BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak sedikit masyarakat umum dan bahkan kalangan intelektual terdidik yang belum memahami
konsep bank syariah. Mereka beranggapan bagi hasil dan bagi hasil adalah sama dengan bunga.
Mereka mengklaim, bahwa bagi hasil hanyalah nama lain dari sitem bunga. Pandangan ini juga
masih terdapat di kalangan sebagian kecil ustadz yang belum memahami konsep dan operasional
bagi hasil.
Dalam tulisan ini akan diuraikan setidaknya lima perbedaan mendasar antara bank syariah dan
bank konvensional yakni dari segi pengertian, akad dan aspek legalitas, lembaga penyelesaian
sengketa, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja serta corporate culture.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi pengertian?
2. Bagaimana perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi akad dan aspek
legalitas?
3. Bagaimana perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi lembaga
penyelesaian sengketa?
4. Bagaimana perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi bisnis dan usaha
yang dibiayai?
5. Bagaimana perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi lingkungan kerja
dan corporate culture?
C. Tujuan Pembahasan
Mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi pengertian?
Menengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi akad dan aspek
legalitas?
Mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi lembaga
penyelesaian sengketa?
Mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi bisnis dan usaha
yang dibiayai?
Mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional dilihat dari segi lingkungan kerja
dan corporate culture?
BAB II
PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Bank syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda dengan bank
konvensional. Dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan
terutama dalam sisi teknis. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan yang mendasar diantara
keduanya yang menyangkut akad dan asek legalitas, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang
dibiayai dan lingkungan kerja serta corporate culture.
A. Pengertian Bank
1.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas UndangUndang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat dan atau berdasarkan
prinsip syariah, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.
Bank Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan
tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Menurut Antonio dan Perwataatmadja yang
dikutip oleh Ismail dalam buku Perbankan Syariah Bank Islam adalah bank yang beroperasi
dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuanketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.[1]
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam,
menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak
bertentangan dengan yariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
[2]
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah
b. Al-Musyarakah
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi
kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
Fikih muamalat Islam membedakan antara waad dengan akad. Waad adalah janji (promise)
antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak.
Waad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apaapa terhadap pihak lainnya. Dalam waad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci
dan spesifik (belum well defined). Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka
sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Akad merupakan suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat,
yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang
telah disepakati terlebih dahulu[3]. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara
rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang
sudah disepakati dalam akad.
Dalam bank syariah, akad yang yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrowi,
karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Sehingga kesepakatan dapat
diminimalisir. Selain itu akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku transaksi,
maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut[4]
1.
2.
Syarat, seperti:
a.
b.
c.
C. Struktur Organisasi
Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi bank konvensional dan bank
syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada perbankan
syariah. Demikian juga halnya di Indonesia, sedangkan di bank konvensional tidak ada aturan
yang demikian. Dewan pengawas syariah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang
menguasai bidang fiqh muamalah (Islamic commercial jurisprudence) yang berdiri sendiri dan
bertugas mengamati dan mengawasi operasional bank dan semua produk-produknya agar sesuai
dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Dewan pengawas syariah (The Sharia Supervisory
Board) mesti melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan / akad (agrements,
appointment and engagement) yang dilaksanakan oleh institusi keuangan syariah. Dewan ini
ditempatkan sejajar dengan dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin
efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dewan ini sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan dibolehkan menunjuk beberapa orang
pakar ekonomi untuk membantu tugasnya, namun anggotanya tidak boleh merangkap sebagai
director atau komisaris utama (President Commissioner atau significant shareholders) dari
institusi keuangan syariah tersebut.2 Pembubaran atau penggantian anggota dewan syariah mesti
mendapat rekomendasi directors dan dikehendaki mendapat pengesahan dari pemegang saham
(shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau general meeting.
Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:
1. Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah tersebut sesuai
dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
2. Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun tentang bank syariah yang berada
dalam pengawasannya bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan
syariah. Dalam laporan tahunan (annual report) institusi syariah, maka laporan dari Dewan
Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas.
3. Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkembangan dan aplikasi
sistem keuangan syariah (Islam) di institusi keuangan syariah khususnya bank syariah yang
berada dalam pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan sekali.4 Laporan tersebut
diberikan kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota provinsi dan atau Bank Indonesia di
Ibu kota negara Indonesia-Jakarta.
4. Dewan Pengawas Syariah juga berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi jika ada
inovasi produk-produk baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan
pengkajian awal sebelum produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali
dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
5.
mengawasi perbankan syariah tetapi juga institusi-institusi keuangan syariah lainnya seperti
asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain sebagainya.
2. Untuk kesatuan dalam pelaksanan sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah di
Indonesia, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan yang dipatuhi oleh semua Dewan
Pengawas Syariah yang ada pada setiap institusi keuangan Syariah untuk mengawasi jalanya
sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah tersebut.
3. Dewan Syariah Nasional juga bertugas meneliti ulang dan memberikan fatwa atas segala
bentuk produk yang diusulkan dan dikembangkan oleh institusi keuangan syariah.
4. Dewan Syariah Nasional juga mengesahkan usulan nama-nama orang yang akan disahkan
menjadi Dewan Pengawas Syariah yang berada di setiap institusi keuangan syariah. Selain itu,
Dewan Syariah Nasional juga memberi cadangan para ulama/intelektual Muslim yang akan
ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di institusi keuangan syariah.
3. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa muamalat yang timbul dalam
bidang perdagangan, industri, jasa dan lain-lain.
4. Atas permintaan pihak-pihak dalam suatu perjanjian, dapat memberikan suatu pendapat
mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.
Mekanisme operasional BASYARNAS:[7]
1.
2.
Penetapan arbiter
3. Acara pemeriksaan
4.
Perdamaian
5.
6.
Berakhirnya pemeriksaan
7.
Pengambilan putusan
8.
Perbaikan putusan
9.
Pembatalan putusan
10.
Pendaftaran putusan
11.
Pelaksanaan putusan
12.
Biaya arbitrase
2.
3.
Bank Syariah
1. Melakukan investasi-investasi
yang halal saja.
Bank Konvesional
1. Investasi yang halal dan
haram.
3.
Profit oriented
5.
BAB III
KESIMPULAN
1. Bank konvensional yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha
syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
2. Akad merupakan suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masingmasing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam bank syariah, akad yang yang dilakukan
memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrowi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
islam.
3. Secara organisatoris, bank syariah dan bank konvensional itu sama. Perbedaannya cuma
satu, bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah.
4. Pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya,
kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya di
BASYARNAS.
5. Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari saringan syariah,
yakni usaha yang di dalammnya tidak terkandung hal-hal yang diharamkan.
6.
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah.
7. Bank syariah berbeda dengan bank konvensional dalam hal akd dan aspek legalitas, struktur
organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja serta
corporate culture.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2011, 32.
[2]Asfia Murni, Ekonomika Makro, Bandung: Refika Aditama, 2009, 127-130.
[3]Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004, 63.