(1). Wadah
Wadah konsepsi WMI berbentuk Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang meliputi daratan, lautan dan udara yang didalamnya
mencakup wilayah laut nusantara, wilayah laut territorial, serta
wilayah laut landas benua dan ZEE sebagai hak kedaulatan dan
yuridiksi nasional.
Bentuk dan wujud daerah WMI terletak di posisi silang antara
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta Benua Asia dan Benua
Australia yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh.
Daerah WMI didayagunakan untuk kepentingan nasional dalam
mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan pemerintah
dibatasi oleh undang-undang serta sistem pemerintahan konstitusional.
(2). Isi
Unsur Isi WMI mencakup cita-cita bangsa Indonesia yang
bertujuan mewujudkan kesejahteraan dan keamanan bagi
seluruh bangsa Indonesia, serta turut mewujudkan kebahagian
dan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Konsepsi WMI
juga bertujuan mewujudkan kesatuan di dalam semua aspek
kehidupan nasional, baik alamiah maupun sosial.
Bangsa Indonesia dalam pendayagunaan WMI bercita-cita
mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, modern, mandiri dan unggul dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi kebumian, teknologi kelautan
dan teknologi kedirgantaraan.
Hal penting dari Isi WMI adalah pendayagunaan WMI
didasarkan pada persatuan dan kesatuan, kesejahteraan dan
keamanan, serta konsultasi dan kerjasama.
Tata laku merupakan proses atau hasil interaksi antara wadah
dan isi yang meliputi tata laku lahiriah dan tata laku batiniah.
Tata laku batiniah mencerminkan kepribadian bangsa dalam
pendayagunaan WMI yang dijiwai oleh sikap mental bangsa
yang luhur dan terpuji.
Tata laku lahiriah tercermin dalam tata perencanaan, tata
pelaksanaan dan tata pengawasan penyelenggaraan dan
pengaturan WMI yang berdasarkan kesejahteraan dan keamanan,
konsultasi dan kerjasama.
Tata laku selain mempengaruhi pembentukan aspirasi
masyarakat dalam pendayagunaan WMI, juga merupakan
perwujudan segenap potensi, sumberdaya dan sarana, baik
kemampuan fisik maupun non fisik yang dimiliki bangsa. Untuk
itu, geopolitik WMI harus senantiasa memperhatikan ciri-ciri
dan kondisi serta konstalasi geografi dan geologisnya, serta
perkembangan lingkungan strategis, baik lingkup nasional
maupun internasional.
2.1 Pengantar
Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang
mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat maritim.
Dalam catatan sejarah, terekam bukti-bukti bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia menguasai lautan nusantara, bahkan
mampu mengarungi samudra luas sampai ke pesisir Madagaskar
dan Afrika Selatan
Fakta prasejarah Cadas Gua yang terdapat di pulau-pulau Muna,
Seram dan Arguni yang diperkirakan berasal dari 1000 tahun SM
dipenuhi dengan lukisan perahu-perahu layar. Juga ditemukan
beberapa artefak suku Aborigin di Australia yang diperkirakan
berasal dari 2500 tahun SM serupa yang ditemukan di Pulau
Jawa. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa jauh sebelum
gelombang migrasi dari Indochina yang datang ke Indonesia,
nenek moyang bangsa Nusantara sudah berhubungan dengan
suku Aborigin di Australia lewat laut.
Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya
kemaritiman, bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta
sejarah menunjukkan bahwa fenomena kehidupan
kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta kelembagaan
formal dan informal yang menyertainya merupakan
kontinuitas dari proses perkembangan kemaritiman
Indonesia masa lalu.
Proses perkembangan tersebut memberi gambaran tentang
bagian-bagian masa yang lebih maju dari pada masa
sebelum atau sesudahnya.
