Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan 2

KONSEP DASAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

A. Tujuan Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syariah

Akuntansi dalam perspektif Islam berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, dan

pencatatan transaksi-transaksi dan penyajian mengenai kekayaan dan kewajiban. Selain itu

mengharuskan untuk berlaku adil dan mengatakan sesuatu dengan benar serta memenuhi hak

orang lain. Oleh karena itu, tujuan akuntansi keuangan syariah adalah:

1. Menentukan hak dan kewajiban semua pihak, termasuk hak dan kewajiban yang

dihasilkan dari proses transaksi yang tidak lengkap dan kejadian lain, disesuaikan

dengan prinsip syariah Islam dan konsepnya tentang kewajaran, kedermawanan, dan

kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islami.

2. Memberikan kontribusi untuk menjaga aset-aset perbankan syariah. Hak-haknya, dan

hak-hak pihak lain dengan cara yang wajar.

3. Memberikan kontribusi dan peningkatan kerja manajerial dan kemampuan produktif

perbankan syariah serta mendorong kepatuhan terhadap tujuan dan

kebijakanorganisasi yang telah ditetapkan, dan di atas semuanya adalah kepatuhan

terhadap ketentuan syariah Islam dalam semua transaksi dan kegiatannya.

4. Menyediakan, melalui laporan keuangan, informasi yang berguna bagi para pengguna

laporan keuangan, dan memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang

berdasar berkaitan dengan aktivitas yang berhubungan dengan perbankansyariah.

B. Laporan Keuangan Syariah

Laporan keuangan syariah tidak jauh berbeda dari laporan keuangan konvensional

(neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan). Namun
dalam laporan keuangan syariah terdapat beberapa laporan lain yang tidak terdapat di laporan

keuangan konvensional. Laporan tersebut antara lain:

1. Analisis laporan keuangan tentang sumber dan penggunaan dana zakat.

Laporan ini memuat informasi tentang sumber dana zakat, metode pengumpulan dana

termasuk mekanisme kontrol untuk menjaga dana zakat tersebut, dan proses

penyalurannya.

2. Analisis laporan keuangan tentang sumber dan penggunaan dana yang dilarang oleh

syariah (non halal).

Laporan ini memuat informasi tentang alasan diperolehnya pendapatan non halal

tersebut, pengelolaan dan pendistribusiannya, serta prosedur untuk melindungi

masuknya hasil transaksi yang dilarang syariah.

3. Laporan berkaitan dengan upaya perbankan syariah dalam mewujudkan pertanggung

jawaban sosial (social responsibility).

4. Laporan-laporan tentang peningkatan SDM perbankan syariah.

Laporan ini menginformasikan upaya perbankan syariah dalam meningkatkan kualitas

SDM dan upaya bank untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam

menjalankan tugasnya.

C. Transaksi yang Dilarang

Sistem keuangan syariah melarang beberapa cara transaksi yang dapat merugikan

salah satu atau bahkan kedua pihak dalam sebuah transaksi serta yang dilarang oleh Allah

SWT di dalam Al Quran. Beberapa transaksi yang dilarang tersebut yaitu :

1. Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan

barang dan jasa yang diharamkan Allah. Contoh: babi, khamar, narkoba.

2. Riba. (Riba Nasi'ah: utang piutang; Riba Fadhl: pertukaran/barter)


3. Penipuan (ketidaktahuan salah satu pihak dalam kuatitas, kualitas, harga, waktu

penyerahan)

4. Perjudian

5. Transaksi yang tidak mengandung ketidakpastian/gharar.(buah yang belum dipanen,

sapi di dalam rahim, barang yang hilang)

6. Penimbunan barang/ihtikar

7. Monopoli

8. Rekayasa permintaan/bai'an najsy. (perdagangan saham dan valas)

9. Suap

10. Penjual bersyarat/ta'alluq

11. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli/bai'al inah.

