Anda di halaman 1dari 8

Sumber Daya Alam Indonesia Dikuasai Negara untuk

Kemakmuran Konglomerat dan Asing

Perhatian rakyat indonesia terhadap sumber daya alam saat ini lebih banyak
mengkritisi masalah minyak dan gas yang dikatakan sangat liberal menguntungkan
pihak asing, namun sebenarnya uu minerba (Mineral dan batubara) No. 4 tahun
2009 justru lebih liberal, kenapa? Karena dlm uu tersebut ijin usaha pertambangan
bisa didapatkan dengan cara lelang, artinya SDA kita bisa dibeli oleh siapapun yg
penting dgn hrga paling tinggi termasuk bangsa asing. Berbeda dalam UU migas
bahwa investor hnya bisa berlaku sebagai kontraktor. Di dalam uu minerba
investor bisa memiliki sumber daya alam, investor bisa menambang sendiri,
investor bisa menjual sendiri hasil tambangnya, peran negara sama sekali
dihilangkan dalam pengelolaan sda tsb. Negara hnya mendapatkan royalti pnbp
3.75% serta pendapatan pajak penghasilan. Asing bisa dengan leluasa menguasai
sebnyk2nya SDA kita. Rakyat hnya boleh menambang di sungai2. Kalo dengan
cara lelang, kita sudah bisa menebak siapa yg akan jadi pemenang sdh pasti si
pemodal besar, baik para konglomerat maupun asing. Saat ini banyak sekali Izin
Usaha Pertambangan (IUP) yg terbit dengan mudahnya, hnya dengan beberapa
milyar saja sebuah perusahaan bisa dengan sebebas2nya menguasai ijin tambang di
suatu daerah, bisa ribuan hektar ataupun ratusan ribu hektar. Tidak heran jika kita
melihat orang China, Korea, India yg tdk jelas kewarganegaraanya di Indoensia,
bisa mempunyai IUP hingga puluhan, dengan luas hingga ratusan ribu hektar,
padahal org tersebut belum tentu mempunyai modal yg cukup utk melakukan
produksi, dengan kata lain ia akan jual ijin tersebut kepada investor2 dr dunia dan
ia mendapatkan untung besar dari penjualan ijin tersebut, dan ia jg akan
mendapatkan keuntungan dari saham yg tersisa, sedangkan modal usaha akan
diberikan oleh calon investor yang akan bekerja sama dengan sistem joint venture.,
"modal dengkul kaya raya", modal kertas bisa jadi milyader. Mereka tdk lebih
sebagai broker2 dengan modal sekecil2 nya mendapatkan keuntungan sebesar2nya
hasil menjual atau mengadaikan sda yg merupakan hak rakyat indonesia. Saat ini
pemerintah dengan tergesa2 melarang ekspor bahan mentah mineral ke luar negeri
sejak mei 2012 dgn alasan melonjaknya ekspor mineral menjelang larangan ekspor
bhn mentah 2014. Larangan tersebut seolah2 melindungi sda kita agar tdk habis
terjual mentah, dan utk kepentingan nasional meningkatkan nilai tambah, sehingga
dpt membuka lapangan pekerjaan sebesar2nya, namun pada kenyataannya para
menteri, tim ekonomi Indonesia bersatu jilid 2, berlomba2 mencari investor asing
untuk membangun pabrik pengolahan, peleburan dan pemurnian di indoenesia.
Kenapa tdk memberikan seluas2nya kpd pengusaha lokal dengan dukungan bank
pelat merah? Kenapa sda kita harus diserahakan ke asing utk di olah dari hulu
hingga hillir? Apakah karena melakukan pengolahan mineral dari bahan mentah
menjadi bhn setengah jadi itu sangat sulit atau membutuhkan modal yg sangat
