Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi masalah yang paling
mengancam di dunia. Setiap tahun korban akibat gangguan jiwa selalu meningkat.
Hal ini disebabkan oleh beban hidup yang semakin lama semakin berat. Gangguan
jiwa ini tidak hanya terjadi pada kalangan bawah tetapi juga kalangan pejabat dan
kalangan menengah keatas. Pada saat ini penyakit gangguan jiwa tidak hanya
dialami oleh orang dewasa dan lansia tetapi juga oleh anak-anak dan remaja.
Seseorang yang terkena gangguan jiwa akan melakukan hal yang seharusnya tidak
dilakukan seperti menggunakan obat-obatan terlarang dan melakukan bunuh diri.
Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah besar di beberapa Negara di
dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Inggris dan lain-lainnya. Selain
faktor diatas penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa juga disebabkan oleh
perkembangan otak ketika masih janin yang menyebabkan penyakit skizofrenia.
Oleh karena itu saat ini seluruh Negara di dunia berusaha meningkatkan kesehatan
jiwa warga negarnya. Begitu juga dengan Indonesia yang berusaha meningkatkan
pelayanan pada pasiennya dengan meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
jiwa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana trend dan issue dalam keperawatan jiwa?
2. Bagaimana hasil penelitian terbaru mengenai kesehatan dan keperawatan jiwa?
3. Bagaimana pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2014 dan strategi teknik
pelaksanaannya?
4. Apakah regulasi yang mendukung tentang kesehatan jiwa?
5. Apakah kontribusi keperawatan dalam penanganan gangguan jiwa?
6. Bagaimana dampak pandemic covid-19 terhadap kesehatan jiwa?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui trend dan issue dalam keperawatan jiwa.
2. Untuk mengetahui hasil penelitian terbaru mengenai kesehatan dan keperawatan
jiwa.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2014dan strategi tekhnik
pelaksanaan..
4. Untuk mengetahui regulasi yang mendukung tentang kesehatan jiwa.
5. Untuk mengetahui kontribusi keperawatan dalam penanganan gangguan jiwa.
6. Untuk mengetahui dampak pandemic covid-19 terhadap kesehatan jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. TREND DAN ISSUE DALAM KEPERAWATAN JIWA


Trend dan issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang hangat
dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggpa ancaman
atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatn jiwa baik dalam tatanan
regional maupun global.
Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya
adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu bila berbicra masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai ada saat onset terjadinya
sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai
pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir.
Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus
dimulai dari masa konsepsi atau bahkan harus dimulai dari masa pranikah. Banyak
penelitian yang menunjukan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan
kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian
berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemic sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita
skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan luar
yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko
menderita skizofrenia.
Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan
bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan neurokognitif sejak
dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti berkurangnya kemampuan
dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working
memory dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelaianan neurokognitif diatas didapat sejak dalam kandungan dan dalam
kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya tekanan berat dalam
kehidupan, infeksi otak, trauma otak atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi
otak seperti narkoba.kelaianan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar
dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses piker, waham/delusi,
perilaku yang anaeh dan gangguan emosi.
2. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita sakit
jiwa di provinsi lain terus meningkat. Penderita tidak lagi didominasi masyarakat kelas
bawah, kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga tersentuh
gangguan psikotik dan depresif. Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh
para psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik
strata social maupun usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah
kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak
dan remaja juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk
gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang
berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya.
Neurosis menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin
bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat
kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma
fisik dan non fisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua atau
masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang
menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap
mengoceh tidak karuan dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan
orang lain, seperti mengamuk.

3. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa


Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu
pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada
manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan
jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan
jiwa.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Ada tiga
golongan penyebab gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic.
Penyebabnya antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit
infeksi (tifus, hepatitis, malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alcohol dan lain-lain.
Kedua, gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya karena salah dalam
pola pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis diantara anggota
keluarga disebabkan frustasi, konflik dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan social atau
lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawaninan, problem
orang tua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, dilungkungan hidup,
dalam masalah keungan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan
lain-lain).
4. Kecenderungan situasi di era globalisasi
Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri globalisasi,
akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut mampu
memberikan askep yang professional dan dapat mempertanggung jawabkan secara
ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus
membekali diri dengan Bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.

5. Perubahan orientasi sehat


Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk keperawatan
adalah teredianya alternative pelayanan dan persaingan penyelenggaraan pelayanan
(persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat jiwa) harus mempunyai standar global
dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan. Fenomena masalah
keperawatan jiwa, indicator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan lagi masalah klinis
seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada konteks kehidupan social.
Focus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan pada peningkatan
kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa bukan lagi sehat atau sakit, tetapi kondisi
optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi social, lebih menekankan
upaya proaktif untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan
jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif. Penanganan kesehatan jiwa
bergeser dari hospital base menjadi community base.
Empat ciri pembentuk struktur masyarakat sehat :
a. Suatu masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg
diperalat oleh orang lain. Oleh karena itu seharusnya tidak ada yang
diperalat/ memperalat diri sendiri, dimana manusia itu menjadi pusat dari
semua aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada tujuan
perkembangan diri manusia.
b. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya,
merangsang perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu
membuat manusia untuk mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni
dan perilaku normatif kolektif.
c. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif, pemilikan
berlebihan, narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan
material tanpa batas.
d. Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak dalam dimensi-
dimensi yang dapat dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan
bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan
struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap orang harus meningkatkan
kualitas hidup yang dapat menjamin terciptanya kondisi sehat yang
sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan
orientasi paradigma kesehatan jiwa.
6. Kecenderungan penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burden of disease”. Hal ini akan
menjadi tantangan bagi “Public Health Policy” yang secara tradisional memberi perhatian
yang lebih pada penyakit infeksi. Standar pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global
secara tradisional adalah angka kematian akibat penyakit. Ini telah menyebabkan
gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah. Dengan adanya indicator baru yaitu DALY
(Disabilitty Adjusted Life Year) diketahui bahwa gangguan jiwa merupakan masalah
kesehatan utama secara internasional.
Perubahan social ekonomi yang amat cepat dan situsi social politik yang tidak menentu
menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan, situasi
ini dapat meningkatkan angka kejadian kritis dan gangguan jiwa dalam kehidupan
manusia.
Untuk menjawab tantangan ini diperlukan tenaga kesehatan seperti psikiater, psikolog,
social worker dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi kuantitas.

7. Meningkatnya post traumatic syndrome disorder


Trauma katastropik yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang umum di alami
manusia dalam kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress berkepanjangan dan
berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka menjadi manusia yang
invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir menjadi tidak produktif. Trauma
bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma muncul sebagai
akibat saling keterkaitan antara ingatan social dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang
mengguncang eksistensi kejiwaan.

8. Meningkatnya masalah psikososial


Lingkup masalah kesehatan jiwa, sangat luas dan kompeks juga saling
berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa
(psychitri), secara garis besar masalah kesehatan jiwa digolongkan menjadi :
a. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas,
hidup yaitu masalah kejiwaan yang berkait dengan makna dan nilai-nilai
kehidupan manusia, misalnya:
1) Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle kehidupan
manusia, mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan,
balita, anak, remaja, dewasa, usia lanjut.
2) Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan
disabilitas.
3) Pemukiman yang sehat.
4) Pemindahan tempat tinggal.
b. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul
sebagai aikbat terjadinya perubahan sosial, misalnya :
1) Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum
dan diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap
mengganggu ketertiban/keamanan lingkungan).
2) Pemasungan penderita gangguan jiwa.
3) Masalah anak jalanan.
4) Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan).
5) Penyalahgunaan Narkotika dan psikotropika.
c. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual, dan lain-
lain).
1) Tindak kekerasaan sosial (kemiskinan, penelataran tidak diberi
nafkah, korban kekerasaan pada anak dan lain-lain).
2) Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali
merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam,
ledakan, kekerasaan, penyerangan/penganiyaan secara fisik atau
seksual, termasuk pemerkosaan, terorisme dan lain-lain).
3) Pengungsi/imigrasi (masalah psikis atau kejiwaan yang timbul
sebagai akibat terjadinya suatu perubahan sosial, seperti cemas,
depresi, stress pascatrauma, dan lain-lain.
d. Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik,
gangguan psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan,
perubahan minat, gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada
daya ingat, dll).
e. Masalah kesehatan tenaga kerja ditempat kerja (kesehatan jiwa tenaga
kerja, penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain).