Munculnya kerajaan-kerajaan Maritim Nusantara yang
berdaulat dengan sistem pertahanan keamanan yang
ampuh, tumbuhnya sektor-sektor ekonomi kemaritiman
terutama pelayaran dan perikanan, aplikasi pengetahuan
dan teknologi kelautan yang ada serta diberlakukannya
kebijakan dan hukum perundang-undangan laut merupakan
hasil kreatifitas inovatif lokal. Kesemuanya adalah prestasi
masyarakat maritim masa lalu yang harus diapresiasi
setinggi-tingginya oleh generasi sekarang, dimana prestasi
itu potensial dijadikan rujukan pembelajaran bagi rekayasa
perkembangan masyarakat dan kebudayaan maritim
Indonesia ke depan. “Belajarlah sejarah, maka engkau jadi
bijak”.
Keperkasaan dan kejayaan nenek moyang kita di laut
haruslah menjadi penyemangat generasi sekarang dan yang
akan datang. Bentuk implementasinya pada masa kini,
bukan hanya sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa
Indonesia yang wilayahnya dua pertiga adalah lautan dapat
dimanfaatkan demi kesejahteraan dan pembangunan bangsa.
Keberanian menjadi ciri khas dari masyarakat maritim. Saat
berlayar banyak hambatan alam yang ditemui. Gelombang
badai, keterasingan di tengah laut, perompak atau bajak
laut, dan ancaman binatang laut menjadi hal biasa.
Masyarakat maritim secara psikologis adalah
bangsa yang berani. Mereka tidak mau takluk
dengan alam, tetapi berusaha bersahabat
dengan alam. Fenomena alam mereka pelajari
dan dijadikan sebagai penunjuk dalam
berlayar
Terlebih, abad ini telah terjadi pergeseran
besar dalam pendekatan bagaimana
memvisualisasikan lautan dan profesi pelaut.
Lahirnya teknologi canggih, kapal hi-tech
menuntut kualitas SDM yang tinggi untuk
mengoperasikan kapal.
Sejarah perjalanan bangsa mencatat bahwa ada dua kutub
kekuasaan kerajaan maritim yang menjadi soko guru Negara
maritim nusantara. Keduanya adalah Sriwijaya yang didirikan
pada abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi dan Majapahit pada
abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Bersamaan dengan itu,
di Wilayah Timur Nusantara muncul pula Kerajaan Gowa
sebagai kerajaan maritim besar yang dibuktikan dengan adanya
ekspansi kekuasaan dari berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan,
bahkan di Nusantara bagian Timur seperti Kerajaan Wolio di
Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi
bagian Timur dan Utara, dan lain-lainnya ditambah dengan
keperkasaan dan kepiawaian pelaut-pelaut Bugis Makassar
dalam mengarungi samudera yang terkenal dan dikagumi
seantero nusantara.
Beberapa kerajaan maritim Nusantara yang pernah tumbuh
dan berjaya: (1). Kerajaan Tarumanegara di Tanjung Priok
Jakarta abad ke-3 hingga tahun 690 M, (2). Dinasti
Sanjayawangsa dan Chailendrawangsa yang menguasai
Jawa Tengah abad ke-7 hingga abad ke-10, (3). Kerajaan
Darmawangsa di Jawa Timur tahun 991 – 1016 M, (4).
Kerajaan Melayu Srivujaya (Sriwijaya) masa pemerintahan
Balaputradewa dan Dharmaphala di Sumatera Selatan abad
ke-8 hingga abad ke-9 M, (5). Kerajaan Samudera Pasai
tahun 1225-1523 M, (6). Kerajaan Banten tahun 1481-1531
M, (7). Kerajaan-kerajaan di bagian Timur Nusantara pada
abad ke-17.
Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya adalah sekitar abad
ke-9 antara tahun 833-836 M pada masa pemerintahan
Balaputradewa yang memiliki orientasi pembangunan
ekonomi maritim dan menguasai perdagangan di Selat
Malaka bahkan Asia Tenggara dan juga telah mampu
membuka jalur perdagangan dengan Cina dan India.
Setelah runtuhnya kerajaan Fu Nan di Champa (Kamboja),
wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi sebagian besar
wilayah barat Nusantara dengan ibu kota pemerintahannya
di sekitar Palembang Sumatera Selatan.