besar? Sehingga bangsa Indonesia tidak mampu??? Jika itu yg menjadi alasan
pemerintah, maka kami berpendapat nahwa pemerintqah saat ini telah melakukan
pembohongan dan pembodohan kepada rakyatnya sendiri. Utk mengolah batu
emas menjadi logam emas tidaklah sulit, teknologi pengolahan tersebut sangat
murah, besar kecilnya modal tergantung dari kapasitas mesin pengolahan yg
rencanakan. Investasi bisa hnya dgn ratusan juta, milyaran, triliunan, semuanya
tergantung dari kapasitas pengolahan. Lebih baik kita mengolah sda dalam
kapasitas kecil namun 100% milik bangsa indonesia, daripada mengeksploitasi sda
secara besar2 an namun mayoritas dimiliki oleh asing, sbagai contoh, Freeport,
Newmont, dll. Kami sangat heran dengan pemerintahan saat ini sangat gemar
mengundang investor2 asing untuk mengelola sumber daya alam indonesia,
padahal kita tau sejak jaman dahulu penjajah masuk untuk merampok sda selalu
mendapatkan perlawanan dari para pahlawan kita dengan darah dan nyawa, namun
kenapa aat ini justru pemerintah aktif mengundang para penjajah? Jika beralasan
kita masih belum mampu, itu merupakan pembodohan yang sejak jaman orde baru
selalu digaungkan, padahal kita mengetahui teknologi, tenaga ahli, bisa dibeli
tanpa harus mengorbankan hak kepemilikan sumber daya alam tersebut. Sudah
seharusnya saat ini pemerintah berhenti mengelabui rakyatnya, sumber daya alam
sdh seharusnya dikembalikan utk kemakmuran rakyat indonesia, bukannya bangsa
asing. Mari seluruh rakyat indonesia bersatu untuk memperjuangkan hak2 rakyat
atas sda yg telah dikuasai oleh konglomerat maupun asing. Ketidakadilan sdh
semakin blak2 an kita alami saat ini, kembalikan tanah, air, isi perut bumi kepada
negara utk kemakmuran rakyat seperti diamanatkan oleh uud 45 pasl 33. Rakyat
kecil sulit mendapatkan tanah sepetak, sementara konglomerat dan bangsa asing
dgn mudahnya mendapatkan tanah, sda, minerl, batubara, sawit, karet, dgn luas
hingga jutaan hektar. Stop regulasi2 dan kebijakan yg bersifat materialistis,
berpihak kepada si pemilik modal besar, padahal pemodal besar itu pun meminjam
uang dari bank, bukan menggunakan uang pribadinya. Stop pembodohan,
permudah pemberian kredit kepada rakyat yg ingin berusaha di bidang sda. Bila
perlu cetak uang sebanyak2 nya untuk biaya penggalian dan pengolahan sda
tersebut. Uang hanya alat tukar, kekayaan dasar indonesia bisa didapatkan dari
harta karun yg masih tertanam di perut bumi pertiwi, cetak uang sebanyak2nya utk
pembelian teknologi penggalian dan pengolahan bhn mentah menjadi bhn jadi,
mempekerjakan tenaga ahli utk memanfaatkan sda yg tadinya tak mempunyai nilai
menjadi komoditi yg bernilai tinggi. Gunakanlah uang tsb utk merubah batu
menjadi emas, tmbaga, perak, timah, besi, tenaga nuklir, merubah minyak mentah
menjadi bensin, solar, merubah gas menjadi pembangkit listrik, merubah buah
sawit menjadi minyak nabati, merubah getah menjadi karet. Semua sumber daya
alam harus dikelola oleh negara ataupun rakyat indonesia, agar berdampak
langsung bagi kemandirian negara dan kemakmuran rakyat.

