilakukan pada masa yang akan
datang dan mengandung unsur spekulasi.

4) Qardh
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman
dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti
dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat
konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu
(sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan
dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus. Bank dapat
meminta jaminan atas pinjaman ini kepada peminjam (QS al-Hadid 57:11).

5) Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan
jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang atau gadai. Biasanya akad yang
digunakan adalah akad qardh wal ijarah, yaitu akad pemberian pinjaman dari
bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga
barang jaminan yang diserahkan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria, yaitu milik nasabah
sendiri; memiliki nilai ekonomis sehingga bank memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil seluruh atau sebagian piutangnya; harus jelas ukuran, sifat, dan
nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar; dapat dikuasai namun tidak boleh
dimanfaatkan bank.

6) Hiwalah
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik
perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat
ganti biaya atas jasa pemindahan utang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian
yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang
berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan
yang berhutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya
kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena
kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih
piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

7) Ijarah
Akad ijarah selain menjadi landasan syariah untuk produk pembiayaan, yaitu
sewa cicil, juga menjadi prinsip dasar pada jasa perbankan lainnya, antara lain
layanan penyewaan kotak simpanan atau SDB (safe deposit box). Bank mendapat
imbalan sewa atas jasa tersebut.

8) Al-Wadiah
Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan, termasuk
giro, juga menjadi prinsip dasar layanan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapatkan imbalan atas jasa tersebut.
CPMK 1 - SUB CPMK 6
Membuka rekening di salah satu Bank Syariah dibuktikan dengan adanya buku
tabungan, kemudian cover buku tabungan yang ada nama dan nomor rekening
discan lalu di upload bersamaan dengan tugas lainnya. Bagi yang sudah memiliki
buku tabungannya tinggal scan dan upload

Bukti buku tabungan tampak depan BNI Syariah

Bukti isi depan buku tabungan BNI Syariah


Bukti Penarikan Dana di BNI Syariah

Pengertian Tarik Tunai


Tarik tunai adalah sebuah transaksi yang dilakukan nasabah melalui mesin
ATM untuk mengambil uang yang ada didalam rekening tabungan, saat akan
melakukan transaksi nasabah harus memasukan pin rahasia terlebih dahulu.
Besar uang yang dapat diambil nasabah tergantung dari jenis kartu atm yang
digunakan, karena setiap kartu punya batas yang berbeda, ada yang Rp5 juta
perhari, Rp15 juta hari, dan seterusnya.

Penarikan tunai melalui mesin ATM yang sesuai dengan kartu atm yang
digunakan tidak akan dikenakan biaya, sedangkan jika menggunakan kartu atm
dan mesin ATM yang berbeda maka dikenakan biaya sebsar Rp6500 per
transaksi.
Contoh:

1. Nasabah BRI Syariah mengambil uang di ATM BRI Syariah tidak dikenakan
biaya
2. Nasabah BNI Syariah mengambil uang di ATM Mandiri Syariah maka
dikenakan biaya

Fungsi dan Kegunaan Tarik Tunai


1. Tarik tunai pada saat keadaan darurat adalah hal yang tak bisa dipungkiri.
Keadaan darurat disini yang dimaksud semisal, anggota keluarga ada yang
mengalami musibah dan membutuhkan cash untuk pembiayaan. Namun, lain
halnya jika musibah yang dialami tersebut berada di daerah terpencil yang jarang
sekali ditemukannya ATM.
2. Tarik tunai ketika sedang membutuhkan dana untuk keperluan bisnis.
3. Tidak berhadapan dengan teller dan tidak antre lama.
4. Tarik tunai melalui ATM akan dilayani atau kapan pun selama 24 jam sehari
dan 7 hari seminggu, kecuali ada tulisan ‘MAAF ATM SEDANG TIDAK
BERFUNGSI’. Ini pun masih ada solusi, yaitu dengan mencari ATM di tempat
lain yang terdekat.

