Anda di halaman 1dari 20

Tujuan Pembelajaran

1. Memahami transaksi transaksi berbasis syariah


2. Memahami kerangka dasar penyusunan laporan keuangan syariah
3. Memahami kerangka dasar penyajian laporan keuangan syariah
4. Memahami Tujuan dan kompenen laporan keuangan entitas syariah
5. Memahami jenis – jenis akad sesuai dengan syariah yang merujuk pada AL –
qur’an, As-Sunnah , Ijma dan qiyas.
6. Memahami konsep keuntungan dalam syariah
7. Memahami kaidah transaksi – transaksi Berbasis Syariah

1
3. Transaksi Berbasis Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah

Akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang


menimbulkankewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang
mengikat pihak-pihakyang terkait langsung maupun tidak langsung dalam
kesepakatan tersebut (GhufronMas adi, 2002).

3.1 Jenis Akad

Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada

Al qur’an, As-Sunnah, Ijma dan qiyas.

Transaksi / akad dalam syariah dibagi 2 (dua) yaitu :

1. Akad Tabarru’ merupakan akad yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba
(transaksi nirlaba) tetapi mengharapkan ridho Allah, sehingga kalau ada biaya
transaksi dari akad jenis ini hanya dibolehkan sebesar biaya rill yang
dikeluarkan . contohnya : transaksi qardh, rahn, hiwalah, wakalah wadi’ah ,
kafalah.
2. Akad Tijarah merupakan akad yang tidak ditujukan untuk memperoleh
keuntungan . terdiri dari akad investasi yang hasilnya tidak pasti seperti akad
mudharabah dan musyarakah serta akad jual beli dan sewa menyewa yang
hasil atau keuntungannya pasti seperti akad mur abahah , salam , istishna ‘dan
ijarah . akad yang hasilnya tidak pasti tidak bisa diubah menjadi akad dengan
hasil yang pasti tidak boleh diubah menjadi akad dengan hasil tidak pasti
karena akan terjadi gharar atau ketidakjelasan .

Akad Tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah
dapat diubah menjadi akad tabarru ‘ (yang semula ditujukan untuk mencari
keuntungan menjadi tolong menolong/kebaikan).

2
3.2 Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
a. Paradigma transaksi syariah

Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam


semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan
sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai
kesejahteraan hakiki secara material dan spritual (al -falah) .
konsekuensinya parameter baik dan buruk , benar dan salahnya aktivitas
usaha adalah syariah dan akhlak .

b. Asas transaksi syariah

Transaksi syariah berasaskan pada prinsip :

 Persaudaraan ( ukhuwah), prinsip ini didasarkan atas prinsip saling


mengenal (ta’aruf ) , saling bersinergi dan saling beraliansi (tahaluf).
 Keadilan (adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada
yang berhak dan sesuai dengan posisinya.
 Kemaslahatan (maslahah) , yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi duniawi dan ukhrawi , material dan spritual , serta
individual dan kolektif. Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yaitu :
halal ( patuh terhadap ketentuan syariah ) dan thayib (membawa
kebaikan dan bermanfaat ).
 Keseimbangan (tawazun ), yaitu keseimbangan antara aspek materail dan
spritual , antara aspek privat dan publik , antara sektor keuangan dan
sektor riil , antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta
pelestarian.
 Universalisme (syumuliyah) , dimana esensinya dapat dilakukan oleh ,
dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan
suku, agama, ras , dan golongan sesuai dengan semangat kerahmatan
semesta (rahmatan lil alamin) .