9. Trend bunuh diri pada anak dan remaja


Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam
Sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya
meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan
Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka
37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit seorang
meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10
kali lebih besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang
mengkhawatirkan trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada
anak- anak dan remaja.
Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan
bahwa warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau
merobek perut sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama
baik atasannya. Sebagai contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri
Takeshita melakukan bunuh diri, ketika skandal suap perusahaan Recruits
Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang paling terkenal kasus bunuh
dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika skandal suap
Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga
kehormatan pimpinannya.
10. Masalah NAPZA dan HIV / AIDS
Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan
dampak dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin
maju. Hal terpenting yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita
adalah perangkat hukum yang lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum
seringkali menjadi backing, ditambah dengan keragu-raguan penentuan
hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM Indonesia
kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan
pemakai NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk yang akan
datang khususnya dalam era globalisasi.
Dalam era globalisasi tersebut terdapat gerakan yang sangat besar yang
disebut dengan istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila beberapa dekade yang lalu
kita mengenal istilah zionisme, maka dengan ini sejalan dengan globalisasi
kita berhadapan dengan dengan ideologi kafirisasi yang disebut dengan
Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan dunia global
yang sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka
anggap sebagai kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis.
Gerakan konspirasi mereka telah membuat carut marut dan tercabiknya
wajah kaum beragama, utamanya umat muslim, mereka menuduh umat islam
sebagai fundamentalis, ekstrimis, dan tiran. Bahkan Hungtington (Misionaris
Yahudi) pernah mengatakan : “Musuh Barat terbesar setelah Rusia hancur
adalah Islam“. Salah satu program mereka adalah menghancurkan islam
melalui penghancuran generasi mudanya dengan cara menebarkan narkotik
dan zat adiktif lainnya (NAPZA).

11. Pattern of parenting dalam keperawatan jiwa


Dengan banyaknya bunuh diri dan depresi pada anak, maka saat ini pola
asuh keluarga menjadi sorotan. Pola aush yang baik adalah pola asuh
dimana orang tua menerapkan kehangatan tinggi yang disertai dengan kontrol
yang tinggi. Kehangatan adalah bagaimana orang tua menjadi teman curhat,
teman bermain, teman yang menyenangkan bagi anak terutama saat
rekreasi, belajar, dan berkomunikasi. Adakalanya kehangatan diwujudkan
dengan mendekap, mencium, menggendong atau mengajak anak menjalajahi
alam sambil belajar. Kehangatan adalah upaya-upaya yang dilakukan orang
tua agar anak dekat dan berani bicara pada orang tuanya pada saat anak
mendapatkan masalah. Orang tua menjadi teman dalam express feeling
sehingga anak menjadi sehat jiwanya.
Kontrol yang tinggi adalah bagaimana anak dilatih mandiri dan mengenal
disiplin di rumahnya. Kemandirian ini menjadi hal yang sangat penting dalam
kesehatan jiwa. Anak mandiri terbiasa menyelesaikan masalahnya, ia akan
memiliki self confidence yang cukup. Contoh kontrol yang diterapkan
orang tua adalah kapan anak harus bangun pagi, kapan belajar, kapan
anak berlatih memakai kaos kaki sendiri, makan sendiri dan berpakaian
secara mandiri. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab
mengerjakan tugas-tugas di rumah seperi mencuci, menyiram bunga, dan
sebagainya.
Tipe pola asuh :
Autoriatif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol yang tinggi
dan kehangatan tinggi.
Otoriter  : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol tinggi
kehangatan rendah.
Permisif  : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan tinggi.
Neglected  : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan rendah.

12. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan


Pengangguran lebih dari 40 juta orang telah menyebabkan rakyat Indonesia
semakin terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk,
kurang gizi, mudah terigitasi, kekebalan menurun dan infrastruktur yang
masih rendah menyebabkan banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami
gangguan jiwa. Masalah ekonomi merupaka masalah yang paling dominant
menjadi pencetus gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan bahwa
saat terjadi kenaikan BBM selalu dsertai dengan peningkatan dua kali lipat
angka gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan biaya sekolah yang
mahal, biaya pengobatan tak terjangkau dan penggusuran yang kerap terjadi.

B. Hasil penelitian terbaru tentang keperawatan jiwa


Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu yang
mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan
patologis apabila terus berlanjut. Dalam kondisi saat ini yang terjadi pandemic
covid-19, ini merupakan bencana non alam yang memberikan dampak
permasalahan bagi masyarakat luas. Kondisi ini memberikan dampak fisik
maupun psikologis bagi setiap individu terutama masyarakat yang harus
mengalami isolasi atau karantina karena covid-19. Ada beberapa hasil penelitian
terbaru tentang keperawatan jiwa antara lain :
1. Jurnal : Gangguan Mental Emosional Pada Klien Pandemi Covid-19 di
Rumah Karantina.
Hasil penelitiannya yaitu menunjukkan gangguan mental pada klien pandemic
covid-19 di rumah karantina terbanyak mengeluhkan seperti keluhan psikis
yaitu merasa cemas, tegang/khawatir, diikuti dengan keluhan aktifitas atau
tugas sehari-hari yang terbengkalai, kehilangan nafsu makan, dan tidur tidak
nyenyak. Dengan itu perlu adanya penanganan pendekatan masalah kejiwaan
pada klien covid-19 yang tinggal di rumah karantina.

2. Jurnal : Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses Pembelajaran Selama


Pandemi Covid-19.
Hasil penelitiannya adalah mahasiswa rentan mengalami masalah psikososial,
beberapa mahasiswa mengalami stress ringan akibat pembelajaran daring.
Respon stress setiap individu berbeda-beda, berbagai faktor seperti faktor
kepribadian, karakteristik stressor dan kemampuan adaptasi terhadap stress
atau strategi kopinh terhadap stress yang dihadapi dapat menjadi penyebab
terjadinya stress. Dampak negative dari stresss terhadap mahasiswa dapat
berupa penurunan konsentrasi dan pemusatan perhatian selama kuliah,
penurunan minat, demotivasi diri bahkan dapat menimbulkan perilaku kurang
baik seperti sengaja terlambat datang ketika kuliah, minum alcohol, merokok
dan sebagainya. Masalah psikologis yang paling banyak dialami oleh
mahasiswa karena pembelajaran daring yaitu kecemasan. Penting untuk terus
mengeksplorasi implikasi pandemic pada kesehatan mental mahasiswa,
sehingga dampaknya dapat dicegah atau setidaknya dikurangi. Diharapkan
dilakukan screening terhadap kesehatan mental mahasiswa secara berkala
untuk mengidentifikasi mahasiswa yang mengalami masalah psikologis.

C. Peraturan Undang – undang mengenai Kesehatan dan Keperawatan Jiwa


UU No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah
orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa.
3. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
4. Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 2
Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan:

a. keadilan;
b. perikemanusiaan;
c. manfaat;
d. transparansi;
e. akuntabilitas;
f. komprehensif;
g. pelindungan; dan
h. nondiskriminasi.

