Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KAUSALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI,TINGKAT

INFLASI DAN PENGANGGURAN


(Studi Kasus Kota Kabupaten se - Jawa Timur
Tahun 2006-2010)

JURNAL ILMIAH

Disusun Oleh:

Perdana Kranti Rizki


0810210076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2012
1
ANALISIS KAUSALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI, DAN
PENGANGGURAN JAWA TIMUR (Studi Kasus Kota kabupaten se- Jawa Timur tahun
2006 - 2010)

Perdana Kranti Rizki


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: rcrinyo@yahoo.com.id

ABSTRAK

Terjadi beberapa hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan
tingkat pengangguran.Dimanainflasi merupakan salah satu indikator penting dalam
perekonomian yang tidak bisa di abaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas
baik terhadap perekonomian maupun kesejahtaraan masyarakat. Bagi perekonomian, inflasi yang
tinggi dapat menyebabkan timbulnya ketidakstabilan, menurunkan gairah menabung dan
berinvestasi, menghambat usaha peningkatan ekspor, menyebabkan melambatkan atau
merangsang pertumbuhan ekonomi , maupun bisa berdampak pada meningkatnya jumlah
pengangguran.
Dengan menggunakan metode kuantitatif dan data panel, sehingga dapat menjawab
rumusan masalah pada penelitian. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa terjadi hubungan
searah antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi yaitupertumbuhan ekonomi
mempengaruhi indeks, sedangkan indeks inflasi tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.Hal
ini berlaku juga untuk uji selanjutnya yaitu uji antara variable pertumbuhan ekonomi dan
pengangguran, dimana dalam pengujian tersebut bisa di lihat bahwa antar ke dua variabel terjadi
hubungan searah yaitu tingkat pengangguran mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan kenaikkan atau turunnya pertumbuhan ekonomi tidak akan berpengaruh terhadap
tingkat pengangguran. Dan untuk persamaan yang ketiga terjadi perbedaan yaitu terjadi
hubungan dua arah antara tingkat pengangguran dan indeks inflasi di mana antar ke duannya
saling berpengaruh atau terjadi hubungan kausalitas.

Kata kunci: hubungan kausalitas, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,tingkat


pengangguran

A. LATAR BELAKANG

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang tidak bisa di
abaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas baik terhadap perekonomian
maupun kesejahtaraan masyarakat. Bagi perekonomian, inflasi yang tinggi dapat menyebabkan
timbulnya ketidakstabilan, menurunkan gairah menabung dan berinvestasi, menghambat usaha
peningkatan ekspor, menyebabkan melambatkan pertumbuhan ekonomi , maupun bisa berdampak
pada meningkatnya jumlah pengangguran.
Dalam perekonomian antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan.Apabila
tingkat inflasi tinggi maka dapat menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, sebaliknya
inflasi yang relatif rendah dan stabil dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi.Begitu
pula dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tingi dapat pula memicu
terjadinya inflasi yang tinggi melalui kenaikan dalam permintaan agregat. Namun pada
kenyataannya di Jawa Timur tidaklah demikian pada tahun 2008 indeks inflasi mengalami
penurunnan yang sangat drastis dari 2,37% menjadi 2,13% di tahun 2009, sedangkan pertumbuhan
ekonomi juga mengalami penurunan dari 5,79% di tahun 2008 menjadi 5,27% di tahun 2009. Hal

2
ini tentunya bertolak belakang dengan teori yang ada di mana apabila tingkat inflasi rendah
seharusnya tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan
Di lain sisi keberhasilan Jawa Timur dalam menekan inflasi belum mampu mengurangi
jumlah pengangguran di karenakan tingkat inflasi mempunyai 2 dampak bagi pengangguran yaitu
pengangguran yang semakin meningkat dan pengangguran yang semakin sedikit. Pertama yaitu
apabila semakin tinggi tingkat inflasi maka tingkat pengangguran semakin turun hal ini sesuai
dengan teori Kurve Philips yaitu semakin tinggi tingkat inflasi maka pengangguran akan semakin
menurun. Di karenakan apabila tingkat inflasi semakin tinggi maka akan merangsang tingkat
investasi, sehingga banyak investor yang akan berinvestasi sehingga akan menambah jumlah
faktor produksi yang berakibat pada terserapnya jumlah tenaga kerja.
Kedua adalah semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin tinggi tingkat pengangguran.
Hal ini sesuai dengan realita yang ada di karenakan apabila tingkat inflasi tinggi maka harga
barang pokok akan naik, sehingga biaya produksi semakin tinggi. Apabila biaya produksi semakin
tinggi maka banyak perusahaan yang gulung tikar yang berakibat pada bertambahnya jumlah
pengangguran.
Bagi sebagian Negara syarat utama terciptanya penurunan pengangguran dan tingkat
inflasi yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup
untuk mengentaskan pengangguran. Tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu
yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan
berarti bagi penurunan tingkat pengangguran dan tingkat inflasi jika tidak diiringi dengan
pemerataan pendapatan.
Menurut Boediono (2001: 35), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan ( necessary condition) bagi
penurunan pengangguran . Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi
tersebut efektif dalam mengurangi tingkat pengangguran.Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah
menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin.Secara langsung,
hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi disektor-sektor dimana penduduk miskin
bekerja yaitu sector pertanian atau sector yang padat karya.Adapun secara tidak langsung,
diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin
didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal.
Dengan semakin pulihnya perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan semakin
membaiknya kondisi perekonomiannya, namun masih banyak permasalahan - permasalahan
mendasar tentang belum tertangani secara berarti. Masalah relatif tingginya tingkat inflasi dan
masalah pengangguran merupakan masalah kritikal yang memerlukan perhatian khusus. Dan
masalah ini merupakan masalah yang saling berkaitan antara satu dan yang lain di mana apabila
pertumbuhan ekonomi naik maka tingkat inflasi akan turun dan pengangguran juga juga akan
turun. begitu juga sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi naik maka tingkat inflasi naik dan
pengangguran naik.
Dan yang menjadi permasalahan yang patut diteliti adalah apakah ada hubungan timbal
balik antar ketiganya.Sehingga bisa diketahui faktor mana saja yang saling mempengaruhi. Seperti
contohnya: Pertumbuhan ekonomi pasti mempengaruhi pengangguran, yaitu apabila tingkat
pertumbuhan ekonomi naik tentu saja tingkat penganguran akan berkurang. Tetapi apabila tingkat
pengangguran naik apakah pasti tingkat pertumbuhan ekonomi akan turun.

