Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem perekonomian Indonesia sudah terjadi pada awal peradaban manusia.
Orang-orang sudah melakukan kegiatan ekonomi dalam hal produksi, hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain saat itu
orang-orang belum terlalu berfikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk
pihak lain atau dengan orang yang tidak dikenal. Walaupun orang-orang itu harus
berhubungan untuk memperoleh barang lain itu disebut dengan barter, untuk
kepentingan masing-masing orang. Barter mempunyai arti perdagangan dengan
jalan tukar menukar barang.
Dengan semakin bertambahnya jumlah manusia baserta kebutuhannya maka
sangat diperlukan sistem perekonomian yang bisa mengatur dan merencanakan.
Supaya system perekonomian lebih teratur dan terencana.
Sebuah Negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai macam
permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara
negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah
ketenagakerjaan, pengangguran, kenaikan harga (inflasi) dan kemiskinan di
Indonesiasudah menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan solusi yang
tepat untukmenyelesaikan masalah tersebut agar tidak menghambat langkah
Negara Indonesia untuk menjadi negara yang lebih maju.
Dalam indikator ekonomi ada tiga hal terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Masalah ketiga adalah

pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang


begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.
Permasalahan ekonomi suatu Negara pada intinya bersumber pada ketidak
seimbangan antara kebutuhan manusia yang tersedia. Akibat ketidak seimbangan
tersebut menyebabkan sulitnya mendapatkan kebutuhan yang pada akhirnya
menyebabkan berbagai masalah ekonomi. Masalah-masalah tersebut dikenal
dengan masalah pokok ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, kami tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul: Masalah Ekonomi yang Pernah Terjadi di
Indonesia .
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan permasalahan sebagai
berikut:
Apa sajakah problema ekonomi yang pernah dihadapi Indonesia?
Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia pada masa reformasi?
Apa sajakah yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia yang
berkepanjangan?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan pembuatan karya ilmiah ini adalah ingin mengetahui:
Apa sajakah problema ekonomi yang pernah dihadapi Indonesia;
Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia pada masa reformasi;
Apa sajakah yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia yang
berkepanjangan.

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Apa Sajakah Problema Ekonomi yang Pernah Dihadapi Indonesia.


Tiga persoalan yang selalu mendapat perhatian dari
pemerintah maupun masyarakat karena dapat mempengaruhi
setiap konsumen dalam sistem bisnis kita adalah : inflasi,
produktivitas, dan pengangguran.

Inflasi
Pada masa Pemerintahan Orde Lama, tingkat inflasi di

Indoneia cukup tinggi yang mencapai beberapa ratus persen.


Mulai tahun 1970 an keadaannya sudah jauh lebih baik karena
pemeritah waktu itu dapat menekan tingkat inflasi. Pada tahun
1985 tingkat inflasi di Indonesia secara total hanya berkisar 16%.
Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi
meskipun

kita

tidak

bisa

menghendaki.

Miton

Friedman

menagatakan inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan


fenomena moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan
moneter yang berlebihan dan tidak stabil

(Dornbusch &

Fishcer, 2001).
Jika

didefinisikan,

menunjukkan

kenaikan

inflasi

adalah

tingkat

harga

suatu

kejadian

secara

umum

yang
dan

berlangsung secara terus menerus. Dari definisi tersbut ada tiga


kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi,
yaitu kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi terus menerus
dalam rentang waktu tertentu. apabila terjadi kenaikan harga
sutu barang yang tidak memengaruhi harga barang lain,
sehingga harga tidak naik secara umum, kejadian seperti itu
bukanlah inflasi. Kecuali bila yang naik itu seperti harga BBM, ini
berpengaruh terhadap harga-harga lain sehingga secara umum
semua produk hampir mengalami kenaikan harga. Bila kenaikan
harga itu terjadinya sesaat kemudian turun lagi, itu pun belum

bisa

dikatakan

inflasi,

karena

kenaikan

harga

yang

diperhitungkan dalam konteks inflasi mempunyai rentang waktu


sebulan.

Produktivitas
Produktivitas adalah keluaran barang dan jasa per unit

tenaga kerja. Untuk meningkatkan produktivitas, orang tidak


cukup hanya dengan bekerja keras, tetapi juga memerlukan
peralaatan dan metode kerja yang lebih baik. Di samping itu juga
diperlukan peningkatan investasi, riset dan pengembangan dan
teknik-teknik manajemen yang lebih maju.

