Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN INVESTASI

SYARIAH
A. Investasi dan Konsepnya dalam Islam
1. Investasi
Kata investasi yang dipakai dalam bahasa Indonesia memang
masing menjadi perdebatan tentang asal-usul kata investasi ini sebagai
salah satu kata serapan dari bahasa asing. Untuk lebih jauh
memahami asal-usul dari kata serapan investasi ini, maka perlu untuk
diketahui beberapa istilah yang sepadan dengan makna kata investasi.
Kata investasi merupakan padanan kata benda (nomina) di dalam
bahasa Belanda berasal dari kata “investering” yang berarti penanaman
modal, semisal kalimat : “een investering van vijf milyoen”, artinya
adalah investasi (penanaman modal) sebesar lima juta.
Sedangkan kata kerjanya (verb) dalam bahasa Belanda adalah
“investeren” atau “investatie” yang berarti menanamkan modal, semisal
kalimat : “investeren in een project” berati menanamkan modal dalam
suatu proyek.
Kata investasi secara etimologi dari bahasa Latin di sebut dengan
kata “investire” yang berarti memakai, yang dalam bahasa Inggris
disebut dengan kata “investment”, yang berarti menanam.
Batasan-batasan tentang istilah investasi secara terminologi
dari beberapa para ahli antara lain:
a. Fitzgeral memberikan definisi investasi sebagai aktivitas yang
berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana)
yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat
sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran
produk baru di masa yang akan datang.
Dari definisi ini disimpulkan unsur pembentuk investasi
ditekankan pada kegiatan penggunaan sumber dana yang
akan digunakan untuk pembelian barang modal yang akan
digunakan untuk menghasilkan produk baru.

b. Kamarudin Ahmad memberikan definisi


sebagai penempatan uang atau dana investasi
harapan untuk memperoleh tambahan dengan
keuntungan tertentu atas uang atau dana
atau
tersebut.
Definisi ini memberikan penekanan istilah investasi pada
adanya penempatan uang atau dana dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan.
c. James C. Van Horn mendefinisikan investasi sebagai suatu
kegiatan dengan memanfaatkan kas pada masa sekarang
dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan di masa
depan.
d. Alexander dan Sharpe, mengemukakan bahwa investasi
adalah pengorbanan nilai tertentu yang berlaku saat ini
untuk mendapatkan nilai di masa datang yang belum dapat
dipastikan besarnya.
e.
Tandelin, mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lain yang dilakukan pada
saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa
datang.
Dari beberapa definisi para ahli tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa investasi adalah penanaman modal yang
dilakukan oleh investor dalam berbagai bidang usaha yang
terbuka untuk investasi dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan. Dengan kata lain investasi disebut juga dengan
istilah “penanaman modal”.

2. Investasi Syariah dan Dasar Hukumnya.


Konsep investasi dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata
‫ ”إ‬yang berarti membuahkan.
Investasi dalam Islam merupakan bentuk aktif dari ekonomi
syari’ah. Pola sederhana dalam berinvestasi
memberikangambaran bahwa kegiatan investasi cukup efektif
dalam mengembangkan modal agar dapat mengembangkan
usaha maupun tingkat keamananannya.
Dalam konsep Islam, investasi bukan semata-mata
terkonsentrasi pada seberapa besar keuntungan materi yang bisa
dihasilkan melalui aktifitas ekonomi saja, namun lebih dari itu
kegiatan investasi dalam konsep Islam juga didorong oleh adanya
faktor-faktor tertentu yang mendominasi.
Faktor-faktor dominan sebagai pendorong seseorang
melakukan aktivitas investasi adalah:
a. Adanya implementasi mekanisme zakat terhadap jumlah dan
nilai assetnya yang akan selalui dikenakan zakat.
Faktor ini akan mendorong pemilik (investor) untuk
mengelolanya melalui investasi, dan faktor ini lebih dekat
kepada perilaku individu.
b. Adanya motif sosial, yaitu dengan membantu sebagian
masyarakat yang tidak memiliki modal.
Faktor ini dijalankan dengan pola bersyarikat
(musyarakah) maupun dengan berbagi hasil (mudharabah).
Dengan demikian, secara umum pengertian investasi syariah
adalah suatu kegiatan produktif yang menguntungkan bila
dilihat dari sudut pandang teologis, dan menjadi untung-rugi
jika dipandang dari sisi ekonomi, karena tidak bisa terlepas dari
adanya suatu ketidak-pastian (uncertainty of loss) dalam
kehidupan
manusia, serta harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah
syar’i.
Hal ini juga ditegaskan oleh Imam al-Ghazali yang
menyatakan bahwa “keuntungan merupakan kompensasi dari
kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman diri
pengusaha”.
Beberapa dasar hukum tentang anjuran untuk melakukan
investasi dalam konsep Islam antara lain:
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Umar bin Syu’aib yang
artinya:
“Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan
anak yatim itu memiliki harta (uang warisan), maka hendaklah
ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia
membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang
lantaran zakat”.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:
“Berikanlah kesempatan kepada mereka yang memiliki tanah
untuk memenfaatkannya, dengan caranya sendiri dan jika tidak
dilakukannya, hendaklah diberikan pula orang lain agar
memanfaatkannya”.
3. Pernyataan Umar bin Khattab yang artinya:
“Siapa saja yang mempunyai uang hendaklah ia
mengivestasikannya, dan siapa saja yang mempunyai tanah
hendaklah ia menanaminya”.

B. Tujuan Investasi Syari’ah


Seseorang melakukan aktivitas investasi tentu memiliki
tujuan yang ingin dicapai. Hal ini dilakukan untuk mencapai
suatu efektifitas dan efisiensi dalam menentukan keputusan guna
mempertegas keputusan yang diharapkan.
Tujuan investasi secara umum antara lain adalah:�
1. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi.
2. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang
diharapkan (actual profit).
3. Terciptanya kemakmuran pemegang bagi saham.
4. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
Namun, dalam konsep syari’ah tujuan investasi tentunya
memiliki karakteristik tersendiri. Hak ini tidak terlepas dari
adanya tujuan syariat bagi manusia yang dalam konsep Islam
disebut dengan maqashid as-syari’ah yang tidak lain adalah untuk
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia.
Adapun tujuan syariat (maqashid as-syari’ah) tersebut
mencakup lima aspek kehidupan, yaitu :
5. Menjaga agama (hifdzu al-diin).
6. Menjaga nyawa (hifdzu al-nafs).
7. Menjaga pikiran/akal (hifdzu al-‘aql).
8. Menjaga keturunan/generasi (hifdzu al-nasl).
9. Menjaga harta benda (hifdzu al-mal).
Dari kelima faktor tersebut, salah satunya adalah upaya
untuk menjaga harta benda adalah dengan melakukan aktivitas
investasi. Namun, dalam konsep syariah tidaklah semua bidang
usaha diperbolehkan untuk dijalankan karena terdapat batasan-
batasan aktvitas halal dan haram yang menentukannya, dan
tidak lain adalah untuk mengendalikan dari kegiatan yang dapat
memberikan mudharat bagi yang lainnya.
Kegiatan investasi sebagai salah satu bentuk dari hubungan
antar sesama manusia (muamalah) tidaklah bisa dilepaskan dari
aspek akidah, akhlaq dan ibadah. Karenanya, perilaku ekonomi
harus diwarnai oleh nilai-nilai ketiga aspek tersebut yang
berujung pada tujuan utama diciptakannya manusia di muka
bumi ini, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Dzariyaat, ayat
56 yang artinya :”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Tujuan investasi syari’ah dalam konteks ini tidaklah terlepas
dari adanya niat untuk mendapatkan ridha Allah Swt., dengan
mendapatkan keuntungan (al-falah), sehingga dalam melakukan
investasi harus dibutuhkan niat yang lurus (menghindarkan diri
dari penggunaan cara-cara investasi yang mengandung unsur
maisir, gharar, riba dan dhalim), selain yang terpenting juga tetap
meniatkan dari sebagian keuntungan akan dikeluarkan zakat dan
infaknya sebagai bagian dari investasi di akhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
investasi dalam Islam adalah “menanam modal dengan tujuan
menambah keuntungan dan mencari kelebihan nikmat Allah,
karena investasi ini akan merealisasikan tujuan permodalan yang
seharusnya berkembang, sekaligus merealisasikan tujuan
sosialnya”.