3
c. Karakteristik transaksi syariah

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah
harus harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:

1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida.
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib)
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai , bukan
sebagai komoditas .
4. Tidak mengandung unsur riba
5. Tidak mengandung unsur kezaliman
6. Tidak mengandung unsur maysir
7. Tidak mengandung unsur gharar
8. Tidak mengandung unsur haram
9. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
Karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko
yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al –ghunmu
bil ghurmi(no gain without accompanying risk)
10. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam satu akad .
11. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy) , maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtiar).
12. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

d. Tujuan dan kompenen laporan keuangan entitas syariah


Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi ,
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. beberapa tujuan lainnya adalah :

4
 Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi
dan kegiatan usaha.
 Informasi kepatuhan terhadap prinsip syariah , serta informasi aset ,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah
bila ada dan bagaiamana perolehan dan penggunaannya.
 Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.
 Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam
modal dan pemilik dana syirkah temporer ; dan informasi mengenai
pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk
pengelolaan dan penyalur zakat , infak, sedekah, dan wakaf.

e. Komponen –komponen laporan keuangan entitas syariah , terdiri dari :


 Laporan posisi keuangan
unsur-unsurnya terdiri dari aset , liabiitas, dana syirkah temporer dan ekuitas
. liabilitas dinyatakan dalam jumlah kas( atau setara kas ) yang tidak
didiskontokan . dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai
investasi dengan jangkah waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya
dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi
berdasarkan kesepakatan. Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan
sebagai liabilitas , karena entitas syariah tidak berkewajiban untuk
mengembalikan dana awal dari pemilik dana ketika mengalami kerugian
kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah . namun demikian ,
dana syirkah temporer juga tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena
mempunyai jangka waktu jatuh tempo dan tidak memiliki hak kepemilikkan
yang samaa dengan opemengang saham .
 Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
unsur – unsur didalamnya terdiri dari penghasilan , beban, dan hak pihak
ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer . hak pihak ketiga atas bagi
hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas

5
keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu
periode laporan keuangan , hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak dapat
dikelompokkan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi)
. namun hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan
kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan
entitas syariah.
 Laporan perubahan ekuitas
 Laporan arus kas
 Laporan sumber dan penyaluran dana zakat
 Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
 Catatan atas laporan keuangan

Untuk perbankan syariah ditambah satu laporan laba rugi yaitu laporan
rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil.

3.3 Transaksi Berbasis Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah

Munculnya lembaga keuangan berbasis syariâah maupun semi syariâah


tak terbendung lagi. Bahkan bank-bank yang telah mapan sekalipun ikut
memciptakan produk berbasis syariah, seperti BNI, Mandiri, BRI disamping
Bank Muamalat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariâah, kemudian lembaga
ekonomi mikro yang bernama BMT (Baitul Mal Wattamwil). Dengan tuntutan
kebutuhan akan adanya standar akuntansi yang berbasis syariah, maka proses
penyusunan PSAK tentang standar akuntansi syariah telah dimulai Agustus
1999, Publik Hearing 29 Agustus 2001, kemudian disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) pada 1 Mei 2002, kemudian berlaku sejak 1
Januari 2003. (Media Akuntansi. Edisi, 27 / Juli-Agustus / Tahun IX / 2002, hal.
29).

Sementara ini standar akuntansi yang ada adalah adopsi dari negara-
negara kapitalis, akibatnya standar-satandar tersebut sebagian kalangan
menganggap bertentangan dengan kondisi negara berkembang khususnya nilai-
nilai Islam. Karena ada beberapa nilai yang dianggap bertentangan dengan
syariâat Islam tapi sudah berterima umum. Standar Akuntansi Islam dalam
Alâqurâan surat Al Baqarah ayat 282-283 berkaitan dengan proses catat

