NPM : 2014201007
PRODI : ILMU KEPERAWATAN
SEMESTER : IV
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada
tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa
transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat
tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai
macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang
berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, banyak tindakan kekerasan,
kenakalan remaja, penyalahgunaan NAPZA, tauran, penggangguran, tindak penyaluran
agresifitas atau anarkis, putus sekolah, PHK, disamping meningkatnya angka kejadian
penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya
pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur
harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan
dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Dengan banyaknya
masalahmasalah yang ada dalam keperawatan jiwa yang kini kita hadapi, maka kita perlu
mengkaji ulang faktor yang mempengaruhi masalah-masalah keperawatan jiwa Telah
terbukti bahwa upaya pencegahan jauh lebih baik daripada upaya pengobatan. Untuk itu
masyarakat luas perlu diberikan informasi tentang kesehatan jiwa beserta permasalahan,
pencegahan dan penanganannya. Upaya pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat
pada saat ini tidak mungkin dilaksanakan oleh petugas kesehatan saja, tetapi perlu peran
serta seluruh masyarakat dan keluarga klien untuk memfasilitasi peran aktif dari kader
kesehatan dalam upaya kesehatan jiwa.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
2. bagaimana cara meningkatkan masalah kesehatan jiwa ?
3. faktor penyebab kecenderungan gangguan jiwa ?
4. kecenderungan situasi di era globalisasi yang mempengaruhi kesehatan jiwa ?
5. penyakit yang cenderung dalam keperawatan jiwa ?
6. peningkatnya dalam masalah psikososial?
7. trend bunuh diri pada anak dan remaja
8. masalah dalam napza dan hiv/aids ?
9. pattern of parenting dalam keperawata jiwa
10. hal-hal yang mempengaruhi kesehatan jiwa?
11. Trend dalam pelayanan keperawatan mental psikiatri
C. TUJUAN
1. menjelaskan tentang masalah-masalah dalam keperawatan jiwa
2. menerangakan perkembangan dalam keperawatan jiwa
2
BAB II PEMBAHASAN
4
3. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah
satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan
jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah
gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang
sangat serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di
dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa
memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang
mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena
bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya
bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun,
menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab
gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya
antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus,
hepatitis, malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua,
gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola
pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota
keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau
lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem
orangtua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup,
dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik,
dan lain-lain).
5
harus membekali diri dengan bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan
pemanfaatan teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.
6
terciptanya kondisi sehat yang sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada
orang lain merupakan orientasi paradigma kesehatan jiwa
6. Kecenderungan Penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard &
Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang
secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka
kematian akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan
masalah. Dengan adanya indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Lfe Year)
diketahuilah bahwa gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan utama secara
internasional.
Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak
menentu menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan
kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan jiwa
dalam kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994).
Untuk menjawab tantangan ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti psikiater,
psilolog, social Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi kuantitas.
Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi
berupa rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang
menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau.
Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang.
Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari.
Pengalaman katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang
terjadi), pemerkosaan (banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana
alam, (gempa dan bencana tsunami), sungguh mengerikan.
Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk
tidak mengalami stress yang sedemikian. Dalam kriteria klinik seperti yang disusun
dalam Diagnostic and Statical Manual Of Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman
Pengggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala
7
yang ditemukan pada mereka itu menggambarkan suatu yang stress yang terjadi
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia
yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir penderita ini
akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada diantara mereka yang
berkali-kali telah mengalami pengalaman katastropik yaitu saat daerah tersebut ada
dalam kondisi berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan peristiwa-peristiwa
sesudahnya. Kondisi itu memang amat melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi juga
kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi
manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip,
terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka juga
menjadi manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang.
Akibatnya, tidur yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh,
namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan
berada dalam kondisi depresi. Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa
seakan-akan kejadian traumatis itu terjadi kmbaki, termasuk pengalaman, ilusi,
halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk disosiatif.
Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa
trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul
sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan
bencana-bencana besar lainnya di Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat
penting mengingat bahwa masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai
macam kekerasan sejak berlangsungnya operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena
itu, pemahaman tentang trauma sebagai proses sosial dan sekaligus proses kejiwaan
yang bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar dari lingkaran
ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami yang mengalami
bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud sendiri pernah
mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan, karena
direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam periode
yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan
tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang
kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan
yang traumatis.