Pasal 3

Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan :

a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa;
b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan;
c. memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi ODMK
dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;
d. memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi ODMK dan ODGJ;
e. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya Kesehatan
Jiwa;
f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
g. memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh
haknya sebagai Warga Negara Indonesia.

UPAYA KESEHATAN JIWA


Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4

1. Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan:


a. promotif;
b. preventif;
c. kuratif; dan
d. rehabilitatif.
2. Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 5

1. Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan secara


terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan
manusia.
2. Dalam rangka menjamin pelaksanaan Upaya Kesehatan Jiwa yang terintegrasi,
komprehensif, dan berkesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara terkoordinasi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Presiden.

D. Strategi Pelaksanaan Keperawatan Jiwa

E. Kontribusi keperawatan dalam penanganan gangguan jiwa


1. Pandangan perawat terhadap pasien penyakit jiwa
Bukan hanya kesehatan fisik saja yang penting, tetapi kesehatan jiwa juga harus
dijaga agar bisa menjalankan kehidupan dengan baik. Menjaga kesehatan jiwa
sangat sulit karena masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Bagi seseorang
yang tidak mampu mengelola emosi dan stressnya akan menyebabkan gangguan
pada jiwanya. Walaupun begitu seorang perawat memiliki pandangan positif
terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa, yaitu sebagai berikut :
a. Gangguan jiwa tidak pernah merusak seluruh kepribadian dan perilaku
manusia.
b. Perilaku manusia selalu bisa diarahkan pada respon yang baru.
c. Perilaku manusia selalu dipengaruhi oleh factor lingkungan
yang dapat menguatkan dan melemahkan
Seorang perawat akan selalu berfikir positif tentang pasiennya, walaupun pasien
tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Selain itu seorang perawat juga
akan melakukan evaluasi tentang kesehatan pada jiwa pasiennya, yaitu sebagai
berikut :

a. Status fungsional : kemampuan melakukan tugas sehariandan


memenuhi peran yang menantang
b. Status psikologi ; (alarm emosional dan intelektual) perasaan
kesejahteraan, status mental dan emosi, persepsi kualitas hidup, sumber
daya memaksimalkan potensi pribadi
c. Status klinis : dimensi kesehatan fisik.
2. Tujuan keperawatan kesehatan jiwa

Tujuan keperawatan kesehatan jiwa adalah untuk menolong klien agar kembali
kemasyarakat sebagai individu yang mandiri dan berguna. Tujuan ini dapat dicapai
dengan proses komunikasi, melalui Perawatan umum yang menitikberatkan pada kondisi
fisik, tapi tidak mengabaikan psikososial/mentalnya dan Perawatan kesehatan mental
yang menitikberatkan pada mental/psikiatri, tapi tidak mengabaikan masalah fisik.
Diharapkan dengan melakukan perawatan, klien dapat menerima dirinya, dapat
berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya serta mandiri.

3. Peran dan fungsi perawat dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa


Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam memberikan asuhan dan pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa, perawat dapat melakukan aktivitas pada tiga area
utama:

a. Memberikan asuhan keperawatan secara langsung


b. Aktivitas komunikasi
c. Aktivitas dalam pengelolaan atau manajemen
keperawatan.
Dalam hubungan perawat dengan klien, ada beberapa peran perawat dalam
keperawatan kesehatan jiwa, meliputi :

a. Kompetensi klinik
b. Advokasi klien dan keluarga
c. Tanggung jawab keuangan
d. Kerja sama antar disiplin ilmu di bidang keperawatan
e. Tanggung gugat sosial
f. Parameter etik-legal
Pada setiap tingkatan pelayanan kesehatan jiwa, perawat mempunyai peran dan
fungsi tertentu :

a. Peran dan fungsi perawat dalam prevensi primer:


1) Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat
jiwa.
2) Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat kemiskinan
dan pendidikan.
3) Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan
perkembangan dan Pendidikan seks.
4) Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.
5) Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah psikiatri .
6) Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk
meningkatkan Fungsi kelompok.
7) Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa.
b. Peran dan fungsi perawat dalam prevensi
sekunder:
1) Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
2) Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah.
3) Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum.
4) Menciptakan lingkungan terapeutik.
5) Melakukan supervisi klien yang mendapatkan
pengobatan
6) Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
7) Memberi konsultasi.
8) Melaksanakan intervensi krisis.
9) Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada semua
usia.
10) Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi

masalah.

c. Peran dan fungsi perawat dalam prevensi tersier:

1) Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.


2) Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari rumah
sakit jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas.
3) Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.

F. Dampak pandemic covid – 19 terhadap kesehatan jiwa

Sudah sejak maret 2020 pandemi Covid -19 melanda Indonesia, pada awal
pandemi masyarakat mengalami banyak dampak dari Covid-19, dampak kesehatan,
dampak ekonomi dan dampak sosial. Saat awal pandemi masyarakat panik karena
belum tersedia pemeriksaan Covid-19 yang kuat seperti rapid test dan swab, belum
jelasnya penanganan Covid-19, langkanya alat pelindung diri seperti masker dan hand
sanitizer, disusul dengan kebijakan social distancing, work from home, study from
home, pray from home, membuat masyarakat merasa terkekang, mereka tidak leluasa
mencari nafkah yang berdampak pada penurunan penghasilan, hingga banyak pekerja
yang dirumahkan karena perusahaan yang bangkrut.  Masyarakat juga semakin lama
semakin bosan berada dirumah saja. Semua hal ini merupakan stresor utama yang
dapat memicu distres emosional hingga gangguan kejiwaan, seperti stres, depresi,
mudah tersinggung, insomnia, ketakutan, bingung, frustasi, marah hingga bunuh diri.
Pandemi Covid-19 bukan hanya bencana kesehatan, namun juga bencana
keamanan, kemanusiaan dan ekonomi. Hal ini berdampak langsung kepada individu
dan kelompok masyarakat, individu merasa tidak aman, dan bingung karena belum
jelas kapan pandemi ini berakhir, ketakutan masyarakat akan penularan Covid-19
memicu stigma dan penolakan dari penderita covid hingga penolakan penguburan
jenazah Covid-19, masyarakat juga menderita kerugian ekonomi karena penutupan
tempat kerja, penutupan sekolah dan tempat ibadah. Dapat memicu masyarakat tidak
lagi patuh terhadap protokol kesehatan, mulai tidak memakai masker, tidak lagi
tinggal dirumah, tidak percaya adanya Covid-19, takut bahkan menolak vaksin, hal
ini merpakan kondisi darurat kejiwaan yang mungkin luput dari penanganan.

Bencana Covid-19 ini sebenarnya memiliki dua sisi bertolak belakang, sisi yang


menguntungkan dan sisi yang merugikan. Sisi yang menguntungkan didapat jika
masyarakat mampu bertahan dalam pandemi ini, masyarakat akan mendapatkan daya
tahan baru dari sisi imunitas dan resilience, masyarakat yang terpapar virus Covid-19
dan sembuh akan mendapatkan kekebalan alami dari penyakit ini, semakin banyak
masyarakat yang terpapar dan diikuti semakin banyaknya yang sembuh menandakan
terciptanya herd imunity. Sehingga masyarakat memiliki kekebalan alami terhadap
virus ini. Selain itu masyarakat yang bertahan dalam pandemi ini akan memiliki
ketahanan secara mental, masyarakat memiliki mekanisme koping yang baik,
sehingga siap menghadapi bencana lain di masa depan, kondisi ini disebut resilience,
hal ini sangat penting bagi masyarakat untuk bertahan dalam kondisi pandemi yang
serba sulit.