Kerajaan Sriwijaya terdiri atas tiga zona utama,
(1). Daerah ibukota muara yang berpusat
di Palembang,
(2). Lembah sungai Musi yang berfungsi sebagai
daerah pendukung,
(3). Daerah-daerah muara saingan yang mampu
menjadi pusat kekuasaan saingan.
1. Bencana Alam:
bencana yang diakibatkan oleh alam, antara lain : gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, angin topan, tanah
longsor.
2. Bencana Non Alam:
Bencana yang diakibatkan oleh non alam, seperti: gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, wabah penyakit.
3. Bencana Sosial: diakibatkan oleh manusia berupa konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.
Bencana laut adalah bencana alam yang berasal dari
laut, lingkungan normal atau perubahan drastis
alam laut sehingga membahayakan masyarakat,
ekonomi dan peristiwa-peristiwa kehidupan serta
properti.
8.2 Bencana yang dapat terjadi di laut :
(1). Tsunami
Tsunami adalah serangkaian gelombang panjang
yang timbul karena adanya perubahan dasar laut
atau perubahan badan air yang terjadi secara
tiba-tiba dan impulsif akibat gempa bumi, erupsi
gunung api bawah laut, longsoran bawah laut,
runtuhan gung es, ledakan nuklir, dan terjangan
benda-benda angkasa luar kepermukaan laut.
Indonesia terletak pada zona empat lempeng bumi
yang sangat aktif sehingga memiliki aktifitas tektonik
dan vulkanik yang sangat tinggi, oleh karena itu
Indonesia mempunyai banyak patahan aktif dan
sebaran gunung api. Sebagian patahan dan gunung api
berada di bawah laut sehingga kejadian gempa dan
letusan gunung apinya berpotensi membangkitkan
tsunami. Longsoran bawah laut yang dipicu oleh
kejadian gempa dan letusan gunung api juga dapat
menimbulkan tsunami
Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman
perairan, akibatnya gelombang tersebut mengalami
percepatan atau perlambatan sesuai dengan
bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan.
Arah pergerakan gelombang berubah dan energi
gelombang bisa menjadi berfokus atau juga menyebar.
Di perairan dalam, tsunami mampu bergerak dengan
kecepatan 500 sampai 1000 km/jam, di perairan
dangkal kecepatannya melambat hingga beberapa
puluh km/jam. Ketinggian tsunami bergantung pada
kedalaman. Amplitudo tsunami yang hanya memiliki
ketinggian 1 meter di perairan dalam bisa meninggi
hinggi puluhan meter di garis pantai.
Berdasarkan sumber dan Jarak pembangkitan tsunami
dapat dibagi menjadi : (i). Tsunami jarak jauh yaitu
lebih dari 1000 km dan melewati paparan benua, (ii).
Tsunami regional yaitu berjarak 100 km – 1000 km,
dan (iii). Tsunami lokal dengan jarak bersumber kurang
dari 100 km.
Bahaya tsunami dan kerusakan yang ditimbulkan
tergantung pada kondisi morfologi pantai yang
didatanginya.
Elevasi maksimun rayapan bergantung pada paras
muka laut (pasut) saat tsunami mencapai pantai.
Tsunami kecil yang terjadi saat pasang tinggi dapat
menjangkau elevasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tsunami yang lebih besar yang tiba saat surut
terendah. Kondisi pasut sangat penting untuk dikaji
dan dipertimbangkan dalam menganalisis tinggi
jangkauan rayapan tsunami di suatu daerah.
Kerusakan dan kehancuran karena tsunami merupakan
hasil langsung dari terjangan gelombang dan arus
tsunami, dan korban jiwa muncul karena tenggelam
dalam golakan tsunami.
Arus kuat juga menyebabkan terjadinya erosi pada
kaki fondasi dan rubuhnya jembatan, menyeret
rumah dan membalikkan kendaraan.
