Anda di halaman 1dari 5

Nama : Sidiq Ariyadi

NIM : 048009964

Prodi : Ilmu Hukum

UPBJJ : UT Surakarta

Buatlah Essay mengenai dampak dari merebaknya covids 19 dengan


meningkatnya kasus percobaan dan atau bunuh diri

Pandemi COVID-19, yang telah melanda dunia sejak Desember 2019, telah
menyebabkan dampak luar biasa tidak hanya dalam konteks kesehatan fisik, tetapi
juga berdampak serius pada kesehatan mental individu di berbagai belahan dunia.
Sejak Maret 2020 hingga Maret 2021, kasus terkonfirmasi COVID-19 secara global
mencapai 126.359.540, dengan 2.769.473 kematian. Di Indonesia, terdapat
1.496.085 kasus dan 40.449 kematian pada periode yang sama

Meskipun penanganan pandemi telah menjadi fokus utama, dampak sosial


dan ekonomi, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), telah menciptakan tekanan
tambahan yang signifikan pada masyarakat.

Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi COVID-19 telah memberikan


konsekuensi sosial dan ekonomi yang signifikan, yang paling terasa adalah tingginya
angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia, lebih dari 2 juta pekerja telah
dirumahkan, dan lebih dari 538 ribu orang kehilangan pekerjaan dari 31.444
perusahaan atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak.
Secara global, 195 juta orang kehilangan pekerjaan sebagai dampak langsung dari
pandemic.

Langkah-langkah pembatasan sosial, penerapan social distancing, dan


kebijakan karantina telah merugikan pertumbuhan ekonomi, mendorong perusahaan
untuk melakukan pemutusan hubungan kerja demi kelangsungan bisnis dan untuk
menghindari kerugian yang lebih besar. Dampak ini tidak hanya terasa secara lokal,
tetapi juga merambat ke tingkat global, memperparah ketidakpastian ekonomi.
Kesehatan mental telah menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh
pandemi ini. Ketidakpastian ekonomi dan kehilangan pekerjaan menciptakan
tekanan psikologis yang signifikan dalam masyarakat.

Kondisi seperti depresi, yang dicirikan oleh perasaan sedih yang berkepanjangan
dan kehilangan minat terhadap kegiatan sehari-hari, telah meningkat secara
signifikan.

Gejala depresi termasuk kemurungan, kesedihan, kehilangan gairah hidup,


perasaan bersalah, gangguan tidur, dan pemikiran tentang kematian. Tingginya
angka PHK dan kehilangan pendapatan memberikan beban psikologis tambahan,
menciptakan ketidakstabilan mental di masyarakat.

Dalam konteks pandemi COVID-19, hubungan antara depresi dan perilaku bunuh
diri menjadi semakin jelas. Peningkatan angka bunuh diri menjadi salah satu
dampak yang patut dikhawatirkan. Penutupan sekolah dan pembatasan sosial dapat
menjadi pemicu dalam krisis kesehatan mental, memicu keinginan untuk melakukan
bunuh diri. Gejala depresi yang tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menjadi
pemikiran dan perilaku bunuh diri

Hubungan Antara Depresi dan Bunuh Diri

Depresi dapat menjadi pemicu serius untuk perilaku bunuh diri, Dalam
konteks pandemi COVID-19, peningkatan angka bunuh diri menjadi salah satu
dampak yang patut dikhawatirkan. Studi menunjukkan bahwa kebijakan sosial,
seperti penutupan sekolah dan pembatasan lainnya, dapat menjadi titik balik dalam
krisis kesehatan mental, memicu keinginan bunuh diri. Dalam beberapa kasus,
gejala depresi yang tidak teratasi dapat berlanjut menjadi pemikiran dan perilaku
bunuh diri.

