Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laut merupakan salah satu sumberdaya alam terbesar di bumi, yang menjadi mata pencaharian hampir
seluruh manusia di bumi. Banyak hal yang bisa dihasilkan oleh laut yang mungkin memberikan keuntungan
tersendiri bagi orang yang cerdas memanfaatkannya. Hal ini dapat dilihat dari sektor perekonomian, yang
memberikan banyak keuntungan. Salah satu contoh negara yang daerahnya didominasi oleh perairan yaitu
Indonesia. Perairan Indonesia menjadi keuntungan tersendiri apabila Indonesia mampu memanfaatkannya. Namun,
karena banyak kalangan intelektual, parlemen dan birokrasi kurang menyadari pentingnya membangun
perekonomian di sektor kelautan. Padahal apabila ditilik lebih detail kelautan Indonesia amatlah penting menjadi
tonggak baru perekonomian Indonesia. Mengingat kondisi kawasan pesisir pantai yang luas, seharusnya banyak hal
yang menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat. Seperti memanfaatkan keindahan ekosistem bawah
lautnya yang bisa menjadi sumber mata pencaharian dari segi pariwisata, melimpahnya volume ikan laut yang
dapat dibudidayakan dan juga dapat dijual, dan juga ada pengeboran lepas pantai. Seharusnya yang perlu diubah
yaitu mindset masyarakat tentang pembangunan ekonomi segi kelautan yang sering didominasi cara berpikir
kontinental ketimbang kelautan maupun maritim. Mindset tersebut berupa masyarakat merasa bahwa mata
pencaharian yang paling mudah dan cepat menghasilkan uang hanya ada di daratan. Padahal laut lebih luas dari
daratan. Memang laut lebih berisiko ketimbang mencari atau melakukan usaha di daratan. Sebenarnya pemerintah
yang berwenang memanfaatkan kekayaan ini bukan dengan memberikan kepuasan bagi diri sendiri, akan tetapi
tetap memiliki dampak yang sama bagi masyarakat luas yang ada di Indonesia ini. Seperti dengan memberikan
bantuan pada masyarakat yang hidup di pesisir pantai berupa teknologi yang mudah digunakan untuk mendirikan
usaha sekaligus tidak berdampak buruk bagi ekosistem yang berada disekitarnya.
Colgan (dalam Apridar, 2011:7) menyatakan bahwa perbedaan antara ekonomi kelautan dan ekonomi
pesisir yaitu ekonomi kelautan didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang secara langsung atau tak langsung
memanfaatkan laut (danau besar) sebagai input. Sedangkan, ekonomi pesisir mendefinisikannya sebagai semua
aktivitas yang berlangsung di wilayah pesisir. Secara geografis sebagian besar ekonomi kelautan berada di wilayah
pesisir dan sebagian belum tentu berada di wilayah pesisir seperti pasar ikan laut, pembuatan perahu kapal, yang
membuat aktivitas harus terbagi tempat karena kondisi yang tidak mungkin terjadi. Sedangkan ekonomi pesisir
terdiri dari semua aktivitas ekonomi di wilayah pesisir daratan. Pembangunan perekonomian di sektor kelautan dan
pesisir seharusnya sudah sejak lama diadakan. Karena dari segi pembangunan prasarana yang memadai dapat
mendongkrak perekonomian masyarakat pesisir. Perlu diketahui, banyak masyarakat pesisir yang kesulitan bahkan
hanya untuk mendapatkan air bersih, yang apabila ditilik, titik berkumpul nya masyarakat pesisir memberi asumsi
bahwa masih banyak masyarakat pesisir Indonesia kesulitan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian utama bagi
pemerintahan negeri ini akan pentingnya keseimbangan/ pemerataan pembangunan, yang mungkin dapat
mendongkrak perekonomian masyarakat. Karena keragaman ekosistem, seharusnya pemerintah menjadi lebih
leluasa dalam melaksanakan kebijakan daerah khususnya kebijakan daerah pesisir dan tidak selalu terpaku pada
pendekatan homogenisasi dalam membangun ekonomi kelautan antar kawasannya. Salah satu yang sering
mengalami hambatan yaitu dari sektor perikanan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kegagalannya satuan pengawas
garis pesisir pantai dalam menghalangi beroperasinya kapal pencuri ikan yang sering melanggar batas perairan
negara. Banyaknya kapal illegal yang beroperasi disekitar wilayah perairan Indonesia menjadi salah satu bukti
bahwa masih kurangnya kesadaran pemerintah dalam meneggakkan peraturan batas wilayah penangkapan ikan
antar negara. Inilah peneyebab mengapa perekonomian Indonesia khususnya sektor kelautan dan pesisir yang
masih tersendat, sebagai akibat kurangnya antisipasi terhadap kapal illegal yang masuk ke Negara Indonesia.
Menurut Dewan Kelautan Indonesia (dalam Apridar, 2011:13) ekonomi kelautan mencakup perikanan,
perhubungan, energi, dan sumberdaya mineral kelautan, wisata bahari, jasa kelautan, industri kelautan dan non-
kelautan. Terlihat jelas, bahwa ruang lingkup dari ekonomi kelautan yang luas serta mencakup hampir segala aspek
kehidupan dari masyarakat yang tinggal hidup di pesisir pantai, nyatanya tidak dapat dimanfaatkan dan dikelola
dengan baik untuk kemakmuran rakyat. Kendati pun hingga kini masih menyisakan pelbagai masalah mengenai