Kerusakan yang cukup parah dapat disebabkan oleh
puing-puing bangunan yang mengapung termasuk
kapal, mobil dan pepohonan yang dapat menjadi
benda-benda berbahaya ketika menghantam gedung,
dermaga dan kendaraan.
Kerusakan ikutan lainnya berupa kobaran api yang
berasal dari tumpahan minyak atau ledakan dari
kapal yang hancur di pelabuhan, pecahnya tempat
penyimpanan minyak di pantai, serta polusi kotoran
dan bahan kimia yang terangkut oleh tsunami dan
mencemari sumber air bersih.
2. Gelombang Badai
Gelombang badai terjadi menyusul terjadinya badai
atau tiupan angin yang sangat kencang di lautan
(fenomena meteorologi), tinggi gelombangnya dapat
mencapai belasan meter di daerah dekat sumber angin
dan gelombang terus berlangsung selama angin
bertiup dan redah bersama dengan redahnya tiupan
angin
Gelombang yang terbentuk oleh angin yang sangat
kuat dengan kecepatan angin lebih dari 91 Km/jam,
tinggi gelombang 7-30 meter. Berbahaya bagi
pelayaran dan pemukiman/bangunan di pantai serta
dapat menyebabkab abrasi pantai, seperti badai
typhon, badai La nina, badai El nino.
Fenomena gelombang badai terjadi pada waktu-
waktu tertentu dan relatif teratur sepanjang
tahun yang berkaitan dengan musin angin
tertentu dan hanya akan melanda lokasi-lokasi
tertentu pula.
Prediksi atau peringatan dini akan terjadinya
gelombang badai lebih mudah dilakukan dari
pada prediksi atau peringatan dini tsunami.
Sifat merusak gelombang badai lebih kecil
dibandingkan dengan tsunami
(3). Kenaikan Permukaan Laut
Peristiwa yang menimbulkan naiknya permukaan
laut ke pesisir pantai karena beberapa faktor,
diantaranya kenaikan temperatur permukaan
bumi yang mengakibatkan mencairnya es di
kutub dan menghangatkan lautan sehingga
meningkatnya volume lautan.
Pemanasan global diperkirakan memberikan
pengaruh yang signifikan pada kenaikan muka
air laut yang dampak fisisnya antara lain
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir
karena efek pembendungan oleh adanya
kenaikan permukaan laut.
Naiknya permukaan laut akan mengakibatkan
mundurnya garis pantai akibat tergenangnya
wilayah pesisir yang landai, hilangnya daerah rawa
dan meningkatnya erosi pantai yang
mengakibatkan gelombang dapat masuk jauh ke
arah darat.
Kenaikan permukaan laut dapat menenggelamkan
pulau-pulau kecil.
Kenaikan permukaan laut akan menimbulkan
intrusi air laut ke darat yang akan mempengaruhi
kualitas air tanah.
Kenaikan permukaan laut akan berdampak pada
keamanan bangunan pantai
(4). Abrasi Pantai
Pengikisan (erosi) pantai oleh pukulan gelombang laut
yang terus menerus terhadap dinding pantai.
Penyebab abrasi pantai antara lain: (i). Penurunan
permukaan tanah akibat pemompaan air tanah yang
berlebihan untuk keperluan industri dan air minum di
wilayah pesisir, (ii). Kerusakan hutan mangrove, (iii).
Kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang,
(iv). Kerusakan akibat perubahan iklim global dan
kejadian ekstrim misalnya terjadi siklontropis, (v).
Kerusakan akibat kegiatan manusia seperti
penambangan pasir di perairan pantai, pembuatan
bangunan yang menjorok ke arah laut, pembukaan
tambak yang tidak memperhitungkan kondisi dan lokasi.
Seperti yang terjadi di pantai Brebes hingga Rembang
dimana akibat abrasi pantai mengakibatkan hilangnya
areal 4000 ha sehingga hutan bakau rusak dan hilang,
perkebunan rakyat hilang, pertambakan rusak dan
hilang, serta merusak permukiman penduduk di bibir
pantai.