B. KERANGKA TEORI

Teori Pertumbuhan Ekonomi


Teori pertumbuhan ekonomi menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi dan prosesnya dalam jangka panjang, penjelasan mengenai bagaimana
faktor-faktor itu berinteraksi satu dengan yang lainnya, sehingga menimbulkan terjadinya proses
pertumbuhan (Arsyad, 1992 : 191). Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif
(quantitatif change) dan dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto
(PDB) atau pendapatan output perkapita. Produk domestik bruto (PDB) adalh total nilai pasar

3
(total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang
dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada
suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Nanga,
2001: 273-274).

Teori Harrod-Domar
Harrod-Domar mengemukakan syarat-syarat yang diperlukan agar pertumbuhan ekonomi
dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap atau steady growth dalam jangka panjang di dalam
pertumbuhan mantap semua variabel seperti output, tabungan, investasi, dan kemajuan teknologi,
masing-masing tumbuh secara konstant atau pada laju yang lurus secara eksponensial.

∆Y / Y = s / k
Dimana:
∆Y / Y = tingkat pertumbuhan output

Persamaan tersebut merupakan persamaan Harrod-Domar yang disederhanakan bahwa


tingkat pertumbuhan output ( ∆Y / Y ) ditentukan secara bersama oleh rasio tabungan (s) dan rasio
modal output (COR = K). Makin tinggi tabungan yang diinvestasikan maka makin tinggi pula
output yang dihasilkan. Sedangkan hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan adalah
negative (makin besar COR, makin rendah tingkat pertumbuhan output).

Teori Pertumbuhan Rostow


Proses pembangunan ekonomi menurut Rostow dapat dibedakan ke dalam lima tahap,
yaitu (Arsyad, 1992 : 39) :
1. masyarakat tradisional
2. tahap prasyarat untuk tinggal landas
3. tahap tinggal landas
4. menuju perubahan keadaan ekonomi
5. sosial dan politik yang terjadi.

Menurut Rostow, pembangunan ekonomi bukan hanya perubahan struktur ekonomi


suatu negara yang ditujukan oleh peranan sektor pertanian dan peningkatan peranan sektor
industri saja, tetapi juga menyangkut perubahan struktur yang lainnya di dalam masyarakat.
Perubahan tersebut misalnya kemampuan masyarakat untuk menggunakan penemuan baru tersebut
adalah memodernisasi cara produksi, dan harus didukung pula dengan adanya kelompok
masyarakat yang menciptakan tabungan dan meminjamkannya kepada wiraswasta yang inovatif
untuk meningkatkan produksi dan menaikkan produktifitas.

Teori Adam Smith


Adam Smith menyatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
secara sistematis ada tiga aspek, yaitu (Arsyad, 1992 : 42) :

1. Pertumbuhan Output Total


Sumber alam yang tersedia (masih diwujudkan sebagai faktor produksi tanah).
Menurut Smith, sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari
kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber daya alam yang tersedia merupakan batas
maya bagi pertumbuhan perekonomian, maksudnya jika sumber daya ini belum digunakan
sepenuhnya, maka jumlah penduduk dan stok modal yang ada memegang peranan dalam
pertumbuhan output.

2. Stok barang modal


Stok modal menurut Smith merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan
tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam proses pertumbuhan output, sehingga jumlah
dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok pengaruh stok modal
terhadap tingkat output total bisa secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung,
maksudnya adalah karena pertambahan modal akan langsung meningkatkan output,

4
sedangkan pengaruh tidak langsung maksudnya adalah peningkatan produktifitas perkapita
yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang semakin tinggi.

3. Pertumbuhan Penduduk.
Menurut Smith yang sangat menentukan jumlah penduduk pada suatu masa tertentu
adalah tingkat upah pada saat itu. Jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari pada tingkat
upah subsisten (tingkat upah yang hanya cukup untuk hidup pas-pasan), maka jumlah
penduduk akan meningkat. Smith juga menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh stok
kapital dan tingkat pertumbuhan output. Oleh karena itu jumlah penduduk akan meningkat
atau menurun tergantung pada stok modal dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu masa
tertentu

Penghitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi


Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator perkembangan PDB dari tahun
ke tahun. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan metode yaitu (Boediono,
2001 : 37):

PDBt - PDBt -1
PE x100%
PDBt -1

Keterangan:
PE = pertumbuhan ekonomi
PDB = Produk Domestik Bruto
t = tahun tertentu
t-1 = tahun sebelumnya

Teori Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para
pemikir ekonomi.Inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara
terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to rise over
time).Berdasarkan definisi tersebut, kenaikkan dalam harga umum yang terjadi sekali waktu saja
tidaklah dapat di katakan sebagai inflasi (Nanga, 2001: 241).

