Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan
masuk ke dalam negeri. Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia
memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era Pada masa itu mulai terjadi suatu masa
transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat
tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai
macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang
berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, banyak tindakan kekerasan,
kenakalan remaja, penyalahgunaan NAPZA, tauran, penggangguran, tindak penyaluran
agresifitas atau anarkis, putus sekolah, PHK, disamping meningkatnya angka kejadian
penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya
pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur
harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan
dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Dengan banyaknya masalah-
masalah yang ada dalam keperawatan jiwa yang kini kita hadapi, maka kita perlu
mengkaji ulang faktor yang mempengaruhi masalah-masalah keperawatan jiwa
Telah terbukti bahwa upaya pencegahan jauh lebih baik daripada upaya
pengobatan. Untuk itu masyarakat luas perlu diberikan informasi tentang kesehatan jiwa
beserta permasalahan, pencegahan dan penanganannya. Upaya pelayanan kesehatan jiwa
terhadap masyarakat pada saat ini tidak mungkin dilaksanakan oleh petugas kesehatan
saja, tetapi perlu peran serta seluruh masyarakat dan keluarga klien untuk memfasilitasi
peran aktif dari kader kesehatan dalam upaya kesehatan jiwa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Trend dan Isu Keperawatan Jiwa ?
2.      Apa saja Penelitian tentang Keperawatan Jiwa ?
3.      Apa komentar tentang Keperawatan Jiwa ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa saja trend dan isu keperawatan jiwa.
2.      Untuk mengetahui penelitian tentang keperawatan jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Trend Dan Issue Keperawatan Jiwa


Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat
dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa
baik dalam tatanan regional maupun global. Ada beberapa tren penting yang menjadi
perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut :
      1)      Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
      2)      Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
      3)      Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
      4)      Kecenderungan situasi di era global
      5)      Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
      6)      Kecenderungan penyakit jiwa
      7)      Meningkatnya post traumatik sindrom
      8)      Meningkatnya masalah psikososial
      9)      Trend bunuh diri pada anak
      10)  Masalah AIDS dan NAPZA
11)  Pattern of parenting
      12)  Perspektif life span history
      13)  Kekerasan
      14)  Masalah ekonomi dan kemiskinan  
    
2.      Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu bila berbicara masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai pada saat onset
terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak gangguan jiwa
terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah
sebelum anak lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah
kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi malahan harus dimulai dari masa
pranikah.banyak penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam
kandungan dengan kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang.
Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai
pada masa konsepsi.
Van de carr (1979) menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari
seorang ayah yang menggeluti musik, pola-polanya sudah dipelajari sejak dalam
kandungan pada saat bayi belum lahir yang sudah terbiasa terpapar oleh suara-suara
komposisi lagu yang teratur.Marc Lehrer, seorang ahli dari university of California
menemukan bahwa dari 3000 bayi yang diteliti serta diberikan stimulasi dini berupa
suara, musik, cahaya, getaran dan sentuhan, ternyata setelah dewasa memiliki
perkembangan fisik, mental dan emosi yang lebih baik. Kemudian Craig Ramey,
meneliti bahwa stimulasi dini, bonding and attachment pada bayi baru lahir dapat
meningkatkan inteligensi bayi antara 15-30%.
Marion cleves meneliti tentang tikus-tikus yang hamil. Beberapa tikus hamil yang
diberikan stimulasi aliran listrik rendah, cahaya, suara dan jebakan-jebakan
menunjukkan banyaknya percabangan dendrite sebagai prasyarat kecerdasan. Setelah
dibandingkan dengan kelompok control ternyata menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Demikian juga penelitian-penelitian yang dilakukan di hospital Bangkok
Thailand, pada bayi-bayi yang mendapat prenatal care yang baik dan stimulasi sejak
dalam kandungan. Ternyata bayi tersebut mampu berbicara, berkomunikasi, menirukan
suara, menyebut kata pertama dan senyum. Hal ini didukung oleh penemuan beatriz
manrique (presiden the Venezuela ministry for the development of intelligence) dalam
penelitian pada 600 bayi, ternyata stimulasi sejak dalam kandungan dapat menigkatkan
kemampuan adaptasi, attachment, dan bahasa.
Demikian juga dengan kaitan antara masa kehamilan dengan
skizofrenia.Skizofrenia sering dianggap sebagai penyakit kronis dan tidak dapat
disembuhkan. Anggapan tersebut keliru, karena dengan pengobatan yang baik banyak
penderita yang dapat kembali ke masyarakat dan berfungsi optimal. Salah satu kendala
dalam mengobati skizofrenia optimal adalah keterlambatan penderita datang ke klinik
pengobatan. Timbul pertanyaan, mungkinkah penyakit ini dideteksi sedini mungkin dan
dicegah perkembangannya? Tahun 1988, Mednick dkk dalam penelitian epidemiologi
melaporkan penemuan yang menarik, yaitu hubungan antara skizofrenia dengan infeksi
virus dalam kandungan. Laporannya didasarkan atasepidemi virus influenza pada tahun
1957 di kota Helsinki.epidemi ini sangat spesial mengingat pertama, terjadinya dalam
kurun waktu yang pendek, dimulai pada tanggal 8 oktober dan berakhir 5 minggu
kemudian 14 November. Kedua, epidemi ini sangat menyebar. Hampir dua pertiga
penduduk kota ini terkena infeksi dalam berbagai tingkatan. Kondisi ini memungkinkan
dilakukannya evaluasi efek jangka panjang.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi untuk menderita
skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan
luar yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko
menderita skizofrenia.Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan
neurokognitif, yang menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan
perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif
seperti berkurnagnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara
rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai
pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan
dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam
kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi
fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi
dasar dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir,
waham/delusi, perilaku yang aneh dan gangguan emosi.

3.      Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa


Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita
sakit jiwa di propinsi lain dan daerah istimewa Yogyakarta terus meningkat. Penderita
tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah. Kalangan pejabat dan masyarakat lapisan
menengah ke atas, juga tersentuh gangguan psikotik dan depresif.
Kecenderungan itu tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap
maupun rawat jalan di RS Grhasia Yogyakarta dan RS Sardjito Yogyakarta. Pada dua
rumah sait tersebut klien gangguan jiwa terus bertambah sejak tahun 2002 lalu. Pada
tahun 2003 saja jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada 2004 naik menjadi
10.610 orang. Sebagian dari klien menjalani rawat jalan, dank lien yang menjalani rawat
inap mencapai 678 orang pada 2003 dan meningkat menjadi 1.314 orang pada tahun
2004. yang menarik, klien gangguan jiwa sekarang tidak lagi didominasi kalangan
bawah, tetapi kalangan mahasiswa, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan kalangan
professional juga ada diantaranya. Klien gangguan jiwa dari kalangan menengah ke atas,
sebagian besar disebabkan tidak mampu mengelola stress dan ada juga kasus mereka
yang mengalami post power syndromeakibat dipecat atau mutasi jabatan.
Kepala staf medik fungsional jiwa RS Sardjito Yogyakarta, Prof.Dr. Suwadi
mengatakan, pada tahun 2003 jumlah klien gangguan jiwa yang dirawat inap sebanyak
371 pasien. Tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 433 pasien. Jumlah itu, belum
termasuk klien rawat jalan di poliklinik yang sehari-hari rata-rata 25 pasien. Demikian
juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan kejiwaan dua tahun terakhir ini
menunjukkan kecenderungan peningkatan. Beban hidup yang semakin berat,
diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Kepala
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) daerah Propinsi Sumatera Selatan mengungkapkan: setahun ini
jumlah klien gangguan jiwa yang ditangani di RSJ mengalami peningkatan 10-15%
dibandingan dengan tahun sebelumnya. Kecenderungannya, kasus-kasus psikotik tetap
tinggi, disusul kasus neurosis yang cenderung meningkat, rekam medis di RSJ Sumsel
mencatat, jumlah klien yang dirawat meningkat dari jumlah 4.101 orang (2003) menjadi
4.384 orang (2004). Dari keseluruhan jumlah klien yang dirawat selama 2004, sebanyak
1.872 pasien diantaranya dirawat inap di RSJ itu. Sebanyak 1.220 orang adalah sebagai
pasien lama ang sebelumnya pernah dirawat. Kondisi lingkungan yang semakin keras,
dapat menjadi penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan
kejiwaan. Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan
timgkat kemiskinan terlalu menekan.Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani
oleh para psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal
baik strata sosial maupun usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah
kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak
dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk
gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan
yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas
penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang
sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional.
Melihat kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus
trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang
tua, atau masalah keluarga.Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan
psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata.
Inilah orang yang kerap mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa
membahayakan dirinya dan orang lain, seperti mengamuk.

4.      Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa


Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah
satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa
pada manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO (2001) menyataan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei,
Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hamper satu per tiga dari penduduk di wilayah
ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Buktinya, bisa kita cocokkan dan lihat
sendiri dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT); tahun 1995 saja, di
Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita
gangguan kesehatan jiwa.
Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat DepKes)
mengatakan, angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di
masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita
kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja
samapai skizofrenia.Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan
kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang
yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena
bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya
bunuh diri dari para penderita
kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun,
menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab
gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara
lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis,
malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan
mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan
(pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan
frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau lingkungan.
Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua,
hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam
masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-
lain).
5.      Kecenderungan situasi di era globalisasi
Era globalisasi adalah suatu era dimana tidak ada lagi pembatas antara negara-
negara khususnya di bidang informasi, ekonomi, dan politik. Perkembangan IPTEK
yang begitu cepat dan perdagangan bebas yang merupakan ciri era ini, berdampak pada
semua sector termasuk sektor kesehatan.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa dalam keperawatan jiwa terdapat trend dan issue
keperawatan jiwa yang semakin berkembang di masyarakat maka seperti penyakit
HIV,NAPZA,dan masalah ekonomi dan rumah tangga dan di sinilah tugas perawat
mencegah terjadinya seperti bunuh diri,stress,maka perawat perlu member pendidikan
kesehatan dan pengarahan lainnya.
B.     SARAN
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan
isu keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT. Refika


Aditama.

Effendy. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. (edisi 2).Jakarta:


EGC.

Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga,Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta: EGC.

Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental Health Nursing. (2nd ed). New York:n


Thomson Learning, Inc.

Anda mungkin juga menyukai