Pengangguran
Tingkat pengangguran di Indonesia tidak dapat ditentukan

secara tepat karena sulitnya mendapatkan data yang akurat.


Bersamaan dengan resesi yang terjadi akhir-akhir ini banyak
pekerja yang kehilangan pekerjaan. Pada umumnya pemutusan
hubungan kerja ini terjadi karena perusahaan tidak mampu lagi
membayar mereka sebagai akibat turunnya penghasilan (dari
penjualan) secara drastis. Namun tidak mustahil jika kondisi
perekonomian membaik yang berpengaruh juga pada kondisi
perusahaan,

maka

pemutusan

hubungan

kerja

ini

dapat

dibatalkan, dengan kata lain mereka ditarik kembali untuk


bekerja.
Pengangguran erat kaitannya dengan perkembangan penduduk dan
kesempatan kerja, jika kedua hal tersebut tidak disiasati dengan tepat maka
munculah berbagai dampak yang bersifat negatif, baik terhadap kestabilan
ekonomi maupun terhadap kestabilan sosial dan politik.

Pengetian Pengangguran
Istilah pengangguran selalu dikaitkan dengan angkatan kerja (labor force).
Angkatan kerja adalah bagian dari penduduk; (a) berusia antara 15 s/d 65 tahun,
(b) mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja, (c) serta sedang
mencari pekerjaan. Meskipun demikian tidak semua orang yan berusia 15 s/d 65
termasuk angkatan kerja, karena mereka tidak mau bekerja. Misalnya orang
yang tidak memerlukan lagi pekerjaan karena sudah mempunyai kekayaan yang
banyak, ibu-ibu rumah tangga, dan orang yang masih sekolah atau kuliah.
Dengan demikian yang disebut angkatan kerja dapat digolongkan sebagai
berikut.
1. Bekerja (Employed), semua orang yang mempunyai pekerjaan dan
bekerja apa saja sehingga dapat memperoleh penghasilan.
2. Tidak bekerja (Unemployed), orang yang tidak mempunyai pekerjaan
atau tidak mempunyai penghasilan, tapi sedang berusaha mencari
pekerjaan.
Dampak Pengangguran
Kegiatan perekonomian suatu negara bertujuan agar tingkat
kemakmuran

masyarakatnya

dapat

dimaksimumkan

dan

perekonomian selalu mencapai pertumbuhan ekonomi yang


mantap (sustained economic growth). Tujuan ini tidak mungkin
dapat dicapai jika tingkat pengangguran relatif tinggi. Tingginya
tingkat pengangguran akan menimbulkan berbagai dampak
yang

bersifat

negatif,

baik

terhadap

kestabilan

ekonomi

maupun terhadap kestabilan sosial dan politik.


Dampak terhadap kestabilan ekonomi, pengangguran dapat
mengganggu stabilitas perekonomian yaitu akan menurunkan
atau melemahkan Aggregate Deman (AD) dan Aggregate
Supply (AS). Semakin tinggi pengangguran akan memperkecil
penghasilan

yang

mengurangi

AD

diterima
karena

masyarakat.

daya

beli

Hal

ini

masyarakat

akan
turun.

Berkurangnya AD akan menurunkan aktivitas dunia usaha,


sehingga akan menekan produksi ke arah yang lebih rendah

dan AS akan turun. Artinya jumlah produk nasional yang


tersedia dan siap ditawarkan menjadi semakin sedikit dan
bersifat langka, ini akan memicu kenaikan harga. Di samping itu
rendahnya AS akan memperparah situasi karena bisa saja
terjadi PHK yang lebih besar dan akan mendorong tingkat
pengangguran semakin tinggi.
Melemahnya AD dan AS jelas akan mengancam stabilitas
perekonomian. Hal ini telah berkali-kali terbukti dalam sejarah
perekonomian dunia. Misalnya depresi besar (1929-1937) oleh
pakar ekonomi diakui disebabkan oleh melemahnya permintaan
aggregate, krisis ekonmi Asia Timur (1998), termasuk yang
dialami indonesia menurut Bank Dunia (World Bank) maupun
IMF

(1998)

dapat

dijelaskan

dalam

konteks

interaksi

melemahnya permintaan aggregate dan penawaran aggregate.


Dampak buruk pengangguran terhadap perekonomian dapat
dilihat dari hal-hal berikut:
1. Tingkat
kesejahteraan

menurun,

kehilangan mata pencaharian.