Penghitungan Inflasi
1. Indeks Harga Konsumen (IHK)
IHK mengukur inflasi berdasarkan sekumpulan harga pada kebutuhan hidup
konsumen yang paling banyak digunakan, dan masing-masing item memiliki bobot dalam
basket.Indonesia menggunakan sembilan bahan pokok dalam menghitung IHK. Nilai Indeks
Harga Konsumen (IHK) biasanya digunakan sebagai indikator patokan nilai inflasi. Dalam
IHK, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional
terhadap kepentingan relative dalam anggaran pengeluaran konsumen. Dalam kasuk IHK,
Indeks harga di buat dengan menimbang setiap harga sesuai denagn arti penting secara
ekonomis dari komoditi yang bersangkutan. (Dombusch and Fisher, 1997: 36)

2. Indeks Harga Produsen (Producer Price Indeks atau PPI)

Adalah suatu indeks dari harga bahan – bahan baku(raw materials), produk antara
intermedietes product, dan peralatan modal atau mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau
perusahaan. Jadi PPI hanya mencakup bahan baku dan barang antara atau setengah jadi,
sementara barang – barang jadi tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Indeks harga
produsen dimaksudkan untuk mengukur harga – harga pada tingkat transaksi perdagangan
pertama kalinya terjadi (Dombusch and Fisher, 1997: 37)

3. Deflator PDB

5
Deflator PDB adalah analog dari indeks harga konsumen (CPI) dan menunjukkan
perubahan dalam tingkat harga semua barang milik PDB. Untuk perhitungan deflator,
berbagai barang dan jasa yang terpilih, dan perhitungan ini meliputi tidak hanya harga barang-
barang dan jasa, tetapi juga harga untuk barang-barang investasi, barang dan jasa yang dibeli
oleh pemerintah maupun barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar dunia.PDB deflator
adalah rasio antara PDB nominal dengan PDB real dari tahun tersebut. Rumus matematis PDB
deflator:
PDB nominal P1Q1
PDB deflator
PDB riil P0Q1

Jadi singkatnya GDP Deflator adalah merupakan suatu ukuran tentang tingkat harga

Teori Pengangguran
Pengangguran ( Unemployment ) merupakan kenyataan yang harus di hadapi tidak hanya
oleh negara – negara berkembang ( developing countries ) akan tetapi juga oleh negara – negara
yang sudah maju ( developed countries ). Secara umum, pengangguran dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki
pekerjaan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001 :253 ).
Pengangguran pada prinsipnya mengandung arti hilangnya output dan kesengsaraan bagi
orang yang tidak bekerja, dan merupakan suatu bentuk pemborosan sumber daya ekonomi, di
samping memperkecil output, pengangguran juga memacu pengeluaran pemerintah menjadi
semakin lebih tinggi untuk keperluan kompensasi pengangguran dan kesejahteraan. Hal ini
terutama terjadi di negara – negara maju dimana negara atau pemerintah mempunyai kewajiban
untuk menyediakan tunjangan bagi penganggur.
.
Dampak Ekonomis Pengangguran
Setiap negara selalu berusaha agar tingkat kemakmuran masyarakatnya dapat di
maksimumkan dan perekonomian selalu mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap (sustained
economic growth). Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat
mencapai tujuan tersebut. Menurut Nanga (2001 :231), hal ini dapat dengan jelas di lihat dari
memperhatikan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang di timbulkan oleh masalah
pengangguran yaitu:
a.Pengangguran menyebabkan pendapatan nasional yang sebenarnya (actual
output)adalah lebih kecil dari pendapatan nasional potensial (potensial output).
b. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak (tax revenue) pemerintah berkurang,
pengangguran yang diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah pada
gilirannya akan menyebabkan pendapatan yang di peroleh pemerintah akan menjadi
sedikit. Dengan demikian, pengangguran yang tinggi akan mengurangi kemampuan
pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.
c. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran
menimbulkan dua akibat buruk terhadap kegiatan sektor swasta.Pertama,
pengangguran tenaga kerja biasanya akan diikuti pula dengan kelebihan kapasitas
mesin – mesin perusahaan. Keadaan ini jelas tidak akan mendorong perusahaan
untuk melakukan investasi di masa datang. Kedua, pengangguran yang diakibatkan
kelesuan kegiatan perusahaan menyebabkan keuntungan berkurang.Keuntungan
yang rendah mengurangi keinginan perusahaan untuk melakukan investasi. Kedua
hal ini jelas menghambat pertumbuhan ekonomi sekarang dan masa yang akan
datang.

Pengukuran Tingkat Pengangguran


Penghitungan secara statistik baku mengenai jumlah pekerja maupun tingkat
pengangguran banyak sekali digunakan untuk memperkirakan baik tidaknya suatu perekonomian
secara makro sangat penting untuk mengetahui bagaimana jumlah total dari pekerja dan
pengangguran di hitung, yaitu untuk mengawasi jumlah keduanya sebagai bahan untuk membuat
suatu kebijakan publik.

