Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN INVESTASI DI BANK BNI SYARIAH

Khairunissaa Damayanti
( Jurusan Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Pendidikan Indonesia
Email: Khairunissaa07@upi.edu )
Abstrak : penggunaan sumber dana yang ditekankan pada kegiatan penggunaan sumber dana
yang akan digunakan untuk pembelian barang modal yang akan digunakan untuk
menghasilkan produk baru butuh sebuah pengelolaan yang baik, bank Syariah memiliki cara
nya tersendiri dalam mengelola investasi tentu saja dengan syarat syarat Syariah yang tidak
menyalahi aturan islam. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana bank
Syariah yang berada di wilayah Indonesia mengelola investasi dengan menggunakan Syariah
islam, pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berfokus kepada
teori dan data yang sudah didapatkan sebelum nya
Abstract : the use of sources of funds which emphasizes the activity of using the sources of
funds to be used for purchasing capital goods that will be used to produce new products
requires a good management, Islamic banks have their own way of managing investments, of
course with the terms of the Sharia conditions that do not violate Islamic rules . The purpose
of this study is to find out how Islamic banks in Indonesia manage investment using Islamic
Syariah, in this study using qualitative research methods that focus on theory and data that
have been obtained beforehand.
Kata Kunci : Invest, Banking
Pendahuluan
Dalam berbagai literatur hukum ekonomi atau hukum bisnis investasi dapat berarti
penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh para investor, baik investor dari
dalam negeri ( domestic investor ) maupun yang berasal dari luar negeri ( foreign direct
investment ) . Dalam UU Penanaman Modal tidak ada membedakan antara investor dalam
negeri maupun luar negeri
Perkembangan investasi telah menunjukan peningkatan yang cukup pesat, tidak
hanya mengenai jumlah investor maupun dana yang dilibatkan tetapi juga tool sekuritas
yang biasa dijadikan alternatif investasi. Pemahaman tentang manajemen investasi sangatlah
penting dalam dunia perbankan.
Investasi dalam islam tidak sama dengan investasi yang dipraktekan oleh banyak
pihak, dalam islam investasi mengharuskan pemodal dan penerima modal untuk menerapkan
prinsip bagi hasil dan bagi rugi artinya tidak ada pihak yang dirugikan dalam melakukan
transaksi atau dalam system investasi ini
Dalam prinsip ajaran islam, investasi termasuk bagian dari aktifitas muamalah yang
harus dilakukan setiap muslim. Sesuai dengan firman Allah: Perbuatan baik laksanakan satu
butir yang menghasilkan tujuh bulir. Dari tujuh bulir menghasilkan banyak bulir lainnya.
Selain itu Allah SWT berfirman: Hai orang yang beriman hendaklah kalian memperhatikan
apa yang telah kalian usahakan untuk esok hari
Fungsi investasi dalam islam tidak hanya itu, investasi juga berguna menjaga
keberlangsungan hidup manusia selama di dunia. Agama islam menganjurkan manusia
melakukan investasi sejak dini. Sebagaimana Allah SWT melarang manusia melakukan
perbuatan menimbun uang, uang atapun harta benda yang dimiliki seorang muslim
hendaknya berputar dalam roda ekonomi sehingga harta tersebut bersifat produktif dan
memberikan kemanfaatan untuk banyak orang
Dalam islam dengan meniatkan investasi untuk memberikan manfaat bagi orang lain
sebagai tanda bersyukur atas rezeki yang telah didapatkan, maka Allah akan memberikan dan
menambah nikmat bagi hambanya yang berinvestasi tersebut, selain itu investasi dalam islam
juga dapat menjadikan orang yang lebih baik karena bermanfaat bagi orang lain, yang
menggunakan investasi kita dan yang kita bantu.
Tampak jelas, ajaran agama islam sangat menganjurkan setiap muslim yang memiliki
harta dan benda agar melakukan investasi atas uang tersebut, Hal tersebut diperkuat dengan
sebuah hadist bahwa Nabi SAW telah bersabda “ Berikanlah satu kesempatan pada pemilik
lahan untuk menggarap tanah miliknya melalui cara mereka. Dan apabila mereka tak
memanfaatkannya maka ia hendaknya memberikan kepada orang lain supaya bisa
dimanfaatkan dengan baik.” Kemudian khalifah Umar ra berkata bahwa barangsiapa yang
memiliki harta uang maka ia harus gunakan untuk jalan investasi. Dan orang yang memiliki
tanah harus memanfaatkannya.
