Istilah korporatokrasi dapat digunakan untuk menunjukkan betapa korporasi atau
Perusahaan besar memang dalam kenyataannya dapat mendikte, bahkan kadang-kadang
membeli pemerintahan untuk meloloskan keinginan mereka. Tujuan mutlak korporasi adalah mencari keuntungan maksimal dengan biaya dan waktu minimal. Semua cara untuk mendapatkan keuntungan ditempuh. Dengan mengedepankan keuntungan, factor lain dianggap tidak penting. Proses rukrutmen, pelatihan, administrasi, advertensi, akomodasi, produksi, penggudangan, profit-sharing dan lain-lain dibenarkan lewat segala cara asal tujuan mutlak dapat dicapai. Dalam kasus rempang sendiri, pemerintah Indonesia berencana untuk membuat Pembangunan proyek pabrik kaca terbesar di Indonesia bersama dengan investor cina. Warga lokal yang merasa tidak diuntungkan oleh proyek tersebut melakukan berbagai cara untuk menghalangi tim gabungan yang hendak melakukan pengukuran lahan. Ironisnya, bukannya membujuk masyarakat dan mengambil langkah persuasif, pemerintah justru mengeluarkan kekuatannya untuk memaksa penduduk rempang untuk angkat kaki dari tanah mereka tersebut. Dari sini kita dapat menilai bahwa pemerintah lebih mengedepankan proyek dengan investor cina tersebut ketimbang kesejahteraan masyarakat rempang. Selain itu juga, langkah pengamanan yang dilakukan pemerintah seolah membenarkan tindakan mereka dalam mengusik hak dan kesejahteraan masyarakat rempang demi mencapai keuntungan atas proyek investasi yang direncanakan. Hal tersebut bahkan dijalankan pemerintah tanpa memerhatikan bahwa tempat relokasi untuk 10000 warga rempang yang telah dijanjikam pemerintah masih belum tersedia. Dalam hal praktik korporatokrasi, kompromi adalah kata yang harus dihindari, karena kompromi berarti kegagalan. Karena itu tidak aneh di negara-negara berkembang berbagai korporasi besar meremehkan nyawa manusia dan tidak peduli dengan pelestarian lingkungan. Nyawa manusia,berapapun, tidak menjadi soal, sementara kerusakan ekologi selalu dijustifikasi dengan segala macam dalih. Dalam aksi pemberontakan Masyarakat Rempang dalam mempertahankan tanah mereka, banyak warga yang terlukan dan diamankan, bahkan ada pelajar yang harus dilarikan kerumah sakit. Aksi penolakan tersebut juga tidak mendapatkan tanggapan dari H.M Rudi selaku Kepala KP Batam. Ia berdalih bahwa rencana untuk mengosongkan Pulau Rempang merupakan perintah Presiden sebagai proyek pemerintah pusat. Mirisnya lagi, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) rela melepaskan 7.560 hektare kawasan hutan untuk memuluskan pembangunan proyek tersebut.