hak negara atas sumberdaya kelautan yang berbatasan langsung dengan negara maritim seperti Malaysia. Hal ini
pasti akan sangat sulit diatasi, mengingat bahwa Negara Indonesia pun masih sering mengahadapi masalah yang
berasal dari negara itu sendiri seperti dana APBN yang berujung pada meningkatnya pejabat yang korupsi sehingga
semakin banyaklah masyarakat yang tidak mendapat bagian dari pembangunan infrastruktur daerah. Dana yang
seharusnya dapat digunakan dalam tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya dengan fasilitas dari pemerintah yang
memadai yang terkhususnya dapat mendukung secara langsung perkembangan perekonomian kelautan yang
kemudian hanya mengakir ke bagian kota demi menaikkan harga dari kota tersebut. Jika dana tersebut secara jujur
dialirkan pada masyarakat terkhususnya daerah terpencil seperti daerah pesisir ada kemungkinan dapat
membangkitkan perekonomian sektor kelautan. Pengelompokkan ini menjelaskan bahwa potensi perolehan devisa
bagi negara juga dapat berasal dari sektor kelautan.
Andre Gorz (dalam Apridar 2011:57) menyatakan bahwa persinggungan antara idiologi kapitalisme dengan
proyek pembangunannya telah menempatkan lingkungan sebagai obyek eksploitasi. Dampak dari begitu
meremehkan gangguan yang sering dirasakan namun hanya diabaikan. Banyak spesies ikan langka mati, terumbu
karang rusak, banyak ikan mati akibat diracun serta ketidakpedulian masyarakat terhadap persoalan ini. Pemikiran
Gorz ini patut dipikirkan secara baik mengingat tingkat eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut serta kerusakan
lingkungan yang juga dapat mematikan mata pencaharaian masyrakat disekitar pesisir. Kemudian FTA-ASEAN
yang dipelopori China dalam menguasai perekonomian Asia yang menghapus sistem tarif (pajak ekspor dan impor)
dan memberlakukan non-tarif jadi instrumen perdagangan bebas. Dengan kata lain, Indonesia hanya bisa gigit jari
karena mindset negara China yang dapat menggilas nelayan nasional yang masih bersifat kedaerahan bahkan bisa
dibilang sangat kuno. Sehingga masyrakat khususnya yang tinggal hidup di daerah pesisir harus bisa mencari
alternative lain guna mengatasi keterbelakangan tersebut. Setidaknya Negara Indonesia masih punya harapan dari
sektor kelautan yaitu perikanan. Superioritas China dalam dunia perekonomian perikanan amat ekspansif, yang
artinya China mengetahui bahwa Indonesia bisa menjadi salah satu pasar potensial perikanan. Apalagi jika ditilik
lebih jauh China juga mengetahui bahan baku industri perikanan di Indonesia kerap kali mengalami kekurangan.
Ini dipicu oleh lahan budidaya pesisir di Indonesia yang sudah mulai tidak produktif dan permintaan pasar terhadap
sektor perikanan terus meningkat drastis. Karena adanya kerjasama ini pun justru menguntungkan bagi China, yang
memperbolehkan kapal-kapal ikan China bongkar muat di wilayah perairan Indonesia, yang kemungkinan sering
dimanfaatkan kapal-kapal China untuk menangkap sumberdaya ikan dari perairan Indonesia karena posisi kapal-
kapal China sudah legal di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dituntut bekerja cerdik dan cerdas dalam
menghadapi situasi seperti ini. Pemerintah hendaknya memperhatikan beberapa hal, yaitu penurunan biaya rumah
tangga nelayan dan pembudidaya ikan. Juga program kesehatan dan pendidikan yang baik dan gratis bagi setiap
anak yang memerlukannya. Kemudian yang harus menjadi perhatian pemerintah yaitu penurunan biaya produksi
perikanan. Walaupun nelayan atau pembudidaya ikan di Indonesia kurang bisa memahami persaingan ketat yang
sering terjadi pemerintah mendukung serta memberikan bantuan yang artinya masih ada kepedulian pemerintah
bagi setiap masyarakat pesisir yang berada di garis kemiskinan dan tidak berada. Dapat disimpulkan bahwa setiap
kali kita melaksanakan pembangunan terkhususnya ekonomi kelautan di Indonesia kita perlu menyadari bahwa
gangguan pasti akan tetap ada namun tergantung masyarakat kembali ingin bersatu mempertahankan segala
sesuatu atau menghancurkan persatuan serta mematikan perekonomian bangsa demi kepuasan pribadi. Laut
merupakan harta terpendam yang dimiliki Indonesia dan seharusnya dimanfaaatkan dan dijaga dengan baik oleh
masyrakatnya.
1.2 Rumusan Masalah
Agar pembaca mengerti dan memahami permasalahan yang dibahas, penulis perlu memberikan rumusan
masalah pada topik dalam makalah ini. Berdasarkan latar belakang yang telah diberikan, ada beberapa rumusan
sebagai pertanyaan dalam makalah ini. Berikut rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apakah definisi ekonomi kelautan menurut para ahli?
2. Apa saja yang mencakup ruang lingkup dalam ekonomi kelautan?
3. Apa saja dampak dari tindakan eksploitasi pada lingkungan dan manusia oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab?