Dari dalil tersebut, jelaslah bahwa ajaran agama islam melarang setiap pemeluknya
membiarkan harta benda mereka tidak berkembang
Hukum melaksanakan investasi dalam islam adalah wajib yang mengacu kepada
tuntutan sumber hukum islam, Al Quran dan Sunnah, Allah SWT berfirman “ Barang siapa
yang tidak berhukum kepada Allah maka ia telah kafir “
Pembahasan
A. investasi
1. Pengertian Investasi
Kata investasi yang dipakai dalam bahasa Indonesia memang masih menjadi
perdebatan tentang asal usul kata investasi ini sebagai salah satu kata serapan dari
Bahasa asing. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai asal usul dari kata serapan
investasi ini, maka perlu untuk diketahui beberapa istilah yang sepadan dengan makna
investasi
Kata investasi adlah padanan kata benda di dalam Bahasa belanda yang
berasal dari kata “ investering “ yang berarti penanaman modal
Sedangkan kata investasi secara etimologi dari Bahasa Latin di sebut dengan
kata “ investire “ yang berarti memakai, yang dalam Bahasa inggris disebut dengan
kata “ investment “. Yang berarti menanam
Para ahli mendefiniskan investasi sebagai berikut:
a. Fitzgeral memberikan definisi investasi sebagai aktivitas yang berkaitan dengan
usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang
modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran
produk baru di masa yang akan datang.
Dari definisi ini disimpulkan unsur pembentuk investasi ditekankan pada
kegiatan penggunaan sumber dana yang akan digunakan untuk pembelian barang
modal yang akan digunakan untuk menghasilkan produk baru.
b. Kamarudin Ahmad memberikan definisi investasi sebagai penempatan uang atau
dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas
uang atau dana tersebut. Definisi ini memberikan penekanan istilah investasi pada
adanya penempatan uang atau dana dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
c. James C. Van Horn mendefinisikan investasi sebagai suatu kegiatan dengan
memanfaatkan kas pada masa sekarang dengan tujuan untuk menghasilkan
keuntungan di masa depan.
d. Alexander dan Sharpe, mengemukakan bahwa investasi adalah pengorbanan nilai
tertentu yang berlaku saat ini untuk mendapatkan nilai di masa datang yang belum
dapat dipastikan besarnya.
e. Tandelin, mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau
sumber daya lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh
keuntungan di masa datang.
Dari beberapa definisi para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa investasi
adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor dalam berbagai bidang usaha
yang Managemen Investasi Syariah terbuka untuk investasi dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan. Dengan kata lain investasi disebut juga dengan istilah
“penanaman modal”.
2. Pengertian investasi dalam islam
Investasi dalam islam merupakan bentuk aktif dari ekonomi Syariah. Pola sederhana
dalam berinvestasi memberikan gambaran bahwa kegiatan investasi cukup efektif dalam
mengembangkan modal agar dapat mengembangkan usaha maupun tingkat keamanannya
Dalam konsep islam, investasi bukan semata mata berpusat pada seberapa besar
keuntungan materi yang bisa dihasilkan melalui aktifitas ekonomi saja, namun lebih dari
itu kegiatan investasi dalam
Faktor- factor dominan sebagai pendorong seseorang melakukan aktivitas investasi
adalah:
a) Adanya implementasi mekanisme zakat terhadap jumlah dan nilai assetnya yang
akan selalu dikenai zakat
Factor ini akan mendorong investor untuk mengelolanya melalui investasi dan
factor ini lebih dekat kepada perilaku individu
b) Adanya motif sosial, yaitu dengan membantu sebagagian masyarakat yang tidak
memiliki modal
Faktor ini dijalankan sebagai pola musyarakah maupun dengan berbagai hasil
Dengan demikian secara umum pengertian investasi Syariah adalah suatu kegiatan
porduktif yang menguntungkan bila dilihat dari sudut pandang teologis dan menjadi untung
rugi jika dipandang dari sisi ekonomoi, karena tidak bisa lepas dari adanya suatu
ketidakpastian dalam kehidupan manusia, serta harus dilakukan sesuai dengan kaidah kaidah
syar’I.
