Anggota :
Dosen Pengampu :
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
Abstrak
Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana peran kebijakan fiskal dalam
mengatasi masalah penggangguran dan daya beli masyarakat rendah di Indonesia. Dua
permasalahan ini terus memberikan tantangan bagi pemerintah Indonesia, mengingat jumlah
penggangguran yang terus meningkat sejak sepuluh tahun terakhir dengan persentase terbesar
adalah pada tahun 2020 yaitu 7.07% dari tahun sebelumnya yaitu 2019 sebesar 5.23%. Selain
itu, daya beli masyarakat Indonesia juga menurun karena penghasilan masyarakat juga
menurun. Tentunya hal ini akan berpotensi besar membuat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah berkurang sehingga kebijakan harus segera dilakukan agar masalah ini tidak akan
berdampak kepada indikator lain. Pada waktu yang tepat inilah kebijakan fiskal hadir untuk
mengatasi kedua masalah tersebut dan untuk lebih jelasnya akan dibahas lebih lanjut lagi
pada paper ini.
LATAR BELAKANG
Bicara tentang fiskal, mungkin mengingatkan Anda dengan kabar bahwa pada
November 2017 lalu, bank dunia memberikan pinjaman senilai US$300 juta atau setara
Rp4,05 triliun. Pinjaman ini digelontorkan untuk membantu meningkatkan belanja daerah,
termasuk dalam hal administrasi pendapatan dan kebijakan perpajakan.Seperti yang kita
ketahui, kebijakan fiskal sangat identik dengan urusan pajak atau pendapatan negara. Kata
fiskal itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu fiscus yang merupakan nama seseorang yang
memiliki atau memegang kekuasaan atas keuangan pada zaman Romawi kuno. Sedangkan,
dalam Bahasa Inggris fiskal disebut fisc yang berarti pembendaharaan atau pengaturan keluar
masuknya uang yang ada dalam kerajaan. Jadi, kebijakan fiskal ini digunakan untuk
menjelaskan bentuk pendapatan negara yang dikumpulkan dari masyarakat dan oleh
pemerintahan negara yang dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan untuk pengeluaran
dengan program-program untuk mencapai pendapatan nasional, produksi, perekonomian dan
juga sebagai perangkat keseimbangan dalam perekonomian.
Pada pembahasan kali ini, kami akan menjelaskan bagaimana kebijakan fiskal
berperan sangat penting dalam mengatasi masalah pengangguran dan juga inflasi di
Indonesia. Pengangguran adalah adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Jarque-Bera. Dalam hasil uji di atas
menunjukkan nilai Jarque-Bera sebesar 0.060763 > 0.05. sehingga H0 diterima dan dapat kita
simulkan bahwa tidak ada kendala karena residual berdistribusi normal.
2. Uji Autokorelasi
Dari hasil uji autokorelasi menggunakan uji autokorelasi serial korelasi tersebut dapat dilihat
nilai probabilitas Chi Square (2) yang merupakan p value uji Bresuch-Godfrey Serial
Corelation LM, sebesar 0.3348 > 0,05. dapat kita simpulkan bahwa H0 diterima yang berarti
autokorelasi serial dari model tersebut tidak memiliki masalah.
3. Uji Heteroskedastisitas
Sedangkan untuk hasil uji heteroskedastisitas diketahui bahwa nilai Prob. Chi Square(2)
sebesar 0,9454 > α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa dalam model penelitian ini tidak
terdapat heteroskedastisitas.
4. Uji Multikolonieritas
Dari hasil uji multikolonieritas di atas, dapat kita lihat bahwa nilai Centered VIF dari
Pengangguran dan juga Inflasi memiliki nilai 1.130985 di mana nilai tersebut kurang dari 10,
dan dapat kita simpulkan bahwa tidak ada masalah multikolonieritas di dalam model yang di
uji.
Analisis Regresi
PE = 2.08 + 0.55 Pengangguran – 0.005 Inflasi
Dapat dilihat dari tabel probabilitas bahwa variabel pengangguran memiliki nilai
probabilitas sebesar 0.0134 < 0.05 yang berarti variabel pengangguran memiliki hubungan
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien 0.55 yang berarti
setiap kenaikan pengangguran sebanyak 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat
sebesar 0.55%. Sedangkan untuk variabel inflasi nilai probabilitasnya sebesar 0.9269 yang
berarti variabel inflasi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan nilai koefisien -0.005 yang berarti setiap kenaikan inflasi sebanyak 1%
maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar -0.005%.