C. Hubungan Manajemen dan Investasi Syariah


Investasi syari’ah tidak bisa dilepaskan dengan bagaimana
prinsip Islam dalam mengelola, merencanakan, mengendalikan
dan mengorganisasikan suatu usaha yang membutuhkan
kesungguhan dan diniatkan sebagai bagian dari bentuk ibadah
kepada Allah Swt.
Maka, hubungan antara manajemen dengan investasi
syari’ah merupakan satu kesatuan bentuk ibadah muamalah.
Atau dengan kata lain berinvestasi sama dengan berusaha
mencari penghidupan (ma`isyah), dan dalam melakukan
kegiatan investasi itu sendiri, pelaksanaan kegiatan investasi
harus dilakukan secara Islami. Sehingga keberhasilan melakukan
investasi dengan baik dan benar sesuai dengan prinsip syariah
akan tergantung pada pelaku investor maupun prilaku
manajerialnya.
D. Konsep Manajemen Investasi Syariah dan Landasan
Filosofisnya.
1. Pengertian
Pengertian umum manajemen investasi adalah manajemen
profesional yang mengelola beragam sekuritas atau surat
berharga seperti saham, obligasi dan asset lainnya seperti
properti dengan tujuan mencapai target investasi yang
menguntungkan bagi investor (baik institusi maupun
perorangan).
Pengertian praktis lainnya adalah suatu industri global yang
sangat besar dan memegang peranan penting dalam pengelolaan
triliunan dollar, euro, pound dan yen.
Sedangkan pengertian manajemen syariah adalah seni dalam
mengelola semua sumber daya yang dimiliki dengan tambahan
dan metode syari’ah yang tercantum dalam al- Qur’an dan al-
Hadis.
Dengan demikian, definisi manajemen investasi syari’ah
adalah “suatu kegiatan atau seni mengelola modal dan sumber-
sumber penghidupan ekonomi maupun sumber daya secara
profesional untuk masa depan, baik di dunia maupun di akhirat
sesuai dengan syari’at dan prinsip-prinsip yang diajarkan
Rasulullah Saw”.
Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud merupakan asas yang
mendasari manajemen investasi syari’ah, seperti perencanaan
matang dalam mengarungi kehidupan dunia adalah bekal
(investasi) pada kehidupan yang abadi di akhirat, sebagaimana
dinyatakan dalam Hadits Rasulullah Saw., yang artinya:
“Berusaha keraslah untuk sukses di dunia seakan-akan kamu
hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-
akan kamu mati esok harinya”.

2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis kegiatan muamalah termasuk investasi
dalam konsep Islam adalah boleh hukumnya, terkecuali ada
ketentuan (aturan) lain yang bersifat normati (al-Qur’an maupun
Hadist Rasulullah Saw.), baik secara eksplisit maupun implisit
yang melarangnya, sebagaimana terlihat pada bagan berikut:

Hukum Asal

Ibadah Muamalah

Semua tidak Semua boleh


boleh kecuali ada kecuali ada
ketentuannya larangannya
Dengan demikian, sesuai dengan gambar bagan di atas,
maka aktivitas investasi dengan beragam jenisnya diperbolehkan
hukumnya selama tidak ada aturan atau ketentuan syar’i yang
menunjukkan larangannya.
Kegiatan investasi dalam konsep Islam dapat dilihat dari 2
aspek, yaitu:
a. Aspek non ekonomis, yaitu bernilai amal shaleh sebagai
bekal (investasi) manusia pada hari akhir kelak.
b. Aspek ekonomis, yaitu pengorbanan dana dalan jumlah
tertentu (pasti) pada saat sekarang untuk mendapatkan
keuntungan di masa mendatang.
Islam dalam melihat dua aspek tersebut sangat
menganjurkan untuk mengembangkan keduanya, bukan dalam
konteks menumpuk-numpuk harta. Hal ini secara tegas
dinyatakan sahabat Umar bin Khattab sebagai berikut: “Siapa
saja yang memiliki uang, hendaklah ia menginvestasikannya,
dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah ia menanamnya”.
Dengan melihat apa yang disampaikan Umar bin Khattab
ini, maka investasi dalam konsep Islam dapat dilakukan dalam 2
bentuk sektor, yaitu:
a. Sektor riil berupa tanah.
b. Sektor keuangan berupa modal.
Namun kedua bentuk investasi ini tentunya diatur dengan
batasan-batasan syar’i seperti tidak boleh mengandung unsur
riba, gharar, maysir, tadlis, ataupun unsur lain yang
menimbulkan kebatilan dan ketidakadilan.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa
dalam konteks syariah adanya penekanan yang kuat bahwa
segala kegiatan ekonomi harus terikat dengan prinsip yang halal,
baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun
cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga
harus dilakukan tanpa paksaan, adil dan transaksinya berpijak
pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam,
termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.1

E. Rangkuman
1. Pengertian investasi secara bahasa berasal dari bahasa Latin
yaitu “investire” yang berarti memakai, dan dalam bahasa
Inggris disebut sebagai “investment”, yang berarti menanam.
Sedangkan secara terminology, definisi investasi adalah
“penanaman modal yang dilakukan oleh investor dalam
berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan”. Dengan kata lain
investasi disebut juga dengan istilah “penanaman modal”.
2. Investasi dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata “‫”رمثتسإ‬
yang berarti membuahkan. Sedangkan konsep investasi
syariah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan produktif yang
menguntungkan bila dilihat dari sudut pandang teologis,