Hal ini juga ditegaskan oleh Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa “keuntungan
merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman diri
pengusaha”.
Beberapa dasar hukum tentang anjuran untuk melakukan investasi dalam konsep
Islam antara lain:
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Umar bin Syu’aib yang artinya: “Ketahuilah, Siapa yang
memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta (uang warisan), maka
hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu
idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya: “Berikanlah kesempatan
kepada mereka yang memiliki tanah untuk memenfaatkannya, dengan caranya sendiri dan
jika tidak dilakukannya, hendaklah diberikan pula orang lain agar memanfaatkannya”.
3. Pernyataan Umar bin Khattab yang artinya: “Siapa saja yang mempunyai uang hendaklah
ia mengivestasikannya, dan siapa saja yang mempunyai tanah hendaklah ia menanaminya”.
3. Tujuan Investasi Syariah
Seseorang melakukan aktivitas investasi tentu memiliki tujuan yang ingin mereka
capai. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu efektifitas dan efesiensi dalam menentukan
keputusan guna mempertegas keputusan yang diharapkan.
Tujuan investasi secara umum antara lain
1. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan (actual
profit).
2. Terciptanya kemakmuran pemegang bagi saham.
3. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
Namun dalam konsep Syariah tujuan investasi tentunya memiliki karakteristik tersendiri.
Hak ini tidak terlepas dari adanya tujuan syariat bagi manusia yang dalam konsep Islam
disebut dengan maqashid as-syari’ah yang tidak lain adalah untuk bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia.
Adapun tujuan syariat (maqashid as-syari’ah) tersebut mencakup lima aspek kehidupan, yaitu
: 1. Menjaga agama (hifdzu al-diin).
2. Menjaga nyawa (hifdzu al-nafs).
3. Menjaga pikiran/akal (hifdzu al-‘aql).
4. Menjaga keturunan/generasi (hifdzu al-nasl).
5. Menjaga harta benda (hifdzu al-mal).
Dari kelima faktor tersebut, salah satunya adalah upaya untuk menjaga harta benda
adalah dengan melakukan aktivitas investasi. Namun, dalam konsep syariah tidaklah semua
bidang usaha diperbolehkan untuk dijalankan karena terdapat batasanbatasan aktvitas halal
dan haram yang menentukannya, dan tidak lain adalah untuk mengendalikan dari kegiatan
yang dapat memberikan mudharat bagi yang lainnya.
Kegiatan investasi sebagai salah satu bentuk dari hubungan antar sesama manusia
(muamalah) tidaklah bisa dilepaskan dari aspek akidah, akhlaq dan ibadah. Karenanya,
perilaku ekonomi harus diwarnai oleh nilai-nilai ketiga aspek tersebut yang berujung pada
tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini, sebagaimana disebutkan dalam surat
al-Dzariyaat, ayat 56 yang artinya :”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Tujuan investasi syari’ah dalam konteks ini tidaklah terlepas dari adanya niat untuk
mendapatkan ridha Allah Swt., dengan mendapatkan keuntungan (al-falah), sehingga dalam
melakukan investasi harus dibutuhkan niat yang lurus (menghindarkan diri dari penggunaan
cara-cara investasi yang mengandung unsur maisir, gharar, riba dan dhalim), selain yang
terpenting juga tetap meniatkan dari sebagian keuntungan akan dikeluarkan zakat dan
infaknya sebagai bagian dari investasi di akhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari investasi dalam Islam adalah
“menanam modal dengan tujuan menambah keuntungan dan mencari kelebihan nikmat Allah,
karena investasi ini akan merealisasikan tujuan permodalan yang seharusnya berkembang,
sekaligus merealisasikan tujuan sosialnya”.
B. Manajemen
1. Pengertian Manajemen dan Manajemen Syariah
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari Bahasa Inggris, yakni
management, yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau
mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Bahasa Italia, maneggio, yang
diadopsi dari Bahasa Latin managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya
tangan (Samsudin, 2006: 15).