Selain itu, terlihat pula nilai R-squarednya sebesar 0.630940 yang berarti 63.09%
dijelaskan oleh variabel independen dalam penelitian ini yaitu pengangguran dan inflasi
sedangkan sisanya yaitu sebesar 36.91% dijelaskan oleh variabelakn yang tidak dimasukkan
pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Diar pada tahun 2017 yaitu
inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengangguran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat inflasi Indonesia yang rata-ratanya di bawah 10% merupakan kategori inflasi
rendah yang tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi yang naik ternyata tidak dinikmati oleh seluruh masyarakat,
melainkan hanya sebagian masyarakat. Banyaknya perusahaan yang berdiri yang seharusnya
mampu menyerap banyak tenaga kerja, namun justru di penuhi oleh industri yang padat
modal sehingga pengangguran tidak terserap secara maksimal. Sehingga untuk mengatasi hal
ini hendaknya pemerintah memperluas lapangan pekerjaan dan kesempagan kerja agar
pengangguran di Indonesia dapat berkurang. Sama halnya dengan penelitian Diar, penelitian
yang dilakukan Umi Kalsum juga menyebutkan bahwa variabel pengangguran berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam hal ini inflasi akan menunjukkan penurunan
terhadap pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pramesthi, menyebutkan bahwa
pengangguran dan inflasi sama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian tersebut didukung dengan teori yang disampaikan Meningkatnya pengangguran
dapat membuat pertumbuhan ekonomi menurun karena daya beli masyarakat turun, sehingga
mengakibatkan kelesuan bagi pengusaha untuk berinvestasi.
Agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga maka dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya
berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga pengurangan pengangguran
dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan baru. Sedangkan inflasi dapat menyebabkan
kenaikan produksi. Alasanya adalah dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang
mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan perusahaan akan ikut naik. Kenaikan inilah
hang nantinya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya ada penelitian dari Ronaldo pada tahun 2019 dimana Ia menyebutkan bahwa
inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan
pengangguran bepengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada penitian kami,
tingkat inflasi nilainya di bawah 10% sehingga tingkat infasi yang rendah dan stabil akan
menjadi simulator bagi pertumbuhan ekonomi. Laju inflasi yang terkendali akan menambah
keuntungan pengusaha, pertambahan keuntungan akan pertumbuhan ekonomi. Pada saat
naiknya pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran, alasan lain
yaitu dimana pertumbuhan ekonomi itu ditanda dengan banyak berdirinya perusahaan yang
bisa menyerap tenaga kerja. Namun sebaliknya, di lapangan angka pengangguran juga terus
bertambah. Beberapa faktor menyebabkan angka pengangguran naik, diantaranya
pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan
teknologi. Itu tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih mengandalkan tenaga mesin
atau teknologi.
1. Pengangguran
Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Indonesia
pun memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk
Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya
Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar dan akan semakin
besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam
perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Tabel 2.
Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, maka kita
dapat melihat bahwa pengangguran secara signifkan lebih tinggi di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, pada tabel 2 dapat dilihan terdapat
kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan pedesaan melebar selama beberapa tahun
terakhir karena pengangguran di daerah pedesaan telah menurun lebih cepat daripada
pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren ini adalah karena terjadinya proses
urbanisasi yakni bahwa banyak orang pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam rangka
mencari peluang kerja.
Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini lebih dari setengah
jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Di satu sisi, ini adalah
perkembangan positif karena urbanisasi dan industrialisasi diperlukan untuk tumbuh menjadi
negara yang berpenghasilan menengah (middle income country). Di sisi lain, proses ini perlu
disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai di kota-kota. Oleh karena itu,
investasi (baik domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah perkotaan yang sudah ada
atau daerah urban yang baru. Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus membuat iklim
investasi lebih menarik sehingga menghasilkan lebih banyak investasi.
