Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN FISKAL: LANGKAH AWAL ATASI MASALAH

PENGANGGURAN DAN DAYA BELI MASYARAKAT RENDAH DI


INDONESIA

Disusun oleh Kelompok 5

Anggota :

Ainsya Arbachori Muslim (01021281823091)


Cindy Permatasari S (01021281823174)
Herman (01021281823083)
Kurnia Sari (01021181823020)
M. Alzi Afriganta (01021281823075)
M. Tezar Ramanda Putra (01021281823167)
Sherly Monica (01021281823186)
Tasya Anggraini (01021281823180)

Dosen Pengampu :

1. PROF. HJ. NURLINA TARMIZI, M.SI, PH.D


2. DR. MUHAMMAD SUBARDIN, S.E, M.SI
3. LILIANA, S.E, M.SI

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
Abstrak

Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran kebijakan fiskal dalam
mengatasi masalah penggangguran dan daya beli masyarakat rendah di Indonesia. Dua
permasalahan ini terus memberikan tantangan bagi pemerintah Indonesia, mengingat jumlah
penggangguran yang terus meningkat sejak sepuluh tahun terakhir dengan persentase terbesar
adalah pada tahun 2020 yaitu 7.07% dari tahun sebelumnya yaitu 2019 sebesar 5.23%. Selain
itu, daya beli masyarakat Indonesia juga menurun karena penghasilan masyarakat juga
menurun. Tentunya hal ini akan berpotensi besar membuat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah berkurang sehingga kebijakan harus segera dilakukan agar masalah ini tidak akan
berdampak kepada indikator lain. Pada waktu yang tepat inilah kebijakan fiskal hadir untuk
mengatasi kedua masalah tersebut dan untuk lebih jelasnya akan dibahas lebih lanjut lagi
pada paper ini.

LATAR BELAKANG

Bicara tentang fiskal, mungkin mengingatkan Anda dengan kabar bahwa pada
November 2017 lalu, bank dunia memberikan pinjaman senilai US$300 juta atau setara
Rp4,05 triliun. Pinjaman ini digelontorkan untuk membantu meningkatkan belanja daerah,
termasuk dalam hal administrasi pendapatan dan kebijakan perpajakan.Seperti yang kita
ketahui, kebijakan fiskal sangat identik dengan urusan pajak atau pendapatan negara. Kata
fiskal itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu fiscus yang merupakan nama seseorang yang
memiliki atau memegang kekuasaan atas keuangan pada zaman Romawi kuno. Sedangkan,
dalam Bahasa Inggris fiskal disebut fisc yang berarti pembendaharaan atau pengaturan keluar
masuknya uang yang ada dalam kerajaan. Jadi, kebijakan fiskal ini digunakan untuk
menjelaskan bentuk pendapatan negara yang dikumpulkan dari masyarakat dan oleh
pemerintahan negara yang dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan untuk pengeluaran
dengan program-program untuk mencapai pendapatan nasional, produksi, perekonomian dan
juga sebagai perangkat keseimbangan dalam perekonomian.

Di Indonesia sendiri, istilah kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan pemerintah


untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah.
Selain itu kita juga mengenal istilah kebijakan moneter yang tentunya berbeda dengan
kebijakan fiskal. Perbedaannya terdapat pada tujuannya yaitu jika kebijakan moneter
bertujuan untuk menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar, sedangkan kebijakan fiskal bertujuan untuk (1) meningkatkan
PDB dan pertumbuhan ekonomi, (2) memperluas lapangan kerja dan mengurangi
pengangguran dan (3) menstabilkan harga-harga barang/mengatasi inflasi.

Pada pembahasan kali ini, kami akan menjelaskan bagaimana kebijakan fiskal
berperan sangat penting dalam mengatasi masalah pengangguran dan juga inflasi di
Indonesia. Pengangguran adalah adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pengangguran merupakan masalah yang tidak ada henti-hentinya di negara ini,