6
Dalam konsep ketenagakerjaan yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah penduduk
yang berusia 10 tahun ke atas yang sudah bekerja ataupun sedang mencari pekerjaan. Penduduk
yang termasuk dalam kategori angkatan kerja adalah yang secara otomatis berpotensi
menghasilkan output atau pendapatan, baik yang sudah bekerja ataupun yang sedang mencari
pekerjaan. Angkatan kerja dapat pula di definisikan sebagai pekerja ditambah penganggur.Bureau
of Labor Statistik mendefinisikan tingkat pengangguran sebagai presentase dari angkatan kerja
yang tidak bekerja. (Nanga 2001 :233)

Penganggur
Tingkat Pengangguran (%) x100
Angka tan Kerja

Keterangan : Penganggur terbuka adalah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang
mencari pekerjaan

Jenis-Jenis Pengangguran
Menurut Nanga (2001: 254) di lihat dari sebab – sebab timbulnya, pengangguran dapat di
bedakan kedalam beberapa jenis sebagai berikut:
a) Pengangguran Friksional
b) Pengangguran Struktural
c) Pengangguran Alamiah
d) Pengangguran Konjugtur atau Siklis
e) Pengangguran Terselubung
f) Pengangguran Musiman
g) Setenganh Pengangguran
h) Peangangguran Terbuka

Kurva Philips
Kurva Phillips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips, pada tahun 1958.Phillips
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan perubahan tingkat
upah. Phillips menggunakan perubahan tingkat upah karena upah akan mempengaruhi harga
barang dan jasa dan pada akhirnya juga mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurva
Phillips yang digunakan oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai hubungan
yang terdapat dalam kurva tersebut.Phillips menyatakan bahwa perubahan tingkat upah dapat
dijelaskan oleh perubahan tingkat pengangguran.
(Samuelson and Nordhaus, 2004: 395)

Gambar 1 :Kurva Philips

Sumber: Samuelson and Nordhaus, 2004: 395

7
Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan
negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik,
pengangguran rendah, ataupun sebaliknya.Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas
harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berarti
bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran rendah, sebagai
konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Dengan kata lain, kurva
ini menunjukkan adanya trade-off (hubungan negatif) antara inflasi dan tingkat pengangguran,
yaitu tingkat pengangguran akan selalu dapat diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi,
dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan
tingkat pengangguran
Terjadinya trade off antara inflasi dan pengangguran maka para pengambil kebijakan
dihadapkan pada dua pilihan, apakah harus menerima inflasi yang tinggi dengan tingkat
pengangguran yang rendah atau sebaliknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap GDP, yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan itu hukum Okun (Okun law) menyatakan bahwa setiap pengurangan
pengangguran satu persen, maka GDP riil akan naik 2,5 persen . Dengan demikian pengambil
kebijakan harus melihat kerugian-kerugian dari pengangguran dan masalah yang timbul bila laju
inflasi tinggi. Pembuat kebijakan harus memutuskan berapa banyak pengangguran yang bisa
diterima dan berapa besar laju inflasi yang bisa ditolerir untuk mencapai keseimbangan
intern.(Samuelson, 2001: 365)\

Kaitan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Inflasi Dan Pengangguran


Ketika inflasi mengalami peningkatan maka akan menyebabkan turunnya tingkat
investasi. Hal ini dikarenakan kenaikan inflasi akan mendorong naiknya tingkat suku bunga,
kenaikan suku bunga tersebut akan mendesak investasi mengalami penurunan. Turunnya investasi
berarti pula akan menurunkan kapasitas produksi. Ketika kapasitas produksi menurun hal ini
berdampak pada menurunnya penyerapan tenaga kerja di satu pihak, sementara di pihak lain
terjadi penambahan tenaga kerja baru setiap tahunnya yang akan berdampak pada meningkatnya
tingkat pengangguran.
Karena pengangguran di satu pihak meningkat maka pendapatan masyarakat menjadi
berkurang, menurunnya tingkat pendapatan masyarakat selanjutnya berdampak pada
berkurangnya konsumsi masyarakat. Di mana menurunnya konsumsi masyarakat berarti pula
menurunnya permintaan agregat ( permintaan konsumsi)., hal tersebut kemudian menyebabkan
laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan selanjutnya akan menyebabkan dana
anggaran belanja juga akan ikut turun.
Ketika pendanaan untuk anggaran belanja mengalami penurunan namun di lain sisi
pemerintah ingin mempertahankan anggaran belanja yang tinggi guna memacu pertumbuhan
ekonomi, maka pemerintah akan berusaha mencari pendanaan baru dengan cara mencetak uang
sehingga uang yang beredar semakin banyak yang berdampak pada tingginya inflasi dikarenakan
banyaknya uang yang beredar. Siklus ini akan terjadi secara terus menerus dan akan saling
berkelanjutan.

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian memberikan panduan berpikir dalam penelitian, sehingga penelitian


berjalan efektif dan sistematis. Metode penelitian digunakan untuk memandu peneliti tentang
urutan-urutan bagaimana penelitian dilakukan, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang
dikehendaki sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah penelitian Kuantitatif
Selanjutnya hal terpenting dalam suatu penelitian adalah keberadaan data dan
ketersediaan sumber data, karena data atau informasi ini nantinya dapat dipergunakan untuk
menjawab permasalahan penelitian.Sumber data yang paling penting dalam penelitian kuantitatif
adalah data sekunder.Jenis dan sumber data disini menunjukkan darimanakah data dalam
penelitian ini diperoleh.Selanjutnya, data-data yang terdapat di lapangan atau tempat penelitian
dikumpulan dengan menggunakan teknik tertentu.

8
Tahap terakhir setelah informasi diperoleh adalah informasi-informasi tersebut di uji atas
keabsahandan kereliabelannya. Data-data yang telah didapatkan dalam penelitian tentunya
memerlukan pengujian agar data yang didapat tersebut reliable (handal), kredibel dan teruji
validitasnya. Hal ini diperlukan karena data yang tidak reliable dan kredible akan menyebabkan
hasil yang diperoleh menjadi bias. Dalam penelitian ini data diuji kredibilitasnya dengan
menggunakan Uji Stasioner yang di pergunakan untuk melihat apakah ada sifat autokorelasi atau
heterokedastisitas.Menurut Gujarati (1978: 56) pengujian stasionaritas data dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu:
1. Melakukan plotting terhadap data.
2. Melihat correlogram autocorrelation function.
3. Uji akar-akar unit.
Penelitian ini akan menggunakan uji akar-akar unit untuk melihat stasionaritas data. Uji
derajat integrasi juga akan dilakukan jika data belum stasioner pada derajat nol.
Yang selanjutnya adalah Uji Kointegrasi yang di pergunakan untuk melihat apakah ada
hubungan jangka panjang antar variable. Dan yang terakhir adalah menggunakan Uji Granger
Causality yang berguna untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel

Hipotesis

Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian, disampaikan suatu hipotesis penelitian.


Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil ujian ini akan dapat dipakai sebagai masukan
dalam menentukan kebijakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis adalah suatu
pernyataan yang dikemukakan dan masih lemah kebenarannya.Hipotesis juga dipandang sebagai
konklusi yang sifatnya sementara. Sesuai dengan masalah di atas dapat diambil hipotesa sebagai
berikut :
a. Tingkat Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap inflasi.
b. Inflasi berpengaruh terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi.
c. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengangguran.
d. Pengangguran berpengaruh terhadap Tingkat pertumbuhan Ekonomi.
e. Inflasi berpengaruh terhadap pengangguran.
f. Pengangguran berpengaruh terhadap inflasi

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas hasil dari masing-masing uji yang telah dilakukan.

Gambaran Umum
Perkembangan makro Jawa Timur akhir-akhir ini mengalami perkembangan pasang
surut. Pertumbuhan ekonomi, Inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga dan pengangguran merupakan
beberapa hal yang saling berpengaruh, baik pengaruhnya terhadap variabel tertentu ataupun
berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan
Secara ringkas Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan
perhatian para pemikir ekonomi.Nanga (2001: 241), mendefinisikan inflasi sebagai suatu
kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a
sustained tendency for the general level of prices to rise over time).Berdasarkan definisi tersebut,
kenaikkan dalam harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat di katakan sebagai
inflasi.
Masalah yang menerpa masyarakat dan pemerintah dapat dikatakan tidak akan pernah usai.
Permasalahan sosial, politik, ekonomi, bahkan teknologi, semuanya masih berlanjut sampai saat
ini.Salah satu permasalahan yang cukup penting dan belum terselesaikan secara menyeluruh
adalah masalah pengangguran yang hampir setiap tahun mengalami peningkatan.Tingkat
pengangguran di Indonesia semakin tinggi disebabkan arus globalisasi yang semakin pesat.
Berbicara masalah pengangguran, berarti membicarakan masalah sosial dan ekonomi,
karena pengangguran selain menyebabkan masalah sosial juga memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara khususnya negara yang masih berkembang seperti Indonesia
ini. Dengan tingkat pengangguran yang semakin bertambah, kualitas pertumbuhan perlu

9
ditingkatkan agar kegiatan perekonomian yang terdorong akan menciptakan lapangan kerja baru
yang lebih besar sehingga akan mampu mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Di samping itu, pengangguran terjadi karena adanya kesenjangan antara penyediaan
lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan. Pengangguran bisa juga
terjadi meskipun jumlah kesempatan kerja tinggi akan tetapi terbatasnya informasi, perbedaan
dasar keahlian yang tersedia dari yang dibutuhkan atau bahkan dengan sengaja memilih untuk
menganggur. Problematika mengenai angka pengangguran di Indonesia tentu bukan hal baru lagi
bagi masyarakat kita. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran maka produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Jumlah pengaangguran mempunyai hubungan positif ataupun negatif dengan indeks inflasi.
Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum,
maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga
(pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk
mengembangkan sektor-sektor yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah
pengangguran yang tinggi karena rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya
investasi. Rendahnya Investasi dan tingginya pengangguran juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi, apabila investasi rendah dan pengangguran naik maka pendapatan per
kapita penduduk akan berkurang sehingga secara langsung berakibat pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran kedudukannya naik
(tidak ada trade off) maka menunjukkan bahwa adanya perbedaan dengan kurva philips dimana
terjadi trade off antara inflasi yang rendah atau pengangguran yang rendah. Pada awalnya, kurva
Phillips memberikan gambaran kasar mengenai kausalitas proses inflasi. Rendahnya tingkat
pengangguran dianggap memiliki keterkaitan dengan ketatnya pasar tenaga kerja dan tingginya
tingkat pendapatan dan permintaan dari konsumen.Kurva Phillips juga memberikan gagasan
mengenai pilihan (trade off) antara pengangguran dan inflasi. Jika tingkat inflasi yang diinginkan
adalah rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika
tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah.
Kurva Phillips menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat
pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan
permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan,
permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka
untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan
menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan
output).Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga
(inflasi) pengangguran berkurang.
Dari pernyataan di atas bisa di tarik kesimpulan bahwa kenaikan inflasi akan mendorong
naiknya tingkat suku bunga, kenaikan suku bunga tersebut akan mendesak investasi mengalami
penurunan. Turunnya investasi berarti pula akan menurunkan kapasitas produksi. Ketika kapasitas
produksi menurun hal ini berdampak pada menurunya penyerapan tenaga kerja di satu pihak,
sementara di pihak lain terjadi penambahan tenaga kerja baru setiap tahunnya yang akan
berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran.
Karena pengangguran di satu pihak meningkat maka pendapatan masyarakat menjadi
berkurang, menurunnya tingkat pendapatan masyarakat selanjutnya berdampak pada
berkurangnya konsumsi masyarakat. Di mana menurunnya konsumsi masyarakat berarti pula
menurunnya permintaan agregat ( permintaan konsumsi)., hal tersebut kemudian menyebabkan
laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan

Uji Stasioner (Uji Akar Unit)


Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis runtun waktu
perlu dilakukan guna memenuhi keabsahan analisis uji kointegrasi. Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk melihat kestasioneran data yang akan dianalisis. Data yang digunakan dalam
pengestimasian model harus bersifat stasioner (tidak memiliki akar unit), yaitu data yang memiliki
varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-
ratanya.