6
mencatat (akuntansi) dalam kegiatan bisnis. Ayat tersebut mengajarkan kepada
manusia agar kegiatan bisnis dilakukan sesuai dengan konsep kejujuran,
keadilan, dan kebenaran. Senada dengan ayat tersebut, Scott yang dikutip oleh
Salmonson (1969) menyarankan bahwa keadilan, kebenaran dan kejujuran
adalah penyataan umum yang mengkaitkan aturan dan prosedur akuntansi
dengan konsep sosial. Akuntansi dalam islam merupakan alat untuk
melaksanakan perintah Allah SWT (QS 2:82) untuk melakukan pencatatan
dalam melakukan transaksi usaha. Implikasinya lebih jauh adalah keperluan
terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporanyang
terpadu dan kompherensif. Islam memandang akuntansi tidak sekedar ilmu yang
bebas nilai untuk melakukan pencatatan dan pelaporan saja tetapi juga sebagai
alat untuk menjalankan nilai-nilai islam dalam ketentuan syariah. Tujuan khusus
dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam sebagaimana yang
dijelaskan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazendarany yaitu:

1.Sistem akuntansi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sistem ini untuk memenuhi
kebutuhan hidup perseorangan dan negara dan tidak menutup
kemungkinan digunakan pada sektor private terutama terkait
dalam perhitungan pembayaran zakat.

2. Sistem akuntansi untuk kontruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek


pembangunan yang dilakukan pemerintah.

3.Sistem akuntansi untuk pertanian. Sistem ini lebih memfokuskan diri untuk
mencatatdan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk fisik,
hal ini didorong oleh kewajiban zakat pertanian.

4.Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang


negara.

5.Sistem akuntansi mata uang. Sistem ini memberikan hak kepada pengelolanya
untukmengubah emas dan perak yang diterima pengelola menjadi
koin sekaligus mendistribusikannya.

6.Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh


binatangternak.

7
7.Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan
pengeluaran harian negara baik dalam bentuk nilai uang atau
barang.

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat


manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi
syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang
melakukan transaksi syariah. Transaksi syariah didasarkan pada paradigm dasar
bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi)
dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai
kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Konsekuensinya
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha adalah syariah dan
akhlak.

3.4 Azas Transaksi Syariah


 Prinsip persaudaraan (ukhuwah) Merupakan bentuk interaksi sosial dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dan
saling tolong-menolong. Dalam transaksi syariah meliputi berbagai aspek,
yaitu saling mengenal, memahami, menolong, menjamin, dan saling bersinergi.
Namun meskipun begitu, tetap berpedoman pada profesionalisme.
 Prinsip keadilan (adalah) Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan sesuatu pada yang berhak dan sesuai posisinya. Implementasi
keadilan dalam Usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang unsur
riba, dzalim, maisyir, gharar, ihtikar, najasy, risywah, taâalluq dan penggunaan
unsur haram baik dalam barang dan jasa yang dipergunakan dalam
transaksinya, maupun dalam aktivitas operasionalnya
 Prinsip kemaslahatan (maslahah) Dalam hal ini harus memenuhi dua unsur,
yaitu halal (sesuai dengan syariah) dan thayyib (bermanfaat dan membawa
kebaikan). Selain itu juga harus memperhatikan prinsip keseimbangan. Prinsip
ini menekankan bahwa manfaat yang didapat dari transaksi syariah tidak hanya
difokuskan pada pemegang saham yang nantinya akan mendapatkan dividen,

8
namun juga pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu
kegiatan ekonomi tersebut. Misalnya saja masyarakat sekitar dan pemerintah
yang mungkin tidak terlibat dalam transaksi tersebut secara langsung.
 Prinsip keseimbangan (tawazun) Hal ini mengartikan bahwa transaksi syariah
memiliki keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat
dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta
antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.
 Prinsip universalisme (syumuliyah) Transaksi syariah ini dapat dilakukan
semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan
golongan sesuai dengan semangat rahmatan lil âalamin
3.5 Karakteristik Transaksi Syariah
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
sebagai komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang
melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil
ghurmi (no gain without accompanying risk);
6. Transaksi dilakukan berdasarkan: suatu perjanjian yang jelas dan benar; untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain; tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad; tidak menggunakan dua
transaksi bersamaan yang berkaitan (taâalluq) dalam satu akad;
3.6 Jenis-Jenis Akad dalam Syariah

Akad dalam bahasa Arab yang artinya ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut
terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat
hukum terhadap objek pajak (Ghufron Masâadi, 2002). Adapun jenis-jenis akad
berdasarkan ada atau tidak adanya kompensasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1.