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah


1. Biaya Administrasi
Di kenakannya biaya administrasi di bank konvensional yang di tujukan
kepada penabung hanya akan mengekspoitasi penabung kecil sedangkan
penabung besar selalu diuntungkan. Bagi penabung kecil, dengan jumlah saldo
tabungan yang minim, uang penabung tidak akan bertambah dan bahkan
jumlahnya akan menurun dan suatu ketika akan habis hanya karena pemotongan
biaya administrasi.
Berbeda dengan bank syariah, pada saat saya menabung di bank syariah,
tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa penabung akan dikenakan biaya
administrasi per bulan.
2. Pembagian Bunga atau Keuntungan
Bank konvensional melakukan berbagai kegiatan dengan berbasis bunga,
sedangkan bank syariah tidak mengenal bunga melainkan lebih menerapkan
prinsip untung dan rugi.

Dalam hal ini, keuntungan dan kerugian yang didapatkan akan ditanggung
secara bersama atau kolektif. Selain itu, dalam menjalankan kegiatan
pembiayaan, bank syariah lebih menerapkan prinsip jual beli aset (murabahah).
Dari kegiatan jual beli ini, keuntungan bisa didapatkan. Apabila pembayaran
dilakukan dengan sistem cicilan, maka harga jual barang atau aset tetap sama dan
tidak mengalami perubahan sampai akhir.

Berbeda dengan sistem yang dijalankan bank konvensional. Dalam


melakukan kegiatan pembiayaan, bank konvensional menerapkan sistem kredit.
Di sini harga barang bisa mengalami perubahan berdasarkan tingkat suku bunga.
Bahkan setiap cicilan yang dibayarkan selalu mengalami kenaikan.

3. Paradigma Penghimpunan Dana


Dalam penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan
Bank Syariah memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :
a. Tujuan masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum
Konvensional dimaksdukan untuk menabung dan mengamankan dananya dari
kemungkinan hal-hal yang tidak di harapkan disamping menharapkan bunga dari
dana yang disimpan tersebut.
b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk
diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan
dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah
juga ikut menanggung kerugian.

4. Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko


Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dalam
dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (Profit and loss
sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga
bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan
perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial.

5. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank konvensional,
mislanya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan
antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operaional bank dan produk-
produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan


Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini
yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan
anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi
dari Dewan Syariah Nasional.

a. Dewan Syariah Nasional (DSN)


DSN MUI mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas MUI dalam memajukan
ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas
lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji,
menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah)
dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di
lembaga keuangan syariah.
b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional bank sehari-hari agar
selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di fatwakan oleh DSN.
Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada
direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah
mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara
LKS dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk
dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN.
CPMK 1 - SUB CPMK 7
Menjelaskan tentang salah satu Lembaga Keuangan Syariah Non Bank secara
specific tentang Pasar Modal Syariah, tulisan juga termasuk menjelasakan fungsi,
peranan dan sistim operasional Pasar Modal Syariah, dan juga perbedaan dengan
Pasar Modal Konvensional.

Konsep Dasar Pasar Modal Syariah


Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang berhubungan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek.

Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat


diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal diatur dalam UUPM yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah sukses
dari sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara total. Secara umum
kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal
konvensional, namun terdapat beberapa faktor khusus Pasar Modal Syariah yaitu
bahwa produk dan transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al


Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad
SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan
penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu
fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan antar sesama
manusia yang terkait perniagaan. Berdasarkan kegiatan pasar modal syariah yang
dikembangkan dengan dasar fiqih muamalah.Terdapat kaidah fiqih muamalah
yang menyatakan bahwa Pada kenyataannya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Konsep inilah yang menjadi
prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Dasar Hukum
Sebagai bagian dari sistem pasar modal Indonesia, kegiatan di Pasar modal
yang menerapkan prinsip-prinsip syariah juga mengacu pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berikut peraturan pelaksananaannya
(Peraturan Bapepam-LK, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain) .
Bapepam-LK selaku regulator pasar modal di Indonesia, memiliki beberapa
peraturan khusus yang berkaitan dengan pasar modal syariah, sebagai berikut:
1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam
Penerbitan Efek Syariah

Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :


• Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan
memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
• Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan
Likuiditas.
• Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun
dan mengembangkan lini produksinya.
• Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga
saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.
• Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan
bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

Pasar modal mempunyai banyak manfaat, diantaranya:


• Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi
dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana tersebut secara
optimal.
• Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi (penganekaragaman, misalnya penganekaan usaha untuk
menghindari ketergantungan pada ketunggalan kegiatan, produk, jasa, atau
investasi).
• Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi Negara.
• Memungkinkan penyebaran kepeilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat
menengah.
• Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik.
• Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek
yang baik.
• Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko
yang bisa di perhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi
investasi.
• Membina iklim ketrebukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses control
sosial.
• Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan
manajemen professional, dan penciptaan iklim bersahan yang sehat.

Karakteristik atau sistem operasional yang diperlukan dalam membentuk


pasar modal syariah (Metwally, 1995) adalah sebagai berikut:
• Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
• Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat
diperjualbelikan Melalui pialang.
• Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di
Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account)
keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen
bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan.
• Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap
perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali.
• Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
• Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
• Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat
dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah.
• Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode
perdagangan setelah menentukan HST.
• Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan,
dan dengan harga HST.

Pengenalan Produk Pasar Modal Syariah


Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau
efek. Berdasarkan Undang-undang 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM),
Efek adalah berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham, bukti-b bukti utang, Unit Penyertaan kontrak kepemilikan kolektif,
kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.

Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek
harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut
dikatakan sebagai Efek Syariah. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13
tentang Penerbitan Efek Syariah. Efek Syariah adalah Efek yang dimaksud dalam
UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang
menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip - prinsip
syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah
diterbitkan di pasar modal Indonesia termasuk Saham Syariah, Sukuk dan Unit
Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.

1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan bukti bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk
mendapatkan bagian dari perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan
hak bagian hasil usaha merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau
syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan
efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak
semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut
sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah
jika saham tersebut diterbitkan oleh:
a. Emiten and Companies Public yang menyatakan dalam anggaran membaca
bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan
Prinsip-prinsip syariah.
b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak bertanggung jawab dalam anggaran
membaca bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai
berikut:

i. Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah diatur dalam


peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
▪ Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
▪ Perdagangan yang tidak konsisten dengan penyerahan barang / jasa;
▪ Perdagangan dengan penawaran / permintaan palsu;
▪ Bank berbasis bunga;
▪ Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
▪ Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan / atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
▪ Dapat, menerapkan, memperdagangkan dan / atau menyediakan barang atau
jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena
zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan / atau,
barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
▪ Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah)

ii. Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari
82%, dan

iii. Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih
dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai istilah dari
pengunduran syariah. Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari
kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan.
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi
Sukuk sebagai berikut: "Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan
yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan
atau tidak terbagi (syuyu '/ undivided share)) atas :
a. Aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
b. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah
ada maupun yang akan ada;
c. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d. Aset proyek tertentu (maujudat masyru 'muayyan); dan atau
e. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)

Ciri Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah, sukuk yang memiliki gambar yang berbeda
dengan pengunduran. Sukuk bukan merupakan surat utang, atau hak kepemilikan
atas suatu aset / proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset
yang dijadikan dasar publikasi (underlying asset). Klaim kepemilikan pada sukuk
berdasarkan aset / proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan
untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa
ketidakseimbangan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang
digunakan dalam publikasi sukuk.

Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment
Sukuk, terdiri dari:
1. Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
2. Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe:
sertifikat kepemilikan atas manfaat yang telah ada, sertifikat kepemilikan atas
manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan
sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
3. Sertifikat salam.
4. Sertifikat istishna.
5. Sertifikat murabahah.
6. Sertifikat musyarakah.
7. Sertifikat muzara'a.
8. Sertifikat musaqa.
9. Sertifikat mugharasa.