Sedangkan secara terminologi terdapat banyak definisi yang dikemukakan
oleh banyak ahli. Manajemen menurut G.R. Terry adalah sebuah proses yang khas,
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan,
2001: 3).
Sedangkan dalam Manajemen Syairah Istilah manajemen dalam bahasa Arab
disebut dengan istilah “idaarah” yang berasal dari kata kerja (fi’il) “adara” yang
berarti memutar sesuatu.5 Kata “idaarah” ini menurut padanan katanya dalam bahasa
Arab semakna dengan kata tadbiir, siyaasah dan qiyaadah.
Secara terminologis pengertian manajemen syariah adalah seni dalam
mengelola semua sumber daya yang dimiliki dangan tambahan sumber daya dan
metode syariah yang telah tercantum dalam kitab suci atau yang telah dajarkan oleh
nabi Muhammad SAW. Pengertian manajemen syaria’h ini pada dasarnya dipandang
sebagai perwujudan amal shaleh yang bertitik tolak dari niat baik yang akan
memunculkan motifasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan
bersama.
Menurut Handoko, manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan
orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan pelaksanaan fungsifungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing),
pengarahan dan kepemimpinan dan penawaran (handoko, 1999: 8 )
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan,
mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan
mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
2. Fungsi Fungsi Manajemen Syariah
Fungsi manajemen merupakan elemen-elemen dasar yang selalu melekat
dalam proses manajemen dan dijadikan acuan manajer dalam melaksanakan kegiatan
tersebut. Biasanya fungsi ini disebut sebagai unsur-unsur dalam manajemen.
Secara umum fungsi-fungsi atau unsur-unsur manajemen adalah:
a. Perencanaan (Planning), yaitu proses yang menyangkut upaya yang
dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan
penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan
organisasi.
b. Pengorganisasian (Organizing), yaitu proses yang menyangkut bagaimana
strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalamperencanaan didesain dalam sebuah
struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang
kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja
secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi
c. Pengarahan dan pengimplementasian (Directing/Leading), yaitu proses
implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta
proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya
dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
d. Pengawasan dan Pengendalian (Controlling), yaitu proses yang dilakukan
untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,
diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang
diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang
dihadapi.
3. Tujuan dan Manfaat Manajemen Syariah
Tujuan manajemen syariah tidak terlepas dari tujuan hidup manusia di muka
bumi ini sebagaimana disebutkan dalam surat adz-Dzariyaat ayat 56 yang artinya :
“Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka hanya mengabdi
kepadaKu”.
Tujuan manajemen syariah ini berintikan pengutamaan Tauhid yang
berimplikasi pada “segala sesuatu tindakan manusia hendaknya dilandasi motivasi
untuk memperoleh keridhaan Allah, berorientasi pada kebahagiaan di akhirat tanpa
melupakan bagiannya di dunia (menegakkan syariah Allah).
Adapun manfaat dari manajemen syari’ah ini adalah sebagai pedoman
manusia dalam mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, terarah
dan tuntas sesuai dengan yang disyariatkan dalam ajaran Islam.
C. Tujuan Manajemen Investasi dan Proses Administrasi
Tujuan orang perusahaan ataupun Perbankan melakukan investasi adalah untuk
menghasilkan sejumlah dana.
Perbankan Syariah sebagai Lembaga intermediary, tentunya memiliki sumber dana
yang berasal dari beberapa asset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain ataupun
dana dari tabungan nasabah, maka untuk mendukung perputaran dana yang ada,
perbankan syriah menginvestasikan dana tersebut dengan harapan dapat memberikan
sebuah keuntugan yang dihalalkan oleh Syariah islam.
. Dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah bank syari'ah, maka lembaga
perbankan syari'ah tentunya menggunakan metode- metode atau teknik-teknik terkait
dengan penggunaan dana nasabah untuk kegiatan investasi. Metode atau teknik tersebut
salah satunya adalah dari segi manajemen investasinya yang harus professional, hal ini
digunakan demi kelancaran dan return yang akan didapatkan oleh perbankan. Dengan
manajemen investasi para nasabah yang miminta pembiayaan investasi harus melalui
beberapa tahapan atau melalui screening
Perbankan syari’ah dapat melakukan dengan pola screening criteria, pola tersebut
dapat digunakan dengan dua pendekatan yaitu: pendekatan secara kualitatif yang meliputi
analisa proyek yang akan dibiayai dan prospek ke depan proyek tersebut, sedangkan
pendekatan kuantitatif diperlukan untuk mengukur keuangan perusahaan (account books)
yang akan dibiayai dengan cermat dan teliti yang meliputi: sisi likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas dan aktivitas. Kemudian, perlu adanya proses audit investigasi untuk meneliti
dari balance sheet suatu perusahaan. Selain itu, diperlukan perusahaan pembiayaan
investasi memberikan laporan keuangan paling tidak tiga bulan sekali.
Proses screening ini dilakukan oleh pihak perbankan syari'ah diharapkan akan
menekan terjadinya risiko yang mungkin disebabkan oleh nasabah investasi (nasabah
pembiayaan). Risiko-risiko tersebut dapat berupa asymmetric information yang biasanya
berbentuk moral hazard dan adverse selection (etika pengusaha yang secara melekat tidak
dapat diketahui oleh pemilik modal), sehingga diperlukan analisis investasi secara dini
kepada pihak calon nasabah untuk mencegah kemungkinan terjadinya default15 oleh
calon nasabah investasi yang akan mengakibatkan kerugian semua pihak. Untuk itu
diperlukan beberapa pendekatan dalam pembiayaan investasi terkait dengan mekanisme
atau prosedur dengan menggunakan prinsip "6 C" yang meliputi:
1. Character, analisis mengenai watak berkaitan dengan integritas
daeri calon nasabah pembiayaan. Integritas ini sangat
menentukan willingness to pay atau kemampuan membayar
kembali.
2. Capital, perbandingan antara besarnya pembiayaan dari lembaga
dengan besarnya modal sendiri yang dapat disediakan nasabah
(debt to equity ratio).
3. Capacity, penilaian terhadap calon nasabah pembiayaan dalam
hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati
dalam perjanjian pinjaman.
4. Condition of economy, faktor bisnis yang berada di lingkungan
sekitar lokasi usaha.
5. Colleteral, barang-barang yang diserahkan peminjam kepada
lembaga sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya.
6. Constrains, faktor hambatan berupa sosial psikologi yang ada
pada suatu daerah atau wilayah tertentu yang menyebabkan suatu
proyek tidak dapat dilaksanakan.
Di samping itu, yang perlu diperhatikan juga dalam manajemen pembiayaan investasi
di perbankan syari'ah adalah dengan menggunakan prinsip ”6 A”:
1. Analisis aspek yuridis, bertujuan untuk meneliti ketentuan- ketentuan legalitas
dari usaha yang akan memperoleh bantuan pembiayaan.
2. Analisis aspek pasar dan pemasaran, bertujuan untuk meneliti kemungkinan
pangsa pasar yang diraih.
3. Analisis aspek teknis, bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan
pengelola usaha dalam mempersiapkan dan melaksanakan usaha tersebut.
4. Analisis aspek manajemen, bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan
dari manajemen dalam menjalankan bisnisnya.
5. Analisis aspek keuangan, bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan
dari manajemen usaha dalam bidang keuangan.
6. Analisis aspek sosial ekonomi, bertujuan untuk menilai sejauh mana usaha yang
akan dibangun dan dibiayai memiliki value added yang tinggi dilihat dari sudut
pandang sosial maupun makro ekonomis.
D. Risiko Investasi
Proses investasi di perbankan Syariah meliputi pemahaman dasar-dasar keputusan
investasi dan bagaimana mengorganisir aktivitas-aktivitas dalam proses keputusan
investasi. Hal yang sangat mendasar dalam proses pengambilan keputusan investasi
adalah adalah pemahaman antara return dan risk.
Hubungan keduanya merupakan hubungan searah dan linier, semakin besar risiko
yang harus ditanggung semakin besar pula keuntungan yang akan didapatkan,
karena dalam kegiatan bisnis selalu dihadapkan dengan dua kemungkinan antara risk
dan return.