Namun bagi masyarakat yang rentan, seperti anak-anak dan lanjut usia (lansia),
orang dengan gangguan imunitas, orang dengan gangguan jiwa, hal ini  merupakan
mimpi buruk. Sangat sulit bagi mereka untuk bertahan dalam kondisi ini. Bagi
petugas kesehatan hal ini merupakan kondisi perang melawan virus yang tak kasat
mata.  Mereka cemas tertular virus, mereka juga cemas menjadi sumber penularan
virus bagi keluarga mereka, ditambah kekurangan alat pelindung diri dan beban kerja
yang bertambah. Masyarakat yang tidak mampu bertahan dapat terkena post
traumatic stress disorder, depresi dan kecemasan.  Hal ini perlu mendapat perhatian 
khusus karena sering luput dari penanganan Covid-19, padahal kondisi kejiwaan
berpotensi mempengaruhi sistem imun, yang pada akhirnya membuat masyarakat
lebih rentan terkena Covid-19.

Untuk mengatasi masalah kesehatan mental akibat pandemi Covid-19 ini adalah


sebagai berikut: pertama adalah manajemen stres dan mekanisme koping, stres tidak
dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19
, sehingga manajemen stres menjadi sangat penting. Manajemen stres yang dapat
dilakukan seperti melakukan kegiatan rekreasi, berolahraga, hingga kegiatan
relaksasi. Masyarakat perlu belajar kembali mekanisme koping yang baik, mekanisme
koping adalah sistem pertahanan diri dari segi kejiwaan, jika seseorang menghadapi
stresor maka dia akan berespon secara otomatis untuk menjaga kesehatan jiwanya.
Mekanisme koping yang baik jika seseorang menghadapi stresor akan berusaha
menyelesaikan masalah tersebut, bukan lari dari permasalahan, dan jika dia tidak
mampu menyelesaikan permasalahan tersebut maka dia perlu mencari bantuan,
bantuan dari keluarga dan teman merupakan hal yang penting untuk menjaga
masyarakat menghadapi sumber stresor, seperti orang yang curhat kepada temannya
akan meresa lega setelah curhat karena masalahnya  telah tersampaikan, meskipun
masalah sebenarnya belum selesai. Pertolongan pertama pada masyarakat yang stres
atau depresi perlu segera dilakukan, hal ini untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa
berat hingga bunuh diri, masyarakat perlu mengetahui sistem rujukan kesehatan jiwa,
nomer kontak perawat, dokter jiwa atau psikolog.  Selain itu membatasi informasi
penyebab stres juga perlu dilakukan, informasi tentang covid memang penting,
namun bagi individu yang stres, maka informasi tentang covid justru memperburuk
kondisi stresnya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa dalam keperawatan jiwa terdapat trend dan issue
keperawatan jiwa yang semakin berkembang di masyarakat maka seperti penyakit
HIV,NAPZA,dan masalah ekonomi dan rumah tangga dan di sinilah tugas perawat
mencegah terjadinya seperti bunuh diri,stress,maka perawat perlu member pendidikan
kesehatan dan pengarahan lainnya.

B. SARAN

Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan


isu keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT.


Refika Aditama, Santrock, John W. Life Span Development
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th
edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia..
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta

http://pendidikans1-keperawatan.blogspot.com/2013/01/trend-dan-issue-tentang-
keperawatan-jiwa.html
http://ngandel.blogspot.com/2011/04/trend-current-issue-dan-kecendrungan.html

http://winantisiwi.weblog.esaunggul.ac.id/2015/03/10/materi-1-perspektif-sejarah-
mempelajari-perkembangan-manusia/
https://www.scribd.com/doc/102408728/Isu-Kesehatan-Jiwa
https://nurularindo.wordpress.com/2010/06/17/kesehatan-jiwa/
http://dosenmudaa.blogspot.com/p/blog-page_11.html

Anda mungkin juga menyukai