Tabel 3
Tidak Pernah
1.65 1.08 0.92 1.63 1.46 1.25
Sekolah
Sekolah Menengah
11.29 8.86 9.18 9.48 9.63 11.16
Atas
Jika ditinjau dari tingkat pendidikan, maka pengangguran tertinggi didominasi oleh
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut menteri ketenagakerjaan Ida Fauziyah, hal
ini disebabkan karena tidak adanya linked and match maka pendidikan vokasi yang
didapatkan tidak diterima di pasar kerja. Sementara yang bekerja, justru kompetensinya
rendah karena pendidikan yag rendah.
Bulan 20201)
IHK Inflasi
Para ekonom pun mengingatkan potensi pelemahan daya beli baik dari sisi produsen
maupun konsumen akibat pandemi Covid-19 bisa semakin dalam bila pemulihan ekonomi
tidak berjalan optimal. Meski PSBB sudah dilonggarkan dan diberlakukannya adaptasi
kebiasaan baru namun sebagian besar masyarakat masih menunda melakukan konsumsi
terutama untuk kebutuhan sekunder. Daya beli utamanya didorong oleh anjloknya permintaan
masyarakat kelas ekonomi bawah lantaran penurunan pendapatan. Sementara masyarakat
kelas ekonomi menengah ke atas justru lebih memilih untuk menunda konsumsi. Hal ini
dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengalami PHK ataupun di rumahkan oleh
perusahaannya sehingga pendapatan masyarakat cenderung turun secara signifikan.
Daya beli masyarakat yang melemah ini membuat arah kebijakan pemerintah terkait
inflasi menjadi berbeda dari sebelumnya. Bila biasanya pemerintah berusaha menjaga harga
bahan pokok demi mempertahankan angka inflasi di level rendah, tahun ini justru angka
inflasi dijaga agar tidak terlalu rendah. Kondisi perekonomian di tahun 2020 sangat berbeda
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini kita dituntut untuk mampu
mempertahankan tingkat inflasi agar tidak terlalu rendah. Inflasi harus kita jaga pada titik
keseimbangan agar memberikan stimulus pada produsen untuk tetap berproduksi.
Selain itu, program PEN juga memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat untuk
mendorong daya beli khususnya pada kebutuhan sehari-hari masyarakat. Total sebesar
Rp.203,9 T disiapkan pemerintah untuk program perlindungan sosial dan Rp.1,3 T untuk
insentif perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program bantuan sosial
diantaranya terdiri dari program keluarga harapan (Rp.37,4 T), kartu sembako (Rp.43,6 T),
diskon listrik (Rp.6,9 T), bansos tunai non-jabodetabek (Rp.32,4 T), bansos sembako
jabodetabek (Rp.6,8 T), BLT dana desa (Rp.31,8 T), kartu pra kerja (Rp.20 T) serta untuk
kebutuhan logistik atau pangan (Rp.25 T). Dengan adanya perlindungan sosial diharapkan
sisi konsumsi masyarakat bisa kembali pulih. Karena kebijakan mendorong sisi produksi
(supply side) tidak akan efektif jika dari sisi permintaan (demand side) atau daya beli
masyarakat masih melemah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengatakan sisi permintaan masih perlu didorong jika
melihat angka inflasi yang lebih rendah dari target inflasi yang sudah ditentukan. Dengan
demikian, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendorong daya beli
masyarakat akan terus dilakukan. "Kami harap APBN dengan sisa 2,5 bulan di 2020 bisa
dimaksimalkan untuk meningkatkan pemulihan ekonomi terutama dari sisi demand,” ujarnya.
Adapun pada kuartal keempat tahun ini, pemerintah optimis ekonomi Indonesia pada kuartal
IV/2020 akan jauh lebih baik dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya, di mana ekonomi
Indonesia diperkirakan akan tumbuh pada kisaran -1,7 persen hingga positif sebesar 0,6
persen.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 mengalami kontraksi
2,07 persen secara year on year. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kontraksi ini
dipengaruhi oleh pelemahan di berbagai sektor ekonomi karena pandemi Covid-19. “Kalau
kita lihat perekonomian di berbagai negara pada triwulan IV membaik dibanding sebelumnya
meski harus kita akui perkembangannya masih lemah. Banyak indikator yang bisa dilihat,
salah satunya indeks Purchasing Managers Index atau PMI yang menunjukkan penguatan di
Oktober, namun kembali melemah November dan Desember,” ujar Kepala BPS Suhariyanto
dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 5 Februari 2021.