1
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo &
Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 159-167.
dan menjadi untung-rugi jika dipandang dari sisi ekonomi,
karena tidak bisa terlepas dari adanya suatu ketidak-pastian
(uncertainty of loss) dalam kehidupan manusia, serta harus
dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i.
3. Faktor-faktor yang mendorong investasi dalam konsep Islam
adalah:
a. Adanya implementasi mekanisme zakat terhadap jumlah
dan nilai assetnya yang akan selalui dikenakan zakat.
b. Adanya motif sosial, yaitu dengan membantu sebagian
masyarakat yang tidak memiliki modal.
4. Dasar hukum investasi dalam konsep Islam antara lain salah
satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
artinya: “Berikanlah kesempatan kepada mereka yang
memiliki tanah untuk memenfaatkannya, dengan caranya
sendiri dan jika tidak dilakukannya, hendaklah diberikan
pula orang lain agar memanfaatkannya”.
5. Adapun tujuan investasi secara umum adalah :
a. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi.
b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan
yang diharapkan (actual profit).
c. Terciptanya kemakmuran pemegang bagi saham.
d. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
6. Sedangkan tujuan investasi syariah adalah menanam modal
dengan tujuan menambah keuntungan dan mencari
kelebihan nikmat Allah, karena investasi ini akan
merealisasikan tujuan permodalan yang seharusnya
berkembang, sekaligus merealisasikan tujuan sosialnya.
7. Adapun hubungan antara manajemen dengan investasi
syari’ah merupakan satu kesatuan bentuk ibadah muamalah.
Atau dengan kata lain berinvestasi sama dengan berusaha
mencari penghidupan (ma`isyah), dan dalam melakukan
kegiatan investasi itu sendiri, pelaksanaan kegiatan investasi
harus dilakukan secara Islami. Sehingga keberhasilan
melakukan investasi dengan baik dan benar sesuai dengan
prinsip syariah akan tergantung pada pelaku investor
maupun prilaku manajerialnya.
8. Pengertianmanajemeninvestasiadalahmanajemenprofesional
yang mengelola beragam sekuritas atau surat berharga
seperti saham, obligasi dan asset lainnya seperti properti
dengan tujuan mencapai target investasi yang
menguntungkan bagi investor (baik institusi maupun
perorangan).
9. Sedangkan definisi manajemen investasi syari’ah adalah
suatu kegiatan atau seni mengelola modal dan sumber-
sumber penghidupan ekonomi maupun sumber daya secara
profesional untuk masa depan, baik di dunia maupun di
akhirat sesuai dengan syari’at dan prinsip-prinsip yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw.
10. Landasan filosofis kegiatan muamalah termasuk investasi
dalam konsep Islam adalah boleh hukumnya, terkecuali ada
ketentuan (aturan) lain yang bersifat normati (al-Qur’an
maupun Hadist Rasulullah Saw.), baik secara eksplisit
maupun implisit yang melarangnya.
11. Aktivitas investasi dalam konsep Islam dapat dilihat dari 2
aspek, yaitu:
a. Aspek non ekonomis, yaitu bernilai amal shaleh sebagai
bekal (investasi) manusia pada hari akhir kelak.
b. Aspek ekonomis, yaitu pengorbanan dana dalan jumlah
tertentu (pasti) pada saat sekarang untuk mendapatkan
keuntungan di masa mendatang.
12. Investasi dalam konsep investasi Islam sebagaimana yang
dianjurkan oleh Umar bin Khattab adalah:
a. Investasi pada sektor riil berupa tanah
b. Investasi pada sektor keuangan berupa penyertaan
modal.
PRINSIP DAN JENIS
INVESTASI SYARIAH

A. Landasan Hukum Investasi Syariah


1. Landasan Normatif dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Landasan normatif tentang kegiatan ekonomi termasuk
aktivitas investasi dalam konteks Islami yang bersumber dari al-
Qur’an dan as-Sunnah sangat banyak sekali. Secara umum,
kedua sumber hukum Islam ini secara tidak langsung telah
memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari
esok secara lebih baik.
a. Al-Qur’an, beberapa di antaranya adalah:
- Surat al-Hasyr ayat 18 :
“Hai orang-orang yang beriman ,bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok) akhirat ;(dan bertakwalah kepada
Allah ,Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.“
- Surat an-Nisa ‘ayat: 9
1. Sumber hukum tertulis, yaitu tempat ditemukannya kaidah-
kaidah hukum investasi yang berasal dari sumber tertulis,
seperti peraturan perundang-undangan dan sebagainya.
2. Sumber hukum tidak tertulis, yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum investasi yang berasal dari sumber
tidak tertulis, seperti hukum kebiasaan (hukum adat).
Beberapa sumber hukum investasi tertulis di antaranya :
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing sebagaimana diubah dan ditambah dengan
Undang-undang Nomor 11 tahun 1970.
b. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri yang diubah dan ditambah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang
Persyaratan Pemilikan Saham dan Investor Penanaman
Modal Asing.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang
Pemilikan Saham Dalam Investor yang Didirikan Dalam
Rangka Penanaman Modal Asing.
e. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal yang menghapus Undang-undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri.
3. Landasan Hukum Khusus Investasi Syariah di Indonesia
Landasan hukum investasi syariah di Indonesia secara khusus
ada diatur dengan Undang-undang, selain diatur juga oleh
Fatwa- fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia.
Berikut beberapa landasan hukum tersebut antara lain:
a. Yang berkaitan dengan investasi perbankan syariah, yaitu :
1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Bank bagi
Hasil.
2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan Syariah.
3) PBI Nomor 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib
Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah (PBI GWM Syari’ah).
b. Yang berkaitan dengan industry pasar modal, yaitu:
1) Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual
Beli Saham.
2) Fatwa DSN Nomor 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah.
3) Fatwa DSN Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang
Obligasi Syari’ah.
4) Fatwa DSN Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang
Obligasi syari’ah Muamalah.
5) Fatwa DSN Nomor 40/DSN-MUI/IV/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal.
6) Fatwa DSN Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang
Obligasi Syari’ah Ijarah.
c. Yang berkaitan dengan investasi dalam Asuransi Syari’ah,
yaitu:
1) Fatwa DSN Nomor 39/DSN-MUI/X/2002
tentang Asuransi Haji.
2) Fatwa DSN Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad
Murabahah Musytarakah pada Asuransi Syari’ah.
3) Fatwa DSN Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang
Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi
Syari’ah. |
B. Prinsip-Prinsip Investasi Syari’ah
Sebelum membahas lebih lanjut prinsip-prinsip investasi
syariah, maka perlu untuk dipahami secara umum tentang
prinsip dasar investasi.
Menurut Budi Frensidy prinsip-prinsip dasar investasi
adalah:2
1. Membandingkan nilai dan harga dengan pedoman “beli
dengan harga rendah dan jual dengan harga yang tinggi” (buy
low and sell high).
2. Harus mengetahui dengan jelas obyek investasi dengan
pedoman “beli apa yang anda tahu dan tahu apa yang anda
beli” (buy what you know and know what you buy).
3. Menentukan asset yang memiliki return positif (harga asset
memilik trend harga yang terus naik) dengan pertumbuhan
return yang positif juga.
Berdasarkan ketiga prinsip dasar tersebut maka dapat
disimpilkan bahwa seorang investor dalam menjalankan aktivitas
investasinya harus memahami dan memiliki pengetahuan secara
mendalam tentang obyek investasi dan kondisi yang dapat
mempengaruhi obyek tersebut seperti harga dan perkembangan
modal (asset).
Sementara itu, di dalam konsep Islam, menurut Ahmad
Ghazali terdapat prinsip-prinsip utama investasi syari’ah, yaitu:3
1. Prinsip Halal
Prinsip halal sebagai prinsip kehalalan suatu investasi dapat
dilihat dari tempat dan proses investasi, yaitu:

2Budi Frensidy, Lihai Sebagai Investor, Panduan Memahami Dunia


Keuangan dan Ivestasi di Indonesia, ( Jakarta: Salemba Empat, 2013) hlm. 28-
29.
3
Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syari’ah, (Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009), hlm. 15.
a. Tempat halal, yaitu usaha yang didirikan secara halal,
tidak ada penipuan, produknya halal serta tidak
mengandung unsur maysir, gharar, riba.
b. Proses halal, yaitu kesepakatan yang dilakukan dengan
terbuka dan jelas adanya oleh para pihak baik dari sisi
konten, operasional maupun teknis pembagian
keuntungan dan sebagainya.
1. Prinsip Berkah
Prinsip ini akan terlihat bukan saja pada sisi fisik (ekonomi),
akan tetapi dari sisi rohani akan mendapatkan atau terlihat
kepuasan bathin dalam memanfaatkan kekayaan secara produktif
dan dapat bermanfaat bagi orang lain.
3. Prinsip Pertambahan Nilai (Profit Margin)
Prinsip ini akan terlihat dari adanya peningkatan tambahan
asset dengan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, akan tetapi
tetap tidak melupakan prinsip kehalalan dan keberkahan.
4. Prinsip Realistis
Prinsip ini akan tampak pada gambaran proyeksi hasil
investasi bukan hanya sekedar hitungan di atas kertas yang tidak
mungkin direalisasikan, akan tetapi tetap berdasarkan nilai
kenyataan (riil).
Namun, prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya harus tetap
mengacu pada konsep-konsep dasar yang ditentukan syariat
Islam. Adapun konsep-konsep tersebut adalah:
a. KonsepKetuhanan(at-Tauhid),yaitukonsepyangmenekankan
pada prinsip bahwa segala sesuatu adalah milik mutlak Allah
Swt., dan manusia hanya sebagai pemegang amanah untuk
mengembangkannya sesuai aturan syari’ah.
b. Konsep Keseimbangan (al-‘Adl wal Ihsan), yaitu konsep yang
menekankan pada prinsip bahwa kegiatan investasi harus
dilakukan dengan adil dan tidak boleh melakukan
kedzaliman.
c. KonsepKebebasan(al-Ihktiyar),yaitukonsepyangmenekankan
pada prinsip bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan bebas
untuk menentukan sikap dan memiliki kemampuan untuk
memilih berbagai pertimbangan sesuai dengan kondisi yang
dihadapi.
d. Konsep Kewajiban atau Tanggung-Jawab (al-Wajibat/al-
Mas’uliyyah), yaitu konsep yang menekankan pada prinsip
bahwa manusia dalam melakukan tindakan investasi
berkewajiban dan bertanggung-jawab pada agamanya dalam
perannya sebagai manusia dan kewajibannya untuk
memakmurkan bumi.
Menurut Mervyn K. Lewis & Latifa M. Algaoud terdapat
lima unsur keagamaan sebagai elemen penting yang harus
diterapkan dalam perilaku investasi, yaitu:4
1. Pelarangan transaksi berbasis riba.
2. Pengenalan pajak religious atau pemberian shadaqah, zakat.
3. Pelarangan produksi yang bertentangan dengan hukum
Islam.
4. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan unsur judi
(masyir) dan ketidak jelasan (gharar).
5. Penyediaan asuransi (takaful).
Sedangkan Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor menjelaskan lima
prinsip syariah yang harus diimplementasikan pada kegiatan
investasi adalah:5
6. Prinsip bagi hasil dan bagi rugi (profit and lost sharing).
7. Prinsip dagang (trade principles).
8. Prinsip biaya atau upah (fees or charges based principles).
9. Prinsip bebas jasa (free services principles),

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip,


4

Praktik, dan Prospek, ( Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 44.
5Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, An Introduction To Islamic Finance:

Theory and Practice, (Singapore: John Wiley & Sons, 2007), hlm. 1.
5. Prinsip tambahan (ancillary principles).
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa prinsip-prinsip dasar yang harus diterapkan pada aktivitas
investasi harus memberikan manfaat dan perlindungan kepada
kepentingan investor sendiri, konsumen (pengguna) dan
masyarakat secara umum.