3. Reksa Dana Syariah


Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah
didefinisikan sebagai reksa dana yang dimaksud dalam UUPM dan peraturan
pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip
Syariah di Pasar Modal.

Reksa Dana Syariah bagi reksa dana pada umumnya merupakan salah satu
alternatif investasi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal
yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas
investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana
dari yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi,
namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997
jurnal dengan publikasi Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli
1997. Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki
kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan
ini terletak pada pemilihan instrumen dan investasi yang tidak boleh bertentangan
dengan prinsipprinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah total proses manajemen
portofolio, penyaringan, dan pembersihan (pengecualian).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai
peluang keuntungan, Reksa Dana mengandung berbagai peluang risiko, antara
lain:
• Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini bangun oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat
berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portofolio Reksa Dana tersebut. Ini
yang berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam dananya.
• Risiko Likuiditas
Risiko ini kesulitan yang masuk oleh Manajer Investasi jika sebagian besar
pemegang unit melakukan penjualan kembali (penebusan) atas sebagian besar
unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara
bersamaan. Dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana
tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka
(dana terbuka). Risiko ini dikenal juga sebagai efek penebusan.
• Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana
diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika
perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak
segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan
saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi disediakan
akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian,
agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB
(Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
• Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang
berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya
membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.

Perbedaan Pasar Modal Syariah dan Pasar Modal Konvesional


a. Indeks saham konvensional dan Indeks saham Islam Indeks Islam tidak hanya
dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga oleh pasar modal
konvensional. Perbedaan mendasar antara indeks konvensional dengan indeks
Islam adalah indeks konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di
bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang
terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah
suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di
sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak
kehidupan masyarakat. Garis pemisah antara indeks Islam dan indeks
konvensional. Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang
bernaung dalam pasar modal konvensional, maka perhitungan indeks tersebut
berdasarkan kepada saham-saham yang digolongkan memenuhi kriteria-kriteria
syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar
dalam bursa efek tersebut. Kedua, jika indeks Islam dikeluarkan oleh institusi
pasar modal syariah, maka indeks tersebut didasarkan pada seluruh saham yang
terdaftar di dalam pasar modal syariah yang sebelumnya sudah diseleksi oleh
pengelola.

b. Instrumen
Dalam pasar modal konvensional instrumen yang diperdagangkan adalah
suratsurat berharga (securities) seperti saham, obligasi, dan instrumen turunannya
(derivatif) opsi, right, waran, dan Reksa Dana. Dalam pasar modal syariah,
instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi syariah dan Reksa Dana
Syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang
dibolehkan.
c. Mekanisme transaksi
Dalam konteks pasar modal syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal
syariah itu tidak mengandung transaksi ribawi, transaksi yang meragukan
(gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan.
Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau menjual saham
secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Keadaan ini
memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya
perubahan harga saham ditentukan
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/4044-riba-pengertian-dan-macam-macamnya.html

https://news.detik.com/berita/d-4793327/ayat-tentang-riba-dalam-alquran-ini-

penjelasannya

https://ekonomi-islam.com/7-perbedaan-bank-syariah-dan-bank-konvensional-

nomor-2-paling-penting/

https://pengusahamuslim.com/1122-memahami-akad-riba-01.html

https://pengusahamuslim.com/1126-memahami-akad-riba-02.html

https://www.infoperbankan.com/umum/pengertian-tarik-tunai.html

https://www.aturduit.com/articles/perbandingan-bank-syariah-dan-bank-

konvensional/

https://andyyjr20.blogspot.com/2017/03/makalah-lembaga-keuangan-

syariah.html

https://www.ojk.go.id/lanal/pasar-

https://www.kompasiana.com/dendyddm/5af87d4afl334469a5362bc4/riba

https://www.kompasiana.com/dina07699/5af7e7cc16835f43227b1114/perkemba

ngan-lembaga-keuangan-syariah?page=all#:~:text=U

Anda mungkin juga menyukai