terlihat jumlah penggangguran terus bertambah dalam 10 tahun terakhir (2011 – 2020). Nilai
tertinggi berada pada tahun 2020 yaitu sebesar 9767.75 ribu jiwa yang tidak bekerja, salah
satu penyebabnya adalah wabah Covid-19 yang telah melanda Indonesia dan masih melanda
hingga saat ini. Sejak wabah ini muncul, banyak sekali masyarakat Indonesia yang terpaksa
harus diberhentikan karena keuntungan perusahaan rata-rata menurun secara drastis sehingga
banyak perusahaan yang mengalami kerugian besar. Disamping masalah pengangguran, ada
masalah lain yang juga tidak kalah menarik untuk dibahas yaitu rendahnya daya beli
masyarakat Indonesia. Turunnya harga suatu barang membuat hilangnya harapan untuk
mendapatkan keuntungan bagi sektor swasta. Akan tetapi, harga yang terus meningkat juga
bisa mengakibatkan inflasi, Beberapa penyebab turunnya daya beli masyarakat Indonesia
adalah (1) terbatasnya lapangan pekerjaan, (2) kenaikan harga di beberapa komponen dan (3)
inflasi. Melihat dua permasalahan inilah kebijakan fiskal hadir, dimana kebijakan ini untuk
diaplikasikan serta menjadi prioritas dalam upaya pencegahan timbulnya pengangguran dan
menurunkan tarif pajak maka kemampuan daya beli di masyarakat akan meningkat sehingga
industri pun bisa meningkatkan jumlah penjualannya.
PEMBAHASAN

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Jarque-Bera. Dalam hasil uji di atas
menunjukkan nilai Jarque-Bera sebesar 0.060763 > 0.05. sehingga H0 diterima dan dapat kita
simulkan bahwa tidak ada kendala karena residual berdistribusi normal.

2. Uji Autokorelasi
Dari hasil uji autokorelasi menggunakan uji autokorelasi serial korelasi tersebut dapat dilihat
nilai probabilitas Chi Square (2) yang merupakan p value uji Bresuch-Godfrey Serial
Corelation LM, sebesar 0.3348 > 0,05. dapat kita simpulkan bahwa H0 diterima yang berarti
autokorelasi serial dari model tersebut tidak memiliki masalah.

3. Uji Heteroskedastisitas
Sedangkan untuk hasil uji heteroskedastisitas diketahui bahwa nilai Prob. Chi Square(2)
sebesar 0,9454 > α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa dalam model penelitian ini tidak
terdapat heteroskedastisitas.

4. Uji Multikolonieritas

Dari hasil uji multikolonieritas di atas, dapat kita lihat bahwa nilai Centered VIF dari
Pengangguran dan juga Inflasi memiliki nilai 1.130985 di mana nilai tersebut kurang dari 10,
dan dapat kita simpulkan bahwa tidak ada masalah multikolonieritas di dalam model yang di
uji.

Analisis Regresi
PE = 2.08 + 0.55 Pengangguran – 0.005 Inflasi

Dapat dilihat dari tabel probabilitas bahwa variabel pengangguran memiliki nilai
probabilitas sebesar 0.0134 < 0.05 yang berarti variabel pengangguran memiliki hubungan
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien 0.55 yang berarti
setiap kenaikan pengangguran sebanyak 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat
sebesar 0.55%. Sedangkan untuk variabel inflasi nilai probabilitasnya sebesar 0.9269 yang
berarti variabel inflasi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan nilai koefisien -0.005 yang berarti setiap kenaikan inflasi sebanyak 1%
maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar -0.005%.

Selain itu, terlihat pula nilai R-squarednya sebesar 0.630940 yang berarti 63.09%
dijelaskan oleh variabel independen dalam penelitian ini yaitu pengangguran dan inflasi
sedangkan sisanya yaitu sebesar 36.91% dijelaskan oleh variabelakn yang tidak dimasukkan
pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Diar pada tahun 2017 yaitu
inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengangguran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tingkat inflasi Indonesia yang rata-ratanya di bawah 10% merupakan kategori inflasi
rendah yang tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi yang naik ternyata tidak dinikmati oleh seluruh masyarakat,
melainkan hanya sebagian masyarakat. Banyaknya perusahaan yang berdiri yang seharusnya
mampu menyerap banyak tenaga kerja, namun justru di penuhi oleh industri yang padat
modal sehingga pengangguran tidak terserap secara maksimal. Sehingga untuk mengatasi hal
ini hendaknya pemerintah memperluas lapangan pekerjaan dan kesempagan kerja agar
pengangguran di Indonesia dapat berkurang. Sama halnya dengan penelitian Diar, penelitian
yang dilakukan Umi Kalsum juga menyebutkan bahwa variabel pengangguran berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam hal ini inflasi akan menunjukkan penurunan
terhadap pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pramesthi, menyebutkan bahwa
pengangguran dan inflasi sama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian tersebut didukung dengan teori yang disampaikan Meningkatnya pengangguran
dapat membuat pertumbuhan ekonomi menurun karena daya beli masyarakat turun, sehingga
mengakibatkan kelesuan bagi pengusaha untuk berinvestasi.

Agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga maka dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya
berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga pengurangan pengangguran
dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan baru. Sedangkan inflasi dapat menyebabkan
kenaikan produksi. Alasanya adalah dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang
mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan perusahaan akan ikut naik. Kenaikan inilah
hang nantinya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya ada penelitian dari Ronaldo pada tahun 2019 dimana Ia menyebutkan bahwa
inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan
pengangguran bepengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada penitian kami,
tingkat inflasi nilainya di bawah 10% sehingga tingkat infasi yang rendah dan stabil akan
menjadi simulator bagi pertumbuhan ekonomi. Laju inflasi yang terkendali akan menambah
keuntungan pengusaha, pertambahan keuntungan akan pertumbuhan ekonomi. Pada saat
naiknya pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran, alasan lain
yaitu dimana pertumbuhan ekonomi itu ditanda dengan banyak berdirinya perusahaan yang
bisa menyerap tenaga kerja. Namun sebaliknya, di lapangan angka pengangguran juga terus
bertambah. Beberapa faktor menyebabkan angka pengangguran naik, diantaranya
pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan
teknologi. Itu tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih mengandalkan tenaga mesin
atau teknologi.

Permasalahan yang Berkaitan dengan Kebijakan Fiskal di Indonesia

1. Pengangguran
Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Indonesia
pun memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk
Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya
Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar dan akan semakin
besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam
perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Tabel 1. Pengangguran di Indonesia (Ribuan Jiwa)


Penganggura
Tahun Penduduk Bekerja % %
n

2011 107416.31 92.52 8681.39 7.48

2012 112504.87 93.87 7344.87 6.13

2013 112761.07 93.83 7410.93 6.17

2014 114628.03 94.06 7244.91 5.94

2015 114819.2 93.82 7560.82 6.18

2016 118411.97 94.39 7031.78 5.61

2017 121022.42 94.5 7040.32 5.5

2018 126282.19 94.7 7073.39 5.3

2019 128755.27 94.77 7104.42 5.23

2020 128454.18 92.93 9767.75 7.07

Sumber: Badan Pusat Statistik (Tenaga Kerja), Indonesia

Namun pada kenyataannya, penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian di


Indonesia masih belum cukup. Dapat dilihat berdasarkan tabel 1 bahwa tingkat pengangguran
di Indonesia tidak signifikan turun, melainkan terus berfluktuasi. Tingginya angka angkatan
kerja di Indonesia tidak diimbangi dengan tingginya angka lapangan kerja. Di lain sisi,
kebanyakan tenaga kerja di Indonesia tidak terampil dan produktif.

Dalam 10 tahun terakhir, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia berada pada


tahun 2011 yaitu sebesar 8681.39 ribu jiwa (7.48%) sedangkan terendah berada pada tahun
2018 yaitu sebesar 7073.39 ribu jiwa (5.3%). Perlambatan ekonomi pada tahun 2011-2015
disebabkan oleh boom komoditas tahun 2000an yang tiba-tiba berakhir di tengah perlambatan
ekonomi global. Ini adalah tanda lain bahwa ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada
harga komoditas (yang volatil). Oleh karena itu, upaya Presiden Joko Widodo untuk
mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas (yang mentah) dihargai dan
harus mengarah pada ekonomi yang lebih kuat secara struktural di tahun-tahun selanjutnya.

Setelah melewati badai perlambatan ekonomi pada 6 tahun sebelumnya, tingkat


pengangguran Indonesia pada tahun 2016-2018 terus mengalami penurunan hingga ke angka
7104.42 ribu jiwa (5.23%). Namun dikarenakan adanya pandemi COVID-19 pada tahun
2020, banyak pekerja yang dirumahkan (terkena PHK) sehingga mereka kehilangan lapangan
kerja yang menyebabkan jumlah pengangguran di Indonesia kembali melonjak menjadi
9767.75 ribu jiwa (7.07%).