2. Pertumbuhan ekonomi turun,

karena

karena

mereka

daya

beli

masyarakat turun akan menimbulkan kelesuan penguasa


untuk berinvestasi.
3. Penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak berkurang,
karena tingkat kegiatan ekonomi rendah, objek pajak
semakin sempit dan sumber penerimaan negara akan
berkurang.
4. GNP aktual yang dicapai lebih rendah daripada GNP
potensial, karena faktor produksi tidak dimanfaatkan
secara optimal.
B. Bagaimana Keadaan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi.
Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi, kita perlu melihat krisis ini dari sebabnya. Krisis diartikan
secara ekonomis teknis sebagai titik balik dari pertumbuhan ekonomi menjadi
merosot. Krisis adalah the apper turning point dalam kurva gelombang pasang
surutnya ekonomi, atau konyungtur atau business cycle. Maka, dengan sendirinya
diikuti oleh resesi. Kalau resesinya hebat dan mendalam , namanya depresi,
sedangkan ekonomi yang terbuka peka terhadap penginporan inflasi, sehingga
terjadi stagfiasi.
Ditinjau dari teori konyungtur, ada dua karakteristik krisis. Yang satu, krisis
oleh tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas
produksi, sehingga terjadi kelebihan kapasitas produksi. Krisis ini dinamakan
underconsumption crisis.yang kedua, krisis juga bias disebabkan oleh terlampau
besarnya investasi yang dipicu modal asing, karena tabungan nasional sudah lebih
dari habis untuk berinvestasi. Kemungkinan memperoleh modal asing pada suatu
ketika akan tersendat. Kalau ini terjadi, terjadi penurunan investasi, yang
mengakibatkan krisis. Namanya overintestment crisis.

Ekonomi dan Urusan Perut Rakyat


Ekonomi kita sekarang ada dimana? Apakah titik terendah sudah dilampaui,

karena nilai rupiah sudah cukup lama stabil? Yang luar biasa adalah bahwa
nilainya tidak tergoyahkan pada sekitar Rp. 7.500/ dollar As, walaupun Indonesia
dan terutama Ibu Kota diguncang kerusuhan demi kerusuhan. Maka tidak heran
kalau Ketua Bappenas Dr. Boediono memberikan pernyataan tentang kondisi
ekonomi kita yang sangat cerah. Dikatakan bahwa parameter ekonomi makro
sudah membaik semuanya, sehingga di tahun 1999 ekonomi mulai bergerak ke ata
lagi . pabrik-pabrik akanbekerja kembali, lapangan kerja akan terbuka , daya beli
akan meningkat. Pendeknya, gelombang pasang ekonomi sudah tampak.
Besaran-besaran ekonomi yaitu, pertama nilai rupiah yang stabil walaupun ada
guncangan-guncangan sosial dan politik. Lantas inflasi yang ditahun 1998 sebesar

80% akan turun menjadi 10% ditahun1999, dan pertumbuhan ekonomi tumbuh
-15% bmasih akan merosot, tetapi tinggal 2%. Artinya, kalau harga barang pada
awal 1998 Rp 100, dan pada akhir tahun menjadi Rp 180, maka pada akhir tahun
1999 akan meningkat lagi menjadi Rp 180 ditambah dengan 10% atau Rp
198.Mengapa harga masih meningkat dikatakan sudah bagus? Inilah paradoks
antara ekonom dan perut. Ekonom mengatakan ekonomi membaik , tetapi perut
rakyat justru bertambah lapar.
Itu tadi belum memperhatikan pendapatannya. Kalau pendapatan dianggap
tetap besarnya, perut menjadi bertambah lapar. Tentang pendapatan, ekonom Dr
Boediono mengatakan Produk Domestik Bruto (PDB) ditahun 1999 juga masih
akan menurun. Kalau di tahun 1998 merosotnya 15%, maka tahun 1999 merosot
2%. Jadi tingkat kemerosotannya berkurang, tetapi angka absolutnya tetap
merosot. Pendapatan yang merosot jelas membuat orang bertambah melarat dan
dengan sendirinnya bertmbah lapar. Maka pada tahun 1999 bagian terbesar dari
rakyat akan mengalami kemelaratan yang berganda. Harga meningkat dan
pendapatannya menurun, sehingga bagian terbesar rakyat akan bertambah lapar.
Toh ekonom, sesuai dengan yang diperoleh dibangku kuliah, mengatakan kondisi
ekonomi membaik. Inilah paradoks antara ekonom dan perut.
Kita semua tahu bahwa yang diartikan oleh ekonom bukan nilai absolutnya,
yaitu nyatanya bertambah lapar atau bertambah kenyang, tetapi trend
kecenderungannya menuju akan bertambah kenyang atau tidak. Jelas trendnya
memang membaik. Namun, ini kalau kita melulu melihat pada besaran-besaran
ekonomi makro. Kalau kita tanya apa yang menyebabkannya, maka urusannya
menjadi lain. Perbaikan yang terjadi sekarang tidak disebabkan oleh lebih
mampunya bangsa memproduksi barang dan jasa secara lebih efisien dan
produktif, tetapi kemampuan bangsa untuk berutang.
Pemerintah tidak pernah berbicara tentang program dan scenario perbaikan
sector riil. Mestinya dengan utang yang membengkak