C. Jenis dan Bentuk Investasi Syariah


Sebelum memaparkan jenis-jenis dan bentuk-bentuk
investasi, terlebih dahulu harus diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang ingin berinvestasi. Faktor-faktor
tersebut dapat dilihat dari faktor utama yang
melatarbelakanginya dan faktor pendukung yang ada.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Utama
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi seseorang ingin
berinvestasi, antara lain :
a. Tingkat Keuntungan yang Diramalkan akan Diperoleh
Perkiraan atau ekspektasi keuntungan dari investasi yang
akan
dilakukan akan mempengauhi tingkat investasi. Biasanya
pelau investasi akan memilih sektor-sektor yang memiliki
prospek yang bagus atau dengan kata lain keuntungan yang
diramalkan cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena
berinvestasi membutuhkan modal yang sangat besar.
b. Tingkat Suku Bunga
Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi apa saja yang
akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha.
Pngusaha hanya akan melakukan investasi jika tingkat
pengembalian modal dari investasi yang dilakukan, yaitu
presentase keuntungan yang akan diperoleh sebelum
dikurangi tingat suku bunga yang akan dibayar lebih besar
dari tingkat bunga itu sendiri.
2. Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi seseorang
ingin berinvestasi, antara lain:
a. Perkiraan Keadaan Perekonomian
Perkiraan keadaan perekonomian merupakan alas an yang
dipertimbangkan oleh para investor. Banyak investor
mencari informasi mengenai perkembangan perekonomian
melalui forum-forum pertemuan nasional dan internasional
atau dari pakar ekonomi. Bila dari perkiraan tersebut kondisi
perekonomian menunjukkan kondisi yang lebih baik,
investor tentu mau menanamkan modalnya. Selain itu
kondisi keamanan juga mempengaruhi perekonomian.
b. Perkembangan Teknologi
Alat-alat produksi selalu mengalami perkembangan
teknologi. Semaki banyak perkembangan teknologi, alat-alat
produksi yang lama makin tertinggal sehingga investasipun
perlu diperbanyak bahkan perlu di bangun pabrik yang sama
sekali baru untuk teknologi yang baru tersebut.
c. Keuntungan Yang Diperoleh
Keuntungan investor yang besar bisa mendorong investasi
yang lebih banyak. Jika keuntungan investor sedikit, investasi
cenderung sedikit karena ketersediaan dana hanya bias
diperoleh dari pinjaman yang jumlahnya tentu saja terbatas.
Namun, jika keuntungan investor sangat banyak, ditambah
pula dengan pinjaman, tentu investasi yang dilakukan bias
banyak pula.
d. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional yang tinggi merupakan indikasi bahwa
pendapatan masyarakat juga tinggi. Pendapatan masyarakat
yang tinggi membuat mereka cenderung menkonsumsi
barang dan jasa yang lebih banyak dan ini berakibat
tingginya permintaan terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan investor sehingga keuntungan investor juga
meningkat. Karena
keuntungan yang meningkat, investor dapat berinvestasi
lebih banyak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara teoretik
paling tidak ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
keputusan seseorang untuk melakukan investasi, yaitu:
1. Pendapatan (Revenues), yaitu sejauh mana ia akanmemper-
oleh pendapatan yang memadai dari modal yang
ditanamkannya.
2. Biaya (Cost), yang terutama ditentukan oleh tingkat suku
bunga dan pajak, walaupun dalam operasional-nya
ditentukan juga oleh berbagai biaya lain yang ditemui di
lapangan.
3. Harapan (Expectations), yaitu bagaimana harapan di masa
datang dari investasi-nya. Jadi, investor yang serius dalam
penanaman modal langsung (direct investment) tidak hanya
hit and run, tetapi berhitung jauh ke depan. Ia
memperhitungkan situasi-situasi pada masa mendatang yang
dapat mempengaruhi investasinya, termasuk perubahan
situasi politik.
Setelah mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang untuk berinvestasi, seorang investor harus jeli dan
harus memahami jenis-jenis dan bentuk-bentuk investasi yang
akan digeluti.
Adapun jenis-jenis investasi umum menurut Salim HS dan
Budi Sitrisno dapat digolongkan berdasarkan asset, pengaruh
ekonomi, sumber pembiayaan dan bentuk penanamannya.6
3. Berdasarkan Aset
Jenis investasi berdasarkan asset ini merupakan
penggolongan investasi dari aspek modal dan kekayaannya.
Jenis investasi ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
|
kurang liquid dari pada aset keuangan dikarenakan sifat
heterogennya dan khusus kegunaannya.
b. Financial Asset, yaitu dokumen surat-surat klaim tidak
langsung pemegangnya terhadap aktifitas riil pihak yang
menerbitkan sekuritas tersebut.
3. Berdasarkan Pengaruh
Jenis investasi berdasarkan pengaruh ini merupakan investasi
yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau
tidak berpengaruh dari kegiatan investasi.
Adapun jenis-jenis investasi ini adalah;
a. Investasi Autonomus : (berdiri sendiri) merupakan investasi
yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat
spekulatif, misalnya pembelian surat berharga.
b. Investasi Induced : karena bujukan/pengaruh bbesar yang
mendorong seseorang melakukan kegiatan investasi.
Atau investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan
akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan.
4. Berdasarkan Sumber Pembiayaan
Jenis investasi berdasarkan sumber pembiayaan investasi ini
dibagi menjadi:
a. Investasi dana dari luar negeri (UU Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing).
b. Investasi dana dari dalam negeri (UU Nomor 11 Tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri/
PMDN).
5. Berdasarkan Bentuk
Jenis investasi berdasarkan bentuk ini merupakan jenis
investasi yg didasarkan pada cara menanamkan investasinya.
Jenis investasi ini dibagi menjadi:
a. Portofolio, yaitu jenis investasi yang dilakukan melalui
pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti
saham dan obligasi.
b. Investasi Langsung, yaitu jenis investasi yang dilaksanakan
dalam bentuk investasi dengan jalan membangun,
membeli total atau mengakuisi investor atau membeli
asset lainya.
Sedangkan dalam konteks investasi syariah terdapat skema-
skema khusus sebagai karakteristik penerapan prinsip-prinsip
dasar ekonomi Islam.
Adapun skema-skema investasi yang diterapkan dalam
investasi syariah adalah:
1. Skema bagi hasil dan bagi resiko (profit and lost sharing)
dalam bentuk musyarakah dan mudharabah.
2. Skema jual beli (muarabahah).
3. Skema sewa (ijarah).
4. Skema sewa dan jual beli (muarabahah wal ijarah).
Dari skema di atas, beberapa jenis investasi syari’ah adalah:
5. Investasi ke dalam produk keuangan, antara lain:
a. Produk bank Islam seperti tabungan dan deposito.
b. Produk asuransi seperti unit link syariah.
c. Produk pasar modal seperti reksadana Islami, saham dan
obligasi dalam kategori Islam.
6. Investasi ke dalam wujud asset property dengan skema jual
beli maupun hasil sewa (ijarah).
7. Investasi ke dalam bentuk logam mulia dengan skema jual
beli.
8. Investasi ke dalam bentuk usaha yang dijalankan sesuai
dengan prinsip syariah Islam, baik usaha yang dikelola sendiri
ataupun degan menitipkan modal pada orang lain.

D. Rangkuman
1. Landasan normatif investasi syariah yang bersumber dari al-
Qur’an dan as-Sunnah banyak sekali, antara lain
sebagaimana
dissebutkan pada surat an-Nisa’ ayat 9 dan Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
2. Landasan hukum investasi dari peraturan perundang-
undangan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Sumber Hukum Materiil, yaitu tempat dari mana materi
hukum itu diambil.
b. Sumber Hukum Formil, yaitu tempat memperoleh
kekuatan hukum yang berkaitan dengan bentuk atau
cara yang menyebabkan hukum formil itu berlaku. Jenis
ini terbagi menjadi Sumber Hukum Tertulis dan Sumber
Hukum Tidak Tertulis.
3. Sumber hukum investasi tertulis secara umum di Indonesia
di antaranya yang terbaru adalah Undang-undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menghapus
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
4. Landasan hukum secara khusus investasi syariah di Indonesia
antara lain yang berkaitan dengan investasi perbankan
syariah, seperti Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan Syariah, atau yang berkaitan dengan
industri pasar modal seperti Fatwa DSN Nomor 20/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk
Reksa Dana Syariah dan lain sebagaiya.
5. Prinsip umum dasar investasi adalah:
a. Membandingkan nilai dan harga dengan pedoman “beli
dengan harga rendah dan jual dengan harga yang tinggi”
(buy low and sell high).
b. Harus mengetahui dengan jelas obyek investasi dengan
pedoman “beli apa yang anda tahu dan tahu apa yang anda
beli” (buy what you know and know what you buy).
c. Menentukan asset yang memiliki return positif (harga
asset memilik trend harga yang terus naik) dengan
pertumbuhan return yang positif juga.
6. Prinsip-prinsip utama investasi syari’ah yaitu:
a. Prinsip Halal, yaitu tempat dan proses investasi yang
halal yang tidak bertentangan dengan aturan syariah.
b. Prinsip Berkah, yang akan terlihat dari sisi rohani
(kepuasan bathin).
c. Prinsip Pertambahan Nilai (Profit Margin), yaitu adanya
peningkatan tambahan asset dengan keuntungan.
d. Prinsip Realistis, yaitu proyeksi hasil investasi tetap
berdasarkan nilai kenyataan (riil).
7. Prinsip-prinsip syariah yang harus diimplementasikan pada
kegiatan investasi:
a. Prinsip bagi hasil dan bagi rugi (profit and lost sharing).
b. Prinsip dagang (trade principles).
c. Prinsip biaya atau upah (fees or charges based principles).
d. Prinsip bebas jasa (free services principles),
e. Prinsip tambahan (ancillary principles).
8. Faktor-faktoryangmempengaruhiseseoranginginberinvestasi
adalah adanya faktor utama dan pendukung. Adapun Faktor
Utama, antara lain Tingkat Keuntungan yang Diramalkan
akan Diperoleh dan Tingkat Suku Bunga. Sedangkan Faktor
Pendukung, antara lain : Perkiraan Keadaan Perekonomian,
Perkembangan Teknologi, Keuntungan Yang Diperoleh
Investor dan Pendapatan Nasional.
9. Tiga faktor utama yang mempengaruhi keputusan seseorang
untuk melakukan investasi, yaitu: Pendapatan (Revenues),
Biaya (Cost), dan Harapan (Expectations).
10. Adapun jenis-jenis investasi secara umum adalah :
a. Portofolio, yaitu jenis investasi melalui pasar modal
dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan
obligasi.
b. Investasi langsung, yaitu jenis investasi seperti
membangun, membeli total atau mengakuisi investor
atau membeli asset lainya.
11. Skema investasi syariah diaplikasikan dalam bentuk:
a. Skema bagi hasil dan bagi resiko (profit and lost sharing)
dalam bentuk musyarakah dan mudharabah.
b. Skema jual beli (muarabahah).
c. Skema sewa (ijarah).
d. Skema sewa dan jual beli (muarabahah wal ijarah).
12. Jenis investasi syari’ah adalah:
a. Investasi produk keuangan, antara lain: Produk bank
Islam seperti tabungan dan deposito, Produk asuransi
seperti unit link syariah dan Produk pasar modal seperti
Reksadana Islam, saham dan obligasi Islam.
b. Investasi asset property dengan skema jual beli maupun
hasil sewa (ijarah).
c. Investasi ke dalam bentuk logam mulia dengan skema
jual beli.
d. Investasi bentuk usaha yang dikelola sendiri ataupun
dengan menitipkan modal pada orang lain