Tabel 2.

Daerah Tempat Tingkat Pengangguran Menurut Daerah Tempat Tinggal (Persen)


Tinggal 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Perkotaan 7.31 6.60 6.79 6.44 6.29 8.98

Perdesaan 4.93 4.51 4.01 3.97 3.92 4.71

Sumber: Badan Pusat Statistik (Tenaga Kerja), Indonesia

Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, maka kita
dapat melihat bahwa pengangguran secara signifkan lebih tinggi di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, pada tabel 2 dapat dilihan terdapat
kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan pedesaan melebar selama beberapa tahun
terakhir karena pengangguran di daerah pedesaan telah menurun lebih cepat daripada
pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren ini adalah karena terjadinya proses
urbanisasi yakni bahwa banyak orang pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam rangka
mencari peluang kerja.

Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini lebih dari setengah
jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Di satu sisi, ini adalah
perkembangan positif karena urbanisasi dan industrialisasi diperlukan untuk tumbuh menjadi
negara yang berpenghasilan menengah (middle income country). Di sisi lain, proses ini perlu
disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai di kota-kota. Oleh karena itu,
investasi (baik domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah perkotaan yang sudah ada
atau daerah urban yang baru. Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus membuat iklim
investasi lebih menarik sehingga menghasilkan lebih banyak investasi.
Tabel 3

Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan
2020 2019 2018 2017 2016 2015

Tidak Pernah
1.65 1.08 0.92 1.63 1.46 1.25
Sekolah

Sekolah Dasar 4.61 3.23 3.25 3.61 3.88 3.94

Sekolah Menengah
11.29 8.86 9.18 9.48 9.63 11.16
Atas

Sekolah Tinggi 7.51 5.71 5.91 5.57 5.15 6.68

Sumber: Badan Pusat Statistik (Tenaga Kerja), Indonesia

Jika ditinjau dari tingkat pendidikan, maka pengangguran tertinggi didominasi oleh
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut menteri ketenagakerjaan Ida Fauziyah, hal
ini disebabkan karena tidak adanya linked and match maka pendidikan vokasi yang
didapatkan tidak diterima di pasar kerja. Sementara yang bekerja, justru kompetensinya
rendah karena pendidikan yag rendah.

Kebijakan Fiskal yang Dilakukan Pemerintah :

Meski fokus ke stabilisasi, pemerintah tetap menjalankan kebijakan fiskal yang


ekspansif untuk mendukung kegiatan perekonomian.Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati mengatakan bahwa kebijakan yang ekspansif tersebut didukung oleh peningkatan
efisiensi dan efektivitas belanja negara, sehingga dengan defisit dijaga pada level yang lebih
rendah, pengelolaan APBN masih bisa menopang perekonomian nasional."Defisit ini
merupakan yang terendah sejak 5 tahun terakhir, mencerminkan kuatnya kesepahaman
pemerintah dan DPR untuk menciptakan APBN yang sehat dan berkelanjutan," kata Sri
Mulyani dalam Rapat Paripurna di DPR, Rabu (31/10/2018).Kebijakan APBN yang ekspansif
tersebut tampak dari beberapa fokus belanja dalam APBN 2019. Menurut Sri Mulyani,
alokasi belanja pemerintah pusat 2019 tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing
melalui peningkatan kapasitas SDM, penguatan infrastruktur serta kebijakan belanja yang
efektif dan efisien.Maka kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan dapat
dengan menggunakan APBN sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan fiskal dengan cara
melakukan pembangunan infrastruktur atau investasi pemerintah dibidang produksi padat
karya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, dengan demikian angka pengangguran akan
menurun.

2. Daya Beli Masyarakat Rendah


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) 2020
telah mengalami deflasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Deflasi pertama kali terjadi pada
bulan Juli, yakni sebesar 0,10 persen. Kemudian pada Agustus negara kembali mengalami
deflasi sebesar 0,05 persen. Terakhir pada bulan September, IHK tercatat mengalami deflasi
sebesar 0,05 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi yang terjadi selama tiga
bulan berturut-turut ini menandakan kalau daya beli masyarakat Indonesia masih sangat
lemah. “Ini perlu diwaspadai, karena dengan deflasi berturut-turut selama tiga bulan, artinya
di kuartal III/2020, daya beli masyarakat masih sangat lemah.