Bukti ilmiah dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pandemi COVID-19


telah meningkatkan risiko bunuh diri. Misalnya, penelitian di Colombia menunjukkan
bahwa lockdown COVID-19 meningkatkan risiko bunuh diri, terutama karena stres
dan depresi yang dipicu oleh pandemic. Studi di Jepang juga menemukan
peningkatan angka bunuh diri pada wanita muda akibat tekanan psikologis dan
dampak ekonomi

Upaya Pencegahan dan Perlindungan Kesehatan Mental

Dalam menghadapi dampak kesehatan mental yang signifikan selama


pandemi, upaya pencegahan dan perlindungan kesehatan mental perlu dilakukan
secara menyeluruh. Pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat harus bekerja
sama untuk menyediakan akses tepat waktu ke perawatan kesehatan mental,
dukungan finansial, dan program sosial.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu mengurangi dampak


depresi dan risiko bunuh diri yang terkait dengan krisis kesehatan global. Dalam
situasi yang penuh tantangan ini, solidaritas dan kerja sama antar semua pihak
menjadi kunci untuk melawan dampak sosial dan ekonomi pandemi COVID-19.
Upaya pencegahan dan perlindungan kesehatan mental selama pandemi tidak
hanya memerlukan respons dari pemerintah dan lembaga kesehatan, tetapi juga
melibatkan peran aktif masyarakat. Pendidikan dan kesadaran mengenai kesehatan
mental perlu ditingkatkan agar individu dapat mengenali gejala-gejala depresi dan
mencari bantuan dengan lebih proaktif.

Pentingnya dukungan sosial juga tidak boleh diabaikan. Keluarga, teman, dan
komunitas dapat berperan penting dalam memberikan dukungan emosional dan
praktis bagi individu yang mengalami tekanan mental. Memastikan bahwa tidak ada
yang merasa terisolasi atau ditinggalkan dapat membantu mengurangi dampak
negatif pada kesehatan mental.

Selain itu, perusahaan dan organisasi perlu melibatkan pendekatan yang


lebih manusiawi dalam manajemen karyawan. Fasilitas kesehatan mental di tempat
kerja, program kesehatan mental, dan dukungan psikologis dapat membantu
karyawan mengatasi tekanan dan stres yang muncul akibat ketidakpastian ekonomi
dan kehilangan pekerjaan. Penting juga untuk memperkuat sistem perawatan
kesehatan mental, termasuk penyediaan layanan teledermatologi atau konseling
online yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pemerintah dapat berperan dalam menyediakan sumber daya dan dana yang
cukup untuk meningkatkan kapasitas layanan kesehatan mental. Dalam jangka
panjang, rencana pemulihan ekonomi juga harus memasukkan strategi untuk
mendukung kesehatan mental masyarakat. Ini bisa termasuk investasi dalam
pelatihan keterampilan baru bagi individu yang kehilangan pekerjaan, mendukung
UMKM agar dapat beradaptasi dengan perubahan ekonomi, dan memberikan
insentif bagi perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan mental karyawan.
Penting untuk diingat bahwa dampak sosial dan ekonomi pandemi tidak dapat
diatasi secara instan.

Semua pemangku kepentingan, baik itu pemerintah, sektor swasta, lembaga


kesehatan, dan masyarakat, harus berkolaborasi untuk menciptakan solusi yang
efektif dan berkelanjutan. Melalui upaya bersama, masyarakat dapat berharap untuk
melihat perbaikan secara bertahap dalam kesehatan mental dan kondisi ekonomi.

Kesadaran akan pentingnya mendukung satu sama lain dalam mengatasi


krisis ini akan menjadi landasan bagi pembangunan masa depan yang lebih tangguh
dan berdaya tahan terhadap tantangan global.

Kesimpulan

Merebaknya COVID-19 tidak hanya menjadi ancaman terhadap kesehatan


fisik tetapi juga meningkatkan beban kesehatan mental di seluruh dunia. Dampak
ekonomi yang terkait dengan pandemi, seperti PHK massal, telah menciptakan
kondisi yang mendukung timbulnya depresi dan bahkan meningkatkan risiko bunuh
diri.

Penelitian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa ada korelasi antara faktor sosial
ekonomi yang memburuk dan lonjakan kasus bunuh diri selama pandemi. Upaya
bersama dari berbagai pihak diperlukan untuk menyediakan sumber daya dan
dukungan yang diperlukan guna mengatasi masalah kesehatan mental ini, sehingga
masyarakat dapat lebih baik bertahan dalam menghadapi tantangan pandemi global
yang sedang berlangsung.
Referensi :

1. Kemenkes RI. (2019). Pedoman Deteksi Dini dan Penanganan Gangguan


Jiwa.
2. WHO. (2021). COVID-19 Weekly Epidemiological Update.

Anda mungkin juga menyukai