Risiko akan selalu melekat pada dunia bisnis/investasi, baik bisnis yang dikelola oleh
personal, perusahaan ataupun lembaga keuangan (perbankan). Secara garis besar
risiko-risiko yang sering terjadi pada investasi adalah risiko kehilangan modal dan
risiko ketidakpastian keuntungan.
1. Risiko Kehilangan Modal
Investasi adalah menggunakan harta secara produktif melalui berbagai
sarana investasi. Akan tetapi, sebagai akibat dari ketidakpastian di masa depan,
investasi yang dilakukan bisa untung dan bisa rugi. Jika investasi tersebut
menguntungkan, maka nilai harta yang diinvestasikan akan bertambah, dan
sebaliknya apabila mengalami kerugian, maka nilai harta yang diinvestasikan
akan turun.
Risiko kehilangan modal adalah risiko seluruh investasi, bahkan dalam
praktek perbankan konvensional yang berdasrkan riba pun mempunyai risiko ini,
hanya saja dapat dialihkan sehingga terdapat pihak yang dizalimi. Risiko
kehilangan modal bukan hanya berarti kehilangan nilai nominal saja, misalnya;
Rp. 100 juta menjadi Rp. 50 juta, tetapi juga kehilangan nilai riil dari investasi
yang disebabkan perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat
digunakan untuk membeli beras 25 ton tetapi saat ini hanya dapat digunakan
untuk membeli 20 ton beras dengan spesifikasi dan jenis yang sama.
Jadi, investasi dengan cara menabung di rumah, secara nominal memang
tidak mempunyai risiko kehilangan modal tetapi secara riil sangat berisiko karena
menurunnya nilai riilnya.
2. Risiko Ketidakpastian Keuntungan
Risiko yang kedua adalah karena ketidakpastian keuntungan yang diperoleh
dari sarana-sarana investasi yang ada. Risiko ini sebenarnya merupakan bagian
dari risiko di atas, tetapi lebih terfokus pada keuntungan yang dimungkinkan
didapat dari jenis investasi yang berbeda. Investasi dalam real estate akan
berbeda dengan reksa dana, obligasi, saham, dan yang lainnya. Investasi dalam
real estate lebih menjanjikan keuntungan karena probabilitas kenaikan harga real
estate sangat besar karena pertumbuhan penduduk yang pesat akan
meningkatkan permintaan real estate sehingga karena keterbatasan
ketersediaan lahan, harga akan cenderung naik. Sebaliknya, investasi dalam
pasar modal melalui reksa dana, obligasi, dan saham, sangat tergantung pada
kondisi perekonomian negara dan manajemen perusahaan sehingga berfluktuatif
dan tidak stabil. Investasi dengan sistem riba sebagaimana yang dilakukan oleh
perbankan konvensional mempunyai tingkat risiko ketidakpastian keuntungan
yang sangat kecil karena bunga sudah dipatok oleh bank, tetapi terdapat
kezaliman dalam pembagian keuntungan, sehingga salah satu pihak dirugikan.
Ingat kasus likuidasi bank-bank saat krisis ? Itulah akibat dari kezaliman sistem
riba.
Akhirnya banyak pihak dirugikan. Bank ditutup karena rugi dan tidak dapat
memberikan tabungan nasabah, karyawan di-PHK, nasabah kesulitan
memperoleh uangnya kembali, pemerintah harus mengeluarkan beban ekstra
untuk BLBI dan menanggung utang swasta, rakyat dirugikan karena beban uatng
negara yang diakibatkan oleh utang swasta nakal yang ditanggung pemerintah,
dan akhirnya kondisi perekonomian morat-marit yang berdampak juga pada
kerawanan sosial, politik dan keamanan.