Bulan 20201)

IHK Inflasi

Januari 104,33 0,39

Februari 104,62 0,28

Maret 104,72 0,10

April 104,80 0,08

Mei 104,87 0,07

Juni 105,06 0,18

Juli 104,95 -0,10

Agustus 104,90 -0,05

September 104,85 -0,05


Oktober 104,92 0,07

November 105,21 0,28

Desember 105,68 0,45

Tingkat Inflasi 1,68

BPS Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia

Para ekonom pun mengingatkan potensi pelemahan daya beli baik dari sisi produsen
maupun konsumen akibat pandemi Covid-19 bisa semakin dalam bila pemulihan ekonomi
tidak berjalan optimal. Meski PSBB sudah dilonggarkan dan diberlakukannya adaptasi
kebiasaan baru namun sebagian besar masyarakat masih menunda melakukan konsumsi
terutama untuk kebutuhan sekunder. Daya beli utamanya didorong oleh anjloknya permintaan
masyarakat kelas ekonomi bawah lantaran penurunan pendapatan. Sementara masyarakat
kelas ekonomi menengah ke atas justru lebih memilih untuk menunda konsumsi. Hal ini
dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengalami PHK ataupun di rumahkan oleh
perusahaannya sehingga pendapatan masyarakat cenderung turun secara signifikan.

Daya beli masyarakat yang melemah ini membuat arah kebijakan pemerintah terkait
inflasi menjadi berbeda dari sebelumnya. Bila biasanya pemerintah berusaha menjaga harga
bahan pokok demi mempertahankan angka inflasi di level rendah, tahun ini justru angka
inflasi dijaga agar tidak terlalu rendah. Kondisi perekonomian di tahun 2020 sangat berbeda
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini kita dituntut untuk mampu
mempertahankan tingkat inflasi agar tidak terlalu rendah. Inflasi harus kita jaga pada titik
keseimbangan agar memberikan stimulus pada produsen untuk tetap berproduksi.

Kebijakan Fiskal Yang Dilakukan Pemerintah

Pemerintah melakukan upaya melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).


Program PEN merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19
terhadap perekonomian. Pemerintah menjalankan program ini untuk merespon penurunan
aktivitas masyarakat di saat pandemi yang berdampak pada ekonomi khususnya sektor
informal atau UMKM. Dukungan yang diberikan dari program ini diantaranya bagi UMKM
menetapkan subsidi bunga sebesar Rp.34,15 T, insentif pajak sebesar Rp.28,06 T serta
penjaminan kredit modal kerja baru RP.6 T. Bagi korporasi, diberikan insentif pajak sebesar
Rp.34,95 T dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur
UMKM Rp.35 T. Dan bagi BUMN, terdapat penyertaan modal negara, pembayaran
kompensasi, talangan (investasi) modal kerja dan dukungan-dukungan lainnya.

Selain itu, program PEN juga memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat untuk
mendorong daya beli khususnya pada kebutuhan sehari-hari masyarakat. Total sebesar
Rp.203,9 T disiapkan pemerintah untuk program perlindungan sosial dan Rp.1,3 T untuk
insentif perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program bantuan sosial
diantaranya terdiri dari program keluarga harapan (Rp.37,4 T), kartu sembako (Rp.43,6 T),
diskon listrik (Rp.6,9 T), bansos tunai non-jabodetabek (Rp.32,4 T), bansos sembako
jabodetabek (Rp.6,8 T), BLT dana desa (Rp.31,8 T), kartu pra kerja (Rp.20 T) serta untuk
kebutuhan logistik atau pangan (Rp.25 T). Dengan adanya perlindungan sosial diharapkan
sisi konsumsi masyarakat bisa kembali pulih. Karena kebijakan mendorong sisi produksi
(supply side) tidak akan efektif jika dari sisi permintaan (demand side) atau daya beli
masyarakat masih melemah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengatakan sisi permintaan masih perlu didorong jika
melihat angka inflasi yang lebih rendah dari target inflasi yang sudah ditentukan. Dengan
demikian, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendorong daya beli
masyarakat akan terus dilakukan. "Kami harap APBN dengan sisa 2,5 bulan di 2020 bisa
dimaksimalkan untuk meningkatkan pemulihan ekonomi terutama dari sisi demand,” ujarnya.
Adapun pada kuartal keempat tahun ini, pemerintah optimis ekonomi Indonesia pada kuartal
IV/2020 akan jauh lebih baik dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya, di mana ekonomi
Indonesia diperkirakan akan tumbuh pada kisaran -1,7 persen hingga positif sebesar 0,6
persen.