1.3 Tujuan Penulis


Tujuan dari permasalahan yang akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan. Hal
ini akan memudahkan dalam membahas masalah tersebut. Berikut tujuan dari permasalahan dari makalah ini.
1. Mendefinisikan ekonomi kelautan menurut para ahli
2. Menjelaskan ruang lingkup yang dicakup oleh ekonomi kelautan
3. Mendeskripsikan dampak dari tindakan eksploitasi lingkungan dan manusia oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab.
BAB II

PEMBAHASAN

2.2 Pengertian Ekonomi Kelautan dan Pesisir


Dalam laporan “National Ocean Economic Program” yang diterbitkan di Amerika Serikat, menurut Kildow
et al (dalam Apridar 2011:5) mendefinisikan ekonomi kelautan dan pesisir berbeda. Dinyatakan bahwa ekonomi
pesisir sebagai segala aktivitas ekonomi yang berlangsung di sepanjang wilayah pesisir. Sementara ekonomi
kelautan yaitu sebagai aktivitas ekonomi yang bergantung pada laut dan produk-produknya. Ditambahkan juga
bahwa ekonomi kelautan berasal dari lautan yang menjadi input barang dan jasa secara langsung maupun tak
langsung dalam aktivitas ekonominya. Perlu diterangkan bahwa antara istilah kelautan dan pesisir harus dibedakan.
Kelautan merujuk kepada laut sebagai wilayah geopolitik maupun wilayah sumber daya alam, sedangkan pesisir
merujuk pada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer, serta kegiatan
ekonomi yang berhubungan dengan itu seperti industri di wilayah pesisir dan pelabuhan. Dengan demikian,
kebijakan kelautan merupakan dasar bagi kebijakan bagi wilayah pesisir sebagai aspek aplikatifnya. Kegiatan
pengembangan dan pembangunan perekonomian kelautan seharusnya bisa dilaksanakan karena ekonomi kelautan
sangat vital dalam menguasai perdagangan internasional, regional maupun antar pulau. Namun sesuai dengan
penguatan otonomi daerah maka pembangunan ekonomi daratan pesisir merupakan pilar yang penting juga. Kajian
ekonomi kelautan Indonesia kini lebih dominan pada ekonomi sumber daya dan lingkungan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekonomi kelautan adalah suatu bentuk kegiatan/ aktivitas
masyarakat yang berada di sekitar laut yang memanfaatkan sumberdaya yang memang berasal dari laut seperti
sektor perikanan, energi dan sumberdaya mineral, sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, sumberdaya non
konvensional, industri kelautan, wisata bahari, perhubungan laut dan bangunan laut. Sedangkan ekonomi pesisir
adalah suatu bentuk kegiatan/ aktivitas masyarakat yang berada di sekitar pesisir dan segala jenis aktivitas
perekonomian terjadi di wilayah pesisir tersebut.