Fakta membuktikan bahwa Bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Secara
fisik, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau,
dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yakni 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8
juta km2 atau 70 persen dari luas teritorial Indonesia (Dahuriet dkk:2001). Potensi sumber daya
alam Indonesia tersebut dapat menjadi kekuatan utama (prime mover) perekonomian bangsa,
mulai dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) sampai yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable) (Jurnal Mangrove dan Pesisir IX, Februari 2009, Tajerin). Banyak
sekali jenis perekonomi yang ada di Indonesia dari mulai sektor minerba, pertanian, perkebunan
sampai sektor kelautan yang potensi ekonominya tidak kalah penting.

Berdasarkan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seharusnya masyarakat
Indonesia hidup dengan kesejahteraan. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini banyak sekali
sumber daya alam yang dikelola tetapi masyarakatnya hidup dalam ketepurukan dan kemiskinan
hal inilah yang terjadi di Negara Indonesia saat ini. Seharusnya sumber daya alam yang ada di
sebuah Negara harus dikuasai oleh Negara tersebut demi kesejahteraan masyarakatnya. Sesuai
dengan UUD 1945 pasal 33 bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 UUD 1945
sebagai landasan konstitusional dalam pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi bahan hukum
berdasarkan konsep hak menguasai negara. Negara berfungsi sebagai pengatur, pengurus dan
pengawas juga hubungannya dengan relasi negara terhadap ekonomi (Jurnal, Indah Dwi
Qurbani). Dengan undang-undang tersebut sebenarnya sudah jelas sebenarnya Negara dan
pemerintah mempunyai peran penting dalam mensejahterakan masyarakatnya dan memajukan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sumberdaya alam pada umumnya dan tambang pada
khususnya sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya tersebut wajib dikelola secara bijaksana
agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berkelanjutan demi
kesejahteraan rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang (Jurnal,
Marilang Volume 11).

Hingga tahun ini kebijakan pemerintah terhadap tata kelola yang baik (good governance) dalam
hal pengelolaan sumberdaya alam dirasakan masih jauh dari hasil yang memuaskan. Dimana tata
kelola sumber daya alam (SDA) yang selama ini belum berpijak pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan telah mengakibatkan meningkatnya kemiskinan yang ada di
Indonesia. Selain itu distribusi dan pemanfaatan SDA yang belum merata juga menyebabkan
banyak masyarakat termasuk masyarakat hukum adat menjadi penonton dalam pemanfaatan
sumberdaya alam sekitarnya. Sudah banyak sekali contoh dimana masyarakat menjadi saksi
pengembilan tanah lingkungannya sendiri, seperti yang terjadi belum lama ini konflik di Mesuji
antara pengusaha dan masyarakat dimana pengusaha melalui pemeintah setempat ingin membuat
perkebunan dan menyerobot tanah masyarakat sekitar yang berakhir dengan konflik yang
berkepanjangan. Sedangkan yang paling baru adalah penggundulan hutan lindung yang terjadi di
Jambi, dimana hutan tersebut sebenarnya menjadi tempat mata pencaharian masyarakat suku
anak dalam.

Untuk mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia sebenarnya pemerintah mempunyai
peran yang sangat sentral, hal ini sesuai dengan UUD 1945 dimana kewenangan Negara dalam
mengelola sumber daya alam melalui pemerintah. Sesuai dengan amanat konstitusi pemerintah
yang legitimate diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup
sesuai dengan amanat konstitusi tersebut. Hal ini sudah jelasa sekali dimana peran pemerintah
dalam mengelola sumber daya alam sangatlah dibutuhkan. Jika pengelolaan sumber daya alam
dikelola oleh asing pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal perjanjian kontrak, yang
seharusnya perjanjian kontrak pengelolaan sumber daya alam tidak merugikan masyarakatnya
sendiri dan tidak merusak lingkungan hidup. Sumber daya alam sebenarnya mempunyai peran
ganda dalam kehidupan manusia yaitu, sebagai sektor perekonomian dan sekaligus sebagai
penyeimbang system kehidupan. Maka dari itu sumber daya alam di Indonesia hingga saat ini
masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Maka sangatlah perlu diadakannya
pengelolaan sumber daya alam yang baik sehingga dalam pengelolaan sumber daya alam juga
harus melihat faktor lingkungan hidup.

Pengelolaan sumber daya alam Indonesia memang banyak dikuasai oleh asing, berdasarkan
harian kompas pada tahun 2012 dari total pertambangan yang ada di Indonesia pihak Pertamina
selaku perusahaan yang mempunyai hak untuk mengelola minerba hanya menguasai 30% dari
seluruh pertambangan. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak memihak kepada masyarakat
Indonesia sendiri disinyalir kurang percayanya pemerintah terhadap perusahaan yang mengelola
sumber daya alam khususnya minerba. Banyak sekali perusahaan asing yang menguasai
kekayaan alam Indonesia sehingga masyarakat negeri ini seperti tidak bisa menikmati kekayaan
alamnya sendiri. Sebenarnya sudah dijelaskan dalam UUD 1945 pada pasal 33 dimana bumi, air
dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran
masyarakatnya sendiri. Akan tetapi pada kenyataannya hal ini tidak pernah terjadi kekayaan alam
yang kita miliki diberikan kepada asing melalui investor-investor asing yang menanamkan
sahamnya di Indonesia.

Kurang percaya apemerintah terhadap anak bangsa sendiri disinyalir menjadi salah satu
kelasalahan besar, dimana kalau kita lihat bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai
jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Banyaknya perguruan tinggi dan banyaknya anak
bangsa yang mempunyai kemampuan dalam bidang-bidang tertentu seakan-akan tidak digunakan
oleh pemerintah untuk memajukan negaranya. Selain kurang percayanya pemerintah terhadap
anak bangsa sendir adalah kurang tegasnya pemerintah dalam hal menegakkan peraturan hokum
yang sesuai dengan UU. Pemerintah lebih takut kehilangan investor asing dibandingkan dengan
mensejahterakan masyarakatnya sendiri. jika hal ini tidak diperbaiki terutama dalam hal
pengelolaan sumber daya alam maka tidak menutup kemungkinan Indonesia yang sekarang
menjadi Negara kaya akan sumber daya alam, pada beberapa tahun kedepan akan menjadi salah
satu Negara termiskin karena kegagalan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya alam
yang dimilikinya.
Kontrak Karya yang melibatkan pemerintah Indonesia dan Freeport McMoRan
ditenggarai sangat merugikan kepentingan negara. Potensi kerugian disebabkan oleh
rendahnya royalti yang hanya 1% 3,5% serta berbagai pelanggaran hak adat
masyarakat sekitar maupun pencemaran lingkungan. Sejak beroperasi di tahun 1967,
Freeport McMoRan berhasil menjadi perusahaan pertambangan kelas dunia dengan
mengandalkan hasil produksi dari wilayah Indonesia.

Data dibawah ini mencoba merangkum beberapa data dan angka sehubungan dengan
pelaksanaan kontrak karya tersebut. Mayoritas data bersumber dari Laporan Keuangan Freeport
McMoRan di USA serta Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (2009). Jika ada kekeliruan data,
agar disampaikan sehingga tulisan ini benar-benar menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Harapan kelak tidak ada lagi Kontrak Karya yang hanya memberikan royalti sebesar 1% 3,5%
bagi Indonesia selaku pemilik bahan tambang.

KONTRAK KARYA

Apa landasan Freeport beroperasi di Indonesia?

Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun
1967 berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport memperoleh
konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres =
0.4047 Ha). Masa berlaku KK pertama ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK
Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK
Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui usulan perpanjangan
tersebut

Berdasarkan kontrak karya ini, luas penambangan Freeport bertambah (disebut Blok B) seluas
6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha). Dari Blok B ini yang sudah di lakukan kegiatan eksplorasi
seluas 500 ribu acres (atau sekitar 203 ribu ha)

Apa karakteristik dari Kontrak Karya?

Dalam KK, seluruh urusan manajemen dan operasional diserahkan kepada penambang. Negara
tidak memiliki control sama sekali atas kegiatan operasional perusahaan. Negara hanya
memperoleh royalty yang besarnya ditentukan dalam KK tersebut.