3. Pertumbuhan Ekonomi
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 mengalami kontraksi
2,07 persen secara year on year. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kontraksi ini
dipengaruhi oleh pelemahan di berbagai sektor ekonomi karena pandemi Covid-19. “Kalau
kita lihat perekonomian di berbagai negara pada triwulan IV membaik dibanding sebelumnya
meski harus kita akui perkembangannya masih lemah. Banyak indikator yang bisa dilihat,
salah satunya indeks Purchasing Managers Index atau PMI yang menunjukkan penguatan di
Oktober, namun kembali melemah November dan Desember,” ujar Kepala BPS Suhariyanto
dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 5 Februari 2021.

Pada kuartal IV, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami resesi. Pertumbuhan
ekonomi kuartal IV tercatat sebesar -2,19 persen secara year on year. Sedangkan
pertumbuhan di kuartal iv secara q to q mengalami kontraksi -0,42 persen.

 
 

PDB Lapangan Usaha (Seri 2010-2020) Tahunan


A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,75
B. Pertambangan dan Penggalian -1,95
C. Industri Pengolahan -2,93
D. Pengadaan Listrik dan Gas -2,34
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 4,94
F. Konstruksi -3,26
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor -3,72
H. Transportasi dan Pergudangan -15,04
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -10,22
J. Informasi dan Komunikasi 10,58
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,25
L. Real Estate 2,32
M,N. Jasa Perusahaan -5,44
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib -0,03
P. Jasa Pendidikan 2,63
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,60
R,S,T,U. Jasa lainnya -4,10
A. NILAI TAMBAH BRUTO ATAS HARGA
DASAR -1,58
B. PAJAK DIKURANG SUBSIDI ATAS PRODUK -13,42
C. PRODUK DOMESTIK BRUTO -2,07
BPS Laju Pertumbuhan PDB Seri 2010 (Persen), 2020

Sri Mulyani mengatakan sepanjang tahun, negara mengalami tantangan berat karena pandemi
Covid-19 yang masih terus berlangsung mempengaruhi kegiatan ekonomi. Menurut dia,
menurunnya aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekspor dan impor turun. Sementara itu
sejumlah lembaga internasional, seperti Asian Development Bank atau ADB, memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar minus 2,2 persen. Bank Dunia juga
memproyeksikan angka yang sama, yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia bercokol minus
2,2 persen. Organisasi dan Pembangunan Ekonomi atau OECD pun mematok taksiran lebih
rendah, yaitu -2,4 persen.

Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan Indonesia memerlukan
waktu 3-5 tahun untuk membalikkan kondisi pertumbuhan ekonomi seperti pada masa
sebelum pandemi. Kondisi ini berkaca pada krisis moneter 1998, yang kala itu negara
memerlukan waktu sampai 5 tahun masa pemulihan. Selama beberapa tahun tersebut,
pertumbuhan ekonomi nihil.

Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah

Pemerintah memandang bahwa penyebaran pandemi Covid-19 dapat memberikan dampak


dan mengancam pertumbuhan ekonomi antara lain karena menurunnya penerimaan negara
serta ketidakpastian ekonomi global. Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah
luar biasa (extraordinary) di bidang keuangan negara, termasuk di bidang perpajakan dan
keuangan daerah, serta sektor keuangan.

Tak perlu menunggu lama, pada 31 Maret pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau
Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan, (selanjutnya disebut Perppu 1/2020). Perppu tersebut langsung
berlaku pada saat diterbitkan. Maksud dari Perppu 1/2020 adalah untuk mengatur sekaligus
memberikan landasan hukum yang cukup bagi tindakan pemerintah dan lembaga-lembaga
terkait guna mengatasi kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan dan
perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19 dengan fokus pada belanja kesehatan,
jaring pengaman sosial, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.