2.2 Ruang Lingkup Ekonomi Kelautan dan Pesisir


Apabila menjadikan ekonomi kelautan dan pesisir sebagai suatu mindset baru pembangunan ekonomi di
Indonesia semestinya membutuhkan kategorisasi yang jelas soal ruang lingkupnya. Hal ini penting menjadi acuan
yang bisa menghitung kontribusi ekonomi kelautan dan pesisir Indonesia. Menurut Kildow et al (dalam Apridar
2011:11) bahwa ruang lingkup perekonomian kelautan Amerika Serikat dikategorikan yaitu
1. Konstruksi : Konstruksi yang berhubungan dengan kelautan
2. Sumberdaya hayati (living resources) : Penangkapan (Fishing)
3. Mineral : Produksi dan Eksplorasi minyak dan gas
4. Pembuatan kapal dan boat
5. Pariwisata dan Rekreasi : Jasa hiburan dan rekreasi
6. Transportasi Laut : Jasa Transportasi Laut
Kategorisasi yang dikemukakan oleh Kildo et al ini, hanya salah satu contoh alternatif yang telah
dikembangkan di Amerika Serikat mengkategorisasikan ekonomi kelautan. Secara geografis, lingkup ekonomi
kelautan Indonesia dibandingkan Amerika Serikat memiliki perbedaan yang khas secara geografis :
1. Indonesia sebagai negara kepulauan, sedangkan Amerika Serikat negara kontinental (benua)
2. Indonesia negara yang terletak di daerah tropis, sedangkan Amerika Serikat terletak di daerah sub tropis
3. Indonesia kini lebih dominan pada ekonomi sumber daya dan lingkungan, sedangkan Amerika Serikat
memiliki pandangan tersendiri soal ekonomi kelautan dan tidak pernah menandatangani dan meratifikasi
hukum laut internasional sehingga bebas berpergian.
Dewan Kelautan Indonesia (dalam Apridar 2011:13) mengelompokkan ekonomi kelautan mencakup perikanan,
perhubungan, energi, dan sumberdaya mineral kelautan, wisata bahari, jasa kelautan, industri kelautan dan non-
kelautan. Pengelompokkan ruang lingkup kegiatan ekonomi kelautan sudah tidak jauh berbeda dengan milik
Amerika Serikat, akan tetapi yang menjadi masalah ketika menghitung kontribusi ekonomi kelautan terhadap
perekonomian nasional mesti menggunakkan data dari pelbagai sumber instansional. Sedangkan ruang lingkup
milik Amerika Serikat kelihatan lebih sederhana namun terjamin keabsahan datanya serta tidak perlu lagi
menggunakan data dari pelbagai sumber instansional. Mindset inilah yang seharusnya digunakan oleh Indonesia
namun karena kurangnya rasa percaya satu sama lain yang menyebabkan sulit dalam mendata apapun kejadian/
kegiatan yang terjadi.

2.3 Permasalahan yang Memicu Tindakan Eksploitasi Pada Lingkungan dan Manusia
Dalam pembangunan tentu disetiap prosesnya ada masalah. Tidak ada di dunia ini yang mulus saja dan
tanpa adanya masalah dalam menjalani sesuatu. Dari permasalahan yang bisa dilihat khsusunya di sektor ekonomi
kelautan dan pesisir banyak tindakan-tindakan eksploitasi/ semena-mena yang ditujukan pada lingkungan sekitar
dan masyarakat yang tidak mampu untuk memperjuangkan hak yang mereka miliki. Berikut akan dijelaskan
mengenai beberapa hal menyangkut hal diatas yaitu tentang eksploitasi terhadap lingkungan dan manusia.