begitu besarnya, kita

sekaligus juga harus mempunyai program perbaikan sector riil. Dalam era

reformasi yang salah satu intinya adalah keterbukaan, pemerintah masih saja
sangat tertutup dalam sangat banyak hal. Ketertutupan dalam program rehabilitasi
sector riil adalah salah satu diantaranya. Yang sangat mencolok

lagi dalam

ketertutupan dalam bidang detail dari kredit macet yang ratusan triliun rupiah itu.
Maksud lain dari tulisan ini untuk memberitahukan bahwa yang diartikan oleh
para ekonom , terutama

yang ada di pemerintahan

adalah kerusakanya

dinyatakan dalam persen sudah mulai mengecil.


C. Penyebab Krisis Ekonomi Yang Berkepanjangan
Menurut Sagiri Soeharsono dalam bukunya yang berjudul Kapita Selekta
Ekonomi Indonesia, beliau melakukan inventarisasi kelemahan Ekonomi Makro
Indonesia, yang ternyata sejak krisis ekonomi 11 Juli 1997, sampai saat ini tidak
terpecahkan. Bahkan ada kondisi yang justru semakin melemah dan rusak.
Kelemahan Ekonomi Makro Indonesia yang saya inventarisasi, terdari atas
beberapa gejala indicator kelemahan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi tinggi yang tidak berkorelasi positif dengan
kesempatan kerja. Karena, setiap pertumbuhan ekonomi 1% hanya
menyerap kesempatan kerja paling banyak 300.000 orang sehingga setiap
tahun terjadi carry over yang makin besar.
2. Kesempatan kerja produktif makin merosot. Artinya kesempatan kerja
memberikan imbal jasa/pendapatan yang tidak mencukupi untuk hidup
layak.
3. Terjadi pemborosan ekonomi ditingkat mikro usaha maupun ditingkat
makronasional/pemerintaha (high cost economy).
4. Inflasi dan depresiasi rupiah tidak dapat tertanggulangi dan terjadi
kemorosotan nilai tukar uang rupiah terhadap barang, jasa, dan valuta
asing.
5. Neraca berjalan deficit berkelanjutan, cadangan deviasi cenderung
menurun.
6. Pengalakan ekspor nonmigas tidak berhasil meningkatkan surplus neraca
perdagangan.

7. Ekonomi

dikuasai

konglomerat,

kartel,

kelompok

monopolistic

pengusaha besar.
8. DSR (debt service ratio) terus meningkat karena terjadi peningkatan utang
baru dan penurunan kemampuan membayar yang disebabkan kemampuan
ekspor yang cenderung makin menurun.
9. Alokasi kredit antarsektor/kegiatan ekonomi tidak adil; sector pertanian
sebagai penyerap tenaga kerja terbesar (>40 pCt), memperoleh 8 pCt
outstanding credit dibandingkan dengan sector industry dengan daya serap
<12 pCt, namun menerima 32 pCt alokasi kredit.
10. Capital shotage yang berlanjut. Hal ini dikarenakan tabungan dalam

negeri, baik yang bersumber dari tabungan pemerintah (fiskal) maupun


masyarakat (tabungan konsumen dan tabungan dunia bisnis/laba yang
ditahan), tidak mencukupi sebagai sumber dana investasi. Sehingga, selain
utang luar negeri, penarikan modal langsung/PMA cenderung tetap
berlanjut dalam jumlah yang makin besar.

Anda mungkin juga menyukai