E. Soal Evaluasi
1. Sebutkan beberapa landasan hukum investasi syari’ah?
2. Sebutkan prinsip-prinsip utama investasi syari’ah menurut
Ahmad Ghazali?
3. Sebutkan faktor utama dan pendukung seseorang akan
berinvestasi?
4. Sebutkan jenis-jenis investasi secara umum?
5. Sebutkan skema investasi syari’ah?
RESIKO DAN MANFAAT
INVESTASI SYARIAH

A. Resiko Investasi
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah
”risiko”. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran,
tertabrak kendaraan lain dijalan, risiko terkena banjir dimusim
hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita akan
menanggung risiko-risiko jika kita tidak mengantisipasi dari
awal. Lebih-lebih dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta
risikonya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu
saja, malahan harus diperhatikan secara cermat, bila orang
menginginkan kesuksesan. Risiko tersebut antara lain :
kebakaran, kerusakan, kecelakaan, pencurian, penipuan,
kecurangan, penggelapan dan sebagainya, yang dapat
menimbulkan kerugian yang tidak kecil.
Dengan kata lain, bagi seseorang yang akan melakukan
kegiatan investasi kemungkinan yang akan ditemukan dan
dihadapi adalah adanya risiko (risk) dan kemungkinan adanya
manfaat berupa keuntungan atau pendapatan (return). Kedua
elemen ini akan selalu melekat pada setiap aktivitas investasi
manusia. Tidak ada satu pun kegiatan investasi di dunia ini yang
aman dan bebas risiko. Dan tingkat risiko yang dihadapi-pun
akan sangat beragam pula dan tidak pernah sama.
Adapun definisi resiko investasi adalah pendapatan negatif
(return negative) saat melakukan investasi yang berujung pada
kerugian. Menurut Ricky W, Griffin dan Ronald J. Elbert, definisi
resiko adalah ketidakpastian tentang sesuatu di masa mendatang
(uncertainty about future events).1
Adapun macam-macam atau bentuk-bentuk resiko dalam
investasi adalah: 2
1. Turunnya nilai investasi
Resiko turunnya nilai investasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Internal, yaitu faktor yang melekat dan berasal pada
investasi tersebut, seperti karena adanya perubahan pada
obyek investasi tersebut. Contoh emas yang mengalami
perubahan warna.
b. Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar yang
menyebabkan penurunan nilai investasi, seperti adanya
musibah, perubahan kebijakan pemerintah dan kondisi
politik hukum, tren perubahan investasi.
2. Kenaikan investasi tidak sebanding kenaikan inflasi
Resiko kenaikan investasi yang tidak sebanding dengan
kenaikan inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga barang
secara terus menerus yang akan berimbas pada banyak
sedikitnya keuntungan investasi.
3. Jenis atau sifat investasi yang susah untuk dijual lagi
Resiko yang berasal dari jenis atau sifat invesatsi yang susah
dijual lagi dipengaruhi oleh adanya sifat atau jenis investasi yang
berbeda-beda.
Jenis investasi dibagi menjadi 2 jenis atau sifat, yaitu:
a. Investasi likuid atau mudah untuk dicairkan, biasanya masuk
dalam jenis jangka pendek seperti tabungan dan deposito.
b. Investasi non likuid atau sulit untuk dicairkan segera seperti
pada sektor property.
Menurut Panji Anoraga dan Piji Pakarti, dalam
melaksanakan investasi seorang investor harus memahami akan
berhadapan dengan beberapa resiko, yaitu:3
3. Resiko Keuangan (Financial Risk)
Resiko keuangan yaitu resiko yang diterima investor akibat
dari ketidak-mampuan emiten (saham/obligasi) memenuhi
kewajiban pembayaran dividen (bunga) serta pokok investasi.
4. Resiko Pasar (Market Risk)
Resiko pasar yaitu resiko yang timbul akibat menurunnya
harga pasar substansial baik keeseluruhan saham maupun saham
tertentu akibat tingkat inflasi ekonomi, keuangan negara,
perubahan manajemen perusahaan, atau kebijakan pemerintah
dalam bidang ekonomi.
5. Resiko Psikologis (Psychological Risk)
Resiko psikologis yaitu resiko bagi investor yang bertindak
secara emosional dalam menghadapi perubahan harga saham
berdasarkan optimisme dan pesimisme yang dapat
mengakibatkan kenaikan dan penurunan harga saham.
6. Risiko Likuiditas (Liqiudity Risk)
Risiko ini berkaitan dengan kemampuan saham yang
bersangkutan untuk dapat segera diperjualbelikan tanpa
mengalami kerugian yang berarti
7. Risiko Tingkat Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko tingkat bunga merupakan risiko yang timbul akibat
perubahan tingkat bunga yang belaku dipasar biasanya risiko ini
berjalan belawanan dengan harga-harga instrumen pasar Modal.
8. Risiko Mata Uang (Currency Risk)
Risiko mata uang merupakan risiko yang timbul akibat
pengaruh perubahan nilai tukar mata uang Domestik (misalnya
rupiah) terhadap mata uang negara lain (misalnya dolar Amerika
Serikat).
9. Risiko Daya Beli
Risiko daya beli merupakan risiko yang timbul akibat
pengaruh perubahan tingkat inflasi. Perubahan ini akan
menyebabkan berkurangya daya beli uang yang diinvestasikan
maupun bunga yang diperoleh dari investasi, sehingga nilai riil
pendapatan menjadi lebih kecil.