E. Mekanisme Investasi pada Bank Syariah
Dengan memperhatikan berbagai referensi mengenai konsep penyaluran
dana bank syari’ah, maka mekanisme investasi di bank syari’ah pada dasarnya di bagi
dalam dua golongan utama yaitu bagi hasil (profit and loss sharing) atau PLS, dan
Non profit and loss sharing atau Non-PLS. dalam model PLS, maka antara bank
dengan nasabah terdapat hubungan sebagai pengelola dana dan pemilik dana atau
sebaliknya dengan memperjanjikan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang
diperoleh. Sedangkan dalam model Non-PLS, maka antara bank dengan nasabah
terdapat hubungan transaksi jual beli atau perolehan imbalan atas jasa, sehingga
bank akan memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli, atau fee dari
keuntungan jasa yang diberikan. Dalam perbankan syari’ah pemberian dana
(investasi perbankan) yang lebih populer dan lebih besar porsinya dibandingkan
dengan skim-skim yang lain adalah pada akad murabahah. Investasi dengan skim
murabahah ini dapat memberikan hasil yang lebih tinggi, pasti dan sedikit risiko dari
pembelian produk-produk yang dilakukan oleh perbankan atas permintaan nasabah
investasi, bank dapat secara maksimal menggunakan dananya untuk pemberian
pembiayaan (kredit). Namun, hal ini tidak mungkin karena:
a. Permintaan akan kredit (murabahah) bersifat cyclical; untuk beberapa
masa, permintaan akan kredit yang baru jauh melebihi kemampuan dana yang dapat
dipinjamkan;
b. Bank tidak dapat memperkirakan secara tepat arus dana yang masuk
sehingga bank tidak mungkin mengalokasikan seluruh dananya pada kredit. Secara
umum model pembiayaan PLS dan transaksi Non-PLS dapat digambarkan dalam
tabel sebagai berikut:
Selain itu penting untul dicermati adanya dua jenis skim operasi dalam bank
syari’ah yaitu two-tier mudharabah dan two windows sebagaimana diulas oleh Khan
and Mirakhor dalam analisis model pembiayaan bank syari’ah. Adanya dua bentuk
skim operasi bank syari’ah tersebut akan berpengaruh cukup signifikan terhadap
perhitungan risiko pada kegiatan usaha bank khususnya dari sisi liabilities. Di dalam
penerapan two-tier mudharabah memiliki konsekuensi adanya integrasi penuh
antara aktiva dan pasiva bank yaitu sisi asset dan liabilitas dari balance sheet bank
benar-benar menyatu.
Dalam skim tersebut maka deposan akan diperlakukan sebagai akad
mudharabah sehingga bank dapat menginvestasikan giro maupun simpanan
berjangka lainnya dalam pembiayaan atau investasi lainnya. Dengan demikian
seluruh simpanan akan diperlakukan tanpa jaminan “non guaranteed” karena
seluruhnya berbasis mudharabah. Reserve requirement dalam skema ini akan
dihitung berdasarkan sifat dan jenis kewajiban segera yang harus disiapkan oleh
bank.
Dalam skim two windows sisi pasiva bank dalam simpanan dibagi dalam dua
bentuk yaitu giro (demand deposits) dan simpanan investasi (investment deposits).
Simpanan giro diperlakukan sebagai simpanan amanah yang bersifat guaranteed,
sehingga menjadi kewajiban bank untuk menyimpan dan mengembalikan setiap saat
apabila diminta oleh pemiliknya. Berbeda dengan skim two-tier mudharabah, dalam
skim two windows, bank harus memiliki reserve requirement 100% sesuai dengan
simpanan giro masyarakat, simapanan giro ini tidak dapat diinvestasikan karena
betul-betul diperlukan sebagai simpanan amanah.
Adanya perbedaan skim operasi bank syari’ah tersebut memiliki pengaruh
yang cukup mendasar dalam pengaturan prinsip kehati-hatian bagi operasi
perbankan syari’ah, yaitu dalam penghitungan capital adequacy ratio, maka yang
diperhitungkan sebagai asset tertimbang menurut risiko adalah bagian yang tidak
termasuk giro karena bersifat guaranteed. Konsekuensi lainnya adalah berkaitan
dengan menajemen likuiditas yang dituangkan dalam maturity profile yang
mengharuskan bank untuk setiap saat memelihara likuiditas yang cukup besar
sebagai antisipasi penarikan dana giro yang sebenarnya untuk periode waktu yang
lebih banyak menjadi dana “parkir” atau idle.