10
Uji stasionaritas dilakukan dengan uji akar unit melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF).
Uji derajat integrasi juga dilakukan jika data belum stasioner pada derajat nol (level), seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Jika nilai ADFstatistik
lebih besar dari Mackinnon critical value, maka data tidak mengandung unit root sehingga data
dikatakan stasioner, dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh Dickey Fuller
menunjukkan bahwa semua data yang diteliti tidak stasioner pada tingkat level. Ketika data belum
stasioner pada tingkat level, maka pengujian dilanjutkan dengan melakukan uji derajat
integrasi.Dari uji derajat integrasi diketahui pada first difference.

Tabel 1 : Hasil Uji Akar Unit pada Derajat Nol (Level)


Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
Inflasi -3.827717 -3.466994 -2.877544 -2.575381 Stasioner
Pertumbuhan -4.958411 -3.466176 -2.877186 -2.575189 Stasioner
Ekonomi
Pengangguran -2.914257 -3.465977 -2.877099 -2.575143 Tidak Stasioner
Sumber : Lampiran 4

Tabel 1 menunjukkan bahwa data tingkat pengangguran pada tingkat level tidak stasioner.
Hal ini terlihat dari nilai ADF t-Statistics terdapat data yang lebih kecil dari nilai kritis
Mackinnonnya. Oleh karena itu, dengan adanya data yang tidak stasioner pada derajat nol (Level)
maka pengujian kestasioneran data dilanjutkan pada tingkat first difference (Lampiran 5). Hasil
pengujian kestasioneran data pada tingkat first difference adalah sebagai berikut:

Tabel 2 : Hasil Uji Akar Unit pada First Difference


Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
-4.431153 -3.468072 -2.878015 -2.575632
Inflasi Stasioner

Pertumbuhan -16.36192 -3.466994 -2.877544 -2.575381


Stasioner
Ekonomi

-7.995123 -3.465977 -2.877099 -2.575143


Pengangguran Stasioner

Sumber : Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 2 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data dalam penelitian ini
stasioner pada tingkat first difference pada taraf 1%, 5% dan 10%. Hal ini dibuktikan dengan nilai
ADF t-Statistic yang lebih kecil daripada nilai kristis MacKinnonnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa seluruh data dalam penelitian telah terintegrasi pada derajat yang sama, yaitu
derajat pertama (First Difference). Integrasi ini menjadi syarat dalam memasuki tahapan
selanjutnya, yaitu uji kointegrasi dan Granger Causality.

Uji Kointegrasi
Sebelum memasuki uji kointegrasi sebaiknya di tentukan lag optimalnya agar
bisa memasuki tahap uji kointegrasi. Hasil pengujian dari lag optimal sebagai berikut, untuk
selengkapanya terdapat pada lampiran 6.

Tabel 3 :Hasil penentuan lag optimal


NO Hubungan Variabel Lag Optimal
1 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Inflasi Lag 11
2 Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Lag 5
11
3 Pengangguran dan Inflasi Lag 11
Sumber : Lampiran 6

Setelah lag optimal di tentukan selanjutnya akan melakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi
dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel di dalam model yang hendak
diestimasi.Apabila antar variabel saling berkointegrasi berarti ada keseimbangan jangka panjang
antar variabel.Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dapat menjelaskan hubungan jangka panjang
antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan indeks inflasi, serta
pengangguran dan indeks inflasi. Sesuai dengan teori kointegrasi, apabila nilai dari Eigenvalue
dan Trace statistic lebih besar dari pada nilai Critical Value sebesar 5% dan Critical Value lebih
besar dari 1% maka kedua variabel tersebut mempunyai hubungan kointegrasi untuk jangka
panjang. Hasil estimasi lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 7. Ringkasan hasil estimasi untuk
ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4 :Uji Kointegrasi antar variabel


Trace Statistic 5 %Critical 1% Critical
Hubungan Variabel Eigen value Keterangan
Eigen Statistic Value Value
Kointegrasi saat
42.23387 18.17 23.46 Critical Value 5%
Pertumbuhan Ekonomi dan 1%
0.194249
dan Inflasi Kointegrasi saat
31.96503 16.87 21.47 Critical Value 5%
dan 1%

23.64492 19.96 24.60 Kointegrasi saat


Pertumbuhan Ekonomi Critical Value 5%
0.101404
dan Pengangguran Kointegrasi saat
17.85592 15.67 20.20
Critical Value 5%
Kointegrasi saat
30.46633 19.96 24.60 Critical Value 5%
Pengangguran dan dan 1%
0.137824
Inflasi Kointegrasi saat
26.54492 15.67 20.20 Critical Value 5%
dan 1%
Sumber : Lampiran 7

Berdasarkan hasil uji kointegrasi pada Tabel 4 diatas, terlihat rata – rata nilai Eigen
Statistic dan Trace Statistic lebih besar dari nilai test critical value (1% dan 5%), di mana dari
Tabel 4 menunjukkan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta pengangguran dan
inflasi terdapat hubungan jangka panjang. Di mana masing – masing hubungan variable tersebut
nilai Trance Statistic dan Eigen Statistic lebih besar dari Critical Value, sedangkan untuk variable
inflasi dan pengangguran terdapat hubungan kointegrasi saat nilai critical value berada pada level
5%. Sehingga dapat di simpulkan antar hubungan ketiga variable terdapat hubungan jangka
panjang yang saling berkaitan saat α = 5 %.