9
Akad Tabarruâ Akad Tabarruâ adalah suatu perjanjian yang merupakan
transaksi yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan
dari transaksi ini adalah tolong-menolong dalam rangka berbuat baik. Dalam akad
tabarruâ, pihak yang berbuat kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun
kepada pihak lainnya karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan
bukan dari manusia. Jenis akad tabarruâ ini digolongkan dalam 3 bentuk, yaitu:
Meminjamkan uang Meminjamkan uang merupakan salah satu bentuk akad
tabarruâ karena dalam hal meminjamkan uang tidak boleh melebihkan pembayaran
atas pinjaman yang diberikan.

Ada 3 jenis pinjaman, yaitu;

 Qardh Qardh merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan


apapun, selain dengan mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka
waktu tertentu.
 Rahn Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan
dalam bentuk atau jumlah tertentu
 Hiwalah Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih
piutang dari pihak lain.

Meminjamkan jasa Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan yang


termasuk di dalam akad tabarruâ. Ada 3 jenis pinjaman dalam hal meminjamkan
jasa, yaitu:

 Wakalah Wakalah adalah memberikan pinjaman berupa kemampuan kita


saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini
yang dilakukan hanya atas nama orang tersebut.
 Wadiâah Wadiâah merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada
akad ini telah dirinci atau didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan
penitipan. Sehingga selama pemberian jasa tersebut juga bertindak sebagai
wakil dari pemilik barang
 Kafalah Kafalah juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana
pada akad ini terjadi atas wakalah bersyarat.

10
Memberikan sesuatu Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang
lain. Ada 3 bentuk akad ini, yaitu:

 Waqaf Waqaf merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang


dilakukan untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak
dipindahtangankan
 Hibah/Shadaqah Hibah/Shadaqah merupakan pemberian sesuatu secara
sukarela kepada orang lain.
 Akad Tijarah Akad Tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan.
Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dikelompokkan menjadi 2
bagian yaitu:
 Natural Uncertainty Contract Dalam bagian ini, kontrak yang
diturunkan dari teori pencampuran, dimana pihak yang bertransaksi
saling mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi satu, kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
Oleh karena itu, kontrak jenis ini tidak memberikan imbal hasil yang
pasti, baik nilai imbal hasil maupun waktu. Contoh yang termasuk
dalam kontrak ini yaitu: a. Akad Musyarakah Akad Musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut
meliputi kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh syariah. b.
Akad Mudharabah Akad Kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai pengelola, dan
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

11
 Natural Certainty Contract Natural certainty contract merupakan
kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua pihak
saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, sehingga objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) harus ditetapkan diawal akad
dengan pasti tentang jumlah, mutu, harga, dan waktu penyerahan.
Kontrak jenis ini memberikan imbal hasil yang tetap dan pasti karena
sudah diketahui saat akad. Contoh kontrak ini adalah: a. Akad
Murabahah

3.7 Transaksi Yang dilarang Berbasis Syariah


Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah
transaksi yang disebabkan oleh kedua faktor berikut :
A. Haram zatnya (objek transaksinya) Suatu transaksi dilarang karena
objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan objek
yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti
memperjualbeli kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.
B. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya),
Setidaknya dari berbagai literatur yang kami jumpai terbagi atas 11
jenis :
1. Maysir
Semua bentuk perpindahan harta ataupun barang dari satu pihak
kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan
syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan, seperti
taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepakbola,
pacuan kuda.
2. Gharar
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan
kewujudannya secara matematis dan rasional, baik itu menyangkut
barang, harga, ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan
barang.

12
3. Riba
Pertukaran sesama barang ribawi sejenis dengan kada yang
berbeda. Perbedaan itulah yang disebut riba.
4. Bathil
Akad jual beli atau kemitraan untuk mendapatkan keuntungan
ataupun penghasilan, namun barang yang diperdagangkan atau
proyek yang dikerjakan adalah jenis barang atau kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariah seperti kemitraan untuk
memproduksi narkotika.
5. Ghabn
Penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar
tanpa disadari oleh pembeli.
6. Najash
Penawaran palsu, dimana sekelompok orang bersepakat dan
bertindak secara berpura-pura menawar barang di pasar dengan
tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar
menawar tersebut, sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli
barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya.
7. Ikrah
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk
melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen
mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa ancaman fisik
atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh.
8. Ihtikar
Menumpuk barang atau jasa yang diperlukan masyarakat dan
kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga
jual yang lebih mahal dari biasanya dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih cepat dan banyak.
9. Bay’AlMudtar
Jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan
sangat memerlukan sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi

13
oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya
menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.
10. Tadlis
Tindakan seorang penjaga yangs engaja mencampur barang yang
berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi
untuk memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan lebih
banyak. Tindakan “oplos” termasuk dalam kategori ini.
11. Ghish
Menyembunyikan informasi tentang barang/jasa.

14
3.8 Contoh Kasus Penyimpangan Pada Bank Syariah

Studi kasus pada bank Syariah di Malaysia dimana secara asidental internal
auditorbank Syariah menemukan bahwa bank Syariah yang merupakan cabang dari bank
konvensional telah melakukan pembiayaan kepada sebuah rumah sakit namun ternyata
terjadi transaksi non shariah compliance pada rumah sakit tersebut. Sementara
pembiayaan itu sudah berlangsung selama empat tahun dan selama empat tahun rumah
sakit tersebut membayar margin tiap bulan kepada bank Syariah artinya karena
pengelolaannya rumah sakit tersebut tidak shariah compliance maka secara tidak
langsung bank mendapatkan margin dari penghasilan non halal dari rumah sakit tersebut
sehingga penghasilan bank Syariah tersebut bercampur dengan pendapatan halal dan non
halal.

Dari kasus tersebut berdasarkan pada prinsip akuntansi Syariah yang full
disclosure dan transparasi terhadap akuntabilitas Syariah maka bank Syariah dalam
laporan keuangannya harus mengungkapkan semua transaksi tersebut terkait dengan
pendapatan non-halal selama empat tahun dengan membuat catatan tambahan atas
laporan keuangan tersebut tentang dana penghasilan yang telah digunakan dan dibagikan
kepada nasabah dalam bentuk non-halal sebagai bentuk laporan pertanggung jawaban
kepada masyarakat dan sesuai dengan standard AAOIFI dan PSAK di Indonesia dan
untuk sisa margin non halal dari rumah sakit tersebut dikembalikan dalam bentuk
sedekah dan memperbaiki akad rumah sakit menjadi shariah compliance.

Secara umum semua produk perbankan Syariah terkait dengan isu transparansi
akan pendapatan non-halal baik itu akad murabahah sebagai produk yang paling banyak
ditawarkan. potensi penyimpangan di bank Syariah akan selalu terjadi. Oleh karena itu
komitmen dan kualitas sumber daya manusia yang memahami Syariah baik dari aspek
shariah compliance dan best practice islamic bank harus ditingkatkan dan harus benar-
benar merujuk kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah
diterapkan oleh Rasulullah serta meningkatkan pengawasan internal bank Syariah serta
Dewan Syariah Nasional DSN ( harus memperketat dalam mengeluarkan dan menyetujui
fatwa terhadap produk perbankan Syariah sehingga terhindar dari dugaan
mengakomodasi kepentingan tertentu.

15
Menakar Kepatuhan Syariah

Bank umum syariah yang ada saat ini masih ada yang mengakui adanya
pendapatan bunga dari penempatan dananya dibank konvensional sebagai pendapatan
utama bahkan termasuk komponen yang dibagi hasilkan kepada nasabah deposan. Untuk
mengidentifikasi ada tidaknya bunga dan pendapatan haram lainnya maka bisa dianalisis
sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syariah. Sumber pendapatan yang harus
diperhatikanadalah sumber pendapatan bunga yang berasal dari penempatan dana bank
syariah di bank konvensional. Berdasarkan SAP Syariah maka pendapatan bunga dan
denda tidak bolehdiakui sebagai pendapatan bank syariah tetapi harus diakui sebagai
pendapatan dana kebajikan. Atas kasus tersebut belum ada pengungkapan informasi dari
Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia mengapa hal tersebut masih dikatakan
sesuai syariah dalam opini DPS bank syariah yang bersangkutan yang dilampirkan dalam
publikasi laporan keuangan.

Untuk mengidentifikasi apakah dalam bank syariah terdapat unsur time value
of money dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan tentang metode akuntansi
yang digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Berdasarkan SAP
Syariah, 102 tentang akuntansi murabahah paragraph 23 samapai dengan 25
menyebutkan bahwa pengakuan pendapatan margin murabahah yang di perkenankan
adalah secara proporsional. Berdasarkan penelitian penulis saat ini masih banyak bank
syariah yang menggunakan metode anuitas dalam pengakuan pendapatan margin
murabahah. Metode anuitas akan menguntungkan bagi bank syariah karena margin
murabahah diakui diawal lebih besar dana akan menurun terus sampai pada angsuran
terakhir. Sehingga jika metode anuitas masihdigunakan dalam pengakuan pendapatan
margin murabahah maka bank syariah masihmemegang prinsip-prinsip time value of
money.

Untuk melihat ada atau tidaknya unsur gharar dalam bank syariah bisa diukur
dan dianalisis dari laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil. Pendapatan yang
dibagihasilkan oleh bank syariah harus bersifat cash basis tidak boleh pendapatan accrual.

Ada beberapa bank yang tidak menyajikan laporan rekonsiliasi pendapatan dan
bagi hasil sehingga tidak bisa diketahui apakah pendapatan yangdibagihasilkan ke
nasabah deposan adalah yang riil ataukah masih accrual. teknik keduaadalah dengan

16
melihat pengukuran pendapatan yang dibagi hasilkan apakah menggunakan metode
revenue sharing atau gross profit sharing. Jika bank syariah masih menggunakan
revenue sharing maka masih ada unsur kedzaliman. Berdasarkan fatwa DSN No. 15,
Tahun 2000 sistem distribusi bagi hasil yang diperbolehkan adalah gross profit sharing
atau profit loss sharing.

Teknik selanjutnya dalam menganalisis kepatuhan syariah di bank syariah


adalah dengan melihat apakah bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan
dana kebajikan. Jika bank syariah tidak menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan maka perlu dipertanyakan tentang pengelolaan dana-dana non halal dalam bank
syariah tersebut. Begitu juga masyarakat dapat menilai bagaimana pengelolaan dana
zakat oleh bank syariah terutama dalam aspek penyaluran dana zakat apa sesuai dengan
syariahatau tidak. hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dana zakat adalah dana
zakat tidak boleh disalurkan atau digunakan untuk melakukan penghapusan piutang
pembiayaannasabah bank syariah dengan alasan masuk dalam asnaf gharimin.