Selanjutnya karena adanya pemisahaan antara sisi guaranteed dan
unguaranteed, maka secara ekonomis dari sisi mobilisasi dana akan terjadi
penumpukan dana yang tidak produktif pada sisi guaranteed neraca bank.
Kedua skim di atas (Two-Tier Mudharabah dan Two Windows) merupakan
teori yang ditawarkan dalam investasi dengan konsep syari’ah, akan tetapi dalam
realitasnya, praktek bank syari’ah serta komposisi balance sheet berbeda dari kedua
teori tersebut. Penyimpangan yang sangat signifikan dari kedua skim tersebut dapat
dibuktikan pada sisi asset dari balance sheet, di mana ada kecenderungan asset
keuangan didasarkan pada instrument jual beli seperti murabahah yang dianggap
memiliki risiko yang kecil.

4. Studi Kasus Manajemen Investasi


Apa Saja Produk Investasi Bank BNI Syariah ?
a. Hasanah Mobile
Hanasanh mobile adalah Layanan perbankan digital milik BNI Syariah yang dirancang
untuk menggabungkan keamanan perbankan terbaik dan kepercayaan dengan
menggunakan teknologi modern untuk memenuhi kebutuhan pengguna
b. Tapcash iB Hasanah
BNI Syariah mempersembahkan kartu TapCash iB Hasanah yang merupakan uang
elektronik pengganti uang tunai yang dapat diisi ulang, kartu TapCash iB Hasanah
adalah kartu pembayaran elektronik co-branding antara BNI Syariah dan BNI dengan
menggunakan logo BNI Syariah dan BNI yang diterbitkan oleh BNI dengan desain
khusus BNI Syariah. Serta dipasarkan oleh BNI Syariah Kartu TapCash iB Hasanah
dipergunakan untuk transaksi yang sesusai dengan prinsip Syariah dan halal
c. Wakaf
Wakaf merupakan sebuah layanan yang memfasilitasi yang ingin mewakafkan harta
benda miliknya untuk kepentingan umat sesuai dengan prinsip Syariah
Hal yang membedakan BNI Syariah dan Bank BNI
Dalam menjalankan operasional nya Bank Syariah menghindari riba, dalam
kegiatan pinjam meminjam di Bank BNI Syariah tidak ada kelebihan pengembalian,
karena kelebihan pengembalian tersebut termasuk dalam riba ternyata dalam
praktek nya bank konventional terdapat keleibihan pengembalian yang disebut
bunga, bunga dalam islam itu haram karena termasuk riba, yang dihalalkan oleh
islam adalah prinsip jual beli
Masuk kepada contoh kasus bank konventional, Si A ingin mengajukan
pembiayaan motor di Bank konventional, harga motor 10 jt bunga oembiayaayn 20
% dari harga motor, Si A diwajibkan membayar Rp12.000.000 sementara di Bank
Syariah dengan menggunakan prinsip jual beli dimana si A berkewajiban membayar
dan mencicil motor tersebut seharga motor ditambah marjin atau keuntungan yang
disepakati A dan bank
Pada bank konventional bunga dapat berubah sewaktu waktu sedangkan
pada bank syariah nilai marjin tetap selama masa pembiayaan, kelebihan
pembayaran akibat perubahan harga disebut dengan riba karena menganut unsut
ketidakpastian.
Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijelaskan dapat dipahami bahwa kegiatan investasi di
Bank BNI Syariah merupakan hal yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa yang akan datang.
Dalam perbankan BNI Syariah Sebagian dana dari pihak ketiga digunakan untuk
kegiatan investasi pada proyek proyek tertentu yang dipandang cukup mempunyai prospel
dalam perolehan keuntungan, namun bank memberikan konvenan tertentu pada nasabah
investasi, metode tersebut dapat berupa screening terhadap calon nasabah investasi dan
proyek tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, cet. 14, Yogyakarta: PP.
Al-Munawwir, 1997

Wasilul Chairul, FIQH LINTAS MADZHAB, Vol 2 No. 2 Desember 2015

Naili Rahmawati, Manajemen Investasi Syariah, 2015

Eduardus Tandelilin, Dasar Dasar Manajemen Investasi, 2017

D Suprianto, Pengertian penanaman Modal, 2015

Anda mungkin juga menyukai