Uji Granger Causality


Uji Kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan suatu variable dengan
variabel yang lain. Bagaimana pengaruh x terhadap y dengan melihat apakah nilai sekarang dari y
bisa dijelaskan dengan nilai historis y serta melihat apakah penambahan lag x bisa meningkatkan
kemampuan menjelaskan model. Serta untuk mengetahui jenis hubungan tersebut apakah
hubungan antar variable tersebut merupakan hubungan serah atau dua arah. Hasil uji kausalitas
granger untuk masing – masing hubungan antar variael dapat dilihat pada Tabel 5.

12
Tabel 5 :Tabel Uji Granger Causality Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Inflasi dan
Pengangguran
Variabel Hubungan Variabel F – Statistic Probability
Pertumbuhan INF does not Granger Cause PE 1.43664 0.16464
Ekonomi dan
Inflasi PE does not Granger Cause INF 2.92705 0.00180

Pertumbuhan E does not Granger Cause PE 4.31663 0.00105


Ekonomi dan
Pengangguran PE does not Granger Cause E 1.88119 0.10059

Inflasi dan E does not Granger Cause INF 3.03069 0.00108


Pengangguran INF does not Granger Cause E 5.85309 6.5E-08
Sumber : Lampiran 8
Menurut hasil uji granger antara pertumbuhan ekonomi, indeks inflasi dan Tingkat
pengangguran (tabel 5) di atas disebutkan bahwa dalam persamaan pertama antara pertumbuhan
ekonomi dan indeks inflasi terdapat hubungan searah yaitu pertumbuhan ekonomi mempengaruhi
indeks inflasi pada α = 5%, sedangkan indeks inflasi tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Sehingga antara Varibel pertumbuhan ekonomi dan indeks inflasi tidak terjadi hubungan dua arah.
Hal ini berlaku juga untuk uji selanjutnya yaitu uji antara variable pertumbuhan ekonomi
dan pengangguran, dimana dalam penguijian tersebut bisa di lihat bahwa antar ke dua variable
terjadi hubungan searah yaitu Pengangguran mempengaruhi Pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
Kenaikkan atau turunnya pertumbuhan ekonomi tidak akan berpengaruh terhadap tingkat
pengangguran. Dan untuk persamaan yang ketiga terjadi perbedaan yaitu terjadi hubungan dua
arah antara tingkat pengangguran dan indeks inflasi di mana antar ke duannya saling berpengaruh
atau terjadi hubungan kausalitas saat α = 5%.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis pembahasan serta pembuktian hipotesis yang diajukan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, indeks inflasi, dan pengangguran datanya
bersifat stasioner. Yang artinya tidak terjadi akar unit.
2. Berdasarkan hasil uji kointegrasi bisa dilihat di mana bahwa antara tingkat pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi serta tingkat pengangguran terdapat hubungan jangka panjang.
3. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
terjadi hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks
inflasi tidak terbukti. Dikarenakan terjadi hubungan searah antar kedua variable
(Uninderectional Causality), yaitu pertumbuhan eokonomi berpengaruh secara signifikan
terhadap indeks inflasi.
4. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
terjadi hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah
pengangguran tidak terbukti. Di karenakan terjadi hubungan searah antar kedua variable
(Uninderectional Causality), yaitu jumlah pengangguran berpengaruh secara signifikan
terhadap indeks inflasi.
5. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
terjadi hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks
inflasi terbukti. Dikarenakan terjadi hubungan dua arah antar kedua variable
(Uninderectional Causality), yaitu jumlah pengangguran berpengaruh secara signifikan
terhadap indeks inflasi, dan indeks inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
pengangguran.

13
6. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting untuk mengetahui
perkembangan suatu daerah. Dikarenakan apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tersebut baik atau mengalami kenaikan maka bisa dikatakan daerah tersebut berkembang.
7. Inflasi di Jawa Timur seringkali mengalami peningkatan sehingga inflasi merupakan
komponen dalam perekonomian yang cukup sulit untuk diprediksi dan seringkali berbeda
dari target inflasi yang sudah ditentukan. Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan
terjadinya inflasi, seperti permintaan agregat yang tidak diimbangi oleh peningkatan
penawaran agregat, melemahnya nilai tukar rupiah, dan ekspektasi masyarakat tentang
inflasi juga berpengaruh pada perubahan tingkat inflasi. Sedangkan dampak yang
ditimbulkan dari adanya inflasi, yaitu kenaikan harga secara umum, distribusi pendapatan
yang tidak merata, tingkat bunga yang semakin tinggi, dan menurunnya kegiatan
investasi.
8. Tingkat pengangguran di Jawa Tmur juga selalu mengalami penurunan, hal ini
disebabkan tingkat pengangguran di Jawa Timur cenderung dipengaruhi jumlah lapangan
kerja yang semakin banyak dan masyarakat Jawa Timur sudah mampu untuk berinovasi
dalam mengembangkan usahanya, yang berakibat pada terserapnya jumlah pekerja yang
banyak.

Saran
Kebijakan yang Dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Untuk pemerintah pusat sebaiknnya memberikan reward untuk daerah yang mampu
manaikan pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi dan menekan pengangguran, sehingga
masing- masing pemerintah daerah ingin berlomba – lomba untuk mencapainya. Dan juga
pemerintah sebaiknya menetapkan kembali tentang kebijakan pajak karena dengan melihat
lemahnya daya beli masyarakat dan pajak yang tinggi maka semakin memperlemah kemampuan
masyarakat untuk belanja, serta pengusaha yang pendapatannya sedikit akibat rendahnya daya beli
masyarakat akan semakin terbebani dengan membayar pajak yang tinggi pula. Sehingga dengan
pajak yang sesuai maka diarapkan investor ingin berinvestasi di Indonesia, khususnya Jawa
Timur.Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ikut naik.