Pada kuartal IV, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami resesi. Pertumbuhan
ekonomi kuartal IV tercatat sebesar -2,19 persen secara year on year. Sedangkan
pertumbuhan di kuartal iv secara q to q mengalami kontraksi -0,42 persen.
Sri Mulyani mengatakan sepanjang tahun, negara mengalami tantangan berat karena pandemi
Covid-19 yang masih terus berlangsung mempengaruhi kegiatan ekonomi. Menurut dia,
menurunnya aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekspor dan impor turun. Sementara itu
sejumlah lembaga internasional, seperti Asian Development Bank atau ADB, memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar minus 2,2 persen. Bank Dunia juga
memproyeksikan angka yang sama, yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia bercokol minus
2,2 persen. Organisasi dan Pembangunan Ekonomi atau OECD pun mematok taksiran lebih
rendah, yaitu -2,4 persen.
Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan Indonesia memerlukan
waktu 3-5 tahun untuk membalikkan kondisi pertumbuhan ekonomi seperti pada masa
sebelum pandemi. Kondisi ini berkaca pada krisis moneter 1998, yang kala itu negara
memerlukan waktu sampai 5 tahun masa pemulihan. Selama beberapa tahun tersebut,
pertumbuhan ekonomi nihil.
Tak perlu menunggu lama, pada 31 Maret pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau
Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan, (selanjutnya disebut Perppu 1/2020). Perppu tersebut langsung
berlaku pada saat diterbitkan. Maksud dari Perppu 1/2020 adalah untuk mengatur sekaligus
memberikan landasan hukum yang cukup bagi tindakan pemerintah dan lembaga-lembaga
terkait guna mengatasi kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan dan
perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19 dengan fokus pada belanja kesehatan,
jaring pengaman sosial, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.
KESIMPULAN
Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang Dalam 10 tahun terakhir, tingkat
pengangguran tertinggi di Indonesia berada pada tahun 2011 yaitu sebesar 8681.39 ribu jiwa
(7.48%) sedangkan terendah berada pada tahun 2018 yaitu sebesar 7073.39 ribu jiwa (5.3%)
dan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2020 telah mengalami deflasi sebanyak tiga kali pertama
0,10 persen dan terakhir,0,05 persen. Dalam posisi yang demikian daya beli masyarakat
makin berkurang terlebih dalam keadaan pandemi, tercatat bahwa tahun 2020 pdb Indonesia
mengalami penurunan sebesar 2,07%. Pemerintah saat ini telah mengeluarkan kebijakan yang
di anggap mampu untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi di Indonesia diantaranya
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk
Penanganan Pandemi, Suntikan dan untuk pelaku kegiatan UMKM, pemberian Bansos dan
BLT kepada masyarakat unuk membantu perekonomian masyarakat sehingga daya beli
masyarakat meningkat, serta membangun infrastruktur dan program padat lainnya guna
menanggulangi masalah pengangguran di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hartomo, Giri. 2020. Pengangguran Banyak Didominasi Lulusan SMA sampai Sarjana.
https://nasional.sindonews.com/read/206308/15/pengangguran-banyak-didominasi-
lulusan-sma-sampai-sarjana-1603451450 (diakses pada 17 Februari 2021)
Iswahyudi, Tedy. 2020. Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Penanganan Pandemi.
https://news.detik.com/kolom/d-5229116/sinergi-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-
penanganan-pandemi (diakses pada 19 Februari 2021)
Sulistiyono, Seno Tri.2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2020 Terancam Minus
0,4 Persen. https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/05/12/pertumbuhan-ekonomi-
indonesia-tahun-2020-terancam-minus-04-persen. (diakses pada 19 Februari 2021)
Thomas, Vicent Vabian. 2020. Angka Pengangguran 2020 Terburuk, Apa yang Bisa
Dilakukan Jokowi?. https://tirto.id/angka-pengangguran-2020-terburuk-apa-yang-bisa-
dilakukan-jokowi-fKQg (diakses pada 17 Februari 2021)