8
Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma, juga
menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai
transference. Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi
dari orang yang secara fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada
orang lain yang tak secara langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa
psikoanalis juga dapat mengalami proses transference saat ia secara tak sadar
melakukan identifikasi dengan korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang
terlibat dalam pembuatan Shoah, mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat
psikoanalis, atau siapapun juga yang melakukan wawancara dengan korban.
9
b. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai
aikbat terjadinya perubahan sosial, misalnya :
o Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan
diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan). o Pemasungan penderita gangguan jiwa.
o Masalah anak jalanan. o Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan). o
Penyalahgunaan Narkotika dan psikotropika.
c. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual, dan lain-lain).
o Tindak kekerasaan sosial (kemiskinan, penelataran tidak diberi nafkah,
korban kekerasaan pada anak dan lain-lain).
o Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali merasakan
kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasaan,
penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk pemerkosaan,
terorisme dan lain-lain).
o Pengungsi/imigrasi (masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya suatu perubahan sosial, seperti cemas, depresi, stress pascatrauma,
dan lain-lain.
d. Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik, gangguan
psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan, perubahan minat,
gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada daya ingat, dll).
e. Masalah kesehatan tenaga kerja ditempat kerja (kesehatan jiwa tenaga kerja,
penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain).
10
Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa
warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek perut
sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai
contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri,
ketika skandal suap perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau
yang paling terkenal kasus bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri
Tanaka, ketika skandal suap Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya,
demi menjaga kehormatan pimpinannya.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa
satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap 40 detiknya.
Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34
tahun, selain faktor kecelakaan.
11
cara menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Sekarang para imperalis
dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi yang tersimpan dalam generasi
negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25 tahun melalui NAPZA
(Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah membunuh 30 orang perbulannya.
Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya pemakaian NAPZA. Menjelang
tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai 4 orang permenit. Ini
merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.
Kita semua, khususnya tim kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan
generasi penerus bangsa dari cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim
kesehatan, maka upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan
menjadi hal yang sangat penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam
rentang waktu yang lama di banding tim kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi
orientasi keperawatan jiwa kami berusaha memaparkan suatu topic dengan tema
Asuhan Keperawatan pada Pengguna NAPZA.
12
jawab mengerjakan tugas-tugas di rumah seperi mencuci, menyiram bunga, dan
sebagainya. Tipe pola asuh :
• Autoriatif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol yang tinggi dan
kehangatan tinggi.
• Otoriter : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol tinggi kehangatan
rendah.
• Permisif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan tinggi.
• Neglected : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah
kehangatan rendah.
13
C. Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri Globalisasi
Leininger (1973) mengemukakan 3 kunci utama dalam proses tersebut : pengalaman dan
pendidikan perawat, peran, dan fungsi perawat serta hubungan perawat dengan profesi
lain di komunitas. Reformasi dalam pekayanan kesehatan ini te;ah menuntut perawat
untuk merendefenisi perannya. Intervensi keperawatan yang menekankan pada aspek
pencegahan dan promosi kesehatan sudah saatnya mengembangkan “community based
care” (Lefley, 1996).
Kurangnya dukungan tenaga, biaya, dan fasilitas yang tersedia menantang perawat
mental psikiatri dan profesi lain untuk memaksimalkan sumber-sumber yang tersedia dan
mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam memenuhi kebuuhan masyarakat (Antai
Otong, 1994). Sehubungan dengan hal itu, adalah penting untuk mengembangkan
pendidikan keperawatan (Suhaemi, 1997), terutama keperawatan mental psikiatri yang
bekerja di rumah sakit jiwa maupun di komunitas paling rendah pada level universitas
(Jintana, 2002).
14
asuhan keperawatan jiwa dan pelatihan “clinical instructur” bagi perawat mental
psikiatri. Akan tetapi, mungkin masih banyak yang masih perlu dibenahi dan
ditingkatkan agar mampu menghadapi segala tantangan di masa depan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus menjadi perhatian profesi keperawatan mental
psikiatri dalam menghadapi trend dan issue pelayanan keperawatan mental psikiatri di
era globalisasi :
1. Fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas
(community based care) yang memberi penekanan pada preventif dan promotif.
2. Meningkatkan penelitian tentang keperawatan mental psikiatri, terutama
keperawatan jiwa klinik.
3. Seharusnya ada “licence” bagi perawat yang bekerja di pelayanan.
4. Estin (1999), menekankan bahwa untuk membina trust dan hubungan terapeutik
dengan klien dan untuk mencegah penundaan dalam mendiagnosa kebutuhan klien,
perawat perlu memahami budaya, nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap klien terhadap
penyakitnya.
Tidak Punya Biaya Menyekolahkan Anak, Ibu Rumah Tangga Bunuh Diri Bekasi,
Kompas - Suwarni (34), ibu rumah tangga yang tengah hamil empat bulan, menenggak
racun cair serangga yang menewaskannya di kamar mandi rumah kontrakannya di
Kampung Pinggir Rawa RT 03 RW 03, Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Senin (2/8) malam.
Ibu dua anak ini ditemukan dalam keadaan tewas oleh suaminya, Supriyono (36), dan
warga yang mendobrak pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam. Suwarni sudah tak
bernyawa tatkala ditemukan.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi merupakan salah satu
masalah yang paling sering menyebabkan gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan
ekonomi yang semakin besar dikarenakan penghasilan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk seseorang bunuh
diri. Saat ini masalah ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang semakin
berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa.
Terutama karena meningkatnya harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era
globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena gangguan
sosial atau lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah keuangan.
Gangguan jiwa saat ini tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan kalangan
15
kelas bawah, tapi sekarang gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang kalangan
bawah, menengah maupun kelas atas. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik
dalam lingkungan dan tidak dapat berusaha menghadapi masalah-masalah dalam
hidupnya maka seseorang akan cenderung untuk mengalami gangguan jiwa. Dari
berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang
dapat dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau
kenyataan yang ada. Pasien cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada
sehingga muncul suatu keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggung
jawab tersebut. Dan dalam kasus ini pun cenderung akhir dari segala pengingkaran diri
pasien adalah dengan melakukan bunuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang menjadi trend issue dalam keperawatan
jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi, tingkat pendidikan bahkan beban kerja yang
dipikul bunuh diri menjadi suatu alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah yang
dianggap berat untuk dihadapi. Pola pikir inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan
perawat-perawat jiwa untuk meluruskan kembali persepsi yang berkembang di
masyarakat mengenai tindakan bunuh diri. Hal ini berguna untuk rehabilitasi pasien yang
pernah mencoba untuk melakukan tindakan tersebut dan juga untuk pencegahan
terjadinya tindakan ini yang semakin marak. Segala tindakan pencegahan dan rehabilitasi
ini tentu akan terlaksana dengan dukungan dari segala pihak baik pemerintah maupun
bidang kesehatan lainnya.
16
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi merupakan salah satu
masalah yang paling sering menyebabkan gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan
ekonomi yang semakin besar dikarenakan penghasilan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk seseorang bunuh
diri. Saat ini masalah ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang semakin
berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa.
Terutama karena meningkatnya harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era
globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena gangguan
sosial atau lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah keuangan.
Gangguan jiwa saat ini tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan kalangan
kelas bawah, tapi sekarang gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang kalangan
bawah, menengah maupun kelas atas. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik
dalam lingkungan dan tidak dapat berusaha menghadapi masalah-masalah dalam
hidupnya maka seseorang akan cenderung untuk mengalami gangguan jiwa.
Dari berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang
dapat dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau
kenyataan yang ada. Pasien cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada
sehingga muncul suatu keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggung
jawab tersebut. Dan dalam kasus ini pun cenderung akhir dari segala pengingkaran diri
17
pasien adalah dengan melakukan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu tindakan
yang menjadi trend issue dalam keperawatan jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi,
tingkat pendidikan bahkan beban kerja yang dipikul bunuh diri menjadi suatu alternatif
terakhir dalam menyelesaikan masalah yang dianggap berat untuk dihadapi. Pola pikir
inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan perawat-perawat jiwa untuk meluruskan
kembali persepsi yang berkembang di masyarakat mengenai tindakan bunuh diri. Hal ini
berguna untuk rehabilitasi pasien yang pernah mencoba untuk melakukan tindakan
tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya tindakan ini yang semakin marak. Segala
tindakan pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan terlaksana dengan dukungan dari
segala pihak baik pemerintah maupun bidang kesehatan lainnya.
B. Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu
keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
18
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.ilmukeperawatan.info
www.kafeilmu.com
19