Kebijakan yang Dilakukan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi


Pemerintah pada intinya harus mampu menjaga kestabilan harga secara keseluruhan dan
dalam menentukan kebijakan mengenai harga dan pendapatan harus disesuaikan dengan kondisi
ekonomi yang terjadi pada saat itu sehingga inflasi yang tinggi dapat dihindari, serta pemerintah
harus tetap mengupayakan agar tingkat inflasi tetap terkendali di bawah 5%.
Selain itu, terdapat kebijakan lain untuk menanggulangi inflasi. Dan di harapakan
pemerintah mau mengoptimalkan kebijakan penghasilan (income policy) dan kebijakan insentif
perpajakan (tax incentive plan).Kebijakan penghasilan untuk menanggulangi inflasi, adalah
dengan menekan tingkat upah secara cepat, baik dengan perundang-undangan maupun himbauan
(persuasion), sehingga kebijakan penghasilan merupakan kebijakan yang mencoba mengurangi
tingkat upah dan tingkat harga secara cepat. Sedangkan kebijakan insentif pajak, pemerintah dalam
hal ini akan mengenakan pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan yang menaikkan tingkat
upah, dan mengurangi pajak terhadap perusahaan yang tidak melakukan kenaikan tingkat upah.
Kebijakan ini dapat diterima pada negara-negara yang tingkat kemakmurannya tinggi tetapi bagi
negara yang berkembang masih belum dapat diterima karena tingkat upah di negara-negara
berkembang masih sangat rendah dan tertinggal dengan kenaikan harga barang.

Kebijakan yang dapat Dilakukan Pemerintah untuk Mengatasi Tingkat Pengangguran di


Indonesia
Masalah pengangguran sebenarnya jauh lebih penting untuk diselesaikan daripada
masalah lain, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Hal ini disebabkan masalah pengangguran
bersifat kompleks dan berdampak secara multidimensional yang tidak ahanya berdampak pada
aspek ekonomi tetapi juga pada aspek politik, sosial dan bahkan budaya.
Di samping itu, kebijakan kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum
pekerja juga berpengaruh pada jumlah pengangguran, sebab penetapan upah minimum yang terlalu
tinggi akan menyebabkan produsen semakin berpikir panjang jika akan menambah jumlah
pekerjanya, hal ini disebabkan besarnya upah minimum ini juga akan berdampak pada besarnya
keuntungan yang akan diperoleh produsen, di mana upah minimum yang semakin tinggi akan
14
meningkatkan pengeluaran input sehingga produsen harus meningkatkan harga outputnya,
kenaikan harga output yang terlalu tinggi mengakibatkan permintaan barang semakin menurun,
dampaknya keuntungan yang diperoleh produsen juga semakin menurun pula.
Terdapat beberapa saran kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi pengangguran, yaitu:
a. Pengembangan mindset dan wawasan para pencari kerja, karena pada dasarnya setiap
manusia memiliki potensi dalam dirinya masing-masing tetapi seringkali tidak
dikembangkan secara optimal.
b.Pembangunan atau perbaikan kawasan-kawasan daerah tertinggal dan terpencil dijadikan
prioritas guna membangun fasilitas transportasi dan komunikasi, karena seringkali
keterbatasan informasi dan jauhnya tempat tinggal pencari kerja yang sulit dijangkau
menjadi salah satu penghambat dalam mencari kerja.
c. Mempermudah perijinan investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), serta investasi pemerintah baik secara
perorangan maupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1992. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi


Daerah.Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Boediono, 2001.Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Dumairy, 1999.Perekonomian Indonesia.Jakarta : Erlangga.

Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanley. 1997. Ekonomi Makro. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Gujarati, Damodar.1978. Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill, Inc.

Jhingan.1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Pers.

Inggrid.2006.Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Pendekatan Kausalitas


dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM). Surabaya: Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Petra.

Mulyadi,Romi .2004.Hubungan Antara Perkembangan Sektor Keuangan Dengan Volatilitas


Ekonomi di Indonesi. Yogyakarta: UGM.

Nanga, Muana. 2001. Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan Edisi Pertama. Jakarta:
Rajawali Press.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nopirin. 1995. Ekonomi Internasional (Edisi Ketiga). Yogyakarta: BPFE.

Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.2001.Ilmu Makro Ekonomi.Jakarta PT. Media
Edukasi.

Susanti, Eva.2008.Tesis Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi


Indonesia.

Setyawan, Aris Budi.2005.Kausaliatas Jumlah Uang yang Beredar dan Inflasi (Sebuah Kajian
Ulang). Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Setyowati, Endang.2001.Model Dinamis Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Pengangguran


Indonesia.Yogyakarta: STIE YKPN.
15
Sukirno, Sadono. 1981. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: FE UI.

Todaro, Michael P. 1998. Pembangunan Ekonomi Dunia Ke Tiga.Jakarta: Erlangga.

Badan Pusat Statistik. 2006 – 2010. Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Timur.

Badan Pusat Statistik. 2006 – 2010. inflasi, Jawa Timur dan Nasional.

Badan Pusat Statistik. 2006 – 2010. pengangguran, Jawa Timur.

Amir, Amri. 2008. “Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di
Indonesia”, di download tanggal 5 Juni 2011 di http:// downloads.ziddu.com/ di upload
tanggal 20 Mei 2009.

Mudahnya Menghitung Pertumbuhan Ekonomi. http:// ekonomi.kompasiana.com/bisnis di akses


pada 5 Juni 2011

16

Anda mungkin juga menyukai