Sinuraya
NPM : 1915100281
Kelas : Reguler I 3B
Dosen Pengampu : Doni Efrizah,S.S.,M.Si
Mata Kuliah : Penulisan Ilmiah Akuntansi
Pertanyaan :
Carilah sebuah artikel popular dan artikel ilmiah di internet atau koran kemudian buat
perbedaan antara keduanya!
ARTIKEL POPULER :
Dampak Masa Pandemi yang Berpengaruh pada Gangguan Kesehatan Mental Kaum
Milenial dalam Menghadapi Bonus Demografi
Dari sekian juta milenial di dunia ini, pasti tidak pernah terlepas dari masalah bukan ?
Baik masalah ekonomi, sosial budaya, politik, agama, pendidikan, dan kesehatan. Salah
satunya adalah gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan mental sendiri adalah
gangguan serius yang dapat mempengaruhi pemikiran, mood, dan perilaku seseorang. Siapa
saja yang berpotensi terkena gangguan kesehatan mental ? Jawabannya adalah semua orang,
tetapi disini saya hanya akan membahas tentang gangguan kesehatan yang di alami kaum
milenial serta kaitannya dengan bonus demografi.
* Mengalami diskrminasi dan bullying yang terjadi di dunia maya dan dunia nyata.
* Kehilangan pekerjaan, khususnya di masa pandemi ini banyak orang di PHK.
* Stres berat dalam waktu yang lama.
* Terisolasi dari kehidupan sosial. Salah satu contoh, terpapar Covid-19 sehingga harus
mengasingkan diri dari orang-orang
* Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat .
* Pengaruh narkoba dan minuman keras yang dapat merusak otak.
Ciri-ciri umum orang yang terkena gangguan kesehatan mental adalah, suka
mengonsumsi obat hanya untuk kesenangan sendiri, memiliki emosi yang berubah-ubah, pola
makan dan pola tidur berubah, merasa sedih,stres,dan depresi secara terus menerus dalam
jangka waktu lama, munculnya keinginan untuk mengakhiri hidup, dan menarik diri dari
lingkungan sosial. Apakah kalian termasuk dalam kategori tersebut ? Jika kalian termasuk,
segeralah hubungi layanan konseling atau ke psikolog.
Tingkat kesehatan mental juga dapat mempengaruhi peran para Milenial dalam
menghadapi bonus demografi. Bonus demografi sendiri adalah, masa dimana suatu negara
memiliki penduduk usia produktif ( usia 15-64 tahun ) yang lebih banyak dari pada penduduk
usia non produktif ( dibawah 15 dan diatas 64 tahun ). Periode bonus demografi di Indonesia
dimulai dari tahun 2020-2035. Momentum ini dapat menjadi peluang bagi negara kita, dan
juga dapat menjadi boomerang bagi negara kita. Hal penting yang harus dipersiapkan adalah
Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai kesehatan mental SDM. jika tidak disiapkan
dengan baik, kemungkinan besar bukan peluang yang akan kita dapatkan, melainkan
bencana.
Apa yang akan terjadi jika penduduk usia produktif yang berperan penting dalam
bonus demografi mengalami gangguan kesehatan mental ? Marilah kita bayangkan. Apa
jadinya negara ini ? Apa yang didapatkan tidak sesuai dengan yang apa yang diinginkan.
Ditambah dengan masalah pandemi yang sedang terjadi, di samping itu era Revolusi Industri
4.0 pun menuntut kualitas dan kapasitas sumber daya manusia yang lebih tinggi. Inilah
tantangan besar yang sedang negara kita hadapi.
Oleh karena itu yang harus di lakukan adalah mengatasi gangguan kesehatan mental.
Dimulai dari diri kita sendiri, dengan cara,melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga,
memelihara pikiran yang positif, menjaga hubungan baik dengan orang lain, menjaga
kecukupan istirahat dan tidur, membantu orang lain dengan tulus, memahami apa yang
sedang dirasakan, yang terakhir hargai dan sayangilah dirimu. Cara-cara diatas tidak bisa
dipaksakan, semua tergantung dari masing-masing kita para kaum milenial. Jika gangguan
kesehetan mental sudah teratasi, masalah peningkatanan kualitas Sumber Daya Manusia
akan lebih mudah teratasi. Dan Bonus Demografi akan menjadi peluang besar untuk menuju
Indonesia yang sejahtera.
ARTIKEL ILMIAH :
Pandemi corona yang berkepanjangan membuat masyarakat di berbagai dunia semakin resah.
Tak hanya berdampak pada dunia kesehatan, virus tersebut juga mempengaruhi sektor
ekonomi. Resesi ekonomi menjadi ancaman di tengah pandemi.
Mendekati kuartal terakhir tahun 2020, sejumlah negara mulai melaporkan terjadinya
masalah resesi ekonomi. Bahkan, negara maju seperti Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan,
Singapura, hingga Amerika Serikat juga mengalami hal tersebut. Mampukah Indonesia
bertahan?
Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan dan berlangsung terus
menerus selama beberapa bulan.