Pemerintah memiliki parameter bahwa jika diperkirakan penurunan pertumbuhan ekonomi


mencapai 4 persen atau lebih rendah, tergantung pada seberapa lama dan parah penyebaran
pandemi Covid-l9 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan rakyat dan aktivitas
ekonomi, maka sudah saatnya diambil langkah-langkah luar biasa guna menyelamatkan
keuangan negara dan sistem keuangan.

Menurut pemerintah, terganggunya aktivitas ekonomi akan berimplikasi kepada perubahan


dalam postur APBN Tahun Anggaran 2020, baik sisi pendapatan negara, sisi belanja negara,
maupun sisi pembiayaan. Kurang dari dua bulan sejak Perppu 1/2020 berlaku, pemerintah
bersama DPR sepakat untuk mengesahkan Perppu tersebut menjadi Undang-undang Nomor 2
Tahun 2020 yang mulai berlaku 18 Mei 2020. Dengan peningkatan status dari Perppu
menjadi UU, tentu upaya pemerintah melakukan penyelamatan keuangan negara dan sistem
keuangan menjadi semakin mudah sebab telah memperoleh dukungan politik yang kuat dari
parlemen.

KESIMPULAN

Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang Dalam 10 tahun terakhir, tingkat
pengangguran tertinggi di Indonesia berada pada tahun 2011 yaitu sebesar 8681.39 ribu jiwa
(7.48%) sedangkan terendah berada pada tahun 2018 yaitu sebesar 7073.39 ribu jiwa (5.3%)
dan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2020 telah mengalami deflasi sebanyak tiga kali pertama
0,10 persen dan terakhir,0,05 persen. Dalam posisi yang demikian daya beli masyarakat
makin berkurang terlebih dalam keadaan pandemi, tercatat bahwa tahun 2020 pdb Indonesia
mengalami penurunan sebesar 2,07%. Pemerintah saat ini telah mengeluarkan kebijakan yang
di anggap mampu untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi di Indonesia diantaranya
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk
Penanganan Pandemi, Suntikan dan untuk pelaku kegiatan UMKM, pemberian Bansos dan
BLT kepada masyarakat unuk membantu perekonomian masyarakat sehingga daya beli
masyarakat meningkat, serta membangun infrastruktur dan program padat lainnya guna
menanggulangi masalah pengangguran di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. 2020. Badan Pusat Statistik Indonesia

Angka Pengangguran di Indonesia. 2020. Badan Pusat Statistik Indonesia

Tingkat Inflasi di Indonesia. 2020. Badan Pusat Statistik Indonesia

Hartomo, Giri. 2020. Pengangguran Banyak Didominasi Lulusan SMA sampai Sarjana.
https://nasional.sindonews.com/read/206308/15/pengangguran-banyak-didominasi-
lulusan-sma-sampai-sarjana-1603451450 (diakses pada 17 Februari 2021)

Iswahyudi, Tedy. 2020. Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Penanganan Pandemi.
https://news.detik.com/kolom/d-5229116/sinergi-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-
penanganan-pandemi (diakses pada 19 Februari 2021)

Maulida, Rani. 2018. Mengenai Kebijakan Fiskal. https://www.online-pajak.com/tentang-


pajak/fiskal (diakses pada 16 Februari 2021)

Ramadani, Niko. 2020. Ini 3 Penyebab Mengapa Daya Beli Menurun.


https://www.akseleran.co.id/blog/daya-beli-menurun/ (diakses pada 19 Februari 2021)

Sulistiyono, Seno Tri.2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2020 Terancam Minus
0,4 Persen. https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/05/12/pertumbuhan-ekonomi-
indonesia-tahun-2020-terancam-minus-04-persen. (diakses pada 19 Februari 2021)

Thomas, Vicent Vabian. 2020. Angka Pengangguran 2020 Terburuk, Apa yang Bisa
Dilakukan Jokowi?. https://tirto.id/angka-pengangguran-2020-terburuk-apa-yang-bisa-
dilakukan-jokowi-fKQg (diakses pada 17 Februari 2021)

Anda mungkin juga menyukai