Apa beda antara Kontrak Karya dan Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract)
yang berlaku di industry minyak dan gas bumi?

Perbedaan utama ada dalam control manajemen. Dalam kontrak karya, pemerintah tidak
mempunyai control sama sekali dalam aspek manajemen dan operasional. Walaupun pemerintah
memiliki saham, namun aspek manajemen dan operasional tidak berada dalam wewenangnya.
Berbeda dengan PSC. Dalam kontrak jenis ini, control manajemen dan operasional tetap ada di
pemerintah. Sehingga, apapun yang dilakukan oleh kontraktor harus mendapatkan persetujuan
pemerintah terlebih dahulu

Perbedaan lain adalah karakteristik pengembalian ke Negara. Dalam Kontrak karya, Negara
memperoleh royalty yang besarnya sekian persen dari hasil produksi.Seluruh biaya menjadi
tanggungan kontraktor. Sedangkan dalam PSC, seluruhnya adalah milik Negara dan akan dibagi
antara milik Negara dan milik kontraktor setelah dikurangi biaya produksi

Apa kritik dari Kontrak Karya Freeport?

Kritik utama atas KK Freeport adalah kecilnya royalty yang diterima oleh Indonesia. Untuk
tembaga, royalty sebesar 1,5% dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari US$ 0.9/pound)
sampai 3.5% dari harga jual (jika harga US$ 1.1/pound). Sedangkan untuk emas dan perak
ditetapkan sebesar 1% dari harga jual.

Selain itu, KK pertama Freeport mendapatkan kritik karena bertentangan dengan UU No 5/1960
tentang Ketentuan Pokok Agraria. Dalam UU tersebut, Negara mengakui hak adat sedangkan KK
I Freeport, memberikan konsesi yang terletak di atas tanah adat. Bahkan dalam satu klausul KK
nya, Freeport diperkenankan untuk memindahkan penduduk yang berada dalam area KK nya.

Masalah lingkungan adalah masalah yang paling sering disorot. Dikutip dari situs
http://www.jatam.org, tanah adat 7 suku, diantaranya amungme, diambil dan dihancurkan pada
saat awal beroperasi PTFI. Limbah tailing PT FI telah meniumbun sekitar 110 km2 wilayah
estuari tercemar, sedangkan 20 40 km bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur
terkubur. Saat periode banjir datang, kawasan-kawasan suburpun tercemar Perubahan arah
sungai Ajkwa menyebabkan banjir, kehancuran hutan hujan tropis (21 km2), dan menyebabkan
daerah yang semula kering menjadi rawa. Para ibu tak lagi bisa mencari siput di sekitar sungai
yang merupakan sumber protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat
masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT FI , adalah kota dengan penderita HIV
AIDS tertinggi di Indonesia

Masalah lain adalah masalah HAM. Banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah
kerja Freeport yang ditengarai dilakukan untuk menjamin keberlangsungan operasional
perusahaan

Selain royalty yang besarnya kurang dari zakat2,5% tersebut, apa ada royalty lain yang
diberikan ke pemerintah ?
Selain royalty yang besarnya sudah diatur dalam KK, Freeport memberikan royalty tambahan
(mulai 1998) yang besarnya sama dengan royalty yang diatur dalam KK (untuk tembaga)dan dua
kali untuk emas dan perak. Royalti tersebut diberikan untuk sebagai upaya dukungan bagi
pemerintah dan masyarakat local. Royalti tambahan ini diberikan apabila kapasitas milling
beroperasi diatas 200.000 metric ton/hari. Pada tahun 2009, kapasitas mill mencapai 235 ribu
metric ton/hari

Berapa total royalty yang sudah dibayarkan oleh Freeport?

Berdasarkan laporan keuangan Freport McMoran 2009, total royalty (royalty KK dan additional royalty) sebesar
US$ 147 juta (2009), US$ 113 juta (2008) dan US$ 133 juta (2007)

Anda mungkin juga menyukai