2.3.1 Illegal Fishing


Aktivitas Illegal Fishing bisa dinyatakan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan beberapa orang tertentu
yang bukan merupakan orang yang berasal dari negara tempat mereka menangkap ikan dan biasanya memasuki
wilayah laut negara lain untuk mengambil kekayaan sumber daya alam yang berada di wilayah tersebut. Hal ini
justru merugikan masyarakat negara lain yang penghasilan utamanya berasal dari perairaan.
FAO (dalam Apridar 2011) menyatakan bahwa illegal fishing menjadi kejahatan nomor satu yang
seharusnya mendapatkan perhatian serius. Pihak pemerintah seharusnya lebih detail dalam memeriksa kasus-kasus
yang bersangkutan pada illegal fishing yang sebenarnya menyebabkan kerugian besar bagi negara. Khususnya
Indonesia yang kadang justru sektor perikanan masih kurang diperhatikan. Padahal apabila bisa dipertahankan
tentunya ada keuntungan tersendiri bagi negara seperti mengurangi utang negara dengan tidak lagi mengekspor
ikan dari luar negara serta menekan biaya produksi perikanan yang berlebihan. Kalau lebih detail dan lebih tegas
dalam menandai wilayahnya, perekonomian negara Indonesia tentunya akan lebih baik kedepannya. Besar harapan
masyarakat pada pemerintah dalam meningkatkan pengamanan terhadap batas-batas wilayah perairan agar kapal-
kapal asing tidak dapat menembus dan membajak ikan dari wilayah perairan Indonesia. Banyak pihak yang
sebenarnya medukung dalam mengurangi jumlah kapal penangakapan ikan illegal, namun perhatian yang ditujukan
oleh pemerintah pada permasalahan ini masih kurang dan masih belum bisa memberi bukti akan memeperhatikan
masalah ini serta hanya sekedar janji. Disaat melakukan pencurian ikan, kapal asing belum tentu menangkap ikan
secara baik-baik dan tidak mengambil dalam jumlah yang besar. Ada kemungkinan besar kapal asing menangkap
ikan menggunakan pukat/ jerat yang dapat merubah tatanan ekosistem bawah laut serta dapat menghabiskan
jumlah ikan dalam jumlah yang besar. Berdasarkan hal tersebut, tentunya bisa mengurangi pasokan tangkapan ikan
bagi rakyat itu sendiri. Sehingga pemerintah memasok ikan yang berasal dari luar negara yang membuat banyak
pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan akan ikan untuk segenap rakyat Indonesia. Padahal jika dilihat luasnya
laut Indonesia seharusnya yang diraup oleh keuangan Indonesia adalah keuntungan. Yang tejadi justru sebaliknya,
kerugian besar yang menghampiri keuangan Indonesia. Pernyataan FAO tentang permasalahan ini harus ditanggapi
serius oleh pemerintah bahwa illegal fishing merupakan kejahatan nomor satu yang harus di waspadai dalam
mengurangi tingkat kepercayaan antara suatu negara yang berbatasan dengan negara lainnya. Oleh karena itu,
wilayah perbatasan perairan Indonesia harus diperhatikan yang menjadi jalan (pintu masuk) yang sering dilalui
oleh kapal asing dalam rangka kerjasama dan perdagangan internasional. Alasan inilah yang dapat memberikan
kapal illegal kesempatan menerobos perairan Indonesia. Pemerintah harus serius memberantas praktek kejahatan/
pencurian ikan di Indonesia, dengan meningkatkan pengamanan di sekitar wilayah perairan Indonesia. Selain
berimbas pada kelestarian sumberdaya ikan, hal ini juga dapat mengancam nasib ekspor produk nasional. Artinya,
banyak kerugian yang didapat keuangan Indonesia khususnya rakyat yang fokus mata pencahariannya berasal dari
sektor kelautan. Ditambah lagi persaingan negara Indonesia dengan negara lain seperti China sebagai pemasok
terbaik ikan bagi negara-negara yang tidak memiliki sektor perikanan namun memiliki permintaan akan ikan yang
tinggi.