Menurut Forbes, resesi ekonomi bisa terjadi saat produk domestik bruto (PDB) menunjukkan
angka negatif, peningkatan pengangguran, penurunan penjualan ritel, serta penurunan
pendapatan dalam jangka waktu lama.
Sementara itu, ekonomi yang sehat merupakan ekonomi yang terus berkembang dari waktu
ke waktu. Adanya penurunan ekonomi dalam jangka waktu yang lama mengindikasikan
kemungkinan terjadinya resesi.
Pada awal tahun 2020, dunia diguncang wabah pandemi corona. Setelah berkutat selama
beberapa bulan terakhir untuk memerangi wabah tersebut, perekonomian beberapa negara
pun pada akhirnya ikut tumbang.
Ini menjadi resesi ekonomi yang dialami oleh Australia selama kurun waktu 30 tahun
terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang berada dalam angka negatif selama dua kuartal berturut-
turut menjadi penanda terjadinya resesi.
Negara-negara maju yang dilaporkan mengalami resesi tentu saja membuat masyarakat resah.
Akankah Indonesia mengalami hal yang sama? Lalu, apakah dampak jika sebuah negara
mengalami resesi?
Resesi menjadi salah satu risiko yang tak terhindarkan dari sebuah siklus bisnis dalam suatu
negara. Dengan kondisi seperti sekarang, Indonesia sangat mungkin mengalami resesi.
Berikut adalah beberapa penyebab resesi.
Pertama, adanya guncangan ekonomi. Guncangan ekonomi ini menjadi masalah serius yang
apabila tidak segera dicari solusinya akan berdampak buruk bagi perekonomian negara.
Dalam hal ini, pandemi corona sudah termasuk guncangan ekonomi yang melanda banyak
negara di dunia.
Kedua, beban utang yang berlebihan. Dalam kondisi tertentu, utang bisa dijadikan solusi.
Akan tetapi, jika seseorang atau negara memiliki banyak sekali utang, akan ada titik di mana
ia tidak bisa membayar utang. Ini juga bisa menyebabkan resesi.
Ketiga, gelembung aset. Investasi yang didorong emosi akan menyebabkan keadaan ekonomi
semakin membutuk. Investor terlalu optimis bahwa ekonomi akan menguat. Keadaan ini
sering disebut dengan kegembiraan irasional.
Kegembiraan irasional menyebabkan pasar saham atau real estat menggelembung. Nantinya,
akan ada titik gelembung tersebut meletus dan mengakibatkan resesi.
Keempat, inflasi yang terlalu tinggi. Inflasi merupakan tren harga yang naik seiring waktu.
Dalam perekonomian, inflasi bukanlah hal yang buruk. Akan tetapi, jika inflasi terlalu tinggi,
fenomena ini akan menjadi sangat berbahaya bagi perekonomian.
Kelima, adanya deflasi yang tak terkendali. Sama seperti inflasi, deflasi atau penurunan harga
yang terjadi terus menerus bisa mengakibatkan penurunan upah yang selanjutnya bisa
menekan harga.
Ketika deflasi semakin tak terkendali, orang dan bisnis bisa berhenti. Hal ini mampu
merongrong perekonomian dan menyebabkan resesi.
Jika kebijakan negara kurang tepat dalam mengatasi masalah perubahan teknologi, bukan
tidak mungkin resesi pun akan terjadi.
Arif Budimanta, Staf Khusus Presiden di Bidang Ekonomi, mengatakan bahwa saat ini
Indonesia belum mengalami resesi. Pada kuartal II (April – Juni) 2020, ekonomi Indonesia
memang mengalami kontraksi hingga berada di angka -5,37% secara tahunan.
Arif juga mengatakan bahwa negara Indonesia memiliki peluang untuk lolos dari ancaman
resesi apabila pada kuartal III nanti PDB bergerak positif seperti pada kuartal pertama.
Dari keterangan Arif, Indonesia berpeluang lolos dari resesi ekonomi. Meski kesempatannya
masih kecil mengingat keadaan ekonomi masih belum stabil, masyarakat tidak perlu panik.
Saat ini, pemerintah sedang mengambil langkah untuk terus mendorong pertumbuhan
ekonomi. Ada beberapa sektor yang tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, yakni
pertanian sebesar 2.19 persen, informasi dan komunikasi sebesar 10,88 persen, serta jasa
keuangan sebesar 1,03 persen.
Jatuhnya negara-negara maju membuat masyarakat panik. Keadaan ekonomi yang tak
kunjung membaik membuat masyarakat khawatir bahwa Indonesia pun akan mengalami
resesi.
Meskipun begitu, sejauh ini, Indonesia belum mengalami resesi. Pemerintah sedang
mengusahakan segala cara agar Indonesia terbebas dari ancaman resesi ekonomi.
Untuk mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan PDB, kita disarankan tetap
melakukan aktivitas perekonomian. Tidak perlu mencairkan uang cash di bank. Aktivitas
perekonomian tetap harus dilakukan agar PDB meningkat dan kita terhindar dari resesi
ekonomi.