12. Jual beli dengan cara talaqqi al-rukban. (penjual tidak mempunyai pilihan)

D. Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

1. Bank Syariah

Dalam bank Syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan

ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apapun yang dihasilkan semua

perbankan, termasuk di dalamnya perbankan Syariah, tidak akan terlepas dari proses

transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan 'aqd (jamak: al-'uqud). Ada

beberapa asas al-'uqud yang harus dilindungi dan dijamin dalam UU Perbankan Syariah,

yaitu:

a. Asas Ridha'iyyah (rela sama rela)

Transaksi ekonomi Islam dalam bentuk apapun yang dilakukan perbankan dengan

pihak lain terutama nasabah harus didasarkan atas prinsip rela sama rela yang hakiki.

Asas ini didasarkan pada Surat an-Nisa : 29. Atas dasar 'an-taradhin, maka semua
bentuk transaksi yang mengandung unsur paksaan (ikrah) harus ditolak dan dinyatakan

batal demi hukum.

b. Asas manfaat

Akad yang dilakukan oleh bank dengan nasabah berkenaan dengan hal-hal yang

bermanfaat bagi kedua belah pihak.

c. Asas keadilan

Dimana para pihak yang transaksi (bank dan nasabah) harus berlaku dan diperlakukan

adil dalam konteks pengertian yang luas dan konkret. Hal ini didasarkan pada surat

al-Hadid : 25 yang mengharamkan riba.

d. Akad saling manguntungkan

Setiap akad yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat memberi keuntungan bagi

mereka. Islam mengharamkan transaksi yang mengandung unsur gharar (penipuan),

karena hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain.

Selain akad-akad tersebut, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan:

e. Akad yang dilakukan bank dan nasabah bersifat mengikat (mulzim)

f. Para pihak yang melakukan transaksi akad harus memiliki itikad baik (husnun-niyah).

Asas ini sangat penting diperhatikan dan akan turut menentukan kelangsungan dari

pelaksanaan akad itu sendiri.

g. Memerhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi selama tidak bertentangan

dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan

dengan asas-asas al-'uqud (konsep Hukum Perikatan Islam)

h. Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam

akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum

dan semangat moral perekonomian Islam.

i. Lembaga Penyelesaian Sengketa


Jika dalam perbankan syariah terdapat perselisihan atau sengketa antara bank dan

nasabahnya, maka pihak-pihak tersebut dapat menyelesaikannya di pengadilan umum

atau di badan arbitrase yang menjalankan hukum materiil berdasarkan syariah.

j. Struktur Organisasi

Komisaris dan direksi, namun unsure yang membedakannya adalah keberadaan Dewan

Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional bank dan

produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS berada pada posisi

setingkat Dewan Komisaris pada bank.

Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan olah DPS dan

dulakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), setelah para anggota DPS

mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN merupakan badan

otonom MUI yang secara eks-officio diketuai oleh ketua MUI.

k. Prinsip Organisasi

Bank konvensional menggunakan sistem bunga yang masih banyak digunakan

masyarakat, padahal menurut fatwa MUI yang telah dikukuhkan pada 6 Januari 2004,

diputuskan bahwa bunga bank hukumnya haram. Berikut adalah perbandingan antara

bunga dan bagi hasil:

BUNGA BAGI HASIL

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi


Penentuan bunga dibuat pada waktu hasil dibuat pada waktu akad dengan
a
akad dengan asumsi harus selalu untung berpedoman pada kemungkinan untung
rugi

Besarnya persentase berdasarkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan


b besarnya jumlah uang (modal) yang pada jumlah keuntungan yang
dipinjamkan diperoleh

Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan. Bila usaha
c
proyek yang dijalankan oleh pihak merugi, kerugian akan ditanggung
nasabah untung atau rugi bersama oleh kedua belah pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan Jumlah pembagian laba meningkat
d
berlipat atau keadaan ekonomi sesuai peningkatan jumlah pendapatan
sedang booming

Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak


Tidak ada yang meragukan keabsahan
e dikecam) oleh semua agama, termasuk
bagi hasil
Islam

Anda mungkin juga menyukai