2.3.2 Kemiskinan Masyarakat Pesisir


Kondisi obyektif masyarakat pesisir khususnya nelayan tradisional adalah miskin. Amat tidak mungkin
dapat mengurus Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007 dengan
pelbagai persyaratkan yang harus dipenuhi. Terkadang dalam memenuhi kebutuhan saja masyarakat pesisir
kesusahan apalagi untuk mengimbangi kawasan non pesisir. Kemsikinan terjadi bisa saja karena kurangnya
perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah dapat berupa sembako,
uang dan lainnya. Akan tetapi, pemerintah zaman sekarang lebih banyak menutup mata untuk hal-hal sepele seperti
itu sehingga banyak masyarakat yang terpinggirkan oleh karena hal tersebut.
Karim (dalam Apridar 2011) menyatakan bahwa di Kabupaten Sukabumi dan Karawang kawasan pesisir
lebih tertinggal ketimbang non pesisir. Jelas dikatakan dalam penelitian Karim, di kawasan pesisir masih banyak
yang tertinggal seperti pembangunan desa yang berpusat di daerah pesisir. Banyak yang harusnya menjadi
perhatian seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan juga termasuk faktor yang menyebabkan daerah pesisir lebih
tertinggal daripada daerah non pesisir. Kemiskinan ini jelas sangat memperburuk reputasi sektor perikanan
Indonesia, sebab dari perairan yang luas masih terdapat banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan
apalagi rata-rata berpusat di daerah pesisir. Salah satu penyebab kemiskinan masih terjadi di daerah pesisir yaitu
kuatnya tekanan-tekanan struktural yang bersumber dari pemerintah Indonesia dalam membangun sub-sektor
perikanan. Tekanan ini ditujukan pada rakyat melalui perlakuan diskriminatif dari pemerintah daerah, sehingga
kepentingan-kepentingan menyangkut masyarakat pesisir jadi teabaikan. Hal ini juga dipicu oleh kepentingan
pemerintah dalam meningkatkan hasil produksi perikanan laut sebagai sumber devisa negara tanpa memperhatikan
sedikit saja serta setidaknya memberikan harapan hidup masyarakat pesisir. Tekanan struktural ini juga
menimbulkan trauma pada masyarakat pesisir bahwa pemerintah merupakan struktur penting dalam kehidupan
bermasyarakat yang tidak bisa dilawan/ di krtitik kebijakannya. Berdasarkan hal ini, yang rata-rata miris terjadi
banyak anggota pemerintah seolah tidak tahu-menahu akan tekanan-tekanan yang terjadi pada masyarakat pesisir.
Ada juga faktor lain seperti ketergantungan yang berbentuk patron client pemilik factor produksi (kapal, alat
tangkap) dengan buruh nelayan. Faktor ini juga merupakan salah satu penyebab masyarakat pesisir lebih cepat
terseret dalam kemiskinan. Perbedaan cara menangkap dan teknologi yang digunakan menyebabkan pesaingan
antara pemilik faktor produksi seringakali tidak sehat. Hal ini disebabkan ketimpangan yang terjadi sehingga
msayarakat pesisir khusunya yang hanya bekerja menjadi buruh mudah terjerat garis kemiskinan. Penggunaan
teknologi ini justru hanya menjerat buruh dan akhirnya buruh menjadi semacam partner dalam memperkaya
pemilik faktor produksi. Hal ini terjadi karena rakyat pesisir khususnya yang menggunakan cara dan alat tradisonal
dalam melakukan penangkapan ikan merasa tidak berdaya bersaing dengan pemilik modal. Pemerintah juga
berperan penting dalam menjaga kestabilan persaingan pasar dan teknologi antara buruh nelayan dengan pemilik
faktor produksi. Salah satu cara yang bisa digunakan pemerintah yaitu dengan memfasilitasi buruh nelayan dengan
pendidikan dan juga teknologi yang memungkinkan masyarakat dapat membangun perekonomian dengan baik.
Ada juga cara lain seperti dengan membentuk koperasi khusus untuk mengatur perekonomian yang berkembang di
dalam masyarakat pesisir dengan meberikan bantuan modal bagi yang sudah termasuk anggota koperasi.

2.5 Degradasi Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Beberapa Pulau Kecil

Pembangunan pesisr dan laut Indonesia, secara historis sudah dimulai sejak tahun 90-an. Dalamkurun
waktu 10 tahun, lingkungan pesisir dan laut Indonesia telah mengalami perubahan signifikan, baik dari aspek
sumberdaya maupun dampak yang mmenyertainya. Tentunya meningkatnya kerusakan tidak dapat dapat
dihindarkan.
Hutan mangrove merupakan satu ekosistem pesisir yang amat penting di Indonesia. Berdasarkan data
Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (dalam Apridar 2011) luas hutan Mangrove di
Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam
keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun  2005 hanya mencapai
3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan
Brazil (7%). Fungsi hutan mangrove adalah:

1. Sebagai tempat hidup dan mencari makan berbagai jenis ikan, kepiting, udang dan tempat ikan-ikan
melakukan proses reproduksi
2. Menyuplai bahan makanan bagi spesies-spesies didaerah estuari yang hidup dibawahnya karena mangrove
menghasilkan bahan organik
3. Sebagai pelindung lingkungan dengan melindungi erosi pantai dan ekosistemnya dari tsunami, gelombang,
arus laut dan angin topan.