C. Manfaat Investasi
Manfaat investasi dapat berwujud pendapatan positif yang
biasa disebut return. Return adalah keuntungan yang diperoleh
oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan
investasi yang dilakukannya. Dalam pandangan R. J. Shook,
pengertian return adalah laba investasi, baik melalui bunga atau
deviden.4
Manfaat investasi ini dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:5
1. Aspek Ekonomi
Manfaat investasi dari aspek ekonomi ini antara lain adalah:
a. Pendapatan atau keuntungan (return) yang lebih besar
dari nilai investasi.
b. Pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan baik.
c. Adanya kompetensi yang sehat.
d. Menciptakan lapangan kerja yang luas.
2. Aspek Sosial
Manfaat investasi dari aspek sosial ini antara lain adalah:
a. Adanya interaksi positif antara investor dan pengelola
modal.
b. Membiasakan masyarakat untuk tidak
bersikap konsumtif.
c. Membiasakanmasyarakatuntukmempunyaiperencanaan
yang matang untuk jangka panjang.
d. Membiasakan diri untuk mendapatkan sesuatu yang
lebih baik di masa mendatang.

D. Resiko dan Pendapatan (Manfaat) Investasi Syariah


Dalam investasi syariah tentunya juga pasti akan
menghadapai apa yang disebut dengan resiko (risk) dan
pendapatan (return) atau manfaat secara umum.

1. Resiko dalam Investasi Syariah.


Dalam Islam resiko disebut dengan istilah gharar yang berarti
ketidakpastian (uncertainty). Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa
gharar adalah kemungkinan ada dan tidak ada. Menurut Van
Deer Heidjen, kategorisasi ketidakpastian (uncertainty) dapat
digolongkan menjadi tiga:
a. Risk, yaitu memiliki preseden historis dan dapat dilakukan
estimasi probabilita untuk tiap hasil yang mungkin muncul.
b. Structural uncertainty, yaitu kemungkinan terjadinya suatu
hasil yang bersifat unik, tidak memiliki preseden dimasa lalu,
tetapi tetap terjadi dalam logika kausalitas.
c. Unknowables, yaitu menunjuk kejadian yang secara ekstrem
kemunculannya tidak terbayang sebelumnya.
Al-Suwailem membedakan resiko menjadi dua tipe, yaitu :
1) Resiko Pasif, seperti game of chance, yang hanya
mengandalkan keberuntungan.
2) Resiko Responsif yang memungkinkan adanya distribusi
probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas yang
logis. Kalau yang pertama disamakan dengan game of chance,
yang disebut belakangan bisa disebut game of skill.
Masing-masing investasi memiliki tingkat resiko yang terbagi
dalam low risk low return, moderat risk mediumreturn dan high
risk high return. Oleh karena itu Islam dalam menanggapi
masalah resiko dalam berinvestasi menganjurkan umatnya untuk
menggunakan prinsip kehati-hatian atau wara’ (prudent),
sebagaimana Sabda Rasulullah Saw., untuk sebaiknya
meninggalkan segala sesuatu yang menimbulkan keraguan.
Dalam investasi syariah terdapat berbagai resiko, antara
lain:
a. Resiko Kehilangan Modal
Investasi adalah menggunakan harta secara produktif
melalui berbagai sarana investasi. Akan tetapi, sebagai akibat
dari ketidakpastian di masa depan, investasi yang dilakukan bisa
untung dan bisa rugi. Jika investasi tersebut menguntungkan,
maka nilai harta yang diinvestasikan akan bertambah, dan
sebaliknya apabila mengalami kerugian, maka nilai harta yang
diinvestasikan akan turun. Risiko kehilangan modal adalah risiko
yang mungkin terjadi pada seluruh kegiatan investasi.
Risiko kehilangan modal bukan hanya berarti kehilangan
nilai nominal saja, seperti Rp. 100 juta menjadi Rp. 50 juta, tetapi
juga kehilangan nilai riil dari investasi yang disebabkan
perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat
digunakan untuk membeli beras 25 ton tetapi saat ini hanya
dapat digunakan untuk membeli 20 ton beras dengan spesifikasi
dan jenis yang sama.
Jadi, investasi dengan cara menabung di rumah, secara
nominal memang tidak mempunyai risiko kehilangan modal
tetapi secara riil sangat beresiko karena menurunnya nilai riilnya
b. Risiko Ketidakpastian Keuntungan
Risiko yang kedua adalah karena ketidakpastian keuntungan
yang diperoleh dari sarana-sarana investasi yang ada. Risiko ini
sebenarnya merupakan bagian dari risiko di atas, tetapi lebih
terfokus pada keuntungan yangmungkin didapat dari jenis
investasi
yang berbeda. Investasi dalam real estate akan berbeda dengan
reksadana, obligasi, saham, dan yang lainnya. Investasi dalam
real estate lebih menjanjikan keuntungan karena probabilitas
kenaikan harga real estate sangat besar karena pertumbuhan
penduduk yang pesat akan meningkatkan permintaan real estate,
sehingga karena keterbatasan ketersediaan lahan, harga akan
cenderung naik.
Sebaliknya, investasi dalam pasar modal melalui reksa dana,
obligasi, dan saham, sangat tergantung pada kondisi
perekonomian negara dan manajemen perusahaan sehingga
berfluktuatif dan tidak stabil. Investasi dengan sistem riba
sebagaimana yang dilakukan oleh perbankan konvensional
mempunyai tingkat risiko ketidakpastian keuntungan yang
sangat kecil karena bunga sudah dipatok oleh bank, tetapi
terdapat kezaliman dalam pembagian keuntungan, sehingga
salah satu pihak dirugikan.
c. Sulitnya Menjual Produk Investasi.
Risiko ketiga yang ditakuti orang ketika berinvestasi adalah
apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual/
diuangkan kembali. Beberapa orang mungkin senang
berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap mudah dijual
kembali. Contoh dari produk investasi yang tidak selalu mudah
untuk dijual kembali adalah barang-barang koleksi. Barang-
barang koleksi umumnya tidak mudah dijual kembali karena
pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik.

2. Return dan Manfaat Investasi Syariah.


Konsep pendapatan/laba atau return di dalam Islam adalah
Islam menganjurkan kepada umatnya untuk mencari
penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan hidupnya
didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surat al-
Jumu’ah ayat 10 yang artinya :”Apabila telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.
Selain itu mengenai return juga diterangkan dalam hadits
Nabi yang berbunyi: “Carilah kebahagiaan (mencari harta
sebanyak- banyaknya) di dunia seakan-akan engkau akan hidup
selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat seakan-akan
engkau akan mati esok hari.”
Abdullah Lam bin Ibrahin (2005: 31), degan merujuk pada
surat At-Taubah ayat 34-35, yang artinya : “Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan
emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu”., maka Abu Dzar berpendapat bahwa haram
hukumnya memiliki harta benda melebihi kebutuhan manusia.
Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke jalan-jalan Allah
melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah.
Menurut jumhur ulama dinyatakan bahwa tidak ada batasan
maksimal kepemilikan harta sejauh menjaga kaidah-kaidah
dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai syariat.
Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena
mengumpulkan harta benda yang tidak terkira dan tidak
terhitung tersebut.
Manfaat-manfaat dalam investasi syariah tidak jauh berbeda
dengan manfaat investasi secara umum, yaitu:
a. Manfaat bagi Investor
Investor akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan besar
investasi yang ditanamkan dan sesuai dengan akad awal menurut
prinsip syariah.
b. Manfaat bagi Rekanan Investor
Rekanan investor akan mendapatkan tambahan modal
sehingga memiliki kemampuan untuk meneruskan usahanya.
c. Manfaat bagi Masyarakat (Fungsi Sosial)
Manfaat ini ini akan terlihat dari adanya penambahan
lapangan kerja yang dapat disedot dari adanya investasi.

E. Mengurangi Resiko Investasi


Untuk menghindari resiko yang timbul dalam suatu investasi,
maka yang dibutuhkan adalah alternatif-alternatif kebijakan
dalam pengambilan keputusan. Alternatif keputusan yang
diambil adalah sesuatu yang dianggap paling realistis dan tidak
menimbulkan masalah baru. Tindakan seperti ini dianggap
sebagai bagian dari strategi investasi.
Dalam menjalani aktivitas investasi, yang namanya resiko
tentunya merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dan
pasti terjadi, sehingga dibutuhkan bagaimana mengelola resiko
tersebut, terlebih bagi lembaga besar yang memiliki nilai
investasi yang besar pula.
Pada dasarnya resiko itu dapat dikelola dengan 4 cara,
yaitu:6
1. Memperkecil Resiko
Keputusan untuk memperkecil resiko ini adalah dengan cara
tidak memperbesar setiap keputusan yang mengandung resiko
tinggi, tapi membatasinya, atau bahkan meminimalisirnya agar
resiko tersebut tidak menjadi bertambah besar dan di diluar
kontrol.
2. Mengalihkan Resiko
Keputusan mengalihkan resiko ini dengan cara resiko yang
ada dialihkan ke tempat lain sebagian, seperti dengan
mengasuransikan obyek (usaha) investasi.
3. Mengontrol Resiko
Keputusan mengontrol resiko yaitu dengan cara melakukan
kebijakan preventif atau mengantisipasi terjadinya resiko
sebelum terjadi.
4. Pendanaan Resiko
Keputusan pendanaan resiko ini dengan menyediakan
sejumlah dana sebagai cadangan guna mengantisipasi timbulnya
resiko di kemudian hari, seperti menyediakan cadangan mata
uang dollar guna mengantisipasi fluktuasi nilai mata uang.
Namun, dalam praktek invetasi secara umum, usaha untuk
mengurangi risiko dapat ditempu dengan cara termudah, yaitu
dengan berinvestasi di berbagai sarana investasi. Cara ini disebut
dengan membuat portofolio investasi, dengan tujuan untuk
mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul dari suatu
sarana investasi dengan menutupnya menggunakan keuntungan
yang diperoleh dari sarana investasi yang lain.
Misalnya berinvestasi pada reksa dana dan pada tabungan.
Jika keduanya memberikan keuntungan maka investor tidak
akan menderita kerugian. Tetapi bagaimana jika salah satunya
mengalami kerugian, misalnya nilai reksa dana turun atau bank
dilikuidasi? Dengan adanya portofolio ini maka diharapkan
kerugian salah satu investasi dapat dikurangi oleh keuntungan
dari investasi lain.
Dengan demikian untuk mengurangi risiko dalam investasi
adalah berpegang pada portofolio: “jangan meletakkan telur-
telur dalam satu keranjang” karena jika terjatuh, maka telur
akan lebih banyak yang pecah dibandingkan jika ditaruh pada
beberapa keranjang jika keranjang yang lain tidak jatuh”.

F. Rangkuman
1. Resiko (risk) adalah pendapatan negatif (return negative) saat
melakukan investasi yang berujung pada kerugian.
2. Macam atau bentuk resiko dalam investasi antara lain :
a. Turunnya nilai investasi, fakor yang mempengaruhi
dapat berasal dari internal (perubahan obyek investasi)
dan eksternal (adanya musibah atau perubahan kondisi
politik).
b. Kenaikan investasi tidak sebanding kenaikan inflasi.
c. Jenis atau sifat investasi yang susah untuk dijual lagi.
2. Jenis investasi dibagi menjadi 2 jenis atau sifat, yaitu investasi
likuid (mudah untuk dicairkan seperti deposito) dan investasi
non likuid (sulit untuk dicairkan seperti properti).
3. Resiko investasi menurut Panji Anoraga dan Piji Pakarti
yaitu: Resiko Keuangan (Financial Risk), Resiko Pasar
(Market Risk), Resiko Psikologis (Psychological Risk), Risiko
Tingkat Bunga (Interest Rate Risk), Risiko Mata Uang
(Currency Risk), dan Risiko Daya Beli.
4. Manfaat investasi dapat berwujud pendapatan atau
keuntungan positif yang biasa disebut return.
5. Manfaat investasi ini dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu : Aspek
Ekonomi dan Aspek Sosial.
6. Dalam Islam resiko disebut dengan istilah gharar yang
berarti ketidakpastian (uncertainty). Sementara Ibnu Qayyim
menjelaskan bahwa gharar adalah kemungkinan ada dan
tidak ada. Islam dalam menanggapi masalah resiko dalam
berinvestasi menganjurkan umatnya untuk menggunakan
prinsip kehati-hatian atau wara’ (prudent), sebagaimana
Sabda Rasulullah Saw., untuk sebaiknya meninggalkan segala
sesuatu yang menimbulkan keraguan
7. Menurut Van Deer Heidjen, kategorisasi ketidakpastian
(uncertainty) dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: Risk,
Structural uncertainty dan Unknowables.
8. Dalam investasi syariah, terdapat berbagai resiko :
a. Resiko Kehilangan Modal
b. Risiko Ketidakpastian Return
c. Risiko Kesulitan Menjual Produk Investasi
9. Konsep pendapatan/laba atau return di dalam Islam adalah
Islam menganjurkan kepada umatnya untuk mencari
penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan
hidupnya didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an
surat al-
Jumu’ah ayat 10 yang artinya :”Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung”.
10. Manfaat-manfaat dalam investasi syariah adalah :
a. Manfaat bagi Investor
b. Manfaat bagi Rekanan Investor
c. Manfaat bagi Masyarakat (Fungsi Sosial)
11. Menghilangkan resiko adalah sesuatu yang tidak mungkin
dalam melakukan aktivitas investasi, namun yang paling
realistis adalah dengan menguranginya, yaitu dengan
melakukan pengelolaan resiko yang dapat ditempuh dengan
4 cara, yaitu: Memperkecil Resiko, Mengalihkan Resiko,
Mengontrol Resiko dan Pendanaan Resiko.
12. Cara mudah dan praktis mengurangi resiko investasi adalah
dengan membuat portofolio investasi: “jangan meletakkan
telur-telur dalam satu keranjang” karena jika terjatuh, maka
telur akan lebih banyak yang pecah dibandingkan jika
ditaruh pada beberapa keranjang jika keranjang yang lain
tidak jatuh”.

Anda mungkin juga menyukai