Anda di halaman 1dari 5

BISNIS ALA RASUL

Disusun oleh :

NAMA : SYIFA SYAFIRA


NPM : 2301002030011

DOSEN FARID S.E., M.M


PRODI : KEUANGAN DAN PERBANKAN

TAHUN AJARAN
2023-2024

0
Dalam tataran praktis, dalam dunia bisnis Nabi Muhammad SAW telah melakoni
awal karier sebagai pedagang, dirintis sejak usia 12 tahun bersama pamannya, Abu
Thalib. Tak tanggung-tanggung, jiwa entrepreneur-nya telah dipicu dengan suasana
perdagangan pada skala internasional hingga ke beberapa negara, seperti Suriah,
Yordania, dan Lebanon. Melihat betapa sempurnanya sosok Nabi Muhammad SAW
sebagai sang ekonom, tak heran jika saat itu secara langsung ataupun tidak langsung
telah terjadi pergeseran hukum bisnis jahiliah kepada hukum bisnis ala Muhammad.
Sebab, hukum bisnis yang diterapkan Rasulullah secara jelas telah berhasil dan terbukti
mampu mengubah kondisi perekonomian Madinah dan umat Islam saat itu.
Bisnis yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW senantiasa selalu mengacu
pada prinsip hukum Islam yang ditegaskan dalam ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Prinsip Syari’ah merupakan ketetapan hukum Islam yang mengatur aktivitas semua
umat manusia, khususnya di bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
mencapai kesejahterahan hakiki secara material dan spiritual. Berikut tips Rasulullah
yang bisa diterapkan agar berdagang/ berbisnis menjadi berkah:
1. Niatkan karena Allah SWT
Niat berdagang selain untuk mencari rezeki haruslah karena Allah, bukan karena
ingin menumpuk harta dan keuntungan sebanyak-banyaknya. Apabila berdagang
diniatkan untuk mencari ridho Allah SWT, insyaallah segala urusan akan
dimudahkan oleh-Nya.
2. Bersikap jujur
Jujur dalam berdagang misalnya tidak mengurangi timbangan serta memberikan
informasi yang benar mengenai kelebihan dan kekurangan barang yang dijual.
Kejujuran dalam berdagang tentu akan menciptakan kepercayaan dari pihak
pembeli sehingga mereka akan merasa senang dan yakin untuk membeli.
3. Jual barang yang halal & berkualitas baik
Dalam berdagang, Rasulullah selalu memastikan barang dagangannya
berkualitas dan tidak cacat. Hal ini dilakukan agar tidak merugikan pembeli dan
menjadi dosa bagi si pejual.

1
4. Ambil keuntungan sewajarnya
Rasulullah juga hanya mengambil keuntungan sewajarnya, karena beliau juga
mencari keberkahan dari Allah SWT. Mengambil keuntungan yang tidak wajar
selain menyalahi agama juga dapat membuat dagangan tidak laku.
5. Saling menguntungkan kedua belah pihak
Rasulullah senantiasa menggunakan prinsip suka sama suka ketika berdagang.
Artinya kedua pihak sama-sama merasa rela dan mencapai kesepakatan bersama,
baik dalam harga, jenis barang, dan cara memberikan barang tersebut kepada
pembeli. Dengan demikian keduanya merasa sama-sama diuntungkan.
6. Bersikap ramah kepada pembeli
Rasulullah juga mengajarkan agar bersikap ramah kepada pembeli. Dengan
demikian, pembeli pasti juga senang. Sebaliknya jika kita menunjukkan wajah
judes dan cemberut tentu pembeli akan malas dan kabur, tidak akan membeli di
tempat kita lagi.
Selain itu Rasulullah juga memakai prinsip akad syari’ah untuk menekankan
bertransaksi yang diatur ajaran Islam sebagaimana yang telah di lakukan oleh
Rasulullah antara lain:
1. Mudharabah: yaitu akad kerja sama usaha antara pihak pertama (malik atau
shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ('amil atau
mudharib) selaku pengelola dana dengan kesepakatan yang disetujui dalam
akad. Dalam hal ini, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pihak pertama
kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi kesepakatan.
2. Musyarakah: yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha
tertentu, di mana setiap pihak memberikan porsi dana masing-masing.
3. Murabahah: yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga beli
kepada pembeli, kemudian pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sesuai dengan keuntungan yang disepakati.

2
4. Salam: yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan, kemudian
pembayaran harga dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang
disepakati.
5. Istisna’: yaitu akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan
yang disepakati antara pemesan dan penjual atau pembuat barang.
6. Ijarah: yaitu akad penyediaan dana untuk memindahkan hak guna atau manfaat
dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang.
7. Ijarah muntahiyah bit tamilk: yaitu akad penyediaan dana untuk memindahkan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan pemindahan kepemilikan barang.
8. Qardh: yaitu akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa
nasabah wajib mengembalikan dana yang diterima pada waktu yang telah
disepakati.
Transaksi-transaksi Syari’ah diatas dijalankan dengan berasaskan pada:
1. Persaudaraan (Ukhuwah)
Persaudaraaan merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat
saling tolong-menolong. Nilai ini sangat di junjung tinggi dalam melakukan transaksi
syari’ah sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian
orang lain. Di dalam transaksi syari’ah, nilai ukhuwah harus didasarkan pada prinsip
saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun),
saling menjamin (takaful), serta saling bersinergis dan beraliansi (tahaluf).
2. Keadilan
Keadilan adalah esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya
danmemberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memberlakukan sesuatu
sesuaiposisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip
bisnis (muamalah) yang melarang adanya;
a) Riba, setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam
transaksi pinjam-meminjam uang serta devirasinya dan transaksi tunai

3
lainnya. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu,
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya,” (QS. Al-Baqarah [2]:
278-279).
b) Kezaliman, menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu
yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya.
c) Masyir, setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktifitas serta bersifat perjudian.
d) Gharar, setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta
tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.
e) Haram, segala sesuatu yang dilarang tegas dalam ajaran Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
3. Keseimbangan
Transaksi syari’ah tidak hanya untuk kepentingan pemilik, sehingga manfaat
yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya kegiatan ekonomi.
4. Kemaslahatan
Kemaslahatan merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan
yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syari’ah, serta bermanfaat dan
membawa kebaikan dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan
kemudaratan.

Anda mungkin juga menyukai