2.6 Kemiskinan  Masyarakat  Pesisir

Kondisi obyektif masyarakat pesisir khususnya nelayan tradisional adalah miskin. Amat tidak mungkin
dapat mengurus Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007 dengan
pelbagai persyaratkan yang harus dipenuhi. Terkadang dalam memenuhi kebutuhan saja masyarakat pesisir
kesusahan apalagi untuk mengimbangi kawasan non pesisir. Kemsikinan terjadi bisa saja karena kurangnya
perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah dapat berupa sembako,
uang dan lainnya. Akan tetapi, pemerintah zaman sekarang lebih banyak menutup mata untuk hal-hal sepele seperti
itu sehingga banyak masyarakat yang terpinggirkan oleh karena hal tersebut.
Karim (dalam Apridar 2011) menyatakan bahwa di Kabupaten Sukabumi dan Karawang kawasan pesisir
lebih tertinggal ketimbang non pesisir. Penyebab kemiskinan di wilayah pesisir antara lain:
1. Kuatnya tekanan – tekanan struktural yang bersumber dari kebijakan pemerintah Indonesia dalam
membangun sub-sektor perikanan.
2. Ketergantungan yang berbentuk patron client antara pemilik faktor produksi dan buruh nelayan.
3. Terjadinya over eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan terhadap akibat modernisasi yang tak
terkendali.
4. Terjadinya penyerobotan wilayah perikanan tradisional yang dilakukan oleh perusahaan perikanan modern
yang sejatinya menjadi daerah beroprasinya nelayan trasisional.
5. Adanya fenomena kompradorisme meminjam pemikiran neomarxis dalam kasus penangkapan ikan.

2.7 Buruh  Nelayan

Kusnadi (dalam Apridar 2011) menyatakan bahwa nelayan buruh adalah masyarakat miskin yang dominan
di desa-desa nelayan. Faktor kemiskinan inilah yang mendorong mereka terlibat dalam jaringan utang piutang yang
kompleks di komunitasnya. Nelayan buruh dalam sistem kelas sosial masyarakat pesisir tergolong marjinal dan
tertindas secara ekonomi. Struktur sosial nelayan khususnya nelayan tradisional dan nelayan buruh, biasanya amat
lemah di depan juragan. Mereka bahkan menganggap juragan mendekatai mesianis akibat keberadaanya dapat
menjadi juru selamat saat mereka tidak memiliki uang.
Nelayan buruh bukanlah orang miskin, mereka hanya sebagian warga bangsa yang tidak berdaya akibat
kebijakan ekonomi politik negara yang menganut mahzab produktif dan eksploitatif atas sumber daya kelautan dan
perikanan yang berlangsung hingga kini.
Sebagai negara yang menghormati hak asasi manusia, Buruh nelayan dan nelayan semestinya
mendapatkan:
1. Asuransi berupa suransi kematian, kecelakaan kerja, kesehatan, dan pendidikan anak – anak.
2. Jaminan perlindungan hukum bagi nelayan buruh/tradisional yang menangkap ikan di perbatasan wilayah
maritim.
Kusnadi Menyatakan bahwa alasan kuat pentingnya asuransi buat nelayan karena:
1. Kegiatan melaut bersifat spekulatif tinggi sehingga amat sulit bagi nelayan memprediksi hasil dan
pendapatan yang diperolehnya.
2. Investasi di sektor perikanan membutuhkan biaya yang besar untuk operasional, rekruitmen nelayan buruh
dan pemeliharaan alat tangkap.
3. Melaut beresiko tinggi atas keselamatan jiwa dan kesehatan badan.
4. Kawasan pesisir umumnya rawan penyakit menular dan endemik hingga kualitas SDM nelayan rata – rata
berpendidikan rendah.