Peran DPS Pada Bank Syariah

Disetiap lembaga keuangan perbankan syariah ditempatkan suatu Dewan


Pengawas Syariah 'DPS ( yang mengawasi operasionalisasi jalannya Bank Syariah
apakah sesuai dengan syariah atau tidak Syariah Compliance). DPS hanya mengawasi
sharia compliance (operasionalisasi Produk Bank Syariah saja sedangkan Sharia
Complance terhadap SDI & SDM nya tidak. DPS hanya mengawasi ketaatan syariah
terhadap operasionalisasi Produk Bank Syariah saja Produk Dana Produk Pembiayan dan
produk jasa( sedangkan pengawasan terhadap segi syariah dibidang SDM Akuntansi
syariah , IT/MIS Syariah, Management Syariah, audit syariah tidak dimonitoring tentang
kesyariahnya (sharia compliance) sehingga bank Syariah sama saja dengan bank
konvensional. DPS cenderung hanya mengawasi produk syariah saja ketika ada produk
baru misal DPS hanya diminta melakukan kajian fatwa dll untuk menentukan apakah
produk tersebut bisa diterapkan di )ank Syariah atau tidak.

Bagiaman dengan AUDIT nya apakah auditnya telah dilaksnakan dengan


prinsip2audit syariah ?

Pengawas Kepatuhan terhadap Syariah (sharia compliance) di bank syariah


dilakukan oleh berbagai pihak dan unit kerja di internal bank serta pengawas eksternal
(BI, KAP). Di internal Bank dalam operasioanal sehari-hari dilakukan oleh Satuan kerja
kepatuhan & DPS '(ex ante) dan oleh SKAI & DPS (ex post) = mereka (selain DPS )

17
adalah alat kelengkapan Direksi. Serta Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko 'Alat
kelengkapan komisaris.

Satuan kerja kepatuhan SKAI dan komite Audit komite pemantau risiko wajib
didukung oleh personil yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah dan
memahami operasional perbankan syariah sebagaimana diatur dalam PBI No.
11/33/2009, tentang GCG Idealnya di satuan kerja Kepatuhan diperlukan personil yang
memahami dengan sangat baik fiqh Muamalat dan memahami literatur referensi fiqh
yang ditulis dalam bahasa ARAB sebagai partner DPS juga. Dari eksternal bank syariah
di audit oleh BI dan KAP . salah satu objek audit adalah pemenuhan ketaatan pada
prinsip syariah.

Pemasalahan Audit Syariah ang Berada Di Malaysia Dan !arusDiselesaikan "

a. DPS Audit Syariah di peringkat nasional masih belum ditubuhkan


'untukmenyelaras dan memantau perjalanan organisasi secara berkala
danberpusat.
b. Tidak ada Juru audit Syariah yang berpengalaman dan betul-betul menguasai
bidang audit syariah.
c. Peraturan audit syariah masih belum diusaha dan diperkenalkan lagi.
d. Tidak terdapat badan tertentu yang melatih DPS Syariah secara menyeluruh
dan berkesan

 Akad apa saja yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah?

Jawaban:

Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar


modal Indonesia menurut peraturan tersebut adalah akad ijarah, istishna, kafalah,
mudharabah, musyarakah dan wakalah.

 Apa sajakah indeks saham syariah yang ada di pasar modal Indonesia?

Jawaban:

Terdapat 2 indeks saham syariah di pasar modal Indonesia yaitu:

1. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang diluncurkan pada tanggal 12 Mei
2011 adalah indeks komposit saham syariah yang tercatat di BEI. ISSI
merupakan indikator dari kinerja pasar saham syariah Indonesia. Konstituen

18
ISSI adalah seluruh saham syariah yang tercatat di BEI dan masuk ke dalam
Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK.
2. Jakarta Islamic Index (JII) adalah indeks saham syariah yang pertama kali
diluncurkan di pasar modal Indonesia pada tanggal 3 Juli 2000. Konstituen JII
hanya terdiri dari 30 saham syariah paling likuid yang tercatat di BEI.

19
REFERENSI

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant Pelaporan Korporat.


Jakarta.

http://keuangansyariah.mysharing.co/larangan-dalam-transaksi-syariah/

https://www.academia.edu/27668159/Contoh_Kasus_Penyimpangan_Pada_Bank_S
yariah

20

Anda mungkin juga menyukai