Tindjabate (dalam Apridar 2011) yang meneliti kemiskinan nelayan di Sulawesi Tengah, menyimpulkan
bahwa proses pemiskinan nelayan tradisional,terjadi akibat kuatnya tekanan-tekanan struktural yang bersumber
dari kebijakan pemerintah Indonesia dalam pembangunan sektor perikanan laut. Proses ini terjadi diakibatkan yang
awalnya semua nelayan buruh kegiatannya homogen,akan tetapi pemerintah Kabupaten Poso menjadikan
sumberdaya perikanan akan diberikan menjadi devisa negara yang menyebabkan banyak nelayan buruh yang
semula homogen, menjadi beragam sumber penghasilannya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penulis membahas secara rinci dalam setiap poin pada makalah ini. Hal tersebut berdasarkan dari
pendapat ahli, buku, maupun penelitian sebagai dasar pemikiran dalam penjelasan maupun pembahasan.
penulis berharap penjelasan dari pendapat ahli bisa meyakinkan pembaca mengenai apa yang penulis
jelaskan serta bisa dipahami dengan baik. Setelah melakukan pembahasan mengenai ekonomi kelautan,
penulis menyimpulkan dari temuan dan pembahasan mulai dari definisi, ruang lingkup, dan tindakan
eksploitasi lingkungan dan manusia.
Berikut simpulan dari makalah ini.
1. Ekonomi kelautan adalah suatu bentuk kegiatan/ aktivitasmasyarakat yang berada di sekitar laut
yang memanfaatkan sumberdaya yang memang berasal dari laut seperti sektor perikanan, energi
dan sumberdaya mineral, sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, sumberdaya non konvensional,
industri kelautan, wisata bahari, perhubungan laut dan bangunan laut.
2. Ruang lingkup ekonomi kelautan
Amerika Serikat
a. Konstruksi : Konstruksi yang berhubungan dengan kelautan
b. Sumberdaya hayati (living resources) : Penangkapan (Fishing)
c. Mineral : Produksi dan Eksplorasi minyak dan gas
d. Pembuatan kapal dan boat
e. Pariwisata dan Rekreasi : Jasa hiburan dan rekreasi
f. Transportasi Laut : Jasa Transportasi Laut

Indonesia

a. perikanan,
b. perhubungan,
c. energi,
d. sumberdaya mineral kelautan,
e. wisata bahari,
f. jasa kelautan,
g. industri kelautan
h. non-kelautan.
3. Tindakan eksploitasi pada lingkungan dan manusia
a. Spesies ikan langka mati
b. Timbulnya pengangguran bekas nelayan karena pemerintah
c. Terumbu karang rusak
d. Perekonomian masyarakat rusak
e. Banyak pembajakan ikan oleh kapal illegal
f. Kuatnya tekanan struktural pada fakir miskin

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada makalah ini, ada beberapa rekomendasi yang dapat
dijadikan masukan bagi pembaca maupun penulis selanjutnya. Hal ini diharapkan bisa menjadi saran yang tepat
untuk nantinya bisa dilakukan oleh pembaca. Penulis memiliki beberapa saran untuk penulis agar makalah ini bisa
terus berlanjut sehingga memberikan banyak manfaat bagi dunia perekonomian khusunya kelautan. Berikut
beberapa saran dari masalah yang bisa dilakukan untuk penulis selanjutnya.
1. Konsep mengenai ekonomi kelautan
2. Pengaruh ekonomi kelautan bagi masyarakat luas
3. Ekonomi kelautan bagi Negara Indonesia
Daftar Pustaka

Cheung, W.W.L, Vicky W. Y. Lam, Jorge I. Sarmiento, Kelly Kearney, Reg Watson, Dirk Zeller and Daniel Pau
ly (2010). Large-Scale Redistribution of Maximum Fisheries Catch Potential in the Global Ocean under
Climate Change. Published in Global Change Biology (2010) 16, 24-35, Aquatic Ecosystems Research
Laboratory, The University of British Columbia, Vancouver, British Columbia, Canada V5R 1E6, School
of Environmental Sciences, University of East Anglia, Norwich, NR4 7TJ, UK, Atmospheric and Oceanic
Sciences Program, Priceton University, Sayre Hall, Forrestal Campus, PO Box CN710, Princeton, NJ
085447010, USA

Kusnadi, 2006. Konflik Sosial Nelayan. Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Alam. Penerbit. LkiS.
Yogyakarta.

Tindjabate, C. 2001. Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan. Studi tentang Proses Pemiskinan dan Strategi
Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Tradisional di daerah Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Desertasi
Doktor, PPS-UGM Yogyakarta.

Karim M, 2005. Analisis Kemiskinan dan Kesenjangan Pembangunan di Kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi
dan Karawang, Jawa Barat. Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Tak Dipublikasikan

Groz A. 2005. Anarki Kapitalisme. Penerbit Resis Book. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai